LOGON ZOES: Jurnal Teologi, Sosial dan Budaya
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

33
(FIVE YEARS 26)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By STT Erikson Tritt Manokwari

2745-3766, 2745-3774

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Alex Stefanus Ginting ◽  
Ewin Johan Sembiring ◽  
Ernida Marbun ◽  
Asa Binsar Siregar

Worship is the function of the church in worshiping God so that understanding worship becomes the basis for our worship practice. This research will explore true worship according to the teachings of Jesus Christ in John 4:23-24. The deepening of this teaching will use the descriptive research method. Researchers will remove the true meaning of worship that Jesus meant in John 4:23-24 and also conduct a literature study to support this understanding more clearly. This study found three results from the exploration of true worship, namely true worship is sought by the Father, true worship is worshiping in spirit and truth and the purpose of true worship is for the glory of the Father.AbstrakIbadah merupakan fungsi gereja dalam menyembah kepada Allah sehingga pemahaman akan ibadah menjadi dasar praktek ibadah kita. Penelitian ini akan mendalami ibadah sejati menurut ajaran Yesus Kristus di dalam Yohanes 4:23-24.  Pendalaman ajaran ini akan mengunakan metode penelitian deskripsi. Peneliti akan mengeluarkan arti ibadah dari sejati yang dimaksudkan Yesus di dalam Yohanes 4:23-24 dan juga mengadakan studi kepustakaan untuk mendukung pengertian ini lebih jelas lagi.  Penelitian ini menemukan tiga hasil dari eksplorasi tentang ibadah yang sejati yaitu Ibadah yang sejati dicari Bapa, Ibadah yang sejati menyembah dalam roh dan kebenaran dan tujuan ibadah sejati untuk kemuliaan Bapa.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 89-107
Author(s):  
Ivonne Sandra Sumual ◽  
Lois Hasudungan ◽  
Aldi Abdillah ◽  
Ferdinand Edu

Welfare is the main goal that must be achieved in a government system. The government is also said to be successful if there is equitable welfare and is felt by the people under its government. To achieve this goal, of course, the government cannot walk alone. There needs to be a synergy from all parties so that there must be involvement of all parts involved in a government system, one of which is the church. The church is not just a religious institution that carries out a service program for church members. Rather, more than that, the church must take real action in realizing prosperity for all levels of society, both inside and outside the church. Therefore, the church and the government need to work together to become a driving force for the creation of prosperity that is coveted by all people. This study uses a qualitative method with data analysis of the GBI Torsina Case Study in the Olafuliha'a area, Pantai Baru, Rote Ndao. The implementation in this case study departs from understanding the background of Paul's letter to the Romans in Romans 13:1-7. The results showed that GBI Torsina built good relations with the government in the context of the welfare of the wider community in the Olafuliha'a area, Pantai Baru, Rote Ndao. Cooperation is carried out in the form of policies that are harmonized together for the benefit of the wider community.AbstrakKesejahteraan merupakan tujuan utama yang harus dicapai di dalam sebuah sistem pemerintahan. Pemerintahan juga dikatakan berhasil apabila terjadi kesejahteraan yang merata dan dirasakan oleh masyarakat dibawah pemerintahannya. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Perlu adanya sinergi dari seluruh pihak sehingga mesti adanya pelibatan seluruh bagian yang terlibat di dalam sebuah sistem pemerintahan salah satunya adalah gereja. Gereja bukan sekedar lembaga keagamaan yang melakukan program pelayanan kepada warga gereja saja. Melainkan, lebih dari itu gereja harus memberikan aksi nyata dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat yang ada baik di dalam maupun di luar gereja. Maka dari itu gereja dan pemerintahan perlu berjalan bersama menjadi pendorong untuk terciptanya kesejahteraan yang didambakan oleh semua masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis data Studi Kasus GBI Torsina di daerah Olafuliha’a, Pantai Baru, Rote Ndao. Implementasi dalam studi kasus ini berangkat dari pemahaman latar belakang surat Paulus kepada jemaat di Roma dalam Roma 13:1-7. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa GBI Torsina membangun hubungan baik dengan pemerintahan dalam rangka kesejahteraan masyarakat secara luas di daerah Olafuliha’a, Pantai Baru, Rote Ndao. Kerja sama dilakukan dalam bentuk kebijakan yang diselaraskan bersama untuk kepentingan masyarakat luas


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 154-167
Author(s):  
Valentino Wariki ◽  
Andrea Esther Bangun ◽  
Amos Hosea ◽  
Hiruniko Siregar ◽  
Antonius Sitompul

Pandemi Covid-19 menyebabkan aktivitas pelayanan di seluruh gereja mengalami dampak yang positif dan negative. Termask GBI Anugerah Bandar Lampung yang mengalami penurunan kuantitas dan kualitas pada pelayanan anak muda. Dan hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi GBI Anugerah termasuk seluruh gereja untuk menanggulanginya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja penyebab dari menurunnya kuantitas dan kualitas pelayan anak muda dalam gereja, khususnya GBI Anugerah Bandar Lampung dan juga meneliti apa saja yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keantusiasan pelayan anak muda berdasarkan latar belakang surat 1 Timotius 4:11-16. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data adalah wawancara secara mendalam. Setelah masalah didapat, penelitian menggunakan metode studi literatur untuk mengumpulkan informasi-informasi dan teori-teori berkaitan dengan peran pelayan anak muda dan latar belakang surat 1 Timotius 4:16. Berdasarkan hasil penelitian ditemui bahwa ada beberapa faktor yang mengakibatkan penurunan yang cukup ekstrim dalam jumlah anak muda, yaitu: alasan kesehatan, studi dan, menikah. Pemuda mesti mengambil tanggung jawab dan tekun untuk dalam masa pandemic untuk pertumbuhan jemaat.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 108-123
Author(s):  
Samuel Irwan Santoso

This study specifically outlines the role of pastoral counseling in the church for the restoration of the spiritual health of the church. This paper uses qualitative methods with a literature study approach. The description in this article describes that the interpersonal relationships between counselors and their consensual. Counseling comes from the Latin "Concilium" which means with or with and taking or holding. Pastoral counseling serves to heal the whole human being therefore pastoral counseling helps the "wounded", to survive and go through a state in which they recovered to their original condition. In applying pastoral counseling to the congregation a counselor must understand how he or she should deal with the consequences. This is so that the counselor does not rush to blame or confront a person sharply and directly in the early stages of counseling. A good Christian pastor or counselor should put his or her function first rather than his office, for without real realization of the duty of responsibility one cannot be said to be a good shepherd or counselor. AbstrakKajian ini secara spesifik menguraikan mengenai peran konseling pastoral dalam gereja bagi pemulihan kesehatan rohani jemaat. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Uraian pada artikel ini menjelaskan bahwa hubungan timbal balik (interpersonal relationship) antara konselor dengan konselenya.  Konseling berasal dari bahasa Latin “Consillium” yang berarti dengan atau bersama dan mengambil atau memegang. Pastoral konseling berfungsi untuk menyembuhkan manusia seutuhnya karena fungsi konseling pastoral untuk menolong orang yang “terluka”, agar bertahan dan melewati suatu keadaan yang di dalamnya pemulihan kepada kondisi semula. Di dalam menerapkan konseling pastoral kepada jemaat seorang konselor harus memahami bagaimana seharusnya ia menghadapi konselinya. Ini bertujuan agar konselor tidak terburu-buru mempersalahkan atau mengkonfrontasi dengan tajam seseorang pada tahap permulaan konseling. Seorang gembala atau konselor Kristen yang baik harusnya lebih mengutamakan fungsinya daripada jabatannya, karena tanpa realisasi nyata dari tugas tanggung jawab yang diembannya seseorang tidak dapat dikatakan sebagai gembala atau konselor yang baik.  


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 124-134
Author(s):  
Jamin Tanhidy ◽  
Priska Natonis ◽  
Sabda Budiman

Cross-cultural evangelism is the duty of all believers without exception. In Acts 10 there is an interesting phenomenon related to cross-cultural service. In the verse it is recorded that the apostle Peter was given the task by God through a vision to go to Cornelius's place, to preach about Jesus. Cornelius was a Greek while the apostle Peter was Jewish. The Apostle Peter was a Jew who held strong Jewish customs. This shows the cross-cultural service that is happening. This article aims to describe the implementation of cross-cultural services based on Acts 10:34-43. The author uses descriptive qualitative research methods by analyzing data such as books and journals. From the results of the analysis, the authors found that the church needs to introduce Christ as a God who loves everyone, preach that everyone deserves salvation, deliver the news of peace through Jesus Christ to all, and deliver the news of peace through Jesus Christ to everyone. The church's awareness of the Great Commission of the Lord Jesus is one of them is to implement cross-cultural ministry, specifically in terms of evangelism.AbstrakPelayanan penginjilan lintas budaya merupakan tugas semua orang percaya tanpa terkecuali. Dalam Kisah Para Rasul 10 terdapat fenomena menarik berkaitan dengan pelayanan lintas budaya. Dalam ayat tersebut tercatat bahwa rasul Petrus diberi tugas oleh Tuhan melalui penglihatan untuk pergi ke tempat Kornelius, supaya memberitakan tentang Yesus. Kornelius adalah seorang Yunani sedangkan rasul Petrus adalah orang Yahudi. Rasul Petrus merupakan seorang Yahudi yang memegang kuat kebiasaan Yahudi. Hal tersebut menunjukkan adanya pelayanan lintas budaya yang terjadi. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan implementasi pelayanan lintas budaya berdasarkan Kisah Para Rasul 10:34-43. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menganalisis data-data seperti buku-buku maupun jurnal-jurnal. Dari hasil analisis tersebut penulis menemu-kan bahwa gereja perlu memperkenalkan Kristus sebagai Allah yang mengasihi semua orang, memberitakan bahwa semua orang berhak menerima keselamatan, menyampaikan berita damai melalui Yesus Kristus kepada semua orang, dan menyampaikan berita damai melalui Yesus Kristus kepada semua orang. Kesadaran gereja terhadap Amanat Agung Tuhan Yesus salah satunya ialah dengan mengimplementasikan pelayanan lintas budaya, secara khusus dalam hal penginjilan.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 135-153
Author(s):  
Mathias Jebaru Adon ◽  
Antonius Sad Budi

The focus of this research study describes the role of Christians in strengthening the spirit of diversity in the Indonesian nation. Currently, Indonesia is not only facing the Covid-19 pandemic but also a national identity crisis. In various places, there are rampant intolerance, radicalism, and acts of extremism-terrorism that threaten the integrity of the nation. In this situation, Christians are called to show their identity by becoming ambassadors for God's love. By becoming ambassadors of God's love, Christians prove that love is greater than enmity. Christians can start by living together in a community. In the community, Christians are trained to be more sensitive to the sufferings of the world and not run out of power. This research study uses a phenomenological approach that starts from the calling of Christians to live in a spirit of love. Because in the way of living together all differences are put together. Thus, the Christian community becomes a good platform for channeling love to others regardless of ethnicity, race, and religion. Therefore, the Christian community is a means of realizing togetherness in a spirit of diversity.AbstrakFokus studi penelitian ini menguraikan peran orang Kristiani dalam memperkuat semangat kebinekaan Bangsa Indonesia. Saat ini Indonesia tidak hanya menghadapi pan-demi covid-19 tetapi juga krisis identitas kebangsaan. Di berbagai tempat marak terjadi intoleransi, radikalisme dan tindakan ekstremisme-terorisme yang mengancam keutuhan bangsa. Berhadapan dengan situasi ini orang Kristiani dipanggil untuk menunjukkan iden-titasnya dengan menjadi duta kasih Allah. Dengan menjadi duta kasih Allah orang Kristiani membuktikan bahwa, kasih lebih besar dari permusuhan. Orang Kristiani dapat memulai-nya dengan hidup bersama dalam komunitas. Dalam komunitas, orang Kristiani dilatih untuk lebih peka mendengar penderitaan dunia dan tidak kehabisan daya. Studi penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang bertitik tolak dari panggilan orang Kris-tiani untuk hidup dalam semangat kasih. Sebab dalam cara hidup bersama segala per-bedaan disatukan. Dengan demikian komunitas Kristiani menjadi wadah yang baik untuk menyalurkan kasih kepada sesama tanpa memandang suku, ras dan agama. Karena itu, komunitas Kristiani adalah sarana untuk mewujudkan kebersamaan dalam semangat kebinekaan.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 77-88
Author(s):  
Melkius Ayok
Keyword(s):  

The teacher has a very important role in the success of their students because children cannot succeed without good guidance from the teacher. Teachers must really have good quality in educating their students and also the role of the teacher as a good guide so that children can experience changes in achieving success in the future. The success of students is not only the responsibility and role of the teacher but also how the involvement of parents also has an important role to make their children succeed in the future. In fact, children spend more time with their parents than with teachers, therefore the involvement of parents is expected to be able to provide good education to their children so that their children can achieve success in the future. Abstrak: Guru memiliki suatu peranan yang sangat penting dalam keberhasilan anak didiknya, karena anak tidak dapat berhasil tanpa adanya bimbingan yang baik dari guru. Guru harus benar-benar memiliki kualitas yang baik dalam mendidik anak didiknya dan juga peran guru sebagai pembimbing yang baik agar anak dapat mengalami perubahan dalam mencapai suatu keberhasilan di masa yang akan datang. Keberhasilan anak didik bukan hanya semata-mata adalah tanggung jawab dan peran guru saja, melaikan bagaimana keterlibatan orang tua juga yang memiliki suatu peranan yang penting untuk membuat anaknya dapat berhasilan di masa yang akan datang. Sebenarnya anak lebih banyak waktunya bersama dengan orang tua dibandingkan dengan guru, oleh karena itu keterlibatan orang tua sangat diharapkan untuk dapat memberikan edukasi yang baik kepada anaknya agar anaknya bisa mencapai suatu keberhasilan di masa yang akan datang.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 35-45
Author(s):  
Jon Mister R. Damanik

Church history is not an outdated or outdated writing, but church history has an important role to play. Because in the history of the church there are important parts that can be used as a teaching for the church today. Chrestus is a term for followers of Christ, and Christians are used as an outlet for pleasure when they are persecuted, pitted against hungry animals, used as torches to light the garden, nearly 250 years of persecuted Christians have not been given freedom by the state even if there is a problem -problems like a fire whose cause is Christians because they do not worship their gods so that the gods are angry. The Edik Milan is a decree issued in 313 which greatly influenced the church's freedom to carry out religious activities. The meaning of Edik is: "an order carried out by the ruler." Milan is "the Roman state where Roman rule ruled." With the issuance of this Edict of Milan by Konstantin the Great, the ruler of the Roman empire gave a glimmer of hope in freedom of worship. Events that have occurred in the church in the past are a motivation for the church to keep carrying out the command of the Lord Jesus, namely to make all nations become His disciples. The church exists today because there was a church in the past, hope to continue learning about history because from history there will be a lot to know about what happened in the past as a positive lesson in the present.AbstrakSejarah Gereja bukan suatu tulisan yang tidak berlaku atau yang sudah usang, tetapi sejarah gereja memiliki peranan penting untuk dipelajari. Karena dalam sejarah gereja terdapat bagian-bagian yang penting untuk dapat dijadikan sebagai suatu pengajaran bagi gereja masa kini. Chrestus adalah suatu sebutan untuk pengikut Kristus, dan orang-orang Kristen dijadikan sebagai pelampiasan kesenangan pada saat mereka dianiaya, diadu dengan binatang lapar, dijadikan obor sebagai penerang taman, hampir 250 tahun orang-orang Kristen dianiaya tidak diberikan kebebasan oleh negara bahkan jika ada masalah-masalah seperti kebakaran yang penyebabnya itu adalah orang Kristen karena mereka tidak menyembah dewa mereka sehingga dewa murka. Edik Milan adalah suatu Surat Keputusan yang dikeluarkan pada tahun 313 yang sangat berpengaruh bagi kebebasan gereja untuk melaksanakan kegiatan ibadah-ibadah. Arti Edik adalah: ”perintah yang dilakukan oleh penguasa.” Milan adalah ”negara Roma tempat pemerintahan Romawi berkuasa.” Dengan dikeluarkan Edik Milan ini oleh Konstantinu Agung penguasa kekaisaran Romawi memberikan secercah harapan dalam kebebasan dalam melaksanakan ibadah. Peristiwa yang pernah terjadi pada gereja pada masa dulu adalah suatu motivasi bagi gereja untuk tetap menjalankan perintah Tuhan Yesus yaitu untuk menjadikan semua bangsa menjadi murid-Nya. Gereja ada pada hari ini karena ada gereja pada masa lalu, harapan teruslah belajar tentang sejarah karena dari sejarah akan banyak diketahui apa yang terjadi pada masa lalu sebagai suatu pembelajaran yang positif pada masa kini.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 46-57
Author(s):  
Luhut P Lumban Gaol

The wickedness of the Israelites has always been an inseparable spotlight from the Old Testament, and this can be described as a cycle of circles that keep turning. But the struggle in describing the wickedness of the Israelites is with the marriage in Hosea, where this marriage is unusual and violates the customary norms of the Israelites. Traditionally and religiously this is clearly not allowed, because Hosea was a figure who had an important role in the spiritual life of the Israelites at that time. This book stands in stark contrast to the rest of the OT books, where Hosea's marriage is a matter of debate for interpreters. There are several interpreters who explain that this is only an allegory and also exists as a fact. It is hard to accept to see this as real action, but it is also difficult to get rid of this fact if you look at and explain the book. In fact, this debate is still ongoing today, with various views and assumptions against which to measure the justification of this view. But what needs to be understood is how we look at it from a different perspective, namely the context of the situation at that time in relation to the way God described the depravity of the Israelites, and also the basis of God's anger against His people. It may be contrary to our understanding of God's personality, but also we should not speculate about the verses in the book. In this discussion, we will try to explain through a textual approach (exposition) to see the picture of Hosea and Gomer 's marriage.AbstrakKejahahatan bangsa Israel selalu menjadi sorotan yang tidak pernah terlepas dari kitab Perjanjian Lama, dan ini dapat digambarkan sebagai siklus lingkaran yang terus berputar. Tetapi yang menjadi pergumulan dalam menggambarkan tentang kejahatan bangsa Israel adalah dengan pernikahan yang ada dalam kitab Hosea, dimana pernikahan ini yang tidak lazim dan melanggar norma kebiasaan bangsa Israel. Secara tradisi dan agama jelas hal ini tidak diperbolehkan, sebab Hosea adalah sebagai tokoh yang memiliki peran penting dalam kehidupan kerohanian bangsa Israel pada masa itu. Kitab ini sebagai sikap yang sangat bertolak belakang dengan seluruh kitab PL, dimana perkawinan Hosea ini menjadi perdebatan para penafsir. Ada beberapa penafsir yang menjelaskan bahwa hal ini hanya bersifat alegori dan ada juga sebagai fakta. Memang sulit diterima untuk melihat hal ini sebagai tindakan yang nyata, tetapi juga sulit untuk menghilangkan kenyataan ini jika melihat dan penjelasan kitab tersebut. Pada kenyataannya perdebatan ini masih terus berjalan sampai sekarang, dengan berbagai pandangan dan asumsi yang menjadi tolak ukur pembenaran pandangan tersebut. Tetapi yang perlu dipahami adalah bagaimana kita melihat dari sudat pandang yang berbeda, yaitu konteks situasi pada masa itu berkaitan dengan cara Allah menggambarkan kebobrokan bangsa Israel, dan juga dasar kemarahan Allah pada umat-Nya. Mungkin saja ini bertolak belakang dengan pemahaman kita berhubungan dengan kepribadian Allah, tetapi juga kita tidak boleh berspekulasi mengenai ayat dalam kitab tersebut. Dalam pembahasan ini akan mencoba menjelaskan melalui pendekatan teks (eksposisi) untuk melihat gambaran pernikahan Hosea dan Gomer. 


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 1-22
Author(s):  
Federans Randa II

When God created the first humans, namely Adam and Eve, they were both created in the image of God without any sin in humans. But humans eventually fell into sin because of the wrong choices of humans by violating God's commandments by eating the fruit of the knowledge of good and evil which was forbidden by God to be eaten, because when humans eat them, they must die and death is what makes humans sin and lose holiness. God of himself (Rom. 3:23). Sin makes humans separate from God and humans cannot reach God because of the enmity that occurs between humans and God. Sin led man to destruction and the eternal punishment of God. However, it was because of God's great love for humans who were specially created in the image of God, so that God took the initiative to deliver and save mankind from destruction and God's eternal punishment which would be bestowed upon mankind because of man's own sin.AbstrakKetika Allah menciptakan manusia pertama yakni Adam dan Hawa, maka keduanya diciptakan segambar dengan Allah tanpa ada dosa dalam diri manusia. Namun manusia akhirnya jatuh dalam dosa oleh karena pilihan manusia yang salah dengan melanggar perintah Allah dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat yang dilarang oleh Allah untuk dimakan, sebab ketika manusia memakannya pastilah mati dan kematian itulah yang membuat sehingga manusia menjadi berdosa dan kehilangan kekudusan Allah dari dirinya (Rm. 3:23). Dosa membuat manusia terpisah dengan Allah dan manusia tidak bisa mencapai Allah karena perseteruan yang terjadi antara manusia dengan Allah. Dosa membawa manusia kepada kebinasaan dan hukuman kekal Allah. Namun karena kasih Allah yang sangat besar terhadap manusia yang diciptakan istimewa yakni segambar dengan Allah, sehingga Allah mengambil inisiatif untuk melepaskan dan menyelamatkan manusia dari kebinasaan dan hukuman kekal Allah yang akan ditimpahkan kepada manusia oleh karena dosa manusia itu sendiri.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document