scholarly journals HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN PRE OPERASI TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP) DI RUMAH SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 491-498
Author(s):  
Christine Handayani Siburian

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is an enlargement of the prostate gland that generally occurs in older men and if left untreated can lead to complications. BPH can be treated with a medical procedure, namely the Transurethral Resection of the Prostate (TURP) surgical procedure. Before the action, the patient will experience anxiety. Anxiety arises because of excessive fear that can affect the quality of sleep. The purpose of this study was to determine the relationship between anxiety and sleep quality in patients with preoperative Transurethral Resection of the Prostate (TURP). The research design used was cross sectional. The sample is 31 respondents of preoperative patients at Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan with the sampling technique used is accidental sampling. The research data was collected using the Hamilton Scale for Anxiety (HRS-A) questionnaire and The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire. Data were analyzed by Spearman Rho correlation test. The results showed that there was a relationship between anxiety and sleep quality in patients with preoperative Transurethral Resection of the Prostate (TURP) (p=0.000, r=0.907). The results of this study can recommend that the need for nursing actions that can reduce anxiety so that the patient's sleep quality can be better.   Abstrak Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang pada umumnya terjadi pada pria yang lebih tua dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi. BPH dapat ditangani dengan tindakan medis yaitu prosedur pembedahan Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Sebelum dilakukan tindakan tersebut, pasien akan mengalami kecemasan. Kecemasan timbul karena rasa takut berlebih yang dapat mempengaruhi kualitas tidur. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien pre operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Desain penelitian yang digunakan Cross Sectional. Sampel adalah 31 responden pasien pre operasi di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan dengan teknik pengambilan sampel adalah teknik accidental sampling. Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner Hamilton Scale for Anxiety (HRS-A) dan kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman Rho. Hasil didapatkan ada hubungan kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien pre operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP) (p=0,000, r=0,907). Hasil penelitian ini dapat merekomendasikan bahwa perlunya tindakan keperawatan yang dapat mengurangi kecemasan agar kualitas tidur pasien dapat menjadi lebih baik.

2019 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 17-30
Author(s):  
Nina Tabligha ◽  
Andri Sudjatmoko ◽  
Dessy Triana

Latar Belakang: Tidur merupakan kebutuhan fisiologis dasar bagi setiap individu yang  dapat memengaruhi kualitas serta keseimbangan hidup. Tidur memiliki fungsi salah satunya yaitu berpengaruh ke sistem saraf sehingga bisa berdampak terhadap memori dan kemampuan belajar. Tuntutan sekolah, kegiatan sosial setelah sekolah dan gaya hidup dapat menyita waktu tidur. Di Sumatera Utara, dari 287 pelajar dilaporkan 220 pelajar yang mengalami kualitas tidur yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kualitas tidur dengan kapasitas memori kerja pada siswa SMA.Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di SMAIT Iqra’ Kota Bengkulu pada bulan Agustus 2018. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk menilai kualitas tidur yaitu kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index, sedangkan pengukuran kapasitas memori kerja menggunakan reading span test. Korelasi antara kedua variabel tersebut akan dianalisis mengggunakan uji Spearman.Hasil: Total sampel penelitian yang dianalisis adalah 53 siswa, 18 siswa (34%) memiliki kualitas tidur yang baik dan 35 siswa (66%) memiliki kualitas tidur buruk. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang bermakna antara kualitas tidur dengan kapasitas memori kerja dengan nilai p = 0,042, r = 0,281.Kesimpulan: Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kualitas tidur dengan kapasitas memori kerja pada siswa SMAIT Iqra’ Kota Bengkulu.KataKunci: kualitas tidur, kapasitas memori kerja, siswa sekolah menengah atas.


2020 ◽  
Vol 26 (3) ◽  
Author(s):  
Syela C Akasian ◽  
Flora Rumiati ◽  
William William

Musik merupakan suatu alunan nada yang bisa dinikmati, umumnya digunakan untuk menghilangkan rasa penat atau stres seseorang. Secara ilmiah musik juga dapat berpengaruh untuk meningkatkan kualitas tidur terutama pada lansia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh musik terhadap kualitas tidur pada usia dewasa muda khususnya mahasiswa fakultas kedokteran yang biasanya memiliki kualitas tidur buruk. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik simple random sampling. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida angkatan 2018 sebanyak 96 mahasiswa. Pembagian kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan kuesioner tambahan untuk melihat kebiasaan mendengarkan musik pada mahasiswa dilakukan secara serentak saat proses perkuliahan.  Sebagian besar mahasiswa  memiliki kualitas tidur yang buruk yaitu 88 (91,7%) mahasiswa. Tiga dari  48  mahasiswa yang memiliki kebiasaan mendengarkan musik sebelum tidur  memiliki kualitas tidur baik. Lima dari delapan mahasiswa yang memiliki kualitas tidur baik  tidak memiliki kebiasaan mendengarkan musik sebelum tidur. Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan mendengarkan musik dan kualitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida (p  0,714). 


2016 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Michael B. Tawale ◽  
Lydia Tendean ◽  
Lusiana Setiawati

Abstract: Erectile dysfunction (ED) is an inability to achieve an erection sufficient for intercourse with his partner which causes dissatisfaction for both of them. The etiology of ED is classified as psychogenic, organic, drug abuse, and also by post-surgery. Benign prostatic hyperplasia (BPH) is a disease caused by aging. BPH clinical signs usually appear in more than 50% of men aged ≥50 years. This was a survey-descriptive study with a cross sectional design. Samples were obtained by using purposive sampling technique. Respondents were patients at Efrata Adventist Clinic in Manado. The instrument in this study was modified IIEF-5 questionnaire. The results showed that based on the duration of BPH, respondents who suffered from BPH >3 years were as many as 75.0% and <1 year were 7.1%. Based on the ages, respondents of 61-70 years were 46.5 and of 41-50 years were 7.1%. The erectile dysfunction of respondents was classified as moderate 42.9%, mild-moderate 32.1%, severe 17.9%, and mild 7.1%. Conclusion: Most of the erectile dysfunction with BPH >3 years was classified as moderate.Keywords: erectile dysfunction, BPH Abstrak: Disfungsi ereksi (DE) yaitu suatu ketidakmampuan untuk mencapai ereksi yang cukup untuk melakukan senggama bersama pasangannya sehingga menimbulkan ketidakpuasan diantara keduanya. Etiologi DE diklasifikasikan menjadi psikogenik, organik, penyalahgunaan obat-obatan dan juga oleh pasca tindakan bedah. Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas. Jenis penelitian ialah survei deskriptif-observasional dengan desain potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling pada seluruh pasien di Klinik Advent Efrata Tikala Manado. Variabel penelitian ialah pasien BPH di Klinik Advent Tikala Manado. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner IIEF-5 yang telah dimodifikasi. Hasil penelitian mendapatkan berdasarkan lama menderita BPH, responden yang menderita BPH >3 tahun sebesar 75,0%; 1-2 tahun sebesar 17,9%; dan <1 tahun sebesar 7,1%. Berdasarkan usia responden berusia 61-70 tahun sebesar 46,5% dan 41-50 tahun sebesar 7,1%. DE pada BPH paling banyak termasuk klasifikasi sedang (42,9%), diikuti ringan-sedang (32,1%), berat (17,9%) dan ringan (7,1%). Simpulan: Sebagian besar pasien DE dengan BPH >3 tahun termasuk dalam klasifikasi sedang. Kata kunci: disfungsi ereksi, BPH


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 27-32
Author(s):  
Piscolia Dynamurti Wintoro ◽  
Wiwin Rohmawati ◽  
Ana Sulistyowati

Latar Belakang: Seorang ibu hamil biasa mengalami kecemasan. Pada TM III kecemasan disebabkan oleh kekhawatiran menghadapi persalinan dan apakah bayinya lahir normal atau cacat. Kecemasan meningkatkan kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Perubahan kimia ini menyebabkan kurangnya waktu tidur tahap IV NREM dan tidur REM serta lebih banyak perubahan dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada ibu hamil trimester III di BPM Siti Sujalmi Socokangsi Jatinom. Metode: Desain penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini ibu hamil trimester III di BPM Siti Sujalmi Socokangsi Jatinom, sebanyak 40 responden dengan teknik total sampling. Alat pengambilan data menggunakan kuesioner Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A) untuk mengukur tingkat kecemasan dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk mengukur kualitas tidur. Analisis data yang digunakan chi square. Hasil : Penelitian ini menunjukkan ada hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada ibu hamil trimester III di BPM Siti Sujalmi Socokangsi dengan P value sebesar 0,021. Simpulan : Ibu hamil trimester III dapat memperbaiki kualitas tidur dengan mengurangi aktivitas dan istirahat yang cukup, perasaan cemas dengan cara relaksasi, senam ibu hamil, dan yoga.


2021 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 81
Author(s):  
Siti Annisa Rahmasita ◽  
Agustine Mahardika ◽  
Muhammad Rizkinov Jumsa

<p><strong>Pendahuluan: </strong>Kecemasan merupakan keadaan patologis yang ditandai dengan gejala fisiologis dan gejala psikologis, gejala-gejala tersebut dapat terjadi berbeda pada setiap orang dan situasi. Pada kehamilan, risiko terjadinya kecemasan akan meningkat. Memasuki trimester tiga, ibu hamil dapat merasa cemas akan keselamatan dirinya maupun keselamatan bayinya. Saat merasa cemas, akan terjadi peningkatan kadar noradrenergik akibat stimulasi sistem saraf simpatis yang akan menyebabkan berkurangnya siklus REM, sehingga meningkatkan frekuensi terbangun di malam hari dan menyebabkan kualitas tidur yang buruk. Kecemasan dapat menurunkan kadar GABA sehingga seseorang akan sulit untuk menginisiasi tidur.</p><p><strong>Metode: </strong>Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan <em>cross sectional</em>. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 32 ibu hamil trimester tiga di Puskesmas tanjung Karang Mataram, dengan teknik <em>consecutive sampling</em>. Alat pengambilan data pada penelitian ini adalah kuesioner <em>Hamilton Anxiety Rating Scale </em>(HARS) untuk mengukur tingkat kecemasan dan kuesioner <em>Pittsburgh Sleep Quality Index </em>(PSQI) untuk mengukur kualitas tidur. Data pada penelitian ini dianalisis menggunakan uji korelasi spearman.<strong></strong></p><p><strong>Hasil dan pembahasan: </strong>Penelitian menyatakan bahwa tingkat kecemasan berpengaruh terhadap kualitas tidur ibu hamil trimester tiga di Puskesmas Tanjung Karang Mataram dengan P <em>value</em> &lt;0,001 (P <em>value</em> &lt; 0.5) dan r = 0.731 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat.</p><strong>Kesimpulan: </strong>Tingkat kecemasan berpengaruh terhadap kualitas tidur ibu hamil trimester tiga di Puskesmas Tanjung Karang Mataram.


2020 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
Author(s):  
Mohamad Naim Bin Hasan ◽  
William William ◽  
Flora Rumiati

Kelebihan berat badan merupakan faktor independen yang berkontribusi terhadap kualitas tidur yang buruk. Sleep apnea merupakan timbulnya episode abnormal pada frekuensi napas yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada saat tidur. Sleep apnea dapat berupa henti napas (apnea) atau menurunnya ventilasi yang akan menyebabkan gangguan bernapas saat tidur. Semakin besar nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) atau bertambahnya berat badan, kemungkinan untuk mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) semakin tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan kualitas tidur pada mahasiswa kedokteran angkatan 2016 FKIK Ukrida. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan studi komparatif, yaitu untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan kualitas tidur pada mahasiswa golongan berat badan lebih dan berat badan normal. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Sebanyak  88 responden berpartisipasi dalam penelitian ini, terdiri dari 44 mahasiswa yang mempunyai berat badan normal dan 44 mahasiswa yang mempunyai berat badan lebih. Responden mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).   Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 64 responden (72,7%) mempunyai kualitas tidur buruk, dan 24 responden (27,3%) memiliki kualitas tidur yang baik, serta durasi tidur terbanyak adalah < 6 jam.  Berdasarkan uji Chi-Square, disimpulkan adanya hubungan antara berat badan dengan kualitas tidur (p = 0,000, p < 0,05) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2016 FKIK Ukrida.


e-CliniC ◽  
2017 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
Author(s):  
Filzha Adelia ◽  
Alwin Monoarfa ◽  
Angelica Wagiu

Abstract: Benign prostatic hyperplasia (BPH) is defined as stromal cell proliferation of prostate gland which causes enlargement of the gland. It manifests as urine flow disturbance, difficult to urinate, and desire to urinate, however, the urine emission is low. In 2013, Indonesia has 9.2 million cases of BPH among men aged over 60 years. This study was aimed to obtain the profile of BPH cases at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado in the period of January 2014 to June 2017. This was a retrospective descriptive study at Medical Record Installation of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital. The results showed that during that period of time, the highest percentage of cases was in 2016 (38.46%) and the most common age group was 61-70 years old (46.15%). The main complaint among the patients was difficult to urinate and the most frequently performed action was transurethral resection of prostate (TURP) (51.28%). Conclusion: In this study, BPH cases were most common at the age group 61-70 years old. Moreover, TURP was the most common action performed.Keywords: benign prostatic hyperplasia Abstrak: Benigna prostat hiperplasia (BPH) didefinisikan sebagai proliferasi dari sel stromal pada prostat, yang menyebabkan pembesaran kelenjar tersebut. Manifestasi BPH dapat berupa terganggunya aliran urin, sulit buang air kecil (BAK), dan keinginan buang air kecil namun pancaran urin lemah. Pada tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2juta kasus BPH, umumnya diderita laki-laki berusia di atas 60 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kasus BPH di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 – Juli 2017. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif , yang dilakukan di Instalasi Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kasus BPH tertinggi pada tahun 2016 (38,46%) dan pada kelompok usia 61-70 tahun (46,15%). Keluhan utama semua pasien ialah sulit BAK. Tindakan yang paling sering digunakan yaitu transurethral resection of prostate (TURP) (51,28%). Simpulan: Kasus BPH terutama ditemukan berusia 61-70 tahun. Tindakan yang paling sering dilakukan yaitu reseksi prostat transuretra (TURP).Kata kunci: benigna prostat hiperplasia


2019 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 144-148
Author(s):  
Luthfi Aziz ◽  
Adi Hidayat

LATAR BELAKANGPekerja bergilir (shift workers) banyak dijumpai pada masyarakat industri dan mempunyai efek yang negatif terhadap kualitas tidur. Excessive daytime sleepiness (EDS) adalah gejala dari gangguan tidur berupa rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan hingga mengganggu aktivitas. Gejala ini dapat menimbulkan dampak merugikan bagi pekerja dan perusahaan. Kualitas tidur, kerja shift, gaya hidup, usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko dari EDS. Seorang pekerja bergilir yang mengalami EDS memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan hubungan antara kualitas tidur dan EDS pada pekerja bergilir. METODEStudi ini menggunakan desain cross-sectional dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 57 pekerja bergilir. Pengumpulan data mengenai usia dan jenis kelamin dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kualitas tidur diukur dengan kuesioner Pittsburgh sleep quality index (PSQI) dan Excessive daytime sleepiness (EDS) diukur dengan Epworth sleepiness scale (ESS). Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dan uji Mann Whitney. HASILHasil uji normalitas menunjukkan data yang dikumpulkan tidak tersebar secara normal. Nilai median subjek pekerja besarnya 27 tahun dan sebagian besar subjek adalah laki-laki sebanyak 44 (77.1%) orang.Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin dan EDS (p=0.396). Didapatkan hubungan yang sedang dan bermakna antara kualitas tidur dan EDS (r=0.545; 0=0.000). Usia subjek tidak berhubungan secara bermakna dengan EDS (r=0.124; p=0.359). KESIMPULANPenelitian ini menunjukkan hubungan bermakna antara kualitas tidur dan excessive daytime sleepiness pada pekerja, tetapi tidak terdapat perbedaan nilai median EDS antara laki-laki dan perempuan.


2021 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 44
Author(s):  
Ratih Ayu Farahdilla ◽  
Danial Danial ◽  
Iskandar Muda ◽  
Muhammad Khairul Nuryanto ◽  
Sri Hastati

Dismenorea primer merupakan rasa nyeri pada perut bagian bawah saat menstruasi tanpa adanya penyakit patologis pada rahim. Kecemasan dan kualitas tidur merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian dismenorea primer. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan dan kualitas tidur dengan kejadian dismenorea primer. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswi Prodi Kedokteran Universitas Mulawarman dengan besar sampel 72 responden dengan menggunakan teknik Simple random sampling. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner Zung Self-rating Scale (ZSAS) dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analisis data menggunakan uji Fisher’s Exact. Hasil penelitian terdapat hubungan antara kualitas tidur (p<0,01) dengan kejadian dismenorea primer, tetapi tidak ada hubungan antara tingkat kecemasan (p=0,096) terhadap kejadian dismenorea primer.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 65
Author(s):  
Ni Luh Gede Puji Andini ◽  
Made Hendra Satria Nugraha ◽  
M Widnyana ◽  
I Made Muliarta

Mahasiswi yang sedang memasuki akhir semester akan dihadapkan dengan berbagai tuntutan akademik yang harus diselesaikan dengan waktu yang diberikan dan penyelesain skripsi pada akhir semester. Mahasiswi yang menghadapi hal tersebut akan mengalami stres dan mengalami perubahan pada kualitas tidur yang dapat mempengaruhi indeks massa tubuh seseorang. Perubahan  pola hidup tersebut seringkali menjadi beban tambahan selain beban akademik bagi mahasiswi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stress dan kualitas tidur terhadap indeks massa tubuh mahasiswi tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional dengan Teknik pengambilan sampel yaitu simple random sampling dengan jumlah sampel 61 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur tingkat stres dengan menggunakan kuisioner DASS42 (Depression Anxiety Stres Scale 42), mengukur kualitas tidur dengan menggunakan kuisioner PSQI (The Pittsburgh Sleep Quality Index) dan mengukur IMT. Uji hipotesis yang digunakan adalah chi-square untuk menganalisis hubungan tingkat stres dengan IMT diperoleh nilai p sebesar 0,740 sehingga nilai p>0,005, kualitas tidur dengan IMT diperoleh nilai p sebesar 0,200 sehingga p>0,005 dan stres dengan kualitas tidur diperoleh nilai p sebesar 0,001 sehingga nilai p<0,001. Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik tersebut, maka disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan kualitas tidur terhadap indeks massa tubuh dan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres terhadap kualitas tidur mahasisiwi tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Kata kunci: Mahasiswi, Stres, Kulitas Tidur, IMT


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document