Gambaran Frekuensi Napas Pasien Asma Dewasa: Literature review

2021 ◽  
Vol 1 ◽  
pp. 1103-1110
Author(s):  
Didi Rethodi ◽  
Dian Kartikasari

AbstractAsthma causes narrowing of the airways, which leads to various symptoms such as whezzing, coughing, and shortness of breath (dyspnea) in sufferers. Patients with asthma often complain of experiencing sudden shortness of breath, difficulty breathing, and pain when taking a breath. These conditions can causes the patient to become stressed, anxious and the breathing pattern in no longer effective. As a result, the prognosis of disease is poor. The purpose of this literature review study was to picture the frequency of breathing in asthma patients.This literature review highlighted five articles searched from 2011-2021 throught Garba Garuda and Google Scholar. The obtained articles were apprassied using the JBI (Joanna Briggs Institute) instrument before being analyzed. This study revealed that the respiratory rate in patients with asthma increases over 20x/minutes.The conclusion from this literature review is that patients with asthma have tachypnea. This literature review may be used as a reference for hospitals, educational institutions, and other researchers to determine appropriate nursing interventions for asthma patients.Keywords:Asthma; respiratoryrate. AbstrakPenyakit asma dapat menyebabkan penyempitan pada saluran napas dan hal ini dapat menimbulkan gejala seperti mengi, batuk, dan sesak napas (dyspnea) pada penderitanya. Keluhan pasien asma yaitu sering mengalami sesak napas yang dating secara mendadak, sulit untuk bernafas, nyeri saat menarik napas. Hal ini dapat menyebabkan pasien menjadi stress, cemas dan pola napas tidak lagi efektif dan prognosis penyakitnya menjadi buruk. Tujuan dari penelitian literature review ini adalah untuk mengetahui Gambaran Frekuensi Napas Pada Pasien Asma. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pengumpulan data literature review. Pencarian artikel dari tahun 2011-2021 melalui penelusuran Garba Garuda, dan Google Shcolar dengan kriteria inklusi populasi pasien asma dewasa, tahun artikel 2011-2021, penelitian kuantitatif. Hasil pencarian yang didapatkan berupa full text dan pdf, kemudian direview dengan menggunakan instrument JBI (Joanna Briggs Institute), didapatkan 5 artikel dari tahun 2012-2021, diekstraksi kemudian dibahas dan disimpulkan .Hasil penelitian literature review dari 5 atikel menunjukkan bahwa frekuensi napas pada pasien dengan kejadian asma mengalami peningkatan pernafasan >20x/menit. Simpulan dari literature review ini yaitu pasien dengan kejadian asma mengalami peningkatan frekuensi pernapasan. Penelitian literature review ini diharapkan dapat menjadi refrensi bagi pihak rumah sakit, institusi pendidikan maupun penelitilainnya sebagai pertimbangan untuk menentukan intervensi keperawatan yang tepat bagi pasien asma.Kata kunci : Asma, Respirasi

2009 ◽  
Vol 3 (4) ◽  
pp. 1087
Author(s):  
Alessandra Conceição Leite Funchal Camacho

Objective: to examine the publications in education on-line in nursing through references in major databases from 2005 to 2009. Methods: literature review study conducted in the databases from Virtual Health Library from 2009/19/02 to 2009/24/04. For analysis of the information was held to organize the content found on the year, type of publication and methodological approach, the core content/production of knowledge and recommendations of the authors. Results: in 20 selected references were reviewed and 12 in the database Scielo, 06 in the BDENF and 14 in the Lilacs. It is tonic in the discussions of the authors studied: the development of training courses for nurses and midwives as well as courses in graduate programs via education on-line. Furthermore, it is necessary that the educational institutions and implement health education on-line investments in technological capabilities and infrastructure for teachers and learners. Conclusion: we note an evolution of education on-line in nursing in Brazil in which the possibilities of teaching in virtual environment for learning is everlasting and take into account some constraints relevant to interactivity as the availability of training courses and disciplines in undergraduate courses. Descriptors: education; education on-line; nursing.


2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 61
Author(s):  
Christesa Y. Palawe ◽  
Carla F. Kairupan ◽  
Poppy M. Lintong

Abstract: Medicinal plant that contain antioxidants is an alternative therapeutic option for liver disorders. This study was aimed to review the hepatoprotective effects of medicinal plants. This was a literature review study using PubMed, Google Scholar and Clinical Key. The results showed 10 hepatoprotective medicinal plants, as follows:  soursop leaves, yellow bamboo shoots, moringa leaves, green betel leaves, libo fruit, kenikir, neem leaves, bitter bean seeds, black cumin, and solo garlic. All of them showed hepatoprotective activities based on the results of the tests, using biochemical and histopathological parameters. Soursop leaves could increase SOD level and reduce MDA level; yellow bamboo shoots were demonstrated to maintain SGPT activities and bilirubin level; moringa leaves have been associated with the reduction of MDA, SGOT, and SGPT levels; green betel leaves were able to reduce SGOT and SGPT levels and improve liver centrolobular necrosis; libo fruit was able to lower SGPT level; kenikir and bitter bean seeds were shown to reduce SGOT and SGPT levels; neem leaves were associated with the reduction of ALT level and protection against liver cell damage; black cumin was found to reduce fat degeneration; solo garlic could reduce MDA, SGPT, and SGOT levels, and maintain SOD level. In conclusion, the 10 hepatoprotective medicinal plants have the ability to increase SOD levels, reduce SGOT, SGPT and MDA levels, maintain bilirubin levels, regenerate centrilobular necrosis of the liver, and reduce fat degeneration of the liver. Solo garlic shows the largest amount of hepatoprotective activities, followed by yellow bamboo shoots, green betel leaves and libo fruit.Keywords: medicinal plants, hepatoprotector effect  Abstrak: Pengobatan menggunakan tanaman obat yang mengandung antioksidan merupakan pilihan terapi alternatif untuk gangguan pada hati. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah efek hepatoprotektif tanaman obat. Jenis penelitian ialah literature review dengan menggunakan PubMed, Google Scholar dan Clinical Key. Hasil penelitian mendapatkan 10 tanaman obat hepatoprotektor yaitu daun sirsak, rebung bambu kuning, daun kelor, daun sirih hijau, buah libo, kenikir, daun mimba, biji petai, jintan hitam, dan bawang lanang. Tanaman-tanaman obat tersebut memiliki aktivitas hepatoprotektif berdasarkan pengujian dengan parameter biokimia dan histopatologi. Daun sirsak dapat meningkatkan kadar SOD dan menurunkan kadar MDA; rebung bambu kuning dapat mempertahankan aktivitas SGPT dan kadar bilirubin; daun kelor menurunkan kadar MDA, SGOT, dan SGPT; daun sirih hijau menurunkan kadar SGOT dan SGPT, serta memperbaiki nekrosis sentrolobuler hati; buah libo menurunkan kadar SGPT; kenikir dan biji petai menurunkan kadar SGOT dan SGPT; daun mimba menurunkan kadar SGPT dan memiliki daya proteksi terhadap kerusakan sel hati; jintan hitam dapat mengurangi degenerasi lemak; bawang lanang menekan peningkatan kadar MDA, SGPT, SGOT dan mempertahankan kadar SOD. Simpulan penelitian ini Kesepuluh tanaman obat hepatoprotektor tersebut memiliki kemampuan dalam meningkatkan kadar SOD, menurunkan kadar SGOT, SGPT dan MDA, mempertahankan kadar bilirubin, memperbaiki nekrosis sentrolobuler hati, dan mengurangi degenerasi lemak hati. Bawang lanang menunjukkan aktivitas hepatoprotektor terbesar, diikuti rebung bambu kuning, daun sirih hijau, dan buah libo.Kata kunci: tanaman obat, efek hepatoprotektor


2021 ◽  
Author(s):  
Amzal Mortin Andas ◽  
Ashar Prima ◽  
Rohmi Rahmawati

Latar belakang: Berbagai masalah yang dapat muncul pada pasien yang menjalani hemodialysis diantaranya kelelahan. Salah satunya dengan menggunakan inhalasi aromaterapi Tujuan: Telaah litelatur ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inhalasi aromaterapi pada pasien hemodialisis lansia yang mengalami masalah kelelahan. Metode: Disain dalam penelitin ini menggunakan literature review. Pencarian menghunakan electronic database dilakukan di google scholar dan Pubmed dengan kata kunci: hemodyalisis patient, inhalation aromatheraphy and fatigue. Kriteria inklusi yang digunakan yaitu jurnal yang dapat diakses full text. Publikasi 10 tahun terakhir. Jurnal berbahasa Inggris. Telah ditemukan 4 artikel 2 google scholar, 2 pubmed. Membahas efektifitas aromaterapi untuk menurunkan kelelahan. Kesimpulan: Berdasarkan telaah literatur pada artikel didapatkan bahwa terapi inhalasi aromaterapi dapat mengurangi skala kelelahan pada pasien hemodialisis. Diharapkan perawat lebih memperhatikan keadaan pasien hemodialisis yang mengalami kelelahan dan mengaplikasikan tindakan terapi inhalasi aromaterapi, sehingga tercapainya asuhan keperawatan yang bersifat holistik.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
Author(s):  
Brigita T. Tamon ◽  
Murniati Tiho ◽  
Stefana H. M. Kaligis

Abstract: Hypercholesterolemia, a condition when blood cholesterol levels exceed the normal value can lead to atherosclerosis and furthermore coronary heart disease. For that reason, some treatment actions are needed, one of which is by given hypolipidemic drugs. One of the natural remedies that act as hypolipidemic drugs is green tea. Green tea contains catechins, one of the antioxidant compounds. Catechins, especially epigallocatechin-3-gallate (EGCG), plays an important role in lowering blood cholesterol levels. The aims of this study is to determine the effect of antioxidants in green tea on blood cholesterol levels. This is a literature review study with data retrieved using 3 databases: Pubmed, ClinicalKey and Google Scholar. Using Green Tea OR Teh Hijau, Cholesterol OR Kolesterol, and Antioxidant OR Antioksidan as keywords and limiting the article searching based on inclusion and exclusion criteria, 12 studies was found to be reviewed. From 12 literature reviewed using experimental research methods with human and animal subjects with intervention green tea (extract, EGCG and PPE), all of them showed a significant reduction in blood cholesterol levels after the intervention with green tea. In conclusion, the antioxidants in green tea can reduce cholesterol levels in the blood.Keywords: antioxidant, green tea, EGCG, cholesterol, hypercholesterolemia  Abstrak: Kadar kolesterol yang melebihi batas normal atau biasa disebut hiperkolesterolemia dapat menyebabkan pembentukan aterosklerosis bahkan penyakit jantung koroner. Untuk itu diperlukan penanganan, salah satunya dengan pemberian obat hipolipidemia. Salah satu bahan alami yang dapat berperan sebagai hipolipidemia yaitu teh hijau. Teh hijau mengandung senyawa antiosidan yaitu katekin terutama epigallocatechin-3-gallate (EGCG) yang berperan penting dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antioksidan pada teh hijau terhadap kadar kolesterol dalam darah. Penelitian ini berbentuk literature review dengan pencarian data menggunakan 3 database yaitu PubMed, ClinicalKey dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu Green Tea OR Teh Hijau, Cholesterol OR Kolesterol, dan Antioxidant OR Antioksidan. Setelah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan 12 literature yang di review. Dari 12 literature yang di review menggunakan metode penelitian eksperimental dengan subjek penelitian manusia dan hewan yang diberi teh hijau (ekstrak, EGCG dan PPE) semuanya menunjukkan hasil adanya penurunan kadar kolesterol darah yang signifikan setelah diberikan teh hijau. Sebagai simpulan, antioksidan pada teh hijau dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.Kata Kunci: antioksidan, teh hijau, EGCG, kolesterol, hiperkolesterolemia


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
Author(s):  
Julian Juanito ◽  
Wenny P. Supit ◽  
Laya M. Rares

Abstract: High intraocular pressure (IOP) is one of the risk factors of glaucoma or worsening of its prognosis. There are a lot of external factors that can affect IOP inter alia exercise, as well as some food and drinks. One of the drinks that could affect IOP is coffee that contains caffeine. This study was aimed to evaluate whether caffeine had an effect on IOP. This was a literature review study using 4 data bases, as follows: Clinical Key, Pub-med, Google Scholar, and Science Direct. The keywords were Caffeine OR Coffee OR Tea AND IOP OR Intraocular Pressure. Based on inclusion and exclusion criteria, 10 literatures were selected. The results showed that some literatures reported an increase in IOP after caffeine consumption, the others reported a decrease in IOP, meanwhile some others did not find any change of IOP. In conclusion, the effect of caffeine on IOP was acute. People who had high intensity of caffeine consumption had a more significant increase in IOP after consuming caffeine.Keywords: caffeine, intraocular pressure (IOP)  Abstrak: Peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya glaukoma atau memperburuk prognosis glaukoma. Terdapat banyak faktor eksternal yang dapat memengaruhi TIO, antara lain olahraga, minuman, dan makanan. Salah satu minuman yang dapat memengaruhi TIO ialah kopi yang mengandung kafein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh kafein pada tekanan intraokular. Jenis penelitian ialah literature review. Pencarian data menggunakan empat database yaitu Clinical key, PubMed, Google scholar, dan Science direct. Kata kunci yang digunakan yaitu Caffeine OR Coffee OR Tea AND IOP OR Intraocular Pressure. Seleksi data berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi mendapatkan 10 literatur. Hasil kajian mendapatkan bahwa beberapa penelitian melaporkan adanya peningkatan TIO setelah konsumsi kafein, penelitian lain melaporkan penurunan TIO, dan terdapat pula penelitian yang tidak menemukan perubahan apapun. Simpulan penelitian ini ialah pengaruh kafein pada TIO hanya berlangsung akut. Individu yang memiliki intensitas konsumsi kafein lebih tinggi menunjukkan peningkatan TIO yang lebih nyata setelah mengonsumsi kafein.Kata kunci: kafein, tekanan intraokular (TIO) 


2021 ◽  
Vol 1 ◽  
pp. 2129-2133
Author(s):  
Yanuar Sultan Pramana ◽  
I Isytiaroh

AbstractOne way to increase milk production is by doing oxytocin massage. This scientific paper aims to find out the description of oxytocin massage therapy to increase breast milk in postpartum mothers. It is a literature review with 3 articles taken from google scholar. Oxytocin massage, postpartum, and breast milk are the keywords. All are full-text, the first article published in 2016, the second one was in 2019, and the latter was in 2020. The result shows before applying the therapy, the average value of milk breast production was 10.02 ml, and it was 17.2 after applying the therapy with difference of the production was 7.18 ml. It means there was an increasing in producing breast milk. Therefore, nurses are suggested to apply this therapy on postpartum mothers.Keywords: oxytocin massage, postpartum, breast milk producing AbstrakSalah satu cara untuk meningkatkan produksi ASI yaitu pijat oksitosin. Tujuan karya tulis ilmiah ini yaitu mengetahui gambaran terapi pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu post partum. Berdasarkan literature review Metode dalam karya tulis ilmiah ini adalah literature review dengan subyek literature review yang digunakan yaitu 3 artikel yang diambil dari laman jurnal google scholar dengan kata kunci “pijat oksitosin”, “post partum” dan “produksi ASI”. Berupa fulltext dan pada artikel pertama terbit pada tahun 2016, artikel kedua 2019 dan artikel ketiga tahun 2020. Hasil dari ketiga artikel menunjukan bahwa sebelum dilakukan pijat oksitosin terdapat nilai rata-rata produksi ASI 10,02 ml dan setelah dilakukan pijat oksitosin didapatkan bahwa terdapat nilai rata-rata produksi ASI 17,2 ml dengan perbedaan produksi ASI 7,18 ml sehingga terdapat adanya peningkatan produksi ASI. Simpulannya adalah terapi pijat oksitosin dapat meningkatkan produksi ASI pada ibu post partum. Saran untuk tenaga kesehatan diharapkan dapat menerapkan terapi pijat oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu post partum.Kata kunci: pijat oksitosin, post partum, produksi ASI


e-GIGI ◽  
2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 139
Author(s):  
Baban Saputera ◽  
Dinar A. Wicaksono ◽  
Johanna A. Khoman

Abstract: Oral and tooth problem that often occurs is caries worldwide. According to Riset Kesehatan Dasar (Baseline Health Research) in 2018, the largest proportion of oral and tooth problems in Indonesia is caries (45,3%). Caries could be caused inter alia by the presence of bacterial accumulation attached to plaque. One of the ways to control plaque is xylitol chewing gum which is proven to be quite effective in cleaning teeth from debris and plaque, preventing periodontal diseases, increasing salivary pH, and stimulating saliva excretion. This study was aimed to evaluate the effectiveness of xylitol chewing gum in reducing plaque. This was a literature review study using two databases, namely Google Scholar and Indonesia One Search. The results showed that samples used in the literatures were 10-24 years old. The xylitol doses used were 3.4 g/day, 4.05 g/day, 6 g/day, and 45 g/day. Xylitol dose below 3.4 g/day was not effective and dose above 10 g/day was less effective to reduce S. mutans. In conclusion, xylitol chewing gum at a dose of 3.4 g-10 g per day is quite effective in reducing plaque.Keywords: xylitol chewing gum; dental plaque Abstrak: Masalah kesehatan gigi dan mulut khususnya karies merupakan penyakit yang dialami oleh sebagian besar penduduk di dunia. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2018 menyatakan bahwa proporsi terbesar masalah gigi dan mulut di Indonesia ialah karies (45,3%). Penyebab terjadinya karies ialah antara lain adanya kumpulan bakteri yang terikat dalam plak. Salah satu pengendalian plak ialah dengan tindakan mengunyah permen karet xylitol yang terbukti cukup efektif membersihkan gigi dari debris dan plak, mencegah terjadinya penyakit periodontal, meningkatkan pH saliva, dan merangsang pengeluaran saliva. Penelitian ini bertujuan untuk mengulas efektivitas permen karet xylitol dalam menurunkan plak. Jenis penelitian ialah literature review dengan menggunakan dua database yaitu Google Scholar dan Indonesia One Search. Hasil penelitian mendapatkan bahwa kelompok eksperimen penelitian yang dikaji berkisar 10-24 tahun. Dosis xylitol yang dipakai dalam penelitian berkisar 3,4 gr/hari, 4,05 gr, 6 gr/hari, dan 45 gr per hari. Dosis xylitol di bawah 3,4 gr/hari tidak efektif dan dosis yang melebihi 10 gr/hari juga kurang efektif terhadap reduksi S. mutans. Simpulan penelitian ini ialah mengunyah permen karet xylitol dengan dosis 3,4 gr-10 gr per hari cukup efektif dalam menurunkan plak.Kata kunci: permen karet xylitol; plak


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 459-470
Author(s):  
Jumiati Riskiyani Dwi Nandia ◽  
Anggorowati Anggorowati ◽  
Fatikhu Yatuni Asmara

This study aims to describe how primiparous mothers perform self-care during the postpartum period. The method used is a literature review study by searching for several articles and journals through a search process from Pubmed, Proquest, Scopus Ebsco, and Google scholar. The results showed that many primiparous mothers needed self-care education to take care of themselves and their babies during the postpartum period. Self-care for each primiparous mother during childbirth is very different, one of which is due to the knowledge and age of the mother. Primiparous mothers are more likely to learn to understand themselves in terms of self-care during the puerperium than are multiparous who have had previous experiences. In conclusion, most primiparous mothers are still less able to do self-care because primiparous mothers have no experience caring for themselves and their babies, so they still tend to learn and try harder to adjust to their conditions.   Keywords: Independence, Postpartum, Primipara


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 44-50
Author(s):  
Putri Cahya Mutiara Mas Hanafi ◽  
Andi Arniyanti

Anak yang menderita gangguan pada sistem pernapasan seringkali mengalami kelebihan produksi lendir di paru-parunya. Berdasarkan prevalensi tubercolosis sekitar 10 juta, sedangkan di Indonesia 0,42%. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2007) di Sulawesi Selatan jumlah suspek sebanyak 41.092 orang dan kasus BTA+ sebanyak 6.902. Salah satu tindakan keperawatan yang efektif dapat mengeluarkan dahak pada anak yang mengalami jalan napas tidak efektif adalah fisioterapi dada. Tujuan literature review ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penerapan fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak pada anak yang  mengalami jalan napas tidak efektif.  Proses pencarian dan seleksi artikel dalam literature review ini menggunakan bukti kuantitatif dalam database elektronik Pubmed, dan Google Scholar dengan melakukan review terhadap 4 artikel yang memiliki full text dari abstrak, tujuan, metode, dan hasil penelitian paling sesuai dengan tujuan literature. Penerapan fisioterapi dada terbukti efektif untuk mengeluarkan dahak pada anak yang mengalami jalan napas tidak efektif.  Untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan jumlah dari responden agar lebih efektif untuk mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap pengeluaran sputum pada anak dan disarankan peneliti selanjutnya dapat menyempurnakan penelitian ini dengan menggunakan 2 kelompok yaitu kelompok kontrol.  


2021 ◽  
Vol 7 (3) ◽  
pp. 26-32
Author(s):  
Heni Purnama ◽  
Nyayu Nina Putri Calisanie ◽  
Eva Sri Rizki Wulandari

Latar Belakang: Kebutuhan spiritualitas merupakan kebutuhan dasar setiap individu untuk mencari tujuan hidup, memaknai hidup dalam mencintai dan dicintai. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisi hasil penelitian-penelitian tentang kebutuhan spiritualitas pada lansia dengan penyakit kronis. Metode: Metode yang digunakan adalah literature review, sebanyak 6 artikel yang didapatkan dari tiga sumber databased yaitu Google Scholar, Pubmed dan Microsoft Academic yang terbit tahun 2016-2020. Kriteria inklusi untuk pencarian yaitu studi yang dilakukan adalah lansia dengan usia ?60 tahun, lansia yang menderita penyakit kronis, artikel berbahasa Indonesia dan berbahasa inggris dengan desain penelitian deskriptif kuantitatif, serta free full text. Penggunaan kuesioner dalam penelitian menggunakan kuesioner SpNQ (Spirituality Needs Quesstionaire). Penilaian artikel diukur dengan menggunakan format JBI (The Joanna Briggs Institute Critical Appraisal tools). Hasil: Hasil analisi dari ke enam jurnal menunjukan bahwa tingkat kebutuhan spiritualitas pada lansia dengan penyakit kronis berbeda-beda diantaranya adalah kebutuhan keagamaan (religiosity), kedamaian (inner peace), kebutuhan eksistensi (existential) dan kebutuhan memberi (needs giving). Kesimpulan: Spiritualitas dapat menjadi sumber kekuatan pada lansia ketika menderita penyakit kronis, sehingga semakin tinggi kebutuhan spiritualitas yang terpenuhi, maka lansia mampu mencapai potensi dan kualitas hidupnya.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document