EMPATI Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

83
(FIVE YEARS 39)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Lp2m Universitas Islam Negeri (Uin) Syarif Hidayatullah Jakarta

2621-6418, 2301-4261

2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 140-145
Author(s):  
Syamsudin Syamsudin

Abstract. The life of an abandoned child certainly needs protection so that he can be independent. The article aims to analyze the living conditions of neglected children who have been coached by social workers and supervisors at the Yuda Mandiri Somba Opu Child Welfare Institution. The type of research is descriptive qualitative, obtaining data from informants through in-depth interviews and observations, to analyze data by way of data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results obtained regarding the life of street children are the pre-Karangtina situation through assessment, the availability of dormitories, in school, mental guidance and moral guidance, group and individual recitation in the afternoon. Abstrak. Kehidupan anak terlantar tentu membutuhkan perlindungan agar ia bisa mandiri. Artikel bertujuan untuk menganalisi kondisi kehidupan anak terlantar yang selama ini di bina para pekerja sosial dan pembina Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Yuda Mandiri Somba Opu. Adapun jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, perolehan data dari informan melalui wawancara mendalam maupun observasi, untuk menganalisis data dengan cara reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil yang diperoleh tentang kehidupan anak jalanan yaitu situasi pra karantina melalui assessment, tersedianya asrama tempat tinggal, di sekolahkan, pendampingan bimbingan mental dan pembinaan akhlak, pengajian di sore hari secara berkelompok maupun individu.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 116-122
Author(s):  
Pairan Pairan ◽  
Savira Auliya Abdullah

Abstract. Special needs children as a part of the group with social welfare problems need to get more attention to the fulfillment of their rights and needs in accomplishing their social functions. A problem that faced by persons with disabilities, especially for special needs children, is unfriendly environmental conditions. Yayasan Peduli Kasih ABK, a non-profit organization which has concern on disability issues commited to create a friendly environment for special needs in Mulyorejo Surabaya. they create the environment by providing services and organizing activities that can help families with special needs, community, and health workers to optimize early detection and basic treatment for special needs children. By the qualitative method, this study discusses the process of creating a special needs friendly environment through community development. The result of this study showed that the activities starting from group discussion, gathering the participation of special needs and families, socialization, assesment, counselling, training for health workers, talent assistance for children and parents. The activities as a whole can be interpreted as a community development because community awareness and concern raise through the participation of all components in society, that are local government, community health workers, the community itself, and families with special needs altogether make a change by utilizing resources from the community so that independence arise. Abstrak. Anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai salah satu bagian dari kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial perlu memperoleh perhatian lebih terkait pemenuhan hak-hak serta kebutuhan dalam proses melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, khususnya bagi anak berkebutuhan khusus salah satunya adalah kondisi lingkungan yang belum ramah. Yayasan Peduli Kasih ABK, sebuah lembaga non-profit yang memiliki perhatian terhadap isu disabilitas berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang ramah anak berkebutuhan khusus di wilayah Kecamatan Mulyorejo Surabaya melalui penyediaan layanan dan penyelenggaraan kegiatan yang dapat membantu keluarga dengan ABK, masyarakat, dan fasilitas kesehatan untuk optimalisasi deteksi dini serta penanganan dasar bagi ABK. Dengan metode kualitatif, penelitian ini membahas proses mewujudkan lingkungan ramah ABK melalui upaya pengembangan komunitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktvitas yang diinisiasi mulai dari diskusi kelompok, menghimpun partisipasi ABK dan keluarga, sosialisasi, assesment dan konsultasi psikologis, pelatihan bagi kader dan tenaga kesehatan, hingga pendampingan minat dan bakat bagi ABK dan orang tua secara utuh dapat dimaknai sebagai upaya pengembangan komunitas, karena kesadaran dan kepedulian komunitas tumbuh melalui adanya partisipasi seluruh komponen masyarakat yaitu pemerintah lokal, tenaga kesehatan setempat, komunitas warga, dan keluarga dengan anak berkebutuhan khusus untuk mewujudkan suatu perubahan dengan mendayagunakan sumber yang berasal dari komunitas sehingga timbul kemandirian.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 146-163
Author(s):  
Dini Fajar Yanti ◽  
Isbandi Rukminto Adi

Abstrack. Some studies explained that the Program Keluarga Harapan (PKH) gave a positive contribution for improving the health, nutritional status and education level of Beneficiary Families (Keluarga Penerima Manfaat). However, this program still had limitation for family-economical improvement, which is shown as graduated KPM for 2019 were only 12% of graduated KPM on 2017 and 2018. Therefore, targeting of graduated-capable KPM became PKH policy objective, not only just ensuring the sosial assistence was on target, but also ensuring poverty alleviation by creating socially and economically independent KPM. To achieve this target, the Ministry of Social Affairs developed a accelerated-graduation strategy by adopting The Consultative Group to Assist the Poor/CGAP model. This research tried to analyze the process of the KPM PKH graduation strategy within the Results-Based Management (RBM) framework in Cianjur. RBM as approach of result-based strategic planning, focused on analyzing assumptions and risk to achieve each result at the output, outcome and impact level (UNDP, 2009). The main data collection used in-dept interviews with 21 informants that represented as the Central Government, Local Government, PKH Human Resources and KPM PKH in Cianjur. From this research resulted 5 (five) processes in the strategy used in Cianjur. There were first, accelerating changes in the mindset and behavior of KPM through Family Development Session; second, ensuring program complementarity for KPM; third, monitoring the socio-economic development of KPM and mapping of KPM's potential graduation; fourth, KPM entrepreneurship assistance; and the fifth meeting of potential KPM (Rembug KPM). Abstrak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kondisi kesehatan, status gizi dan tingkat pendidikan Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Namun demikian, kemampuan program dalam meningkatkan perekonomian keluarga masih sangat terbatas, yang tercermin dari rendahnya proporsi KPM yang lulus (graduasi) hingga 2019 hanya sekitar 12 persen dari KPM tahun 2017 dan 2018 yang graduasi. Oleh karenanya, targeting graduasi KPM berdaya menjadi arah kebijakan PKH saat ini, bukan lagi tentang sekedar memastikan bantuan tepat sasaran, namun utamanya bagaimana mengentaskan kemiskinan dengan menghasilkan KPM mandiri secara sosial dan ekonomi. Untuk mencapai target tersebut maka Kementerian Sosial mengembangkan strategi percepatan graduasi yang mengadopsi model graduasi The Consultative Group to Assist the Poor/CGAP. Penelitian ini mencoba menganalisis process terhadap strategi graduasi KPM PKH dalam kerangka Result Based Management (RBM) di Kabupaten Cianjur. RBM sebagai pendekatan perencanaan strategis berbasis hasil (result), berfokus pada analisis asumsi (assumption) dan risiko (risk) untuk mencapai masing-masing result pada level outputs, outcomes dan impact (UNDP, 2009). Pengumpulan data utama menggunakan in-dept interview pada 21 informan yang merupakan representasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Sumber Daya Manusia PKH dan KPM PKH di Kabupaten Cianjur. Hasil riset menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) proses dalam strategi graduasi yang digunakan di Kabupaten Cianjur. Diantaranya pertama, percepatan perubahan pola pikir dan perilaku KPM melalui Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga; kedua, memastikan komplementaritas program bagi KPM; ketiga, monitoring perkembangan sosial ekonomi KPM dan pemetaan KPM potensial graduasi; keempat, pendampingan kewirausahaan KPM; dan kelima pertemuan KPM potensial (Rembug KPM).


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 123-129
Author(s):  
Siti Napsiyah ◽  
Ahmad Zaky

Abstract. Group work in social work practice is one of methods for social workers’ intervention to help the client to cope with their social problems. This research aims to discuss the importance of group work method in social work practices: How they use group work methods, what are the steps of group development process; what are ethical and cultural issues occur during the process? Research method used is qualitative method. Data collection of the research is throughout interview as well as online survey. This research uses also document analysis throughout search engine such as google scholar and google form. The result of the study shows that group work becomes strategic method for social workers to help the client to solve their problems. This study also confirms social workers in social welfare institutions (LKS) in Indonesia are mostly use group work method. Interestingly, this research discuss the issue of cultural and religious ethics in the context of group process in Muslim group and community.   Abstrak. Pendekatan group work dalam praktik pekerjaan sosial merupakan salah satu pendekatan yang menjadi andalan praktik profesi pekerja sosial dalam memberikan pertolongan kepada klien (individu, kelompok, komunitas, dan organisasi) dalam menyelesaikan masalah. Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan tentang metode group work dalam praktik pekerjaan sosial, bagaimana pekerja sosial menggunakan metode group work dalam menyelesaikan permasalahan klien, bagaimana dinamika kelompok muncul dalam proses group work, dan mendiskusikan tentang bagaimana isu etik dan sensitivitas budaya muncul saat proses pelaksanaan group work. Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif deskriptif. Studi dokumentasi dilakukan dengan menelusuri sumber-sumber pada mesin pengindeks dan data base yang mendukung open access, seperti google cendekia (google scholar), academia.edu, dan lain-lain. Penelitian juga dilakukan dengan menggunakan survey kepada pekerja sosial melalui google form. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode group work dinilai sebagai pendekatan yang sangat penting bagi pekerja sosial dalam menyelesaikan permasalah sosial yang bersifat kelompok. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam proses pelasaksanaan metode group work terdapat dinamika kelompok dan sensitivitas sosial dan agama. Sehingga isu integrasi keilmuan, keislaman dan keindonesiaan menjadi menarik dalam diskusi paper ini.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 173-181
Author(s):  
Muhammad Nurman Novian ◽  
Sari Viciawati Machdum

Abstract. Participatory development has become one of the main keys in development in accordance with what the community wants and needs. Community in participatory development is also a major highlight in the context of success in development. In participatory development in the City of South Tangerang, it is organized by the Tangsel Youth Planner (TYP) Program, which is the result of a collaboration between the South Tangerang City Development Planning Agency and the local community, namely the Tangsel Creative Foundation, which contains South Tangerang youth or local millennials. In previous research, it was said that the barrier to community participation was due to the lack of participation forums such as the Tangsel Youth Planner Program. From the results of this study it was found that it is very important for local community participation in development such as the Tangsel Youth Planner program. It is also known that the Tangsel Youth Planner program has the characteristics of an interventionist social development and uses a social development approach by the government. Abstrak. Pembangunan partisipatif sudah menjadi salah satu kunci utama dalam pembangunan yang sesuai dengan apa yang di kehendaki dan dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat dalam pembangunan partisipatif juga menjadi sorotan utama dalam konteks keberhasilan dalam pembangunan. Dalam pembangunan partisipatif di Kota Tangerang Selatan di wadahi oleh Program Tangsel Youth Planner (TYP) yang merupakan hasil kerjasama Bappeda Kota Tangerang Selatan dengan Komunitas Lokal yaitu Tangsel Creative Foundation, berisi anak-anak muda Tangerang Selatan atau milenial lokal. Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa hambatan partisipasi masyarakat dikarenakan minimnya wadah partisipasi seperti Program Tangsel Youth Planner. Dari hasil penelitian ini didapati bahwa sangatlah penting wadah partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan seperti adanya program Tangsel Youth Planner. Serta diketahui bahwa program Tangsel Youth Planner mempunyai karakteristik pembangunan sosial yang bersifat intervensionis, serta menggunakan pendekatan pembangunan sosial oleh pemerintah.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 130-139
Author(s):  
Aqil Wilda Arief ◽  
Ety Rahayu

Abstrak. This study attempts to see the implementation of leadership development education programs as an effort to empower youth as an effort to empower youth. The leadership development education program that was highlighted was a leadership development program implemented by the non-profit organization named Rumah Kepemimpinan. This study will discuss how the implementation of leadership development education programs is one of the steps to empower youth, especially in capacity building related to aspects of knowledge, skills and attitudes. This study is taken with a qualitative approach that will involve a number of informants from internal organizations and beneficiaries. From the results obtained, the beneficiaries felt significant results, especially in the aspect of capacity building in the aspects of knowledge, skills and attitudes that were more optimal, targeted and measured. Abstrak. Studi ini mencoba untuk melihat pelaksanaan program pendidikan pengembangan kepemimpinan sebagai upaya pemberdayaan pemuda sebagai salah satu upaya dalam pemberdayaan pemuda. Program pendidikan pengembangan kepemimpinan yang disoroti adalah program pengembangan kepemimpinan yang dilaksanakan oleh organisasi non-profit Rumah Kepemimpinan. Studi ini akan membahas bagaimana pelaksanaan program pendidikan pengembangan kepemimpinan menjadi salah satu langkah pemberdayaan pemuda terutama pada peningkatan kapasitas yang berhubungan dengan aspek pengetahuan, keterampilan dan juga sikap. Studi ini diambil dengan pendekatan kualitatif yang akan melibatkan sejumlah informan dari internal organisasi dan peserta program. Dari hasil yang didapat, peserta program merasakan hasil yang signifikan terutama dalam aspek peningkatan kapasitas pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih optimal, terarah dan terukur.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 108-115
Author(s):  
M. Kholis Hamdy

Abstrak. To say “No” to development, by means of westernisation, in the current context may be irrelevant, especially when the definition is not proportionally set in place. Power dynamics and shifting between the North and the South or the West and The East become vivid where world polarisation is a no longer absolute measurement in socio, economic, and politics. There is no clear division on the binary. This article serves a purpose of a historical recollection of how the term development by means of westernisation by modernizing the entire world through ‘development agenda setting’ with long globalized westernisation efforts have a significant impact on the world’s inequality. By reviewing articles narratively on the reference of development theory history, the vision of distributing equal benefits in the current world setting may not fall into similar past development agenda and development mainstreaming. Thus development ought to evolve from western origins to a global faith initiative to shape the world into non-interference, equality, and mutual benefit of sustainable development for each individual. This article concludes that the history of development theory has demonstrated the hidden agenda of the westernisation of the world since the beginning of development project, namely from the transitional period of the late nineteenth century to the beginning twentieth century. The remark of Truman is truly considered as the formal embarkation of the new era of the bold program so-called development project. Abstrak. Menolak pembangunan, dalam pengertiannya westernisasi, pada konteks masa kini tidaklah relevan, khususnya ketika definisi pembangunan tidak didudukkan pada tempatnya secara proporsional. Dinamika kekuasaan dan peralihan antara Utara dan Selatan atau Barat dan Timur semakin jelas dimana polarisasi dunia tidak lagi menjadi ukuran yang absolut dalam ranah sosial, ekonomi dan politik. Tidak ada pembagian yang jelas antara dua bagian tersebut. Artikel ini bertujuan sebagai suatu penghimpunan ulang historis tentang bagaimana istilah pembangunan dalam pengertiannya westernisasi dengan memodernisasi seluruh dunia melalui ‘pengaturan agenda pembangunan’ dengan upaya-upaya westernisasi global yang panjang memberi dampak signifikan terhadap ketimpangan dunia. Dengan meninjau beberapa artikel secara naratif yang menjadi referensi sejarah teori pembangunan, visi untuk mendistribusikan manfaat-manfaat yang sama dalam pengaturan dunia saat ini kiranya tidak terjebak pada agenda pembangunan masa lalu yang serupa dan pengarusutamaan pembangunan. Dengan demikian pembangunan harus berubah perlahan dari asal muasal Barat-nya kepada inisiatif keyakinan global untuk menajamkan dunia menuju pembangunan yang berkelanjutan yang non-intervensi, setara, dan saling bermanfaat bagi setiap individu. Artikel ini menyimpulkan bahwa sejarah teori pembangunan telah memperlihatkan agenda terselubung dari westernisasi dunia sejak awal proyek pembangunan, yaitu dari periode transisi pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Kesimpulan Truman sangat dipertimbangkan sebagai embarkasi formal era baru program yang disebut proyek pembangunan.


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 164-172
Author(s):  
Ismet Firdaus

Abstract. The social guardian has a role in rehabilitating the behavior of prisoners or Correctional Assistance Citizens (WBP), in this paper the work of community trustees is viewed from the perspective of Corrective Social Work. The results show that the stages, roles and competencies of correctional caregivers carry out the rehabilitation stages of the therapeutic community model, which is not entirely in accordance with the perspective of corrective work, especially in the aspects of values and skills. Meanwhile, in the aspect of role, the Community Guardian acts as a counselor, broker educator, facilitator and therapist. This roles has not been maximized because the ratio factor beetwen staff and clienis is not ideal. Beside that, in educational competence is inadequate because in the correctional institution there is no have corrective social worker and psychologists are also limited. This implies that social rehabilitation in LAPAS is not maximal.  In this research, the Ministry of Law and Human Rights should immediately add correctional guardians with a background in psychologists and corrective social workers who have competencies in accordance with the needs of the Cipinang IIA Narcotics Prison. Abstrak. Wali Wali kemasyarakatan mempunyai peran merehabilitasi perilaku narapidana atau “Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)”, pada tulisan ini pekerjaan Wali kemasyarakatan ditinjau dari  perspektif Pekerjaan Sosial Koreksional. Hasilnya menunjukkan bahwa tahapan, peran dan kompetensi wali  pemasyarakatan menjalan tahapan rehabilitasi model teraputic community, yang tidak sepenuhnya sesuai dengan perspektik pekerjaan koreksinal, terutama pada aspek nilai dan keterampilan. Sedangkan pada aspek peran, Wali Kemasyarakatan berperan sebagai konselor, educator broker, fasilitator dan terapis. Peran-peran  tersebut belum maksimal, karena faktor rasio antara Jumlah Wali Pemasyarakatan dengan jumlah Warga Binaan Sosial tidak ideal. Di samping itu, kompetensi pendidikannya belum memadai karena di lembaga pemasyarakatan tersebut tidak ada seorang pun pekerja sosial koreksional dan Psikolog juga terbatas. Hal ini berimplikasi pada rehabilitasi sosial di LAPAS tersebut menjadi tidak maksimal. Penelitian ini pihak Kementerian Hukum dan HAM harus segera menambah wali pemasyarakatan dengan latar belakang psikolog dan pekerja sosial koreksional yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan LAPAS Narkotika IIA Cipinang.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 1-19
Author(s):  
SAIFUDIN ASRORI ◽  
AHMAD SYAUQI

Abstract. The involvement of former terrorist prisoners in social and economic empowerment efforts, especially members or ex-convicts who disengage the terrorist groups is an interesting and unique phenomenon. This article aims to explore the empowerment of ex-terrorist convicted on de-radicalization and social reintegration disengaging terrorist back into society. Through interviews of several activists ex-Jihadist and observation of empowerment programs, this article conclude that the former terrorist prisoner’s engagement in the empowerment initiatives as an alternate of government deradicalization programs of former terrorist prisoner. This group became the ‘new community’ for ex-extremists to express various views and believe without concealment. The presence of this group is a potential asset in promoting narratives against radicalism and terrorism in Indonesia. Abstraks. Pelibatan mantan narapidana teroris dalam upaya pemberdayaan sosial dan ekonomi, khususnya anggota atau mantan narapidana yang memisahkan diri dari kelompok teroris merupakan fenomena yang menarik dan unik. Artikel ini bertujuan mengeksplorasi pemberdayaan eks narapidana teroris melalui deradikalisasi dan reintegrasi sosial untuk kembali ke masyarakat. Melalui wawancara beberapa mantan aktivis jihadis dan observasi program pemberdayaan, artikel ini berkesimpulan bahwa pelibatan mantan narapidana teroris di dalam upaya pemberdayaan sebagai program deradikalisasi alternatif dari pemerintah terhadap para eks napi teroris. Mereka bisa menjadi sebuah komunitas baru untuk para eks-ekstremis dalam mengungkapkan pandang dan keyakinan mereka secara terang-terangan. Kehadiran kelompok (mereka) ini menjadi aset penting dalam upaya mendorong narasi terhadap radikalisme dan terorisme di Indonesia.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 20-34
Author(s):  
SUGIYANTO SUGIYANTO ◽  
ANALIUS GIAWA ◽  
MUSOLI MUSOLI

Abstrak. The coordinating body of social welfare activities (BK3S), a non-governmental organization that has the task and responsibility of coordinating the implementation of social welfare efforts organized by social welfare institutions (LKS) for the community, especially gives services to people with social welfare problems. BK3S DIY social actions as government partners cq the social office has the authority to regulate, provide recommendations for licensing, advocate for organizations and strengthen the existence of LKS. The practice of organizing, coordinating, advocating and strengthening organizational governance is analyzed through Max Weber's authority theory. The results of the analysis of social actions in the practice of regulating, coordinating, advocating and engaging in strengthening institutions with Max Weber's theory of authority obtained organizational identity so that it looks strangely different from BK3S or other social organizations. Abstrak. Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) adalah lembaga non pemerintah. Tugas dan tanggungjawabnya adalah melakukan koordinasi penyelenggaraan berbagai usaha kesejahteraan sosial oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) untuk masyarakat terutama memberi pelayanan kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial. Tindakan sosial BK3S DIY sebagai mitra pemerintah cq dinas sosial mempunyai kewenangan mengatur, memberi rekomendasi perizinan, mengadvokasi organisasi dan memperkuat keberadaan LKS. Praktik mengatur, mengoordinasikan, mengadvokasi dan memperkuat tata kelola organisasi ini dianalisis melalui teori kewenangan Max Weber. Hasil analisis tindakan sosial dalam praktik pengaturan, koordinasi, advokasi dan keterlibatan memperkuat kelembagaan dengan teori kewenangan Max Weber diperoleh identitas organisasi sehingga tampak kekhasan dan pembeda dengan BK3S atau organisasi sosial lainnya.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document