Structure and Morphology Properties of Nanoparticle Hematite Pigment from Lathe Waste

Hematite coated PEG was synthesized by the sonication-calcination method. A variation of Na2CO3 is investigated to know the effect on structure and morphology. Characterization of samples are using X-ray fluorescence, X-ray diffraction, Scanning electron microscopy, and color reader techniques. XRF data showed that iron is the highest element in the precursor. The X-ray diffraction data confirm that Fe(OH)3, α-FeOOH, and Fe3O4 established at the sonication stage are then transformed into the α-Fe2O3 phase after calcination. The X-ray diffraction data also was found that α-Fe2O3 at 0.5 M formed with the highest crystallinity degree. The scanning electron microscopy showed that the particle's shape is spherical, bar-shaped, and aggregate. However, the distribution of particles is not uniform and still displays agglomeration. The Color reader shows the highest degree of lightness obtained is at 1 M variation.

Generation I and Generation II Elastomeric Chains Characteristics Comparison in Artificial Saliva Immersion

Objective: To determine the force decay and discoloration in Generation I and Generation II elastomeric chain on artificial saliva immersion. Material and methods: Generation I and Generation II elastomeric chains stretched on an acrylic board and immersed in artificial saliva for 1, 7, 14, 21, and 28 days according to the group of days. On each specified day, the force of each sample measured by an orthodontic force gauge and the magnitude of the force obtained is entered to the formula to find out the force decay in percentage, whereas discoloration of each sample analyzed by the color reader with CIE Lab analysis. Results: The force decay between Generation I and Generation II elastomeric chains showed a statistically significant difference in every group of days, in which Generation II is more effective in maintaining stretch force. Similar to force decay, the discoloration in Generation I elastomeric chains on the 14th day showed significant value and Generation II elastomeric chains were more stable in maintaining color compared to Generation I. Conclusions: over the entire research period time, Generation II elastomeric chains are more stable in maintaining stretch forces and color compared to Generation I elastomeric chains. KEYWORDS Discoloration; Elastomeric chain; Force decay; Generation I; Generation II.

Synthesis of Hematite Pigment (Α-Fe2O3) from Iron Lathe Waste using Precipitation-Sonication Method as Anti-Swelling on Wood

<p class="02abstracttext"><span lang="PT-BR">Iron lathe waste powder has the potential as a raw material in the synthesis of hematite pigments. Hematite pigments have many advantages, one of which is anti-swelling properties that can maintain the dimensions of wood. Hematite pigment synthesis was carried out using the precipitation-sonication method. The precipitation stage uses an ammonium hydroxide solution as a precipitating agent. Stages of sonication using the PEG-6000 template were performed at different times were 30, 45, and 90 minutes then calcined at 750 ° C for 3 hours. The samples were characterized by X-ray diffraction (XRD), color reader, and scanning electron microscope-energy dispersive <br /> X-Ray (SEM-EDX). The result confirmed that a ferrihydrite phase obtained after the precipitation process and transform into hematite after the calcination process with the highest degree of crystallinity for 90-minute sonication. From a color reader, the brightness and redness degrees decrease with increasing time. Scanning electron microscope results illustrated that the morphology was not uniform with the particle size getting smaller with increasing sonication time. The EDX results show that hematite pigments still contain impurities such as carbon. The swelling test indicated that the highest stability in hematite-pigmented wood increased as increasing in the weight of pigment.</span></p>

Pengaruh pengkayaan Daphnia sp. menggunakan astaxanthin terhadap kualitas warna merah ikan Cupang Halfmoon (Betta splendens, Regan 1910)

Betta splendens adalah salah satu jenis ikan hias yang mempunyai daya tarik dan nilai ekonomis pada kualitas warna yang dimunculkan dari tubuhnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian pakan hidup yang diperkaya dengan astaxanthin Carophyll© red dapat meningkatkan kualitas warna merah pada ikan cupang halfmoon merah serta untuk mengetahui dosis Carophyll© red yang memberikan nilai optimal bagi warna ikan cupang. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan dosis Carophyll© red yang diperkaya melalui Daphnia sp. dengan 5 perlakuan 5 ulangan : 0 g (kontrol); 0,25 g L-1; 0,5 g L-1; 0,75 g L-1 dan 1 g L-1. Ikan yang digunakan adalah ikan cupang halfmoon dengan warna yang seragam. Pengamatan yang dilakukan selama 28 hari meliputi kualitas warna yang dilakukan dengan menggunakan alat color reader, perhitungan jumlah konsumsi Daphnia sp. selama pemeliharaan, pertumbuhan panjang, bobot yang dihasilkan dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kualitas warna pada ikan cupang optimal dengan dosis 0,25-0,5 g L-1. Namun peningkatan warna bersifat temporer. Tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap pertumbuhan bobot dan panjang mutlak, laju pertumbuhan berat mutlak. Pengkayaan Dapnia sp. dengan Carophyll© red dapat mingkatkan konsumsi pakan dan sintasan ikan Cupang.

Sintesis Pigmen Geothit (α-FeOOH) dari Limbah Industri Kerajinan Besi dengan Metode Presipitasi

<p class="Standard">Iron handicraft is one of industries that process iron ore into handicraft products and produce lathe waste. Iron lathe contains 96.08% iron metal which is potential source as a precursor for synthesis of goethite pigment. The method used for synthesis was precipitation using NaHCO₃ as precipitator agent. Synthesis was conducted at 70°C with variations of stirring speed such as 550, 650, 750 and 850 rpm. The products were characterized by color reader, ultraviolet-visible (UV-Vis) spectroscopy, XRD and SEM-EDX. The data from color reader showed that the highest yellowness degree and lightness obtained at a stirring speed 550 rpm were 24.1 and 42.1, respectively. UV-Vis data showed that the maximum wavelength of goethite pigment was 600-624 nm. Based on XRD data, synthesized pigment was in goethite phase (α-FeOOH) for all samples with crystallite size 63.24 nm and the highest crystallinity was achieved at 550 rpm. SEM-EDX data showed that morphology pigment (α-FeOOH) was not uniform, there were impurities such as Na and C.</p><p class="Standard"> </p><p>Keywords: Lathe waste, precipitation, goethite, pigment</p><p class="Standard"> </p><p class="Standard"> </p><p class="Standard">Industri kerajinan besi merupakan salah satu industri yang mengolah bijih besi menjadi produk kerajinan dan menghasilkan limbah bubut besi. Limbah bubut besi mengandung unsur besi sebesar 96,08% yang berpotensi sebagai bahan baku (prekursor) untuk sintesis pigmen geothit. Metode yang digunakan adalah metode presipitasi dengan agen pengendap NaHCO₃. Sintesis dilakukan pada suhu 70°C dengan variasi kecepatan pengadukan 550, 650, 750 dan 850 rpm. Produk hasil sintesis dikarakterisasi dengan <em>color reader</em>, spektroskopi ultraviolet-tampak (UV-Vis), XRD, dan SEM-EDX. Data <em>color reader</em> menunjukkan bahwa derajat kekuningan dan derajat kecerahan tertinggi didapatkan pada kecepatan pengadukan 550 rpm yaitu berturut-turut 24,1 dan 42,1. Data UV-Vis menunjukkan panjang gelombang maksimum pigmen geothit hasil sintesis adalah 600-624 nm. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa pigmen hasil sintesis pada semua kecepatan pengadukan berfasa geothit (α-FeOOH) dengan derajat kristalinitas tertinggi pada kecepatan pengadukan 550 rpm dengan ukuran kristal 63,24 nm. Hasil SEM-EDX pada kecepatan 550 rpm menunjukkan bahwa morfologi pigmen (α-FeOOH) hasil sintesis tidak seragam dan ditemukan adanya pengotor berupa unsur Na dan C.</p><p class="Standard"> </p>Kata kunci: Limbah bubut besi, presipitasi, geothit, pigmen

Pengaruh Durasi Pemaparan Etilen dan Suhu Degreening untuk Membentuk Warna Jingga Jeruk Siam Banyuwangi

<p>Jeruk siam pada umumnya berwarna hijau. Teknologi degreening yang tepat dapat memperbaiki warna kulit jeruk tropika menjadi jingga secara seragam. Degreening merupakan proses perombakan pigmen hijau (klorofil) pada kulit jeruk secara kimiawi dan membentuk warna kuning atau jingga (karotenoid) tanpa memengaruhi kualitas internal buah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh durasi pemaparan etilen dan suhu degreening untuk memunculkan warna jingga pada jeruk siam Banyuwangi. Etilen 200 ppm diinjeksikan ke dalam box degreening yang berisi jeruk sebanyak 2,8 kg dan dipaparkan pada cooling chamber dengan suhu 15, 20 dan 25oC selama 0, 24, 48, dan 72 jam. Pemaparan etilen dilakukan dengan metode multiple shot. Setelah pemaparan, jeruk kemudian disimpan pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari, yaitu (a) pengamatan non-destruktif dilakukan dengan menggunakan color reader dan metode citrus color chart (CCC) untuk mengetahui perubahan warna dan (b) pengamatan destruktif dilakukan dengan mengukur kandungan klorofil dan karotenoid serta mengukur kekerasan, TPT, TAT, dan vitamin C untuk mengetahui perubahan fisikokimia jeruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi terbaik adalah durasi pemaparan etilen selama 48 jam dengan suhu 20oC yang dapat mengubah warna jeruk menjadi jingga cerah dan tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas internal buah.</p>

Degreening Buah Jeruk Siam (Citrus nobilis) pada Beberapa Konsentrasi dan Durasi Pemaparan Etilen

<p><em>ABSTRACT</em></p><p><em>Siam tangerine peel is green when harvested. Degreening technology by ethylene can improve the citrus peel color becomes uniformly orange. Degreening is a process to break down green pigment (chlorophyll) on citrus peel chemically and form the orange color (carotene) without affecting internal quality of fruit. The purpose of this research was to determine the effect of ethylene concentration and ethylene exposure duration to bring out the color on Siam tangerine from Banyuwangi. Ethylene 0, 100, 200 ppm was injected into the box containing 2.8 kg citrus and was exposed to the cooling chamber with a temperature 18 ⁰C for 24 hours ethylene + 48 hours without ethylene, 48 hours ethylene + 24 hour without ethylene and 72 hours ethylene. Ethylene exposure was conducted using multiple shots method. After exposure, tangerines were put at room temperature condition. Observations were conducted every two days: (a) non-destructive observation conducted using color reader to determine the color changes; (b) destructive observations for measuring chlorophyll and carotenoids content and physico-chemical changes i.e. the hardness, soluble solid content, titratable acidity and vitamin C. The results showed that the best combination was 200 ppm ethylene concentration for 48 hours ethylene exposure. <del cite="mailto:Windows%207" datetime="2016-10-31T16:14"></del>This degreening technique altered <ins cite="mailto:Windows%207" datetime="2016-10-31T16:13"></ins>the Citrus Colour Index (CCI) value from -1.60 to be 6.50, <del cite="mailto:Windows%207" datetime="2016-10-31T16:14"></del>changed the tangerines into a bright orange. Degreening did not give <del cite="mailto:Windows%207" datetime="2016-10-31T16:14"></del><ins cite="mailto:Windows%207" datetime="2016-10-31T16:14"></ins>negative impact on i<del cite="mailto:Windows%207" datetime="2016-10-31T16:14"></del><ins cite="mailto:Windows%207" datetime="2016-10-31T16:14"></ins>nternal quality.</em></p><p><em>Key words: carotenoid, chlorophyll, citrus color index, cooling chamber, tropical citrus</em> </p><p> </p><p>ABSTRAK</p><p>Warna kulit buah jeruk siam saat dipanen umumnya hijau. Teknologi <em>degreening</em> menggunakan gas etilen dapat memperbaiki warna kulit jeruk tropika menjadi jingga. <em>Degreening </em>merupakan proses perombakan pigmen hijau (klorofil) pada kulit jeruk secara kimiawi dan membentuk warna jingga (karotenoid) tanpa mempengaruhi kualitas internal buah. Penelitian bertujuan mengkaji pengaruh konsentrasi dan durasi pemaparan etilen untuk menstimulasi pigmen jingga dan pengaruhnya terhadap sifat fisikokimia jeruk siam Banyuwangi. <em>Degreening</em> jeruk menggunakan etilen 0, 100, dan 200 ppm diinjeksikan ke dalam <em>box degreening </em>yang berisi jeruk 2.8 kg dan dipaparkan pada <em>cooling chamber </em>dengan suhu 18⁰C selama 24, 48<ins cite="mailto:Windows%207" datetime="2016-10-31T13:06">,</ins> dan 72 jam. Pengamatan dilakukan setiap dua hari: (a) pengamatan non-destruktif dengan menggunakan <em>color reader </em>untuk mengetahui perubahan warna; (b) pengamatan destruktif dengan mengukur kekerasan, kandungan klorofil dan karotenoid, Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT) dan vitamin C untuk mengetahui perubahan fisikokimia jeruk. Hasil penelitian menunjukkan perubahan warna kulit buah mulai terjadi pada hari ke 4 setelah perlakuan <em>degreening. </em>Konsentrasi etilen terbaik adalah 200 ppm dengan durasi pemaparan 48 jam yaitu dapat meningkatkan kualitas warna buah jeruk siam dari hijau menjadi jingga kekuningan dan mampu mengubah nilai <em>Citrus Colour Index (</em>CCI) dari -1.60 (hijau) menjadi 6.50 (jingga kekuningan), tanpa pengaruh negatif terhadap kualitas fisikokimia buah.</p><p>Kata kunci: <em>cooling chamber, citrus color index,</em> jeruk tropika, karotenoid, klorofil</p>

KAJIAN PEMBUATAN SEASONING ALAMI CAIR BERBAHAN DASAR JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DENGAN VARIASI JUMLAH PENAMBAHAN GLUKOSA

Cita rasa pada makanan umumnya dihasilkan oleh suatu bumbu masak atau seasoning. Seasoning yang paling terkenal adalah MSG. Namun penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel syaraf dan diduga bersifat karsinogenik. Oleh karena itu diperlukan seasoning dari bahan alami. Salah satunya yaitu menggunakan jamur merang segar. Jamur merang memiliki kandungan protein sebesar 16.9g/100g bk dan mengandung asam glutamat sebesar 4.0428g/100g bk sehingga mempunyai potensi untuk dibuat sebagai seasoning. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan yang meliputi Intensitas reaksi Maillard (Metode Spektrometri), warna (Metode Color reader) dan Sifat Organoleptik (Uji Kesukaan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penambahan glukosa berpengaruh terhadap nilai kesukaan warna, aroma dan rasa seasoning jamur merang dan tidak berpengaruh terhadap intensitas reaksi Maillard dan warna seasoning jamur merang. Jumlah penambahan glukosa sebesar 10% (G10) menghasilkan seasoning jamur merang dengan warna, aroma dan rasa yang paling disukai. Seasoning yang dihasilkan mempunyai intensitas reaksi Maillard 0.69, nilai warna 20.45, nilai kesukaan warna 4.20 (suka-sangat suka), nilai kesukaan aroma 3.92 (agak suka-suka), dan nilai kesukaan rasa 4.4 (suka-sangat suka).

Beyond Word Processing: Preparing Students for Writing in the Computer Medium

The author draws upon experience in software publishing and in the composition classroom to indicate what challenges confront new technical writers in software writing positions. The paper covers four topics: 1) Descriptions of software writing projects which indicate that writers must know how to use options such as motion, color, reader interaction, and individualization; 2) Writing challenges facing students—orienting readers, interaction technique, succinctness, and pace; 3) Print/software publishing differences which include: the need for programming or authoring systems, the planning and implementation of computer options and mechanical detail, the influence of graphics on the writing, the use of a top/down approach, the use of necessary field tests, and the early involvement of publishers; and 4) A software writing exercise requiring students to use the top/down approach and to write text to accompany the graphics.