SHAKHSIYAH BURHANIYAH: Jurnal Penelitian Hukum Islam
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

15
(FIVE YEARS 15)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang

2798-4451, 2477-8664

2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 49-72
Author(s):  
Eki Resa Firiski

This article is the result of library research. The direction of this research discussion is how the Islamic religion addresses the issue of forced sexual intercourse between husband and wife. This article discusses vis a vis between maqāsid sharī'ah and Law Number 23 of 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence. Claim of this research is the forced sexual intercourse of husband and wife according to Law Number 23 of 2004 is in line with the objectives of Islamic law (maqashid syar'iah) which is to protect tauhid/monotheism (hifd al din) men and women. The equality of relations between men and women is contained in the teachings of mu'āsharah bi al-ma'rūf (good association). Sexual violence can occur in both husband and wife. If the husband forces sexual intercourse, then it is prohibited. Vice versa, if the wife refuses to have sex without a syar'i reason, then this is also prohibited. not allowed. According to Islamic law, sexual violence can be punished with a finger of ta'zir sanction. Islam forbids acts of forced sexual intercourse as well as violence by husbands against their wives. And vice versa. Islam came with the main mission of realizing the benefit of all creatures, men and women. Islam teaches equal and equal sexual relations between husband and wife. Keywords: forced sexual intercourse, maqashid shari'ah   Abstrak Artikel ini adalah hasil dari penelitian kepustakaan. Arah diskusi penelitian ini adalah bagaimana agama islam menyikapi  isu pemaksaan hubungan seksual suami istri. Artikel ini mendiskusikan vis  a vis antara maqāsid sharī’ah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Klaim penelitian ini adalah bahwa pemaksaan hubungan seksual suami istri menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 selaras dengan tujuan syariat islam (maqashid syar’iah) yaitu melindungi ketauhidan (hifd al dīn) laki-laki dan perempuan. Kesetaraan relasi laki-laki dan perempuan tertuang dalam ajaran mu’āsharah bi al-ma’rūf. Kekerasan seksual dapat terjadi pada istri maupun suami. Jika suami memaksa hubungan seksual, maka itu dilarang. Demikian pula sebaliknya, jika istri menolak berhubungan tanpa alasan yang syar’i, maka ini juga dilarang. tidak diperbolehkan. Menurut hukum Islam, kekerasan seksual dapat dipidana dengan sanksi jarimah ta’zir. Islam melarang tindakan pemaksaan hubungan seksual juga kekerasan yang dilakukan suami atas istri.dan juga sebaliknya. Islam datang dengan misi pokok mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh makhluk, laki-laki maupun perempuan. Islam mengajarkan relasi seksual suami–istri yang sejajar dan setara. Kata Kunci : pemaksaan hubungan seksual,  maqashid syari’ah


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 25-48
Author(s):  
Faridatul Hasanah

This research was field qualitative. Purpose is (1) To determine the strategy of judges mediators in settling divorce cases through mediation in the religious Gresik (2) To know the views of people about the existence of mediation as a way to prevent divorce (3) To find out how the effectiveness of the mediation process in handling divorce cases in the religious Gresik. The variables of this research is the role of the judge Mediator Mediation Divorce Case. The study population was numbered 7 people, samples of this study is 4 mediators as informants for only two the informant can be reached. For people who are litigants, 4 as the samples which are in neighborhood religious Courts Gresik. Data collection techniques used were interview and documentation. The results of this study indicate that. (1) strategy judge mediator in case of divorce mediation is to maximize the mediation process by providing advice and consideration if later married couples end up with divorce where previously done caucus or to each party alternately on mediation it self. (2) The view of the public about the existence of the mediation is a good thing because it provides education in the form of advice and teach harmony and the community is also considered that mediation in the religious should stay there. (3) the effectiveness of mediation in the religious Gresik which is not very effective because the number that failed in mediation more than a successful mediation. Keywords: Role of Judges, Mediation, Divorce   Abstrak Penelitian ini adalah kualitatif lapangan. Arahnya ialah (1) Untuk dapat memahami cara  mediator dalam menangani kasus perceraian melalui proses juru damai (2) Untuk mendapatkan hasil mengenai pandangan masyarakat tentang adanya mediasi yang berperan sebagai juru damai mengenai perceraian (3) Untuk dapat memahami seberapa penting efektifitas proses mediasi dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. penelitian ini ialah inovasi mediator dalam menentukan keberhasilan mediasi kasus perceraian. Populasi penelitian ini adalah berjumlah 7 orang, yang diteliti ada 4 orang sebagai informan  mediator. Untuk masyarakat yang melakukan mediasi diambil dua pasang. Tehnik yang digunakan yakni tehnik wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa. (1) cara yang dipakai juru damai untuk menangani masalah cerai adalah mempermudah proses mediasi ,mediator berulangkali menyelipkan nasehat -nasehat yang berujung perdamaian, meskipun nantinya tidak dapat rukun kembali, alangkah baiknya berpisah dengan cara baik-baik.(2) Pandangan masyarakat mengenai adanya mediasi ini antusiasnya begitu baik, karena juru damai seperti ini yang dibutuhkan saat ini, lebih bersifat kekeluargaan. (3) efektifitas mediasi belum sempurna disebabkan meningkatnya orang yang ingin cerai dan juru damai yang mempunyai sertifikat sangat kurang. Kata Kunci: Inovasi Mediator, Mediasi, Perceraian  


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 95-114
Author(s):  
Habibi Al Amin

This article is the result of library research. The direction of this research discussion is how the process of interpreting ahkam works in producing a variety of guardianship concepts. This article discusses the application of esoteric interpretations of Hanafi and Syafi'I fiqh in the practice of istinbath and istidlal. The data sources of this research are the verses of the Qur'an and reference books that discuss the Hanafi and Shafi'I interpretation methods, namely al-Umm by Imam Shafi'I and al-Mabsut by as-Shaukani. This study concludes several things related to the concept of guardianship in the Qur'an. First, the concept of guardianship in the Qur'an cannot be imposed equally between Shafi'iyah and Hanafiyah. This difference arises because there is no sarih lafad that refers to the meaning of guardianship in the Qur'an. Second, the concept of guardianship appears diverse because the priests of the schools use different esoteric fiqh approaches in understanding the verses and al-Sunnah. The esoteric approach to fiqh carried out by Hanafi and Shafi'I relies on the same istinbath and istidlal process but the data used are different. Keyword: concept, wali, qur'an   Abstrak Artikel ini adalah hasil penelitian kepustakaan. Arah diskusi penelitian ini adalah bagaimana proses kerja tafsir ahkam dalam memproduksi keragaman konsep perwalian. Artikel ini mendiskusikan penerapan tafsir esoterik fiqih Hanafi dan Syafi’I dalam praktek istinbath dan istidlal. Sumber data penelitian ini adalah Ayat Al-Qur’an dan buku-buku referensi yang membahas metode tafsir Hanafi dan Syafi’I, yaitu al-Umm karya Imam Shafi’I dan al-Mabsut karya as-Shaukani. Penelitian ini menyimpulkan beberapa hal berkaitan dengan konsep perwalian dalam Al-Qur’an. Pertama,  konsep perwalian dalam Al-Qur’an tidak dapat dipaksakan sama antara Shafi’iyah dan Hanafiyah Perbedaan ini muncul karena tidak ada lafad sarih yang menunjuk pengertian perwalian dalam Al-Qur’an. Kedua, konsep perwalian muncul beragam karena para imam mazhab menggunakan pendekatan esoterik fiqih yang berbeda-beda dalam memahami ayat-ayat dan al-Sunnah. Pendekatan esoterik fiqih yang dilakukan Hanafi dan Shafi’I bertumpu pada proses istinbath dan istidlal yang sama akan tetapi data yang digunakan berbeda Kata Kunci : konsep, wali, al-qur’an


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 1-24
Author(s):  
Mariah Algiftiah

One of the purposes of marriage is to continue the offspring. The premarital pregnancy detection test practiced by KUA is a new breakthrough which is motivated by community concerns because of the increasing prevalence of promiscuity that affects pregnancy outside marriage. Therefore, the author focuses on 3 aspects of the problem in this thesis, namely: (1) How is the implementation of marriage in KUA, Jombang ?, (2) What is the urgency of the prenuptial pregnancy detection test in KUA, Jombang? practice of detecting premarital pregnancy? The type of research in this thesis is field research. The data sources in this study were obtained directly from the field with a qualitative approach in which data was collected and then processed with a descriptive analytical approach. If this policy is linked and analyzed using the theory of maslahah mursalah, the obligation to test prenuptial pregnancy detection is to provide benefits to many parties, namely all parties will be able to know in detail the results of the examination. In addition to providing benefits, this policy can also reject adversity that might occur in the future. That is to avoid any disputes in the household or from things that are not desirable. Keywords: pregnancy test, islamic mariage,  maslahah mursalah.   Abstrak Salah satu tujuan dari pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan. Test deteksi kehamilan pranikah yang dipraktekkan KUA adalah terobosan baru yang mana dilatarbelakangi oleh keprihatinan masyarakat karena semakin maraknya pergaulan bebas yang berdampak kepada kehamilan di luar nikah. Maka dari itu, penulis memfokuskan 3 aspek pemasalahan dalam tesis ini, yakni: (1) Bagaimana pelaksanaan pernikahan di KUA Tembelang Jombang?, (2) Bagaimana urgensi test deteksi kehamilan pranikah di KUA Tembelang Jombang?, (3) Bagaimana pandangan maslahah mursalah terhadap praktek deteksi kehamilan pranikah?. Jenis penelitian dalam tesis ini merupakan penelitian lapangan. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh langsung dari lapangan dengan pendekatan kualitatif yang mana data dikumpulkan lalu diolah dengan pendekatan deskriptif analitis. Apabila kebijakan ini dikaitkan dan dianalisis menggunakan teori maslahah mursalah, adanya kewajiban melakukan test deteksi kehamilan pranikah adalah memberi manfaat untuk banyak pihak yakni seluruh pihak akan dapat mengetahui secara detail hasil dari pemeriksaan tersebut. Selain memberikan kemanfaatan, kebijakan ini juga dapat menolak kemafsadatan yang mungkin saja terjadi di masa mendatang. Yakni menghindari adanya perselisihan dalam rumah tangga ataupun dari hal-hal yang tidak diinginkan. Kata kunci : Pemeriksaan kehamilan, pernikahan islam, maslahah mursalah


2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 73-94
Author(s):  
Muhamad Faisal

This research is a field research based on a case study of the relationship between tradition and Islamic law in the Ngeuyeuk Seureuh tradition in Sundanese traditional marriages. The data collection method used by the researcher is the interview method or interview and literature study, while the research data analysis technique uses inductive data analysis methods and descriptive analysis methods. The research approach used by the researcher is a case approach, a textual approach, and an analytical approach. After the data has been collected, it is compiled, described, and analyzed to obtain research findings. The results show that the marriage process related to Islamic law in the Ngeuyeuk Seureuh tradition in Sundanese traditional marriages is a tradition that has been preserved from generation to generation by the Sundanese people, which in its implementation does not conflict with Islamic law because there are Islamic principles in its implementation. Keywords: tradition, Islamic Law, Ngeuyeuk Seureuh   Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang didasarkan pada studi kasus mengenai relasi adat dan hukum Islam dalam tradisi Ngeuyeuk Seureuh dalam pernikahan adat Sunda. Metode pengumpulan data yang dipakai oleh peneliti adalah metode interview atau wawancara dan studi pustaka, sedangkan teknik analisis data penelitian menggunakan metode analisis data induktif dan metode analisis deskriptif. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kasus, pendekatan tekstual, dan pendekatan analisis. Setelah data-data tersebut terkumpul kemudian disusun, dijabarkan, dan dianalisis sehingga mendapatkan temuan penelitian.Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pernikahan  yang berkaitan dengan hukum Islam dalam tradisi Ngeuyeuk Seureuh pada pernikahan adat Sunda merupakan adat yang dilestarikan dari turun temurun oleh masyarakat Sunda, yang dalam pelaksanaannya pun tidak bertentangan dengan syariat Islam karena terdapat kaidah-kaidah Islam didalam pelaksanaannya. Kata kunci : Adat, Hukum Islam, Ngeuyeuk Seureuh 


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 143-162
Author(s):  
Bunga Nurwiyatin Putri

This article is the result of a qualitative field research. This article discusses a series of Sundanese traditional marriages from the perspective of Islamic law. The research location is in Caringin Village, Tegal Panjang Village, Sucinarja District, Garut Regency. This study concludes that the series of Sundanese traditional wedding ceremonies are not in conflict with fiqh law. The series consists of a) pre-marriage stage; b) stage of the marriage contract; and c) post-marriage contract stage. The three sets of Sundanese marriage traditions are in harmony with the law of fiqh. This argument is built by analyzing the three series with the jurisprudence of the four schools of thought, istihsan bi maqasid al-shariah, isthsan bi al'urf, and the text of the argument. Keywords: Sundanese traditional marria, Islamic law, urf,  maqasid shari’ah      Abstrak Artikel ini adalah hasil penelitian kualitatif lapangan. Artikel ini mendiskusikan rangkaian pernikahan adat Sunda dengan perspektif hukum Islam. Lokasi penelitian berada di kampung caringin desa tegal panjang kecamatan sucinarja kabupaten garut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa rangkaian upacara pernikahan adat sunda semuanya tidak bertentangan dengan hukum fiqih. Rangkaian itu terdiri a) tahap pra nikah; b) tahap akad nikah; dan c) tahap pasca-akad nikah. Ketiga rangkaian tradisi pernikahan sunda selaras dengan hukum fiqih. Argument ini dibangun dengan menganalisis ketiga rangkaian tersebut dengan fiqih empat mazhab, istihsan bi maqasid al-shariah, isthsan bi al’urf, serta dalil nas. Kata Kunci: pernikahan adat Sunda, hukum islam, ‘urf,  maqasid shari’ah


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 127-142
Author(s):  
Muhdi Muhdi

This article is the result of a qualitative field research with a legal sociology approach. This article discusses the tradition of intermarrying with the eyes of Islamic law and positive law. The researcher uses the maqasid shariah theory in explaining the legal position of capture marriage. The maqasid shariah theory has a flexible and adaptive character in determining the legal status of localistic matters. The location of this research is in Pekalongan village, Sampang district, Madura. This study concludes that marriage arrests in the village of Pekalongan are legal, even obligatory, seeing that the implementation of the marriage arrest law cannot be separated from the main purpose of implementing Islamic laws. Capture marriage fulfills the maqashid al-sharī'ah element. Capture marriages function as hifd al din, namely tradition as religious social control, as a social protection system that fulfills the elements of hifdh an-nafs (avoiding cases of violence and vigilantism), hifdh an-nasl (avoiding offspring from illicit relationships), hifdh al-mal (avoiding the use of money in vain), hifdh al-aql (maintaining a healthy mindset and avoiding depression). Capture marriages are marriages that have no legal force because they are not registered.. Keywords: kawin tangkap tradition, maqasid shariah, law   Abstrak Artikel ini adalah hasil penelitian kualitatif lapangan dengan pendekatan sosiologi hukum. Artikel ini mendiskusikan tradisi kawin tangkap dengan kacamata hukum islam dan hukum positif. Peneliti menggunakan teori maqasid shariah dalam menjelaskan posisi hukum kawin tangkap. Teori maqasid shariah mempunyai karakter fleksibel dan adaptif dalam menentukan status hukum hal yang bersifat lokalistik. Lokasi penelitian ini berada di desa Pekalongan Kecamatan Sampang Madura. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kawin Tangkap di desa Pekalongan hukumnya boleh, bahkan wajib, melihat pemberlakuan hukum kawin tangkap tidak lepas dari tujuan pokok pemberlakuan hukum-hukum Islam. Kawin tangkap memenuhi unsur maqashid al-sharī’ah. Kawin tangkap berfungsi sebagai hifd al dīn yaitu tradisi sebagai kontrol sosial keagamaan, sebagai sistem perlindungan social yang memenuhi unsur hifdh an-nafs (menghindari terjadinya kasus kekerasan dan main hakim sendiri), hifdh an-nasl (menghindari adanya keturunan dari hubungan yang terlarang), hifdh al-mal (menghindari penggunaan uang dengan sia-sia ), hifdh al-aql (menjaga pola pikir sehat dan menghindari kedepresian ). Kawin tangkap merupakan nikah yang tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak dicatatkan. Kata Kunci: tradisi kawin tangkap, maqasid shariah, undang-undang positif.


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 189-206
Author(s):  
Mukhammad Hafidz Abizar

This article is result of library research with a normative legal approach. Legal materials and data were obtained from Islamic legal norms regarding inheritance and khuntsa obtained from the texts of the Qur'an and Hadith, as well as the opinions of the jurists. This thesis discusses the distribution of khuntsa inheritance based on the opinion of Imam Ali As-Shobuni and Imam Abu Hanifah. People who do not have a clear gender status, not male and not female, are called khuntsa in Islamic law. One of the problems of khuntsa is in determining the right of inheritance. The Qur'an does not clearly state the portion of khuntha inheritance. This study concludes that in the unclear gender of khuntsa, it can be determined by two things, namely first, signs of maturity and second, where does urine come from. This argument is put forward using the istidlal theory used by Imam Ali As-Shobuni and Imam Abu Hanifah. If a khuntsa has a clear gender status, then this status follows the law of inheritance Keyword : Khuntha mushkil, sissy, inheritance.   Abstrak Artikel ini adalah hasil dari penelitian kepustakaan dengan pendekatan hukum normatif. Bahan hukum dan data diperoleh dari norma- norma hukum Islam tentang kewarisan dan khuntsa yang diperoleh dari nash al-Qur‟an dan Hadits, serta pendapat para fuqaha‟.  Tesis   ini   mendiskusikan pembagian  warisan  khuntsa  berdasarkan  pendapat  Imam Ali  As-Shobuni  dan     Imam  Abu  Hanifah.  orang  yang  tidak mempunyai status jenis kelamin yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan disebut dengan istilah khuntsa dalam hukum islam. Salah satu dari permasalahan  khuntsa  adalah dalam hal menentukan hak kewarisannya.  Al-Qur‟an  tidak menyebutkan secara jelas bagian waris khuntha. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam ketidak jelasan jenis kelamin khuntsa, dapat ditentukan dengan dua hal, yaitu pertama, tanda-tanda kedewasaannya dan kedua, darimana ia mengeluarkan air kencing. Argumen ini diajukan dengan menggunakan teori istidlal yang digunakan oleh  Imam Ali  As-Shobuni  dan     Imam  Abu  Hanifah. Bila seorang khuntsa telah jelas status jenis kelaminnya, maka status ini mengikuti pada hukum kewarisannya. Kata Kunci : Khuntha mushkil, banci, pembagian waris


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 163-188
Author(s):  
Ahmad Masruh

This article is the result of a qualitative field research. The research location is at the At-Tahdzib Islamic Boarding School Rejoagung Ngoro Jombang. The direction of the discussion in this article is how to place the marriage tradition following the Kyai within the framework of maqasid marriage and maqasid shariah. The researcher uses maqasid al-nikah and maqasid shariah theory in explaining the position of the marriage tradition following the Kyai, because the maqasid al-nikah and maqasid shariah theories. The researcher argues that the marriage tradition following the Kyai provides advocacy for the protection of the bride and groom in achieving the goals of marriage and the goals of the Shari'a that arise from marriage Keywords: marriage is obedient to the kyai, maqasid shariah.     Abstrak Artikel ini adalah hasil penelitian kualitatif lapangan. Lokasi penelitian berada di  Pesantren At-Tahdzib Rejoagung Ngoro Jombang. Arah diskusi artikel ini adalah bagaimana mendudukkan tradisi pernikahan mengikuti Kyai dalam bingkai maqasid pernikahan dan maqasid shariah. Peneliti menggunakan maqasid al-nikah dan teori maqasid shariah dalam menjelaskan posisi tradisi pernikahan mengikuti Kyai, karena teori maqasid al-nikah dan maqasid shariah. Peneliti berargumen bahwa tradisi pernikahan mengikuti Kyai memberikan advokasi perlindungan kepada calon pengantin dalam mencapai tujuan pernikahan dan tujuan syariat yang timbul akibat pernikahan. Kata Kunci: pernikahan taat kyai, maqasid shariah,


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 207-226
Author(s):  
Machmudz Machmudz

This article is a result of a qualitative field research. This article discusses efforts to form a sakinah family. The research location is Jombang Regency. The data of this research are alumni of Madrasatul Qur'an Islamic boarding school Tebuireng Jombang who are domiciled in Jombang Regency. This study concludes that marriage counseling to maintain household harmony, one of which can be done independently through istiqamahan interacting with the Qur'an. This argument is based on data from the family of alumni who have memorized the Koran PP. Madrasataul Qur'an Tebuireng in Diwek district, Jombang. The alumni practice the routine of memorizing the Qur'an, always remembering Allah (taqarrub), tadarus Al-Qur`an every day, praying in congregation, being open between family members. The alumni carry out several family functions, namely educational, religious, protective, economic, and recreational functions. Keywords: marriage counseling, happy family, pesantren alumni.   Abstrak Artikel ini adalah hasil penelitian kualitatif lapangan. Artikel ini mendiskusikan upaya membentuk keluarga sakinah. Lokasi penelitian berada Kabupaten Jombang. Data penelitian ini adalah alumni pondok pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng Jombang yang berdomisili di Kabupaten Jombang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa konseling pernikahan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga salah satunya dapat dilakukan secara mandiri melalui keistiqamahan berinteraksi dengan Al-Qur’an. Argumen ini didasarkan pada data Keluarga alumni penghafal Al-Qur`an PP. Madrasataul Qur`an Tebuireng di kecamatan Diwek Jombang. Para alumni mempraktekkan rutinitas menghafal Al-Qur`an, selalu bedzikir kepada Allah (taqarrub), tadarus Al-Qur`an setiap hari, shalat berjamaah, bersikap terbuka antar anggota keluarga. Para alumni menjalankan beberapa fungsi keluarga, yakni fungsi edukatif, religi, protektif, ekonomis, dan rekreatif. Kata Kunci: konseling perkawinan, keluarga bahagia, alumni pesantren.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document