scholarly journals Hubungan Status Gizi dengan Angka Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita Usia 1-5 Tahun di Surakarta

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 59
Author(s):  
Wenny Widyawati ◽  
Dwi Hidayah ◽  
Ismiranti Andarini

<p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong> </strong><strong></strong></p><p><strong>Pendahuluan</strong><strong>: </strong>Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada balita. Status gizi dapat mempengaruhi kejadian ISPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan angka kejadian ISPA pada balita usia 1-5 Tahun di Surakarta. Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti hubungan antara status gizi buruk, kurang, baik, lebih, dan obesitas terhadap angka kejadian ISPA.</p><p><strong>Metode</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Penelitian observasional analitik dengan desain studi <em>case control</em> dilakukan pada 9 September 2019 sampai 15 Oktober 2019 di RSUD Dr. Moewardi dan puskesmas di Surakarta. Subjek penelitian adalah anak berusia 1–5 tahun dengan diagnosis ISPA dan non ISPA, masing-masing sebanyak 120 sampel. Pemilihan puskesmas dilakukan dengan metode <em>stratified random sampling</em>. Data anak diambil dengan metode <em>consecutive sampling</em>. Penelitian dilakukan dengan mengolah data rekam medis dan melakukan klasifikasi status gizi dengan tabel <em>Z-score</em> WHO. Data kemudian dianalisis menggunakan uji <em>Chi Square</em> dan <em>Odds Ratio</em> (OR).</p><p><strong>Hasil</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Terdapat hubungan antara status gizi buruk (OR = 8,63; CI 95% = 1,875–39,714), status gizi kurang (OR = 3,776; CI 95% = 1,586–8,988), dan obesitas (OR = 0,154; CI 95% = 0,032–0,736) dengan angka kejadian ISPA. Sementara, tidak terdapat hubungan antara status gizi lebih (p=0,402) dengan angka kejadian ISPA.</p><p><strong>Kesimpulan</strong><strong>: </strong>Terdapat hubungan antara status gizi buruk, kurang, dan obesitas dengan angka kejadian ISPA pada balita di Surakarta. Namun, tidak terdapat hubungan antara status gizi lebih dengan angka kejadian ISPA pada balita di Surakarta.</p><p align="center"><strong> </strong><strong>ABSTRACT</strong><strong></strong></p><p><strong><em>Introduction</em></strong><strong><em>:</em></strong><strong><em> </em></strong><em>Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the causes of death in toddler. Nutritional status can affect the incidence of ARI. The purpose of this study was to determine the relationship between nutritional status and the incidence of ARI in toddler aged 1-5 years old in Surakarta. In this study, researcher will examine the relationship between poor nutritional status, malnutrition, good nutritional status, overweight, and obesity on the incidence of ARI.</em></p><p><strong><em>Methods</em></strong><strong><em>:</em></strong><strong><em> </em></strong><em>An observational analytic approach with a case-control study design was conducted on 9 September 2019 to 15 October 2019 in RSUD Dr. Moewardi and community health centre in Surakarta. Subjects were children aged 1-5 years old who were diagnosed with ARI and non-ARI, each as many as 120 samples. The community health center was selected by using the stratified random sampling method. Children's data was taken by consecutive sampling method. The study was conducted by processing medical record data and classifying nutritional status with the WHO Z-score table. Data were then analyzed using the Chi Square test and Odds Ratio (OR).</em></p><p><strong><em>Result</em></strong><strong><em>s: </em></strong><em>There is a relationship between poor nutritional status (p = 0.001; OR = 8.63; 95% CI = 1.875–39.714), malnutrition (p = 0.002; OR = 3.776; 95% CI = 1.586– 8,988), and obesity (p = 0.019; OR = 0.154; 95% CI = 0.032-0.736) with the incidence of ARI. Meanwhile, there was no relationship between overweight (p = 0.402; OR = 0.417; 95% CI = 0.097–1.8) and the incidence of ARI.</em></p><p><strong><em>Conclusion</em></strong><strong><em>: </em></strong><em>There is a relationship between poor nutritional status, malnutrition, and obesity with the incidence of ARI in toddler in Surakarta, and there is no relationship between overweight with the incidence of ARI in toddler in Surakarta.</em></p>

2021 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 538-547
Author(s):  
Fitri Zulfa Hayati ◽  
Nurhapipa Nurhapipa ◽  
Nila Puspita Sari

Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kejadian penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rejosari Kota Pekanbaru merupakan kasus tertinggi di kota pekanbaru sebanyak 798 kasus. Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dan status gizi dengan insiden penyakit tuberkulosis paru. Penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan pendekatan Case Control. Populasi kasus dalam penelitian ini yaitu seluruh penderita Tuberkulosis Paru. Sampel penelitian yaitu 18 responden kelompok kasus dan 72 responden kelompok kontrol dengan menggunakan teknik Simple random sampling. Lokasi penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari Kota Pekanbaru pada bulan Juli – Agustus 2020. Alat ukur yang digunakan yaitu kuesioner, roll meter, lux meter, dan timbangan berat badan. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square. Hasil uji statistik hubungan dari setiap variabel semuanya berhubungan dengan insiden penyakit tuberkulosis paru, yaitu variabel luas ventilasi (p = 0,002, OR = 7,857), kepadatan hunian (p = 0,003, OR = 5,500), pencahayaan (p = < 0,05, OR = 8,500), dan status gizi (p = 0,001, OR = 10,818). Diharapkan kepada tim pencegah dan pengendalian penyakit tuberkulosis paru Puskesmas Rejosari meningkatkan penyuluhan atau pemahaman langsung kepada masyarakat penderita TB paru serta membentuk dan melatih kader – kader untuk penanggulangan Tuberkulosis Paru. Diharapkan masyarakat selalu membuka jendela agar udara dan cahaya dapat masuk ke dalam rumah serta menjaga pola makan yang seimbang dan sehat. Pulmonary Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis. The incidence of pulmonary tuberculosis in Rejosari Primary Health Center Pekanbaru City is the highest case in Pekanbaru city with 798 cases. The purpose of this study in general was to determine the relationship between the physical condition of the house and nutritional status with the incidence of pulmonary tuberculosis. This research is a quantitative analytic with a Case Control approach. The populations of cases were all patients with pulmonary tuberculosis. The research sample was 18 respondents in the case group and 72 respondents in the control group using the simple random sampling technique. The research location was carried out in the Rejosari Public Health Center, Pekanbaru City in July - August 2020. The measuring instruments used were questionnaires, roll meters, lux meters, and weight scales. Data analysis was performed univariate and bivariate using the Chi Square test. The statistical test results of the relationship between each variable were all related to the incidence of pulmonary tuberculosis, namely the variable area of ventilation (p = 0.002, OR = 7.857), occupancy density (p = 0.003, OR = 5,500), lighting (p =0.05, OR 8.5)and nutritional status (p = 0.001, OR = 10.818). It is hoped that the team for preventing and controlling pulmonary tuberculosis at the Rejosari Community Health Center will increase direct education or understanding to people with pulmonary tuberculosis and form and train cadres to control pulmonary tuberculosis. It is hoped that people will always open windows so that air and light can enter the house and maintain a balanced and healthy diet.


2013 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 523-530 ◽  
Author(s):  
Kukuh Eka Kusuma ◽  
Nuryanto Nuryanto

Latar Belakang: Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang, ditunjukkan dengan nilai z-score TB/U kurang dari -2SD. Prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih tinggi terutama pada usia 2-3 tahun. Faktor risko stunting  antara lain panjang badan lahir, asupan, penyakit dan infeksi, genetik, dan status sosial ekonomi keluarga. Stunting terutama pada anak usia diatas 2 tahun sulit diatasi, sehingga penelitian mengenai faktor risiko stunting pada anak usia diatas 2 tahun diperlukan.Metode: Penelitian observasional dengan desain case-control pada balita usia 2-3 tahun di wilayah kecamatan Semarang Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling, 36 subjek pada tiap kelompok. Stunting dikategorikan berdasarkan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U). Data identitas subjek dan responden, panjang badan lahir, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Data tinggi badan anak dan tinggi badan orang tua diukur menggunakan microtoise. Analisis bivariat menggunakan Chi-Square dengan melihat Odds Ratio (OR) dan multivariat dengan regresi logistik ganda.Hasil: Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko stunting pada balita usia 2-3 tahun adalah status ekonomi keluarga yang rendah (P = 0,032; OR = 4,13), sedangkan panjang badan lahir, tinggi badan orangtua, dan pendidikan orang tua bukan merupakan faktor risiko stunting.Kesimpulan: Status ekonomi keluarga yang rendah merupakan faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun. Anak dengan status ekonomi keluarga yang rendah lebih berisiko 4,13 kali mengalami stunting.


2014 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
Author(s):  
Mahaputri Ulva Lestari ◽  
Gustina Lubis ◽  
Dian Pertiwi

AbstrakMakanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan padat yang mengandung nutrien lengkap yang diberikan kepada bayi mulai usia 6 bulan disamping ASI eksklusif untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara usia pemberian MP-ASI dan jenis MP-ASI dengan status gizi. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Mei-November 2012 pada anak usia 1-3 tahun yang berdomisili di Kota Padang. Pengumpulan data karakteristik responden, usia pemberian MP-ASI, dan jenis MP-ASI dilakukan dengan wawancara terpimpin. Pengukuran status gizi dilakukan berdasarkan BB/TB Z-score. Analisis statistik yang digunakan adalah uji chi square. Hasil penelitian menunjukan dari 200 anak, 51% anak diberi diberi MP-ASI sesuai jadwal dengan jenis MP-ASI buatan pabrik. Status gizi kurang, lebih banyak didapatkan pada anak yang diberi MP-ASI dini (33%). Tidak ditemukan anak dengan status gizi buruk.Terdapat hubungan antara usia pemberian MP-ASI dengan status gizi p= 0,001 (P < 0,05) dan tidak ada hubungan antara jenis MP-ASI dengan status gizi p= 0,456 (p > 0,05).Kata kunci: MP-ASI, Status gizi, Anak usia 1-3 tahunAbstractComplementary feeding is a solid and nutrient dense foods that contain complete given to infants from 6 months of age are exclusively breastfed in addition to achieve optimal growth and development. The research objective was to determine the relationship between the age of complementary feeding and provision of complementary feeding types with nutritional status. This study is a cross-sectional study that was conducted in May-November 2012 on children aged 1-3 years who live in Padang. The characteristics of the respondents, aged giving complementary feeding, and the type of complementary feeding by the guided interview. Measurement of nutritional status is based on weight / height Z-score.The statistical analysis used was chi square test. The results showed that of 200 children, 51% children were given complementary feeding schedule. The type was given is complementary feeding of factory. Nutritional status is much less than was found in children who were given complementary feeding early (33%). There are no children with poor nutritional status. There is a significant association between age of Complementary feeding with nutritional status p = 0.001 (P < 0.05) and there was no significant association between the type of Complementary feeding with nutritional status p = 0.456 (p >0.05).Keywords:Complementary feeding, nutritional status, children aged 1-3 years


2013 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 675-681
Author(s):  
Husein Al-Anshori ◽  
Nuryanto Nuryanto

Latar Belakang : Stunting merupakan gangguan pertumbuhan karena malnutrisi kronis, yang ditunjukkan dengan nilai z-score panjang badan menurut umur (PB/U) kurang dari -2 SD. Anak 12–24 bulan sangat rentan terjadi masalah gizi stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian stunting.Metode : Penelitian observasional dengan desain case-control dan subjek adalah anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Semarang Timur. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling, 36 subjek untuk tiap kelompok. Derajat stunting dinyatakan dengan z-score ­PB/U. Data identitas subjek dan responden, riwayat ASI eksklusif, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan riwayat penyakit infeksi diperoleh melalui kuesioner. Data asupan zat gizi  diperoleh melalui food recall  24 jam selama 2 hari tidak berurutan. Analisis menggunakan metode Chi Square dengan melihat Odds Ratio (OR) dan multivariat dengan regresi logistik ganda.Hasil : Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 12–24 bulan adalah status ekonomi keluarga rendah (OR= 11.769; p= 0.006; CI 1.401 – 98.853), riwayat ISPA (OR= 4.043; p= 0.023; CI 1.154 – 14.164), dan asupan protein kurang (OR = 11.769; p = 0.006; CI 1.401 – 98.853). Riwayat pemberian ASI eksklusif, pendidikan orang tua, riwayat diare, asupan energi, lemak, karbohidrat, seng dan kalsium bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting.Kesimpulan : Status ekonomi rendah, riwayat ISPA, dan asupan protein kurang merupakan faktor risiko yang bermakna pada kejadian stunting anak usia 12-24 bulan.


2018 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Estillyta Chairunnisa ◽  
Aryu Candra Kusumastuti ◽  
Binar Panunggal

 Latar Belakang : Stunting merupakan masalah gizi yang banyak ditemukan pada anak di negara berkembang seperti di Indonesia. Stunting yaitu gangguan pertumbuhan disebabkan kekurangan gizi kronis berdasarkan nilai z-score panjang badan menurut umur kurang dari -2 SD. Kecukupan asupan zat gizi mikro yang tidak adekuat menjadi salah satu faktor penyebab terjadi stunting pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan asupan vitamin D, kalsium dan fosfor pada anak  stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan. Metode : Penelitian ini menggunakan desain case-control. Subjek adalah anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan di Kelurahan Rowosari dan Meteseh, Semarang. Total subjek pada masing-masing kelompok kasus dan kontrol sejumlah 40 orang. Pengambilan subjek menggunakan metode simple random sampling. Data asupan zat gizi diperoleh dengan menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Analisis zat gizi menggunakan software NutriSurvey. Analisis data secara statistik menggunakan uji Chi Square, Fisher’s exact dan regresi logistik ganda.Hasil : Rerata asupan kalsium dan fosfor pada kelompok kasus sebesar 303,3±2,8 mg dan 440,1±1,9 mg sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 606±3 mg dan 662±2,5 mg. Rerata asupan vitamin D pada kelompok kasus sebesar 2,2±3,3 mcg dan pada kelompok kontrol sebesar 4,8±4,1 mcg. Terdapat perbedaan antara asupan kalsium (p=0,003; OR=4,5) dan fosfor (p=0,001; OR=13,5) pada anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan. Tidak terdapat perbedaan asupan vitamin D antara anak stunting dan tidak stunting (p=0,615; OR=3,162).Simpulan: Terdapat perbedaan antara asupan kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan.


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 20-29
Author(s):  
Safun Rahmanto ◽  
Khaiyatul Aisyah

ABSTRAK Latar belakang : Osteoartritis merupakan salah satu penyakit degenerative yang ditandai dengan hilangnya tulang rawan articular dan terjadi peradangan sinovial yang menyebabkan kekakuan sendi, nyeri dan kehilangan mobilitas sendi. Ada banyak faktor risiko osteoarthritis lutut, salah satunya  adalah riwayat cidera lutut. Cidera lutut menurunkan kestabilan sendi lutut pada bantalan beban tubuh. Cidera lutut meningkatkan risiko osteoarthritis pada area kontak tibiofemoral dan tekanan pada  cidera meniscal, sehingga menyebabkan unstabil sendi berupa ligament sprain dan lesi pada chondral atau dengan mengganggu sistem neuromuskular. Individu dengan riwayat trauma sendi 3-6 kali lebih berpotensi terjadinya osteoarthritis lutut. Dalam 5 tahun cedera, lutut mengalami perubahan struktural seperti, perubahan komposisi tulang rawan, dan perubahan pada struktur  ulang. Tujuan Penelitian : Menganalisis hubungan antara riwayat cidera lutut terhadap pasien yang berpotensi osteoarthritis lutut di Puskesmas Dinoyo Kota Malang.  etode Penelitian : Desain penelitian menggunakan Case Control Study dengan jumlah sampel 120 responden di Puskesmas Dinoyo Kota Malang yang  diambil dengan metode Simple Random Sampling. Pengambilan data untuk mengetahui riwayat cidera lutut dinilai dengan kuesioner OA Risk C dan wawancara mendalam. Potensi adanya osteoarthritis lutut dinilai menggunakan pemeriksaan fisik, skala jette dan data sekunder dari Puskesmas Dinoyo Kota Malang. Hasil : Hasil penelitian dengan uji Chi-Square terhadap Riwayat cidera lutut dikaitkan dengan osteoarthritis lutut dalam penelitian ini didapatkan nilai signifikan lebih kecil dari alpha 5% (0,00 < 0,05) dengan Odds Ratio [OR= 5,82 (95% CI 2,54-13,35)]. Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat cidera lutut terhadap pasien yang berpotensi osteoarthritis lutut di Puskesmas Dinoyo Kota Malang dan orang yang  memiliki riwayat cidera lutut berpeluang 5  kali lebih besar menderita osteoarthritis lutut daripada orang yang tidak memiliki riwayat cidera lutut.  


2007 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 64
Author(s):  
Nur Widodo

Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia termasuk di Kota Tasikmalaya. Diperkirakan proporsi penyakit pneumonia bayi adalah 16,4%, dan pada balita adalah 25%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kejadian pneumonia pada balita dengan faktor lingkungan fisik kamar tidur dan karakteristik anak. Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Sampel sebanyak 300 responden terdiri dari 150 orang kasus dan 150 orang kontrol. Dari hasil uji multivariat tanpa interaksi, faktor dominan yang mempengaruhi kejadian penyakit pneumonia pada anak balita adalah status gizi dengan nilai B 1,799 dan OR = 6,041 (CI 95%=1,607-22,713). Sedangkan hasil uji interaksi diperoleh hasil bahwa faktor dominan yang mempengaruhi kejadian pneumonia anak balita adalah interaksi antara asap obat nyamuk dengan status gizi dengan nilai B 1,040 dan OR=2,828 (CI 95%=1,667-4,7988). Pada perhitungan probabilitas didapatkan hasil bahwa balita yang menderita pneumonia memiliki probabilitas odds 15,6 kali punya riwayat status imunisasi tidak lengkap (DPT dan Campak), status gizi kurang dan ada asap obat nyamuk bakar di dalam kamar tidur dibanding balita yang tidak menderita pneumonia. Disarankan agar anak balita diimunisasi lengkap (DPT dan Campak), diberi asupan makanan dengan gizi seimbang, dan tidak menggunakan obat anti nyamuk bakar di dalam kamar tidur, serta perlu disosialisasikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita.Kata kunci: Pneumonia, balita, kamar tidurAbstractPneumonia is still an important public health problem in Indonesia, especially in Tasikmalaya city, West Java. It was predicted that pneumonia contributed to fetal death at about 16.4%, while the incidence of the pneumonia among under 5 years children is 25%. The objective of this study is to know the relationship between physical environment of baby sleeping room and pneumonia. Design of the study used is case control study. The sample size is 300 subjects consists of 150 cases and 150 controls. Based on multivariate analysis, the nutritional status of children relate closely with pneumonia (OR = 6.041; 95% CI =1.607- 22.713). While from an interaction analysis it was found that there is an interaction effect of mosquito coil and nutritional status on pneumonia (OR=2.828 ;CI 95%= 1.667-4.7988). Based on probability computation it was known that under 5 years old children who suffer from pneumonia has probability odds of 15.6 times has incomplete diphteria and measles immunization, poor nutritional status, and using mosquito coil compared to healthy children. Under five years children is recommended to get complete DPT and measles immunization, provided balance nutritional intake and not using mosquito coil in sleeping room.Keywords : Pneumonia, under 5 years children, sleeping room


2017 ◽  
Vol 24 (3) ◽  
pp. 11-19
Author(s):  
Metha Fahriani ◽  
Reli Aprilawanti

Preterm labor is dangerous because of the potential increase of about 65-67% of perinatal mortality. The purpose of this study was to determine the relationship between  maternal age and incidence of anemia in preterm parturition in                       dr. M. Yunus Hospital Bengkulu. This type of research was Analytic Survey with study design Case Control with a ratio of 1: 1. The population in this study was mothers who numbered 1,434 people delivering mothers were taken by Total Sampling as many as 53 people (50%) mothers who have parturition premature for cases and  Systematic Random Sampling as many as 53 people (50%) mothers who did not experience parturition premature to control which totaled 106. The computerized data analysis using chi-square test. The results showed that of the 53 mothers who are 36 premature parturition with age 20 or 35 years and 30 people suffering from anemia. Of the 53 mothers who no premature parturition are 16 age 20 or 35 years and 15 suffer from anemia. There is a relationship between age and preterm parturition in the CI Midwifery dr. M. Yunus Hospital Bengkulu with the medium category. There is a relationship between anemia and preterm parturition in the CI Midwifery dr. M. Yunus Hospital Bengkulu with the closeness of the relationship that are in the weak category. It was expected to health worker, especially mid wifery in midwifery room to perform counseling about anemia and the importance  of  control  when  pregnant.Keywords :  age, anemia, premature partus


2017 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 101
Author(s):  
Muawanah Muawanah ◽  
Triska Susila Nindya

Postpartum constipation with symptoms such as pain or discomfort, straining and hard stools is a common condition that affects the incidence of hemoroids and pain in the area of episiotomy. Constipation is associated with inadequate intake of fi ber and fl uid. This study aimed to analyze the relationship between intake of fiber, fluids and constipationin postpartum mother. The study design was observational with cross sectional approach on thirty three (33) post partum mothers using systemic random sampling method in April to May 2016. Data was analyzed by chi-square test. The result showed that 97% of postpartum mother had inadequate fi ber intake and only 3% were adequate. There was 9.1% postpartum mother with inadequate fluid intake and 90.9% were categorized as adequate. There was 54.5% of postpartum mother had constipation, while 45.5% not constipated. Based on chi-square test, there was no signifi cant relationship between fiber intake, fluid intake and constipation (p > 0.05). The conclusion that there was no relationshipin fiber intake, fluid intake with the incidence of constipation in postpartum mother. This requires provision of health education to prevent the occurance of constipation in postpartum mother.Keywords: fluid intake, fiber intake, constipation, postpartum


2017 ◽  
Vol 1 (01) ◽  
pp. 105
Author(s):  
Iken Rahma ◽  
Indah Nuraeni ◽  
Hidayah Dwiyanti

ABSTRACT   This research aims to know the difference between snacking habit and nutritional status of catering and non-catering food consumer in SD-UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh as well as knowing the corelation between snacking habit and nutritional status in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh. This research used cross sectional design with thirty eight respondents were collected by Simple Random Sampling method. Snacking habit was obtained by using FFQ. The data were analyzed by using Chi-Square and Mann Whitney analysis. Univariate analysis showed that the snacking habit on catering food consumers was 28.5%, whereas on non-catering food consumers was 76.5%. Bivariate analysis result showed the difference between snacking (p= 0.004) and nutritional status ( p= 0.044) on catering and non-catering food consumers in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh. There was no corelation between snacking habit and the nutritional status in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh (p= 0,117) and ( p=0,142). There was difference in snacking habit and nutritional status on students who were catering and non-catering consumers in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh and there was no corelation between snacking habit and nutritional status in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh.  Key words: Snacking habit, Nutritional status, catering food, non-catering food.  ABSTRAK Kebiasaan mengonsumsi jajan dapat mempengaruhi status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kebiasaan jajan dan status gizi anak sekolah pengguna katering dan non-katering serta mengetahui hubungan kebiasaan jajan terhadap status gizi di SD UMP Purwokerto dan SDN 2 Dukuhwaluh. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional dengan 38 responden dengan metode Simple Random Sampling. Kebiasaan konsumsi jajan diperoleh menggunakan FFQ. Data di analisis menggunakan uji Chi-Square dan uji Mann Whitney. Hasil uji univariat menunjukkan bahwa pada anak sekolah pengguna katering kebiasaan jajan yaitu sebesar 28,5% sedangkan anak sekolah yang non-katering sebesar 76,5%. Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat perbedaan kebiasaan jajan ( p = 0,004) dan status gizi ( p= 0,044) pada anak sekolah pengguna katering dan non-katering di SD UMP Purwokerto dan SDN 2 Dukuhwaluh serta tidak terdapat hubungan antara kebiasaan jajan terhadap status gizi di SD UMP Purwokerto dan SDN 2 Dukuhwaluh (p= 0,117) dan (p= 0,142). Terdapat perbedaan kebiasaan konsumsi jajan dan status gizi pada anak sekolah pengguna katering dan non-katering di SD UMP Purwokerto dan SDN 2 Dukuhwaluh serta tidak terdapat hubungan antara kebiasaan mengonsumsi jajan terhadap status gizi di SD UMP Purwokerto dan di SDN 2 Dukuhwaluh.  Kata Kunci: Kebiasaan jajan, Status Gizi, katering, non-katering.  


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document