scholarly journals Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting

2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 30
Author(s):  
Lia Agustin ◽  
Dian Rahmawati
Keyword(s):  

Latar Belakang : Stunting adalah kondisi  tubuh anak yang pendek akibat dari kekurangan gizi yang kronis. Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh balita disebabkan karena berbagai faktor seperti kemiskinan,  kurangnya kesadaran akan kesehatan, kecukupan gizi yang kurang dan juga pola asuh yang kurang benar. Dampak yang timbulkan akibat dari stunting yaitu pada menurunya tingkat kecerdasan dan  kerentanan terhadap penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan keluarga dengan kejadian stunting Subjek dan Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan case control. Populasi penelitian adalah seluruh balita usia 24-59 bulan di Desa Bangkok Kecamatan. Gurah Kabupaten Kediri pada bulan Agustus 2020. Dengan tehnik Fixed Disease Sampling didapatkan sampel 25 balita stunting usia 24-59 bulan sebagai kelompok kasus dan 25 balita normal usia 24-59 bulan sebagai kelompok kontrol. Variabel dependen adalah kejadian stunting, sedangkan variabel independen adalah pendapatan keluarga. Pengukuran stunting berdasarkan pengukuran Tinggi Badan/Umur yang dikonversikan dalam Z-score. Pengukuran pendapatan keluarga dengan kuesioner dan wawancara. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan uji Fisher’s exact test.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76%  keluarga balita stunting memiliki pendapatan dibawah Upah minimum regional , sedangkan keluarga yang tidak stunting sebanyak 36% memiliki pendapatan dibawah UMR. Secara statistik pendapatan keluarga berhubungan dengan kejadian stunting p=0.001 (OR=5.63;CI 95% 1.65 hingga 19.23).Kesimpulan: Pendapatan keluarga berhubungan dengan kejadian stunting. Keluarga dengan pendapatan kurang dari Upah Minimum Regional  memiliki kemungkinan 6 kali mengalami stunting.

2018 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Estillyta Chairunnisa ◽  
Aryu Candra Kusumastuti ◽  
Binar Panunggal

 Latar Belakang : Stunting merupakan masalah gizi yang banyak ditemukan pada anak di negara berkembang seperti di Indonesia. Stunting yaitu gangguan pertumbuhan disebabkan kekurangan gizi kronis berdasarkan nilai z-score panjang badan menurut umur kurang dari -2 SD. Kecukupan asupan zat gizi mikro yang tidak adekuat menjadi salah satu faktor penyebab terjadi stunting pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan asupan vitamin D, kalsium dan fosfor pada anak  stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan. Metode : Penelitian ini menggunakan desain case-control. Subjek adalah anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan di Kelurahan Rowosari dan Meteseh, Semarang. Total subjek pada masing-masing kelompok kasus dan kontrol sejumlah 40 orang. Pengambilan subjek menggunakan metode simple random sampling. Data asupan zat gizi diperoleh dengan menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Analisis zat gizi menggunakan software NutriSurvey. Analisis data secara statistik menggunakan uji Chi Square, Fisher’s exact dan regresi logistik ganda.Hasil : Rerata asupan kalsium dan fosfor pada kelompok kasus sebesar 303,3±2,8 mg dan 440,1±1,9 mg sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 606±3 mg dan 662±2,5 mg. Rerata asupan vitamin D pada kelompok kasus sebesar 2,2±3,3 mcg dan pada kelompok kontrol sebesar 4,8±4,1 mcg. Terdapat perbedaan antara asupan kalsium (p=0,003; OR=4,5) dan fosfor (p=0,001; OR=13,5) pada anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan. Tidak terdapat perbedaan asupan vitamin D antara anak stunting dan tidak stunting (p=0,615; OR=3,162).Simpulan: Terdapat perbedaan antara asupan kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 71-80
Author(s):  
Eta Aprita Aritonang ◽  
Ani Margawati ◽  
Fillah Fithra Dieny

Latar Belakang : Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting anak usia 6-24 bulan antara lain kurangnya asupan zat gizi, penyakit infeksi, lingkungan, sosial ekonomi keluarga dan riwayat kehamilan ibu. Penelitian ini bertujuan menganalisis proporsi pengeluaran pangan rumah tangga, ketahanan pangan, dan asupan zat gizi sebagai faktor risiko terjadinya stunting usia 6-24 bulan.Metode : Penelitian ini menggunakan desain case-control dengan masing-masing kelompok kasus (stunting) dan kontrol (tidak stunting) berjumlah 24 sampel yang diambil menggunakan purposive sampling pada anak usia 6-24 bulan yang berada di Semarang Utara. Stunting diukur berdasarkan z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) dianalisis dengan software World Health Organization (WHO) Anthro. Data yang diambil yaitu berat badan lahir, panjang badan lahir, tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan pengeluaran rumah tangga. Data riwayat asupan energi, protein, vitamin A dan seng selama 1 tahun diperoleh dengan menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Data ketahanan pangan diperoleh dengan menggunakan kuisioner Household Food Security Scale Module (HFSSM). Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square dan analisis regresi logistik.Hasil : Baduta stunting lebih banyak mengalami kerawanan pangan rumah tangga (79,2%), riwayat kekurangan asupan protein (70,8%), vitamin A (75%) dan seng (66,7%) dibandingkan dengan anak yang tidak stunting. Ketahanan pangan rumah tangga (OR=6,9), riwayat asupan protein (OR=8,6), vitamin A (OR=20,6) dan seng (OR=8,7) merupakan faktor yang paling berisiko terhadap kejadian stunting pada baduta usia 6-24 bulan (p<0,05).Simpulan: Kerawanan pangan rumah tangga, kurangnya asupan protein, vitamin A dan seng merupakan faktor yang berisiko meningkatkan kejadian stunting pada baduta usia 6-24 bulan.


2021 ◽  
Vol In Press (In Press) ◽  
Author(s):  
Mansour Karajibani ◽  
Farzaneh Montazerifar ◽  
Razieh Hosseini ◽  
Fatemeh Suni ◽  
Ali Reza Dashipour ◽  
...  

Background: Malnutrition causes nutritional, metabolism, and biochemical disorders and finally leads to mortality. Several studies have highlighted that serum liver enzymes are increased in patients with malnutrition. Objectives: This study aimed to evaluate the relationship between malnutrition and liver enzymes in hospitalized children in Zahedan. Methods: This case-control study was conducted among 145 hospitalized children under six years old, including 74 cases and 71 controls. The case group was diagnosed with malnutrition according to weight for age indices (Z-Score < -2SD), and controls were determined based on the following indices (Z-Score > -2SD) of classification of WHO 2006 growth standards. Serum was isolated after taking blood from the samples. Then liver enzymes, including AST, ALP, and ALT, were measured by spectrophotometric method. Results: A total of 145 subjects were enrolled that consisted of 74 cases and 71 controls. No significant difference was observed in serum liver markers, including AST, ALT, and ALP between the two groups, However, the level of AST, ALT, and ALP was higher than the standard level. There was a significant correlation between AST with ALT (r = 0.74, P < 0.001), and ALP (r = 0.27, P = 0.03). Conclusions: The findings indicated that there was no significant alteration in enzyme markers in the two groups. However, AST and ALT levels increased, and ALP levels decreased compared with the control. Different degrees of malnutrition, including mild, moderate, and severe, can probably change the levels of hepatic enzymes in under-nourished children. Alteration of these liver enzymes could be due to the metabolic modification, which can be the result of protein deficiency.


CNS Spectrums ◽  
2019 ◽  
Vol 24 (6) ◽  
pp. 605-608
Author(s):  
Juan Manuel Duarte ◽  
Catherine Crow ◽  
Ariel Antik ◽  
Francisco Appiani ◽  
Alejandro Caride

BackgroundFibromyalgia (FM) is a chronic pain syndrome with a controversial etiopathogenesis. Patients with FM usually complain of cognitive symptoms, which are described as “fibrofog.” These cognitive complaints might be caused partially by dissociative disorders (DD). The aim of this research is to determine the association between FM and DD.MethodsThe authors conducted a case-control study for this purpose, integrated by 3 groups: control (C), patients with rheumatic disorders (R), and patients with FM (FM), who were compared through the Dissociative Experiences Scale (DES).The findings are as follows: 42% were taking medications in the FM group, and their differences in scores with those who were not under medications were then considered. In terms of the results, the FM group showed higher scores than both C and R groups (p < 0.05). Patients with FM who were taking antidepressants had lower scores than those who were not (Z-score –8.03; p < 0.05); and finally, 5.71% had a score over 30 (χ2 = 3.73, p = 0.15).ConclusionPatients with FM had higher scores, which might be related to the association of dissociative experiences, lifetime trauma, and victimization. Antidepressants might have some role on dissociative symptoms as well.


Circulation ◽  
2014 ◽  
Vol 130 (suppl_2) ◽  
Author(s):  
Alexander Kovacevic ◽  
Mats Mellander ◽  
Gerald Tulzer ◽  
Ulrike Herberg ◽  
Joanna Dangel ◽  
...  

Introduction: Fetal aortic valvuloplasty (FV) is proposed as therapy to achieve biventricular circulation (BV) in fetuses where univentricular circulation (UV) is likely. Hypothesis: FV cannot alter natural history (NH) outcome. Methods: Hybrid of case-control and repeated samples cohort study. Fetuses with aortic stenosis (AS) were enrolled in a multicenter study (2005-2012). FV was considered in 70 / 214 AS and successful in 59/67 (88.0%) performed. Six salvage cases (hydrops) were excluded and 47 liveborn FV could be matched with 95 controls (NH) by scan closest to 23 +/- 3 weeks and +/- 1 Z-score for MV, LV and AV, producing a best match group for each. Results: Procedure-related death occurred in 7/67 (10.4%). Overall 151/214 (71%) were liveborn, but outcome unknown in 5. Serial left sided growth was similar in FV and NH: Z score differences MV = 0.11, LV = 0.08, AV = 0.11, p>0.90. Hazard ratio for FV survival was similar to NH at 30 d, 1 and 4 yrs after birth [0.68 (95% CI 0.347 - 1.315), p= 0.25]. Cohorts matched for MV, LV and AV did not show survival advantage after FV and survival with freedom from UV circulation showed fewer BV survivors in FV than NH. (Fig 1) Funnel plots show improved BV survival by center volume for FV, but more BV-UV conversions in one with limited surgical options where 17% vs 82% FV remain BV. (Fig 2) Conclusions: Data show no survival advantage or improved chance of BV at 4 years in fetuses matched for morphology at 23 wks undergoing FV. Centralization of FV may improve survival, but BV - UV conversion suggests a specialized surgical approach is also essential to maintain BV outcome. A carefully designed prospective study is indicated to better evaluate FV. procedure.


2013 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 523-530 ◽  
Author(s):  
Kukuh Eka Kusuma ◽  
Nuryanto Nuryanto

Latar Belakang: Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang, ditunjukkan dengan nilai z-score TB/U kurang dari -2SD. Prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih tinggi terutama pada usia 2-3 tahun. Faktor risko stunting  antara lain panjang badan lahir, asupan, penyakit dan infeksi, genetik, dan status sosial ekonomi keluarga. Stunting terutama pada anak usia diatas 2 tahun sulit diatasi, sehingga penelitian mengenai faktor risiko stunting pada anak usia diatas 2 tahun diperlukan.Metode: Penelitian observasional dengan desain case-control pada balita usia 2-3 tahun di wilayah kecamatan Semarang Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling, 36 subjek pada tiap kelompok. Stunting dikategorikan berdasarkan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U). Data identitas subjek dan responden, panjang badan lahir, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Data tinggi badan anak dan tinggi badan orang tua diukur menggunakan microtoise. Analisis bivariat menggunakan Chi-Square dengan melihat Odds Ratio (OR) dan multivariat dengan regresi logistik ganda.Hasil: Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko stunting pada balita usia 2-3 tahun adalah status ekonomi keluarga yang rendah (P = 0,032; OR = 4,13), sedangkan panjang badan lahir, tinggi badan orangtua, dan pendidikan orang tua bukan merupakan faktor risiko stunting.Kesimpulan: Status ekonomi keluarga yang rendah merupakan faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun. Anak dengan status ekonomi keluarga yang rendah lebih berisiko 4,13 kali mengalami stunting.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 10
Author(s):  
La Ode Alifariki ◽  
La Rangki ◽  
Haryati Haryati ◽  
Rahmawati Rahmawati ◽  
Sukurni Sukurni ◽  
...  

Stunting is a short and very short body state that exceeds the Z-Score -2 SD deficit below the median length or height, as measured by height by age or length by age (TB / U or PB / U). Many factors affect the incidence of stunting in toddlers aged 24-59 months. The aim of the study is to determine the determinants of the incidence of stunting in infants aged 24-59 months. This type of research is observational analytic using a case-control design. The study population was all mothers who have children aged 24-59 months in the working area of Puuwatu Health Center, Kendari City. The number of sample cases as many as 35 people while the number of control samples as many as 72 people with a sample comparison of 1 case: 2 controls so that the total sample size of 108 people, obtained through purposive sampling. The results showed that mothers who had a height of <150 cm had a risk of 2.6 times having a toddler suffering from stunting compared to mothers who had a height of ≥ 150 cm. Determinants of stunting proxies in the working area of Puuwatu Health Center, Kendari City was maternal height with Exp value = 0.386.


2014 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 150-157
Author(s):  
Pramita Ariawati Putri ◽  
Etika Ratna Noer

Latar Belakang : Obesitas adalah masalah gizi yang dapat membahayakan kesehatan dan harus ditangani sejak dini. Obesitas pada anak usia 3 – 5 tahun dikaitkan dengan semakin cepat terjadinya adiposity rebound, yang memungkinkan anak menjadi obesitas saat dewasa. Obesitas dapat dipengaruhi oleh asupan energi, lemak, serat dan aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan asupan energi, lemak, serat dan aktivitas fisik pada anak usia 3 – 5 tahun.Metode : Desain penelitian case control study dengan matching usia dan jenis kelamin pada KB-TK Islam Al – Azhar 14 Semarang. Subjek terdiri dari 30 kelompok kasus (overweight dan obesitas) dan 30 kelompok kontrol (normal). Kriteria normal, overweight  dan obesitas menggunakan indikator z-score IMT/U. Normal jika z-score -2 ≥ 1SD, overweight (1 ≥ 2SD), dan obesitas (> 2SD). Asupan energi, lemak dan serat dihitung menggunakan food frequency questionnaire (FFQ) semi kuantitatif dan aktivitas fisik menggunakan kuesioner recall aktivitas fisik. Analisis data menggunakan uji independent T test dan Mann-Whitney.Hasil : Asupan energi dan lemak pada kelompok kasus lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Terdapat perbedaan asupan energi (p=0,000) dan lemak (p=0,000) pada kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan asupan serat (p=0,311) dan aktivitas fisik (p=1,112) pada kedua kelompok. Kesimpulan : Terdapat perbedaan asupan energi dan lemak pada anak obesitas dan tidak obesitas.


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 59
Author(s):  
Wenny Widyawati ◽  
Dwi Hidayah ◽  
Ismiranti Andarini

<p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong> </strong><strong></strong></p><p><strong>Pendahuluan</strong><strong>: </strong>Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada balita. Status gizi dapat mempengaruhi kejadian ISPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan angka kejadian ISPA pada balita usia 1-5 Tahun di Surakarta. Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti hubungan antara status gizi buruk, kurang, baik, lebih, dan obesitas terhadap angka kejadian ISPA.</p><p><strong>Metode</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Penelitian observasional analitik dengan desain studi <em>case control</em> dilakukan pada 9 September 2019 sampai 15 Oktober 2019 di RSUD Dr. Moewardi dan puskesmas di Surakarta. Subjek penelitian adalah anak berusia 1–5 tahun dengan diagnosis ISPA dan non ISPA, masing-masing sebanyak 120 sampel. Pemilihan puskesmas dilakukan dengan metode <em>stratified random sampling</em>. Data anak diambil dengan metode <em>consecutive sampling</em>. Penelitian dilakukan dengan mengolah data rekam medis dan melakukan klasifikasi status gizi dengan tabel <em>Z-score</em> WHO. Data kemudian dianalisis menggunakan uji <em>Chi Square</em> dan <em>Odds Ratio</em> (OR).</p><p><strong>Hasil</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Terdapat hubungan antara status gizi buruk (OR = 8,63; CI 95% = 1,875–39,714), status gizi kurang (OR = 3,776; CI 95% = 1,586–8,988), dan obesitas (OR = 0,154; CI 95% = 0,032–0,736) dengan angka kejadian ISPA. Sementara, tidak terdapat hubungan antara status gizi lebih (p=0,402) dengan angka kejadian ISPA.</p><p><strong>Kesimpulan</strong><strong>: </strong>Terdapat hubungan antara status gizi buruk, kurang, dan obesitas dengan angka kejadian ISPA pada balita di Surakarta. Namun, tidak terdapat hubungan antara status gizi lebih dengan angka kejadian ISPA pada balita di Surakarta.</p><p align="center"><strong> </strong><strong>ABSTRACT</strong><strong></strong></p><p><strong><em>Introduction</em></strong><strong><em>:</em></strong><strong><em> </em></strong><em>Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the causes of death in toddler. Nutritional status can affect the incidence of ARI. The purpose of this study was to determine the relationship between nutritional status and the incidence of ARI in toddler aged 1-5 years old in Surakarta. In this study, researcher will examine the relationship between poor nutritional status, malnutrition, good nutritional status, overweight, and obesity on the incidence of ARI.</em></p><p><strong><em>Methods</em></strong><strong><em>:</em></strong><strong><em> </em></strong><em>An observational analytic approach with a case-control study design was conducted on 9 September 2019 to 15 October 2019 in RSUD Dr. Moewardi and community health centre in Surakarta. Subjects were children aged 1-5 years old who were diagnosed with ARI and non-ARI, each as many as 120 samples. The community health center was selected by using the stratified random sampling method. Children's data was taken by consecutive sampling method. The study was conducted by processing medical record data and classifying nutritional status with the WHO Z-score table. Data were then analyzed using the Chi Square test and Odds Ratio (OR).</em></p><p><strong><em>Result</em></strong><strong><em>s: </em></strong><em>There is a relationship between poor nutritional status (p = 0.001; OR = 8.63; 95% CI = 1.875–39.714), malnutrition (p = 0.002; OR = 3.776; 95% CI = 1.586– 8,988), and obesity (p = 0.019; OR = 0.154; 95% CI = 0.032-0.736) with the incidence of ARI. Meanwhile, there was no relationship between overweight (p = 0.402; OR = 0.417; 95% CI = 0.097–1.8) and the incidence of ARI.</em></p><p><strong><em>Conclusion</em></strong><strong><em>: </em></strong><em>There is a relationship between poor nutritional status, malnutrition, and obesity with the incidence of ARI in toddler in Surakarta, and there is no relationship between overweight with the incidence of ARI in toddler in Surakarta.</em></p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document