Smart Medical Journal
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

51
(FIVE YEARS 42)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Uns Solo

2621-0916, 2621-1408

2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 38
Author(s):  
Viqi Kurnia Wardani ◽  
Dwi Saryanti

<p><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Pendahuluan: Biji pepaya (Carica papaya L.) memiliki kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan.Ekstrak etanol biji pepaya diformulasikan menjadi transdermal patch untuk menghindari first pass effectdan menjaga bioavailabilitas obat dalam plasma selain itu flavonoid memiliki kelarutan yang rendah sehingga dibuatlah transdermal patch untuk meningkatkan biavailabilitasnya.Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi HPMC yang dapat menghasilkan stabilitas fisik yang baik serta memiliki pengaruh pengaruh konsentrasi HPMC pada stabilitas fisik transdermal patch. </span></span></span></span></span></span></span></span><br /><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Metode: Biji pepaya diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan etanol 95%. </span></span></span></span></span></span></span><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Ekstrak biji pepaya dibuat sediaan transdermal patch menggunakan polimer HPMC dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%.</span></span></span></span></span></span></span><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Sediaan patch yang diperoleh dilakukan pengujian termasuk organoleptis, keseragaman bobot, kekeringan, ketebalan, daya serap, ketahanan lipat, dan pH. </span></span></span></span></span></span></span></span><br /><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Hasil dan Kesimpulan: Berdasarkan penelitian formulasi ekstrak biji pepaya pada sediaan transdermal patch menunjukkan bahwa penambahan HPMC memiliki pengaruh meningkatkan bobot, ketebalan, ketahanan lipat, dan daya serap kelembagaan. Transdermal patch dengan konsentrasi HPMC 1% memiliki struktur fisik yang lebih baik dibanding formula lain dengan bobot bercak kurang lebih 0,27 g, ketebalan bercak 0,01 mm, pengeringan 0% dan daya serap 12,01%. </span></span></span></span></span></span></span></span><br /><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Kata kunci: Biji Pepaya, HPMC, Transdermal Patch. </span></span></span></span></span></span></span></span><br /><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">ABSTRAK </span></span></span></span></span></span></span></span><br /><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Introduksi: Biji pepaya mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, yang merupakan antioksidan.</span></span></span></span></span></span></span><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Ekstrak etanolik pepaya (Carica papaya L.) diformulasikan menjadi patch transdermal untuk menghindari efek pass pertama dan pengawasan biji hayati obat dalam plasma selain itu flavonoid memiliki kelarutan yang rendah sehingga dibuat patch transdermal untuk meningkatkan bioavailabilitasnya. </span></span></span></span></span></span></span><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi HPMC yang dapat menghasilkan gangguan fisik yang baik, serta melihat alarm alarm pada patch transdermal. </span></span></span></span></span></span></span></span><br /><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Metode: Biji pepaya diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 95%. </span></span></span></span></span></span></span><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Pengujian yang dilakukan antara organoleptik lain, keseragaman bobot, kekeringan, ketebalan, ketahanan tahan, ketahanan lipat dan pH. </span></span></span></span></span></span></span><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Itu dibuat menjadi patch transdermal dengan polimer HPMC 1%, 2%, 3%.</span></span></span></span></span></span></span></span><br /><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Hasil dan Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan HPMC berdampak pada peningkatan bobot, ketebalan, daya tahan lipat, dan daya serap. </span></span></span></span></span></span></span><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Menambal transdermal dengan konsentrasi HPMC 1%</span></span></span></span></span></span></span></span></p>


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 18
Author(s):  
Nurrahmasia Nurrahmasia ◽  
Emmy Amalia ◽  
Dian Puspita Sari

<p><strong>Latar Belakang: </strong>Kecemasan merupakan suatu gejala yang timbul dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Kecemasan ujian merupakan kecemasan antisipatif yang timbul ketika menghadapi situasi ujian.Setiap individu memiliki cara ataupun mekanisme koping yang berbeda dalam menghadapi masalahnya. Penggunaan mekanisme koping yang sesuai membantu seseorang beradaptasi terhadap perubahan atau beban yang dihadapi, termasuk beban belajar menghadapi ujian.Penelitian ini meneliti hubungan antara mekanisme koping dengan skor kecemasan mahasiswa program studi pendidikan dokter dalam menghadapi ujian keterampilan medik, serta korelasi antara skor kecemasan dengan nilai ujian.</p><p><strong>Metode:</strong> Penelitian ini menggunakan desain <em>cross-sectional</em>. Responden penelitian ini adalah mahasiswa program studi pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mataram tahun pertama dan kedua. Datamekanisme koping diambil dengan menggunakan instrumen <em>Brief COPE, </em>sementara data kecemasan diambil menggunakan instrumen PTA (<em>Performance Test Anxiety</em>). Keduanya telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan diuji validitas dan reliabilitasnya.Uji statistik yang digunakan adalah uji <em>Mann-Whitney </em>dan uji <em>Spearman. </em></p><p><strong>Hasil: </strong>Sebanyak 207 mahasiswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Skorkecemasan mahasiswadidapatkan70.00 (31-94)dan 83.1% menggunakan<em>Problem Focused Coping</em>. Penggunaan <em>Problem focused coping</em> berhubungan signifikan dengan skor kecemasan yang lebih rendah(p=0,032). Tidak terdapat hubungan antara skor kecemasan dengan hasil ujian keterampilan medik pada mahasiswa tahun pertama maupun kedua (p &gt; 0.05)</p><p><strong>Simpulan: </strong>Jenis mekanisme koping yang paling banyak digunakan oleh mahasiswa fakultas kedokteran universitas mataram adalah <em>problem focused coping</em> dan jenis mekanisme koping ini berhubungan dengan skor kecemasan ujian yang lebih rendah.</p><p><strong>Kata Kunci:</strong> <strong>Kecemasan Ujian, Mekanisme Koping, Keterampilan Medik</strong></p><p><strong><em>Background: </em></strong><em>Anxiety is a symptom that arises from unfinished subconscious conflicts. Exam anxiety is anticipatory anxiety experienced when student in an examination situation.  Each individual has a different coping mechanism in dealing with the problem.</em><em>The use of appropriate coping mechanism helps individuals adapt to the changes or burden they face, including studying for exams. This study examined the relationship between coping mechanisms and anxiety score of medical students in facing clinical skills exam, as well as the correlation between anxiety score and clinical skills exam score.</em><em></em></p><p><strong><em>Method</em></strong><strong><em>s</em></strong><strong><em>:</em></strong><em>This study used a cross-sectional design. The study subjects were first and second year medical students at the Faculty of Medicine, Universitas Mataram. Coping mechanism data were obtained using the Brief COPE Inventory, while anxiety data were obtained using the Performance Test Anxiety (PTA). Both questionnaires have been translated into Bahasa Indonesia andtested for validity and reliability. The statistical test used in this study were the Mann-Whitney test and the Spearman test. </em></p><p><strong><em>Result</em></strong><strong><em>s</em></strong><strong><em>: </em></strong><em>A total of 207 students participated in this study. The participants’ anxiety score was 70.00 (31-94)and 83.1% using Problem Focused Coping. The use of Problem Focused Copingwas significantly associated with lower anxiety score (p=0.032). There was no relationship between anxiety score and clinical skills examination results for the first and second year student (p &gt; 0.05).</em></p><p><strong><em>Conclusion: </em></strong><em>The use of Problem Focused Coping was prevalent among the first and second year students participated in this study and this coping mechanism was associated with lower exam anxiety score.</em></p><p><strong><em>Keyword: Exam anxiety, coping mechanism, medical skill exam.</em></strong><strong><em></em></strong></p>


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Dwi Surya Supriyana ◽  
Yeni Nur Rahmayanti ◽  
Yeni Ambarsari

<p align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p align="center"><strong> </strong></p><p><strong>Pendahuluan</strong>: <em>Objective Structured Clinical Examination</em> (OSCE) merupakan metode untuk menguji kompetensi klinik secara obyektif dan terstruktur dalam bentuk putaran station dengan waktu tertentu. OSCE memunculkan perasaan takut, tegang, gelisah, sulit berkonsentrasi dan gangguan pencernaan pada mahasiswa. <em>Guided Imagery</em> yang dipadukan dengan intrumen musik klasik merupakan salah satu cara mengurangi kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh <em>Guided Imagery</em> terhadap tingkat kecemasan mahasiswa menjelang OSCE.</p><p><strong>Metode</strong>: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan <em>pretest-posttest control group design</em>. Sampel penelitian adalah seluruh mahasiswa aktif semester pertama (angkatan 2019) Prodi Sarjana Keperawatan STIKes Mitra Husada Karanganyar sejumlah 32 orang dengan kriteria belum pernah mendapatkan terapi relaksasi <em>Guided Imagery</em> dan baru pertama kali menempuh OSCE. Teknik sampling yang digunakan adalah <em>purposive sampling</em>. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mendapatkan terapi kombinasi <em>guided imagery</em> dengan musik klasik selama 5 hari berturut-turut menjelang waktu pelaksanaan OSCE dengan durasi waktu 20 menit. Pengaruh guided imagery terhadap tingkat kecemasan dianalisis menggunakan uji statistik <em>t independent.</em></p><p><strong>Hasil:</strong> Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan rata-rata antara tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen pretest 62.19±1.83 dan posttest 54.88±1.78. Kelompok kontrol rata-rata pretest 62.50±2.22 dan posttest 63.00±1.93. Nilai p (CI 95%) &lt; 0.05 (p=0.00) yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan <em>Guided Imagery</em> terhadap penurunan tingkat kecemasan.</p><p><strong>Kesimpulan: </strong>terdapat pengaruh siginifikan pemberian kombinasi <em>guided imagery</em> dengan musik klasik terhadap penurunan tingkat kecemasan mahasiswa semester pertama program studi keperawatan menjelang OSCE.</p><p> </p><strong>Kata kunci: <em>Guided Imagery</em>, tingkat kecemasan, OSCE</strong>


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Diding Heri Prasetyo ◽  
Sally Aman Nasution ◽  
Idrus Alwi ◽  
Murdani Abdullah

<p><strong>Pendahuluan</strong><strong>:</strong> Sindrom koroner akut (SKA) adalah gangguan yang mengancam jiwa yang tetap menjadi sumber morbiditas dan mortalitas yang tinggi meskipun ada kemajuan dalam pengobatan. Asam urat dan <em>high-mobility group box 1</em> (HMGB1) keduanya berperan penting dalam patofisiologi SKA, tetapi interaksi kooperatif antara keduanya dalam kejadian keparahan stenosis arteri koroner pada SKA, belum sepenuhnya jelas.  Penelitian ini bertujuan untuk melakukan tinjauan sistematis maupun meta analisis untuk mensintesis hasil-hasil penelitian yang berbeda tersebut agar diperoleh data baru yang bersifat kuantitatif dan lebih akurat.  </p><p><strong>Metode</strong><strong>:</strong> Protokol penelitian didaftarkan dengan PROSPERO (CRD42020210948) dan tinjauan sistematis mengikuti pedoman <em>preferred reporting items for systematic reviews and meta-analyses</em> (PRISMA), dengan menelusuri studi yang dipublikasikan dalam rentan waktu dari Januari 2010 hingga Mei 2020. <em>Cochrane Library</em>, <em>Ebsco</em>, <em>Medline/PubMed</em>, <em>ProQuest</em> dan <em>Sience Direct</em> adalah sumber dari studi yang dipublikasikan. Meta-analisis dilakukan untuk mensintesis korelasi antara kadar asam urat dan HMGB1 serum dan keparahan stenosis arteri koroner. Heterogenitas dinilai menggunakan I<sup>2</sup>, dan meta analisis menggunakan perangkat lunak <em>Comprehensive Meta Analysis Version 3</em> (CMA3).</p><p><strong>Hasil</strong><strong>:</strong> Lima studi (n = 601 pasien) diidentifikasi didapatkan korelasi antara kadar asam urat serum dan skor Gensini (r = 0,548; p &lt;0,001) pada pasien SKA. Sedangkan, korelasi antara kadar HMGB1 serum dan skor Gensini pada pasien SKA didapatkan satu studi (n = 60 pasien) dengan nilai r = 0,588; p &lt;0,001. Bias heterogenitas ditemukan dalam analisis, sedangkan bias publikasi tidak ditemukan.</p><p><strong>Kesimpulan</strong><strong>:</strong> Keparahan stenosis arteri koroner pada pasien dengan SKA berkorelasi positip dengan kadar asam urat dan HMGB1 serum.</p>


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 9
Author(s):  
Novan Adi Setyawan ◽  
Didik Setyo Heriyanto ◽  
Naomi Yoshuantari ◽  
Irianiwati Irianiwati

<p class="Abstract">ABSTRACT</p><p><strong> </strong></p><p><strong>Background</strong></p><p>Breast cancer is the most common malignancy in women of which majority histological type is Invasive (Ductal) Carcinoma of No Special Type (NST). The prognosis in breast carcinoma is influenced by many factors such as age, tumor size, degree of histology, and lymph node metastasis. Another factor in the development and metastasis of breast cancer is the chemokine receptor CXCR4 and its ligand, CXCL12. Studies state that the expression of CXCR4 in Breast Invasive Carcinoma associated with clinicopathologic aspects remain unclear. This study aims to determine differences in the level of CXCR4 mRNA expression between clinicopathologic aspects in breast carcinoma..</p><p><strong>Method</strong></p><p>A total of 50 samples of formalin-fixed paraffin-embedded (FFPE) tissues diagnosed as invasive breast carcinoma (NST) are used in this study. Samples are divided into groups, namely with and without lymph node metastasis, age &lt;45 years and&gt; 45 years, small and large size, low grade and high grade. CXCR4 mRNA expression is quantitatively examined by qRT-PCR. CXCR4 mRNA expression differences between various clinicopathologic aspects were analyzed by One-Way ANOVA</p><p><strong>Result</strong></p><p>Of the 50 samples, 26 samples (52%) revealed increased expression of CXCR4 mRNA compared to normal tissue. There were no significant differences in mRNA expression of  CXCR4 between various prognostic factors (p&gt; 0.05) such as the status of lymph node metastasis, histologic grading, size, and age. However, the expression of CXCR4 mRNA is increased in breast carcinoma when compared to normal breast tissue. Nonetheless the level of CXCR4 expression alone is not associated to clinicopathologic aspects in invasive breast carcinoma.</p><p><strong>Conclusion</strong></p><p>CXCR4 mRNA expression did not differ significantly between the various clinicopathological aspects of invasive breast carcinoma.</p><p> </p><p><strong><em>Keyword</em></strong><strong>: </strong>invasive breast carcinoma, mRNA of CXCR4, Clinicopathologic aspects</p><p> </p>


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 56
Author(s):  
Muhammad David Perdana Putra ◽  
Muhammad Singgih Nugraha ◽  
Agus Raharjo

<p class="AbstractNormal"><strong>Pendahuluan: </strong>Perforasi gaster mengakibatkan kebocoran asam lambung kedalam rongga perut, sehingga berkembang menjadi peritonitis kimia. Infeksi bakteri dapat menyertai peritonitis dengan mayoritas patogen penyebab infeksi adalah <em>Enterobactericeae Sp.</em>, <em>Stretococcus Sp.</em>,<em> dan</em> <em>Bacteroides Fragilis</em>.<strong> </strong>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penderita perforasi gaster dengan kultur bakteri positif di RSUD Dr. Moewardi.</p><p class="AbstractNormal"><strong>Metode: </strong>Pasien diobservasi secara retrospektif dari rekam medis pasien yang didiagnosis perforasi gaster dalam kurun waktu 2017 - 2018.</p><p class="AbstractNormal"><strong>Hasil: </strong>Dalam 2017-2018 ditemukan 84 pasien, 13 diantaranya hasil pemeriksaan kultur positif, onset dilakukan operasi lebih dari 12 jam pada 10 pasien (77%) wanita, 3 pasien (23%) Laki-laki. Sembilan pasien (69%) diatas umur 40 th, 4 pasien (31%) dibawah 40 th. Berdasarkan letak perforasi, 1 pasien (8%) di Antrum, 10 pasien (77%) di pylorus dan 2 pasien (15%) di curvatura mayor. Jenis bakteri yang ditemukan <em>Staphilococcus Epidermidis </em>4 pasien (30%), <em>Staphilococcus Haemoliticus</em> 5 pasien (40%) dan <em>Enterobacter chloacae </em>4 pasien (30%).</p><p class="AbstractNormal"><strong>Kesimpulan: </strong>Didapatkan 13 pasien pemeriksaan kultur positif. Tidak ditemukan jenis bakteri yang dominan.</p><p class="Keywords"> </p><div class="WordSection1"><p class="AbstractNormal"><strong>Introduction: </strong>Gastric perforation results in leakage of stomach acid into the abdominal cavity, thus developing into chemical peritonitis. Bacterial infections can accompany peritonitis with the majority of pathogens causing infection are Enterobactericeae sp., Streptococcus sp., and Bacteroides fragilis. This study aims to determine the profile of patients with gastric perforation with positive bacterial culture in Dr. Moewardi Hospital Surakarta.</p><p class="AbstractNormal"><strong>Methods: </strong>Patients were observed retrospectively from the medical records of patients diagnosed with gastric perforation in the period 2017 - 2018.</p><p class="AbstractNormal"><strong>Results: </strong>In 2017-2018 84 patients were found, 13 of them were positive culture results, the onset of surgery was more than 12 hours in 10 patients (77%) female, 3 patients (23%) male. Nine patients (69%) were over 40 years old, 4 patients (31%) were under 40 years old. Based on the perforation location, 1 patient (8%) in antrum, 10 patients (77%) in pylorus and 2 patients (15%) in curvatura major. The types of bacteria found were Staphylococcus epdermidis in 4 patients (30%), Staphylococcus haemoliticus in 5 patients (40%) and Enterobacter chloacae in 4 patients (30%).</p><p class="AbstractNormal"><strong>Conclusion: </strong>There were 13 positive culture examination patients. No dominant bacterial type was found.</p><p class="Keywords"><strong>Keywords:</strong> retrospective, gastric perforation, infection, bacterial culture</p></div><p class="Keywords"><strong><br clear="all" /></strong></p>


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 29
Author(s):  
Tri Agusti Sholikah ◽  
Sri Wulandari ◽  
Taufik Ridwan Hadi Kusuma ◽  
Muthmainah Muthmainah

<p><strong>Latar Belakang :</strong> Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dapat menyebabkan komplikasi serius pada berbagai organ tubuh termasuk pada jantung. Oleh karena itu, DM harus diterapi agar tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Salah terapi yang dapat digunakan adalah tanaman herbal daun kenikir (<em>Cosmos Caudatus</em> Kunth). Sayuran ini sering dikonsumsi dan mengandung flavonoid yang cukup tinggi. Flavonoid berperan sebagai antioksidan yang dapat mengurangi kerusakan berbagai organ termasuk jantung.</p><p><strong>Tujuan Penelitian : </strong>Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui apakah ekstrak daun kenikir mempunyai efek protektif terhadap jantung tikus putih model DM.<strong></strong></p><p><strong>Metode :</strong> Sampel sebanyak 24 ekor tikus putih (Rattus novergicus) dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol normal (KKn) yang tidak diinduksi streptozotosin-nicotinamid (STZ-NA) intraperitoneal; kelompok kontrol negatif (KK-) yang diinduksi STZ-NA; kelompok perlakuan 1 (KP1) diinduksi STZ-NA dan diberi ekstrak daun kenikir 200 mg/kgBB; kelompok perlakuan 2 (KP2) diinduksi STZ-NA dan diberi ekstrak daun kenikir 400 mg/kgBB. Gambaran histopatologi jantung tikus diperiksa dan dinilai dengan skor derajat kerusakan setelah 28 hari pemberian ekstrak daun kenikir yang selanjutnya dianalisis secara statistik.</p><p><strong>Hasil : </strong>Terdapat perbedaan derajat kerusakan histopatologi jantung tikus yang signifikan pada semua kelompok perlakuan. KP2 mempunyai derajat kerusakan yang lebih ringan daripada KK- dan KP1.</p><p><strong>Kesimpulan :</strong> Pemberian ekstrak daun kenikir dapat mencegah derajat kerusakan otot jantung tikus putih model diabetes mellitus.</p>


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 68
Author(s):  
Saskia Nandatari ◽  
Yudhistya N Insan ◽  
Widardo Widardo

<p><strong>Pendahuluan</strong>: Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan sebelum 37 minggu. Persalinan prematur disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu anemia. Anemia dalam kehamilan merupakan masalah yang cukup sering terjadi terutama di negara berkembang. Anemia dalam kehamilan merupakan keadaan dimana nilai Hemoglobin ibu hamil dibawah 11 g/dl. Keadaan ini mengakibatkan penurunan jumlah oksigen yang dibawa ke janin sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia pada janin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian persalinan prematur di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.</p><p><strong>Metode Penelitian</strong>: Penelitian observasional analitik dengan pendekatan <em>case control,</em> dilakukan pada bulan Agustus-September 2019 di RSUD Dr. Moewardi. Subjek penelitian adalah pasien yang mengalami persalinan prematur dan persalinan tidak prematur dalam kurun waktu Juni 2017 sampai dengan Juni 2019 di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian dilakukan dengan mengolah data rekam medis. Pada penelitian dipilih sebanyak 70 sampel penelitian, yang terdiri masing-masing 35 sampel untuk kelompok kasus dan kontrol. Sampel diambil menggunakan <em>purposive sampling. </em>Data kemudian dianalisis menggunakan uji Korelasi Koefisien Kontingensi<em> </em>Uji Kappa dan uji T-<em>test</em> Tidak Berpasangan.</p><p><strong>Hasil</strong>: Didapatkan korelasi antara anemia dengan kejadian persalinan prematur bermakna secara statistik. Nilai korelasi sebesar 0,031 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang signifikan dan bermakna secara klinis. Selain itu, didapatkan perbedaan yang bermakna dan signifikan antara rata-rata nilai Hemoglobin ibu hamil dengan persalinan prematur dan tidak prematur, dengan nilai p sebesar 0,003.</p><p><strong>S</strong><strong>impulan</strong>: Terdapat hubungan yang signifikan dan bermakna secara klinis antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian persalinan prematur di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada Juni 2017 – Juni 2019.</p><p> </p><p>Background: Premature labor is labor that occurs at gestational age before 37 weeks. Premature labor is caused by various factors, one of which is anemia. Anemia in pregnancy, hemoglobin condition of pregnant women under 11 g / dl which is quite common, especially in developing countries. This situation results in a decrease in the amount of oxygen carried to the fetus, resulting in hypoxia in the fetus and stimulates stress hormones associated with labor induction. The purpose of this study was to determine the relationship between anemia in pregnant women with the incidence of preterm labor in Dr. Moewardi Surakarta.</p><p>Methods: This study was analytic observational research with case-control approach, conducted in August-September 2019 at Dr. Moewardi. Research subjects were patients who experienced preterm labor and non-preterm labor in the period June 2017 to June 2019 at the RSUD Dr. Moewardi. The study was conducted by processing medical record data. In this study 70 research samples were chosen, consisting of 35 samples for the case and control groups. Samples were taken using purposive sampling. Data were then analyzed using the Kappa Test Contingency Coefficient Correlation test and the unpaired T-test.</p><p>Result: The correlation between anemia and preterm labor was statistically significant. Correlation value (p=0.031) shows a positive correlation with the strength of the correlation that is significant and clinically meaningful. In addition, a significant and significant difference was found between the average hemoglobin value of pregnant women with preterm and non-preterm labor, with a value (p = 0.003).</p><p>Conclusion: There is a significant and significant relationship between anemia in pregnant women and the incidence of preterm labor in Dr. Moewardi Surakarta in June 2017 - June 2019, where anemia in pregnant women increases the risk of preterm labor.</p>


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 79
Author(s):  
Ibnu Purwanto

<p>Hemofilia A yang didapat adalah penyakit yang jarang terdiagnosis dan seringkali salah terdiagnosis namun berpotensi menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Penyakit autoimun akibat pembentukan autoantibodi (inhibitor) terhadap FVIII ini hampir setengahnya memiliki gangguan lain yang mendasari. Pemanjangan activated partial thromboplastin time, mixing test yang tidak terkoreksi, rendahnya aktivitas FVIII, dan bukti inhibitor FVIII mendukung penegakan diagnosis Hemofilia A yang didapat. Rintangan dalam manajemen pasien dimulai dari penegakan diagnosis hingga penentuan terapi, baik terapi hemostatik, imunosupresi, serta pengobatan penyakit penyerta. Pemilihan terapi serta pengendalian terhadap efek samping dari pengobatan memerlukan perhatian khusus agar tercapai hemostasis dan remisi yang bertahan lama.</p><p>Acquired Hemophilia A can potentially cause life-threatening conditions due to profuse bleeding, but this autoimmune disease is mostly underdiagnosed. Hemophilia A occurs due to the development of an antibody against FVIII, moreover up to half of these cases have underlying conditions. Prolonged activated partial thromboplastin time, uncorrected mixing test, low FVIII activity, and detection of FVIII inhibitors support the diagnosis of acquired Hemophilia A. However, several challenges lay within patients’ management strategy, such as diagnosis workup and therapeutical choices. Treatment for acquired hemophilia A encompasses hemostatic therapy, immunosuppression, and treatment of underlying disease. Moreover, therapeutical choice and side effects control require special consideration to achieve hemostasis and durable remission.</p>


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 59
Author(s):  
Wenny Widyawati ◽  
Dwi Hidayah ◽  
Ismiranti Andarini

<p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong> </strong><strong></strong></p><p><strong>Pendahuluan</strong><strong>: </strong>Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada balita. Status gizi dapat mempengaruhi kejadian ISPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan angka kejadian ISPA pada balita usia 1-5 Tahun di Surakarta. Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti hubungan antara status gizi buruk, kurang, baik, lebih, dan obesitas terhadap angka kejadian ISPA.</p><p><strong>Metode</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Penelitian observasional analitik dengan desain studi <em>case control</em> dilakukan pada 9 September 2019 sampai 15 Oktober 2019 di RSUD Dr. Moewardi dan puskesmas di Surakarta. Subjek penelitian adalah anak berusia 1–5 tahun dengan diagnosis ISPA dan non ISPA, masing-masing sebanyak 120 sampel. Pemilihan puskesmas dilakukan dengan metode <em>stratified random sampling</em>. Data anak diambil dengan metode <em>consecutive sampling</em>. Penelitian dilakukan dengan mengolah data rekam medis dan melakukan klasifikasi status gizi dengan tabel <em>Z-score</em> WHO. Data kemudian dianalisis menggunakan uji <em>Chi Square</em> dan <em>Odds Ratio</em> (OR).</p><p><strong>Hasil</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Terdapat hubungan antara status gizi buruk (OR = 8,63; CI 95% = 1,875–39,714), status gizi kurang (OR = 3,776; CI 95% = 1,586–8,988), dan obesitas (OR = 0,154; CI 95% = 0,032–0,736) dengan angka kejadian ISPA. Sementara, tidak terdapat hubungan antara status gizi lebih (p=0,402) dengan angka kejadian ISPA.</p><p><strong>Kesimpulan</strong><strong>: </strong>Terdapat hubungan antara status gizi buruk, kurang, dan obesitas dengan angka kejadian ISPA pada balita di Surakarta. Namun, tidak terdapat hubungan antara status gizi lebih dengan angka kejadian ISPA pada balita di Surakarta.</p><p align="center"><strong> </strong><strong>ABSTRACT</strong><strong></strong></p><p><strong><em>Introduction</em></strong><strong><em>:</em></strong><strong><em> </em></strong><em>Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the causes of death in toddler. Nutritional status can affect the incidence of ARI. The purpose of this study was to determine the relationship between nutritional status and the incidence of ARI in toddler aged 1-5 years old in Surakarta. In this study, researcher will examine the relationship between poor nutritional status, malnutrition, good nutritional status, overweight, and obesity on the incidence of ARI.</em></p><p><strong><em>Methods</em></strong><strong><em>:</em></strong><strong><em> </em></strong><em>An observational analytic approach with a case-control study design was conducted on 9 September 2019 to 15 October 2019 in RSUD Dr. Moewardi and community health centre in Surakarta. Subjects were children aged 1-5 years old who were diagnosed with ARI and non-ARI, each as many as 120 samples. The community health center was selected by using the stratified random sampling method. Children's data was taken by consecutive sampling method. The study was conducted by processing medical record data and classifying nutritional status with the WHO Z-score table. Data were then analyzed using the Chi Square test and Odds Ratio (OR).</em></p><p><strong><em>Result</em></strong><strong><em>s: </em></strong><em>There is a relationship between poor nutritional status (p = 0.001; OR = 8.63; 95% CI = 1.875–39.714), malnutrition (p = 0.002; OR = 3.776; 95% CI = 1.586– 8,988), and obesity (p = 0.019; OR = 0.154; 95% CI = 0.032-0.736) with the incidence of ARI. Meanwhile, there was no relationship between overweight (p = 0.402; OR = 0.417; 95% CI = 0.097–1.8) and the incidence of ARI.</em></p><p><strong><em>Conclusion</em></strong><strong><em>: </em></strong><em>There is a relationship between poor nutritional status, malnutrition, and obesity with the incidence of ARI in toddler in Surakarta, and there is no relationship between overweight with the incidence of ARI in toddler in Surakarta.</em></p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document