PYTHAGORAS Jurnal Pendidikan Matematika
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

99
(FIVE YEARS 39)

H-INDEX

2
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas Negeri Yogyakarta

2527-421x, 1978-4538

2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 227-245
Author(s):  
Ahmad Muhazir ◽  
Kana Hidayati ◽  
Heri Retnawati

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa kelas XI SMA; (2) mendeskripsikan dampak perbedaan kebijakan sistem zonasi terhadap kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa kelas XI SMA; dan (3) mendes­kripsikan hubungan antara literasi matematis dan self-efficacy siswa kelas XI SMA. Penelitian survei ini melibatkan 346 siswa dari Kota Banjarmasin dan 321 siswa dari Kota Palangka Raya. Kedua kota tersebut memiliki kebijakan zonasi yang berbeda. Pengumpulan data dila­kukan me­lalui tes dan angket yang telah memenuhi kriteria valid dan reliabel. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi matematis siswa di Kota Banjarmasin dan Kota Palangka Raya berada pada kategori ren­dah, sedangkan self-efficacy siswa pada kedua kota berada pada kategori sedang. Tidak terdapat per­bedaan yang bermakna pada rata-rata literasi matematis antara siswa di Kota Banjarmasin dan Palangka Raya. Namun demikian, terdapat perbedaan yang bermakna pada rata-rata self-effi­cacy antara siswa di Kota Banjarmasin dan Palangka Raya. Kebijakan zonasi di Kota Palangka Raya menyebabkan perbedaan rata-rata literasi matematis siswa pada sekolah kategori tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan kebijakan zonasi di Kota Banjarmasin menyebabkan perbedaan rata-rata self-efficacy siswa pada sekolah kategori tinggi, sedang, dan rendah. Terakhir, terdapat korelasi positif yang signifikan (meskipun lemah) antara literasi matematis dan self-efficacy siswa kelas XI SMA di Kota Banjarmasin dan Kota Palangka Raya (r = 0,194). Mathematical literacy and self-efficacy of students in terms of differences in zoning system policies.AbstractThis study aimed to (1) describe the mathematical literacy abilities and self-efficacy of eleventh-grade senior high school students; (2) describe the impact of differences in zoning system policies on the mathematical literacy and self-efficacy of eleventh-grade senior high school students; and (3) describe the relationship between mathematical literacy and self-efficacy of eleventh-grade senior high school students. This survey involved 346 students from Banjarmasin City and 321 students from Palangka Raya City, Indonesia. The two cities have different zoning policies. The data was collected through tests and questionnaires that met the valid and reliable criteria. The data analysis technique used was descriptive and inferential statistics. The results showed that students’ mathematical literacy in Banjarmasin and Palangka Raya City was in a low category, while self-efficacy in both cities was in the medium category. There was no significant difference in the mean of mathematical literacy of students in Banjarmasin and Palangka Raya City. How­ever, there was a significant difference in the mean of self-efficacy of students in Banjar­masin and Palangka Raya City. The zoning policy in Palangka Raya City causes differences in the mean of mathematical literacy of students in high, moderate, and low category schools. In contrast, the zoning policy in Banjarmasin City causes differences in the mean of self-efficacy of students in high, medium, and low category schools. Lastly, there was a significant positive correlation (al­though weak) between mathematical literacy and self-efficacy of eleventh-grade senior high school students in Banjarmasin and Palangka Raya City (r = 0.194).


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 216-226
Author(s):  
Hartono Hartono ◽  
Wandra Irvandi

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan metode pembelajaran halaqah berbasis etnomatematika pada kelas program linier untuk membantu mahasiswa memahami penyelesaian masalah transportasi. Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari tahap define, design, dan develop. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar validasi untuk menilai kevalidan, angket untuk menilai kepraktisan, dan tes hasil belajar untuk menilai keefektifan metode pembelajaran halaqah berbasis etnomatematika. Penelitian menghasilkan metode pembelajaran yang terdiri dari empat tahapan. Tahap pertama yaitu pemilihan kompetensi dan materi berbasis etnomatematika, dan kompetensi terkait pemahaman penyelesaian masalah transportasi dengan konteks berupa pembiayaan transportasi pembuatan baju tradisional Kopa etnis Dayak Kualant. Tahap kedua, pembentukan halaqah yaitu dengan posisi melingkar, kemudian pemilihan mahasiswa yang berkemampuan tinggi sebagai pembimbing, dilanjutkan ta’aruf dengan penuh keakraban. Tahap ketiga, kegiatan pembelajaran yaitu pemahaman materi yang terdiri dari pembukaan, landasan ide pokok materi transportasi. Tahap keempat, kegiatan silaturahmi di luar pembelajaran sekaligus mengevaluasi dan mempererat persaudaraan mahasiswa sebagai teman diskusi. Berdasarkan penilaian kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan disimpulkan bahwa metode pembelajaran halaqah berbasis etnomatematika yang dikembangkan layak digunakan dan dapat dilanjutkan ke uji coba dalam skala besar. Development of ethnomathematics-based halaqah learning methods to understand the solving of transportation problem in linear program coursesAbstractThe purpose of this study was to produce an ethnomathematics-based halaqah learning method in a linear program course to help students understand solving transportation problems. This research and development consisted of the define, design, and development stages. The research instrument used was a validation sheet to assess the validity, a questionnaire to assess practi­cality, and a test to assess the effectiveness of the ethnomathematics-based halaqah learning method. The research resulted in a learning method consisting of four stages. The first stage was selecting ethnomathematics-based competencies and materials and competencies related to understanding transportation problem-solving in the context of financing the production of the traditional clothing of Kopa Dayak Kualant ethnic. The second stage, the formation of the hala­qah, namely in a circular position, then selects highly capable students as guides, followed by ta'aruf with full intimacy. The third stage was learning activities, namely understanding the material consisting of opening, the basic idea of transportation material. The fourth stage was activities outside of learning and evaluating and strengthening students’ brotherhood as dis­cussion partners. Based on the assessment of the validity, practicality, and effectiveness, it could be concluded that the ethnomathematics-based halaqah learning method developed was sui­table for use and could be continued in large-scale trials.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 201-215
Author(s):  
Syafdi Maizora ◽  
Rizky Rosjanuardi

Artikel ini menggambarkan konsepsi salah seorang siswa kelas 3 Sekolah Dasar di Kota Bengkulu tentang bilangan bulat di luar pembelajaran formal. Siswa ini mengalami banyak intervensi tanpa skenario dalam pembelajarannya, di antaranya dari keluarga (kakak kelas 8 yang memiliki prestasi baik dalam matematika, kedua orang tua pengajar matematika) dan pelatihan sempoa. Konsepsi yang digali adalah arti bilangan negatif, bilangan bulat, serta operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek diberikan beberapa pertanyaan seputar konsepsi bilangan bulat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek memiliki konsepsi sebagai berikut: 1) menggunakan istilah “kurang”, “utang” atau “posisi di bawah permukaan” untuk memaknai bilangan bulat ne­gatif, 2) bilangan bulat negatif diartikan sebagai invers penjumlahan bilangan asli, 3) ada perbe­daan antara simbol negatif dengan simbol operasi pengurangan, 4) bilangan bulat negatif bera­da di sebelah kiri bilangan 0 pada garis bilangan, 5) bilangan bulat negatif terkecil berada di sebe­lah kiri bilangan bulat negatif lainnya, seperti bilangan-bilangan pada penggaris, dan mampu menggunakan dinding sebagai pengganti garis bilangan, 6) menggunakan istilah “maju” atau “mundur” untuk mengoperasikan penjumlahan bilangan bulat, 7) menggunakan kata “jarak”, “lompatan di atas garis bilangan”, dan “lompatan di bawah garis bilangan”  untuk mengoperasi­kan pengurangan bilangan bulat. Conceptions of third-grader elementary school about integersAbstractThis article described the conception of a third-grader elementary school in the City of Bengkulu about integers outside formal learning. This student experienced many interventions without scenarios in their learning, including their families (a brother in eighth-graders who had good mathematics achievements, parents were mathematics education lecturer) and an abacus trai­ning. The explored conceptions were the meaning of negative numbers, integers, and addition and subtraction operations on integers. This research was qualitative research with a case study approach. The subject was asked several questions regarding the conception of integers. The results of this research indicated that the subject had the following conception: 1) using the term “less”, “debt”, or “position under the surface” to interpret negative integers; 2) interpreting nega­tive integers as the inverse of the addition of natural numbers; 3) differentiating the negative symbol and the subtraction operation symbol, 4) locating negative integers to the left of “0” on a number line; 5) locating smaller negative integers to the left of other negative integers like num­bers on a ruler and having an ability to use a wall as a substitute of a number line; 6) using terms “forward” or “backward” to operate integer additions; and 7) using the term “distance”, “jumps over the number line”, and “jumps under the number line” to operate integer subtractions.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 190-200
Author(s):  
Dandi Mifta Abdillah ◽  
Dwi Astuti

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis Problem-Based Learning (PBL) pada topik sudut yang layak. Penelitian pengembangan ini mengadopsi model pengembangan ADDIE dengan tahapan meliputi Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Kualitas LKPD ditinjau dari penilaian ahli materi, ahli media, dan respon peserta didik. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket ahli materi, angket ahli media, dan angket respon peserta didik. LKPD diujicobakan di kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta dengan subjek sebanyak 32 peserta didik. LKPD yang dikembangkan memuat aktivitas pembelajaran sesuai langkah PBL, menyajikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari di awal pembelajaran, dan dapat digunakan dalam pembelajaran online. Ditinjau dari aspek materi, LKPD dinilai baik dengan rerata skor penilaian oleh ahli materi yaitu 4,00. Ditinjau dari aspek media, LKPD dinilai baik dengan skor penilaian oleh ahli media sebesar 3,6. Respon peserta didik terhadap penggunaan LKPD termasuk pada kategori baik dengan rerata skor penilaian sebesar 4,05. Dapat disimpulkan bahwa LKPD berbasis PBL untuk SMP kelas VII pada topik sudut layak digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika. Development of a students' worksheet based on problem-based learning (PBL) on the topic of anglesAbstractThis study aimed to produce a students’ worksheet or Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) based on Problem-Based Learning (PBL) on the topic of angles, which were feasible. This development research adopts the ADDIE development model with stages including Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation. The quality of LKPD was viewed from the assessment of material experts, media experts, and students’ responses. The instrument used was a material expert questionnaire, a media expert questionnaire, and a students’ response questionnaire. LKPD was piloted on 32 seventh grade students of private junior high schools, namely SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Indonesia. The developed LKPD contained learning activities according to PBL steps, presented problems related to everyday life at the beginning of learning, and could be used in online learning. In terms of the material aspect, LKPD was considered good with an average score of assessment by material experts, namely 4.00. In terms of the media aspect, LKPD was considered good with a score of 3.6 by media experts. Students’ responses to the use of LKPD were included in the good category with an average score of assessment of 4.05. It could be concluded that the PBL-based LKPD for seventh-grade junior high school students on the topic of angles was feasible for use in the implementation of mathematics learning.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 178-189
Author(s):  
Maria Evarista Oktaviane Barut Barut ◽  
Ariyadi Wijaya ◽  
Heri Retnawati

Guru telah dikenal luas sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kompetensi guru, khususnya pengetahuannya, membantu guru untuk mengorganisasi­kan pem­belajaran yang efektif guna memfasilitasi keberhasilan belajar siswa. Salah satu jenis penge­tahuan yang penting dikuasai oleh guru adalah Pedagogical Content Knowledge (PCK). PCK merupakan kombinasi pengetahuan konten dan pedagogi yang mengarah pada bagaimana aspek-aspek tertentu dari materi pembelajaran diatur, diadaptasi, dan direpresentasikan untuk diterapkan di dalam proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ting­kat PCK guru matematika dan prestasi belajar siswa, serta menguji hubungan keduanya. Pene­litian ini adalah kuantitatif-korelasional dengan subjek penelitian 56 guru mate­matika dan 499 siswa SMP di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Data PCK guru dan prestasi siswa dikumpulkan menggunakan tes objektif yang telah dinyatakan valid dan reliabel. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan inferensial. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa seba­gian besar guru memiliki PCK pada kategori rendah dan sebagian besar siswa memiliki prestasi belajar pada kategori rendah. Namun demikian, terdapat korelasi positif yang signifikan antara PCK guru mate­matika dan prestasi belajar siswa dengan kontribusi PCK guru terhadap prestasi belajar siswa sebesar 16,1%. Relationship between pedagogical content knowledge of mathematics teacher and learning achievement of junior high school studentsAbstractTeachers’ competence, especially their knowledge, helps them organize effective classrooms to facilitate students’ success. One of the essential knowledge that should be mastered by a teacher is Pedagogical Content Knowledge (PCK). PCK represents the combination of knowledge about content and pedagogy to understand how particular aspects of subject matter are organized, adapted, and represented for instruction. This study aimed to describe mathe­matics teachers’ PCK and students’ learning achievement as well as and between the two variables. The study was qualitative-correlational with 56 mathema­tics teachers and 499 senior high school students in Manggarai Regency, East Nusa Tenggara, Indonesia, as the subject. Both data of teachers’ PCK and students’ learning achievement were collected using validated and reliable objective tests. Data were analyzed using descriptive and inferen­tial statistics. The results indicated that most teachers have PCK in the low category, and most stu­dents have learning achievement in the low category. However, there was a positive correlation between teachers’ PCK and students’ learning achievement, with the contribution of the teachers’ PCK to students’ learning achieve­ment by 16,1%.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 165-177
Author(s):  
Albert Hosea Santoso ◽  
Hanifa Reygina Fajrin ◽  
Akhmad Sultoni ◽  
Dwi Ertiningsih

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sistem antrean yang efektif dengan mempertimbangkan biaya dan kontrol kedatangan pasien pada fasilitas kesehatan: Puskesmas Ungaran, Semarang. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif berupa waktu kedatangan pasien, waktu pelayanan pasien, jumlah pasien, dan jumlah pelayan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis steady state dari sistem antrean, ukuran kinerja pada sistem antrean, keefektifan sistem antrean dengan pertimbangan biaya (cost), dan keefektifan sistem antrean dengan pertimbangan kontrol pada kedatangan pasien. Hasil analisis sistem antrean pada kedatangan pasien di loket pendaftaran, ruang dokter, dan loket apotek merupakan proses Poisson, sedangkan pelayanan pasien berdistribusi eksponensial. Jumlah pelayan dan biaya yang efektif pada masing-masing sistem antrean adalah dua pelayan dengan biaya Rp59.513 pada loket pendaftaran; empat pelayan dengan biaya Rp141.864 pada ruang dokter; dan satu pelayan dengan biaya Rp23.885 pada loket apotek. Rerata jumlah pasien dalam antrean dan sistem antrean masing-masing adalah dua pasien dan lima pasien. Rerata waktu pasien menunggu di dalam antrean maupun sistem antrean adalah 1,937 menit dan 8,883 menit. Lebih lanjut, ketika dilakukan kontrol pada kedatangan pasien, maka jumlah pasien yang diterima akan meningkat ketika biaya yang dibutuhkan puskesmas dalam menerima pasien diperbesar. Determination of the queuing system by considering costs and patient arrival control: A case study at Puskesmas Ungaran SemarangAbstractThe study aimed to determine an effective queuing system by considering costs and control of patient arrival at a health facility: Puskesmas Ungaran, Semarang, Indonesia. The study used quantitative data in patient arrival time, patient service time, number of patients, and number of servants. The stages carried out were analyzing the steady-state of the queuing system, performance measures of the queuing system, the effectiveness of the queuing system by considering costs, and the effectiveness of the queuing system by considering control of patient arrival. The result of the queuing system analysis at the arrival of the patient at the registration counter, doctor’s office, and pharmacy counter was a Poisson process, while patient service has an exponential distribution. The number of servants and costs in each of the effective queuing systems was two servants with costs 59,513 IDR at the registration counter; four servants with costs 141,864 IDR at the doctor’s office; and one servant with costs 23,885 IDR at the pharmacy counter. The average number of patients in the queue and queue system was two patients and five patients, respectively. The average time for patients to wait in the queue and queue system was 1.937 minutes and 8.883 minutes. Furthermore, when the patient arrival was controlled, the number of patients accepted will increase when the health center's costs to receive patients were increased. 


2020 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
Author(s):  
Sundari Gita Pertiwi ◽  
Rully Charitas Indra Prahmana

Materi geometri merupakan materi yang penting untuk dipelajari karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan sebagai materi dasar pendukung penguasaan materi matematika yang lain. Namun, materi geometri, khususnya materi hubungan antar sudut, masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu model pembelajaran yang interaktif dan dapat menuntun siswa menemukan sendiri konsep yang dipelajari untuk mengembangkan pemahaman mereka. Salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat digunakan adalah model guided inquiry atau penyelidikan terbimbing yang mana siswa adalah pusat pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator siswa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan proses belajar menggunakan model guided inquiry. Penelitian dilaksanakan di SMPN 3 Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan subyek penelitian yaitu siswa kelas VII (n = 32). Data penelitian dikumpulkan dalam bentuk rekaman audio dan video, foto, dan lembar aktivitas siswa. Data dianalisis dengan cara mereduksi, menampilkan, dan menyimpulkan data, setelah itu ditulis dalam bentuk narasi deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi model guided inquiry dalam pembelajaran hubungan antar sudut yang terdiri dari tiga pertemuan dengan beberapa aktivitas pembelajaran mendeskripsikan proses pembelajaran yang baik. Inter-angular relationship learning using a guided inquiry learning modelAbstractGeometry is one of the essential materials to study because it is related to everyday life and raw material to support other mathematical materials’ mastery. However, the material of geometry, especially the material on the relationship between angles, was still considered difficult by students. Several factors affect student learning difficulties, one of which is using conventional learning models by teachers. Therefore, we need a learning model that is more interactive and can guide students to find their concepts. One alternative learning model that can be used is the guided inquiry or guided discovery model. The student is the center of learning, and the teacher is only the student’s facilitator and motivator. This research uses a descriptive qualitative method to describe the learning process using a guided inquiry model. The research was conducted at SMPN 3 Bantul (Junior High School), Special Region of Yogyakarta, with the research subjects, namely, grade-seventh students (n = 32). The research data were collected in the form of audio and video recordings, photos, and student activity sheets. The data were analyzed by reducing, presenting, and concluding, then it was written in the form of a descriptive narrative. The results showed that implementing the guided inquiry model in inter-angular relationship learning to consist of three meetings with several learning activities described an excellent learning process.


2020 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
Author(s):  
Dimas Aditya Yudha Pradana ◽  
Budi Murtiyasa

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal cerita sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari kemampuan penalaran matematis. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas VIII C SMP Muhammadiyah 10 Surakarta tahun 2019/2020. Teknik pengumpulan data berupa hasil tes, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik pengambilan subjek berdasarkan tingkat kemampuan penalaran matematis siswa sehingga diperoleh 3 subjek kelas VIII C dengan kategori penalaran matematis rendah, sedang dan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Siswa penalaran matematis rendah belum menentukan syarat cukup dan syarat perlu dalam memahami masalah, belum dapat menentukan strategi menyelesaikan masalah, belum dapat melaksanakan rencana dan belum dapat memeriksa perhitungan jawaban. Siswa penalaran matematis sedang mampu menentukan syarat cukup dan syarat perlu dalam memahami masalah, dapat menentukan strategi menyelesaikan masalah, belum dapat melaksanakan rencana dan belum dapat memeriksa perhitungan jawaban. Siswa penalaran matematis tinggi mampu menentukan syarat cukup dan syarat perlu dalam memahami masalah, mampu menentukan strategi menyelesaikan masalah, dapat melaksanakan rencana dan dapat memeriksa perhitungan jawaban. (2) Penyebab kesalahan siswa yaitu siswa tidak menuliskan semua informasi, tidak melakukan permisalan dan penulisan yang tidak sistematis. The students' ability to solve world problems of linear equation system in term of reasoning skillsAbstractThis study aimed to describe the students’ ability to solve word problems of the two-variable linear equation system in terms of mathematical reasoning skills. This study was qualitative research with descriptive methods. The subjects consisted of three students selected using purposive sampling technique from twenty grade-eight students of SMP Muhammadiyah 10 (Junior High School) Surakarta, Indonesia. The subjects' selection was based on the level of mathematical reasoning skills, namely low, medium, and high. We were collecting data using a test, interviews, and documentation. The stages of data analysis include data reduction, data presentation, and concluding. The results showed that (1) student with low mathematical reasoning was not able to understand problems, determine problem-solving strategies, implement plans, and locking-back the solution; (2) student with moderate mathematical reasoning was able to understand problems and determine problem-solving strategies, but has not been able to carry out plans and locking-back the solution; (3) student with high mathematical reasoning was able to understand problems, determine problem-solving strategies, carry out plans, and locking-back the solution; (4) the causes of student errors, namely students did not write down all important information in the problems, doing mathematical modeling, write unsystematic solutions, and did not conclude solutions correctly.


2020 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
Author(s):  
Asih Miatun ◽  
Hikmatul Khusna

Penelitian ini bertujuan untuk menguji  (1) pengaruh pembelajaran menggunakan Google Meet dengan Geogebra online berbasis scaffolding terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa; (2) pengaruh tingkat Self-Regulated Learning (SRL) pada kemampuan berpikir kritis mahasiswa; dan (3) pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dan tingkat SRL terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi-experiment. Sampel penelitian adalah mahasiswa pendidikan matematika yang dipilih menggunakan teknik cluster random sampling. Kelompok eksperimen (n = 23) diberi pembelajaran menggunakan Google Meet dengan Geogebra online berbasis scaffolding, sedangkan kelompok kontrol (n = 23) diberi pembelajaran menggunakan Google Meet tanpa bantuan Geogebra online. Pengumpulan data menggunakan tes kemampuan berpikir kritis dan angket SRL. Teknik analisis data menggunakan ANOVA dua jalan pada taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan berpikir kritis kelompok yang diberi pembelajaran menggunakan Google Meet dengan Geogebra online berbasis scaffolding lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol; (2) terdapat perbedaan signifikan kemampuan berpikir kritis mahasiswa ditinjau dari tingkat SRL, dimana mahasiswa dengan SRL tinggi memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih baik daripada mahasiswa dengan SRL sedang dan rendah, serta mahasiswa dengan SRL sedang memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih baik daripda mahasiswa dengan SRL rendah; dan (3) tidak terdapat pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dan tingkat SRL terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa. The effect of geogebra online based on scaffolding and the level of self-regulated learning on critical thinking skillsAbstractThis study aimed to examine (1) the effect of learning using Google Meet with Geogebra online based on scaffolding on students’ critical thinking skills; (2) the effect of the level of Self-Regulated Learning (SRL) on students’ critical thinking skills; and (3) the effect of the interaction between the type of learning and the SRL level on students’ critical thinking skills. The research design used was a quasi-experiment. The research sample was mathematics education students who were selected using the cluster random sampling technique. The experimental group (n = 23) was given learning using Google Meet with Geogebra online based on scaffolding, while the control group (n = 23) was given learning using Google Meet without the assistance of Geogebra online. Data collection used a critical thinking skills test and an SRL questionnaire. The data analysis technique used two-way ANOVA at a significance level of 5%. The results showed that (1) the critical thinking ability of the group given learning using Google Meet with Geogebra online based on scaffolding was better than the control group; (2) there was a significant difference in students’ critical thinking skills in terms of SRL level, where students with high SRL had better critical thinking skills than students with moderate and low SRL, and students with moderate SRL had better critical thinking skills than students with low SRL; and (3) there was no effect of the interaction between the type of learning and the SRL level on students’ critical thinking skills.


2020 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
Author(s):  
Suratih Suratih ◽  
Heni Pujiastuti

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita program linear. Subjek dari penelitian ini yaitu siswa kelas XI SMAN 5 Kota Serang (n = 30). Pengumpulan data menggunakan tes tertulis dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dalam analisis ini, kesalahan siswa dikategorikan berdasarkan Newman’s Error Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita program linear. Kesalahan yang paling banyak terjadi adalah kesalahan penulisan jawaban akhir, sedangkan kesalahan yang paling sedikit terjadi adalah kesalahan transformasi. Kesalahan membaca terjadi karena siswa tidak mampu memaknai kalimat dengan tepat dan tidak mampu menemukan kata kunci atau informasi dalam soal. Kesalahan memahami soal terjadi karena siswa keliru dalam menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Kesalahan transformasi terjadi karena siswa tidak mampu mentransformasikan masalah ke dalam model matematika dan tidak teliti dalam melakukan operasi matematika. Kesalahan keterampilan proses terjadi karena siswa mengalami kesalahan prosedur seperti salah dalam menulis fungsi tujuan yang akan dicapai dan tidak dapat memproses lebih lanjut solusi dari penyelesaian soal. Kesalahan penulisan jawaban terjadi karena banyak siswa yang tidak menuliskan kesimpulan, menuliskan kesimpulan tetapi tidak tepat, serta menuliskan kesimpulan yang salah. Analysis of students' errors in solving word problems of the linear program based on Newman's error analysisAbstractThis study aimed to describe students’ errors in solving word problems of the linear program. This study’s subjects were students of grade-eleventh (n = 30) SMAN 5 (Senior High School) in Serang City, Indonesia. Data collection using written the test and documentation. Data analysis using qualitative descriptive analysis. In this analysis, students' errors were categorized based on Newman's Error Analysis. The results showed that many students made errors in solving word problems of the linear program. The most common error was writing the final answer, while the error that occurs the least was the transformation error. Reading errors occur because students could not interpret sentences correctly and could not found keywords or information in the problems. Errors in understanding the problems occur because students made errors in writing what they know and were asked in the problems. Transformation errors occur because students could not transform problems into mathematical models and were not careful in performing mathematical operations. Process skill errors occur because students experienced procedural errors such as incorrectly writing the objective function to be achieved and could not do the next process to find a solution to the problems. Errors in writing answers occur because many students did not write conclusions, write inaccurate conclusions, and write wrong conclusions.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document