scholarly journals Studi Literatur: Tinjauan Pemeriksaan  Laboratorium pada Pasien COVID-19

2021 ◽  
Vol 5 (4) ◽  
pp. 242
Author(s):  
Rosdiana Mus ◽  
Thaslifa Thaslifa ◽  
Mutmainnah Abbas ◽  
Yanti Sunaidi

Latar Belakang: Penyakit Corona virus 19 (COVID-19) yang disebabkan oleh SARS-COV-2 terjadi melalui droplet dengan menyerang saluran pernafasan melalui reseptor ACE2, menyebabkan pneumonia berat yaitu Acute Respiratory Distress Syndrome. Pemeriksaan laboratorium penting dalam menunjang diagnosis dan menilai prognosis penyakit COVID-19.Tujuan: Tinjauan ini menjelaskan peran diagnosis dan prognosis pengembangan COVID-19 pada tes laboratorium berdasarkan kemajuan penelitian terbaru SARS-CoV-2 yang telah dilaporkan.Metode: Penelitian bersifat studi literatur dengan menggunakan data sekunder. Sumber data penelitian berasal dari e-journal yaitu Google Scholar, Open Access, dan PubMed Central yang dilakukan skrining berdasarkan kata kunciHasil: Pemeriksaan imunoserologi menunjukan IgM dan IgG muncul secara berurutan pada hari ke 12 dan 14 setelah terinfeksi. Pemeriksaan hematologi melaporkan peningkatan jumlah neutrofil dan penurunan jumlah limfosit. NLR tinggi pada pasien yang parah. Pemeriksaan kimia klinik menunjukan penurunan albumin, peningkatan CRP, LDH, kreatinin, AST dan ALT.Kesimpulan: Pemeriksaan imunoserologi dilakukan dengan pemeriksaan sel T, sel B serta menilai kadar immunoglobin (IgM dan IgG). Parameter hematologi digunakan untuk memprediksi keparahan COVID-19, termasuk limfosit, leukosit dan neutrofil. Peningkatan neutrofil-leukosit rasio (NLR)  dapat digunakan sebagai marker untuk menilai faktor risiko COVID-19. Pada pemeriksaan kimia klinik ditemukan peningkatan kadar pada parameter fungsi hati, fungsi jantung, analisa gas darah dan penanda inflamasi.

2021 ◽  
Author(s):  
Sabahat Ali ◽  
Sundas Khalid ◽  
Maham Afridi ◽  
Samar Akhtar ◽  
Yousef S. Khader ◽  
...  

BACKGROUND Novel corona virus (nCoV) or Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) is known to cause severe bilateral pneumonia and acute respiratory distress syndrome (ARDS) or Corona virus disease-2019 (COVID-19) in patients that can be debilitating and even fatal. With no drugs or vaccines available yet, a wide range of treatment regimens used are being repurposed. The need of the hour is to analyze various regimens available and devise a treatment plan most effective against SARS-CoV-2. OBJECTIVE Patient concerns: A 68-year-old hypertensive, diabetic male, exhibiting symptoms of cough and shortness of breath presented at the emergency department of our hospital. Diagnosis: Chest CT revealed bilateral ground glass opacities indicative of COVID-19 and the CT score of 24 indicated severe pulmonary pneumonia. He tested positive for COVID-19. METHODS Interventions: The treatment regimen included use of convalescent plasma, oxygen therapy, steroids, high dose antibiotics, broad spectrum antiviral Remdesivir, and anti-interleukin-6 monoclonal antibody/Tocilizumab at various stages of the disease. RESULTS Outcomes: Oxygen support was required at the time of admission. The patient initially developed cytokine release storm and mechanical ventilation was used to manage his condition. Supportive care and multiple treatment regimens were used to successfully recover the patient’s health. CONCLUSIONS Lessons: With a rapid increase in number of confirmed cases worldwide, COVID-19 has become a major challenge to our healthcare system. With no available vaccines currently, finding a combination of therapeutic drugs which are effective in reducing progression of disease is of utmost importance. CLINICALTRIAL Abbreviations:COVID-19=Corona virus disease 2019, nCoV=Novel corona virus (nCoV), SARS-CoV-2=Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2, ARDS=acute respiratory distress syndrome, RT PCR= real-time polymerase chain reaction, SPO2= oxygen saturation, ICU=Intensive Care Unit, GGO=ground glass opacities, TDS=thrice daily, OD=once daily, BD= twice daily, CRS= cytokine release syndrome, CPAP=continuous positive airway pressure,FiO2= fraction of inspired oxygen, PEEP=positive end-expiratory pressure, PSV= pressure support ventilation.


Author(s):  
Nagashree Undinti ◽  
Charumathi R. ◽  
Rama Narasimhan ◽  
Neetu Mariam Alex

Corona virus 2019 is an emerging disease with a rapid increase in cases and deaths. Limited data is available about its progress and consequences in pregnancy. We present clinical challenges and potential strategies for optimal materno fetal surveillance by a case report on how we successfully managed a COVID -19 infected elderly primigravida with twin gestation and severe acute respiratory distress syndrome.


2021 ◽  
Author(s):  
Sharima Chairunnisa Lubis

Pada 11 Februari 2020, World Health Jurnal Medika Malahayati, Volume 4, Nomor 3, Juli 2020 195 Organization (WHO) mengumumkan nama penyakit ini sebagai Virus CoronaDisease (Covid-19) yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, yang sebelumnya disebut 2019-nCoV, dan dinyatakan sebagai pandemik pada tanggal 12 Maret 2020. Infeksi dari SARS-CoV-2 dapat menyebabkan badai sitokin yang berakibat pada kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan Acute Respiratory Distress Syndrome. Banyak yang harus berperan dalam menyikapi pandemic saat ini, terutama peran keluarga. Keluarga menjadi sumber pendidikan pertama seseorang dalam menjalani kehidupannya. Tujuan dibuatnya tulisan ini, yaitu untuk mengidentifikasi bagaimana peram keluarga dalam menghadapi pandemi Covid-19 bagi seseorang. Tulisan ini menggunakan metode literature review yang diambil dari beberapa sumber seperti jurnal dan google scholar . dengan dibuatnya tulisan ini, diharapkan dapat mempengaruhi suatu individu atau kelompok untuk lebih sadar dengan kesehatan orang terdekat.


2020 ◽  
Vol 12 (3) ◽  
pp. 1-8
Author(s):  
Taufik Eko Nugroho ◽  
Mochamat Mochamat ◽  
Famila Famila

Latar Belakang: Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), pertama kali dilaporkan pada bulan Desember 2019 di Cina, merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang menyebar lebih cepat pada populasi manusia dan dalam waktu singkat berkembang menjadi pandemi di seluruh dunia. Sebagian besar kasus yang berujung pada kematian dilaporkan terkomplikasi dengan koagulopati dan disseminated intravascular cogulation (DIC).Kasus: Seorang laki-laki terkonfirmasi positif COVID-19 berusia 50 tahun dengan sesak, batuk dan demam dan komorbiditas hipertensi dirujuk ke intensive care unit (ICU), selama di ICU pasien mendapat terapi heparin dengan dosis terapi dengan melihat kadar aPTT. Setelah perawatan intensif selama 14 hari, pasien mengalami perbaikan yang signifikan.Pembahasan: Pasien dengan infeksi COVID-19 yang progresif dan parah dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS) seringkali ditemukan dengan kadar D-dimer dan fibrinogen yang sangat tinggi, yang berujung pada keadaan hiperkoagulasi. Penggunaan antikoagulan untuk pasien dengan COVID-19 yang parah telah. Banyak institusi telah menerapkan penggunaan antikoagulan dosis penuh secara empiris berdasarkan risiko venous thrombo embolism (VTE) dan insiden rendah perdarahan (3-5%).Kesimpulan: Penggunaan antikoagulan, khususnya unfractionatedheparin (UFH) dengan dosis lebih tinggi, direkomendasikan untuk pasien dengan COVID-19 yang parah, meskipun belum ada panduan yang mutlak. 


2020 ◽  
Vol 12 (3) ◽  
pp. 49-56
Author(s):  
Septian Adi Permana ◽  
Adhrie Sugiarto ◽  
Muhammad Husni Thamrin ◽  
Purwoko Purwoko ◽  
Arifin Arifin ◽  
...  

Latar belakang: Ko-infeksi jamur pada pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) acapkali terjadi. Hal itu dikarenakan kegagalan sistem imun karena infeksi COVID-19 maupun karena pengobatan anti inflamasi yang diberikan.Kasus: Seorang laki-laki 39 tahun dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS) berat akibat infeksi COVID-19 dan disertai dengan ko-infeksi jamur. Pasien ini mendapatkan pengobatan steroid dari awal masuk dan pada hari ke-6 hasil kultur sputumnya menunjukkan adanya ko-infeksi jamur. Pasien ini memiliki komorbid berupa riwayat diabetes mellitus. Dari pemeriksaan fisik ditemukan dispnea, takipnea, takikardia sejak hari pertama. Dari hasil laboratorium menunjukkan angka leukosit, high sensitivity c-reactive protein (HsCRP), serum glutamic oxaloacetic (SGOT), gula darah, d-dimmer, lactat dehydrogenase (LDH) dan limfosit netrophyl ratio (LNR) yang tinggi. Pada pasien ini didapatkan rasio PaO2 / FiO2 rendah dan procalcitonin (PCT) yang normal. Dari kultur sputum ditemukan adanya infeksi jamur dan dari hasil rontgen toraks (CXR) menunjukkan pneumonia bilateral. Pasien ini dirawat dengan terapi standar dan mendapatkan dexametason 5 mg / 8 jam, setelah kultur sputum menunjukkan infeksi jamur, pasien juga mendapat mycafungin untuk pengobatan jamurnya.Diskusi: Kecurigaan terhadap ko-infeksi jamur pada pasien COVID-19 yang mendapatkan terapi steroid dalam jangka waktu lama maupun adanya penyerta diabetes harus dipikirkan. Penggunaan terapi anti jamur empiris pun acapkali diperlukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.Kesimpulan: Infeksi COVID-19 memiliki risiko terjadinya ko-infeksi, salah satunya adalah infeksi jamur. Insiden koinfeksi jamur diperberat dengan pemberian pengobatan steroid dan riwayat diabetes mellitus. 


Author(s):  
Mesut Selamoğlu ◽  
Ali Raza Memon

The Corona Virus is the pandemic all over the world. This viral infection attacked all over the world like as disaster of viral infection which causes morbidity and mortality in different regions of world like Asia, Europe, and Africa etc. The different countries control the spread and complications of covid-19 like Acute Respiratory Distress Syndrome in well manner. In second wave there was again out break of covid-19 some regions of world. Here we discuss the causes of reoccurrence and their preventive measurements from our break effects of Covid-19.


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 1-2
Author(s):  
Hanevi Djasri

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan pedoman tatalaksana infeksi saluran pernapasan akut berat (severe acute respiratory infection/SARI) yang diduga karena COVID-19. Pedoman tersebut ditujukan untuk para dokter yang merawat pasien di rumah sakit untuk memberikan kemudahan akses terhadap panduan terkini dalam rangka memastikan tatalaksana terbaik bagi pasien. Pedoman tersebut memuat: 1) proses triage untuk mengenali dan menyortir pasien dengan SARI; 2) tindakan segera untuk pencegahan dan pengendalian infeksi dengan tepat; 3) pemberian terapi dan pemantauan; 4) pengumpulan spesimen untuk diagnosis laboratorium; 5) tatakelola gagal napas hipoksemia dan sindrom gangguan pernapasan akut acute respiratory distress syndrome/ARDS); 6) manajemen syok septik; 7) pencegahan komplikasi; 8) perawatan khusus anti COVID-19; dan pertimbangan khusus untuk pasien hamil. Sebagai pengelola rumah sakit, ketersediaan pedoman internasional ini perlu dicermati, diadopsi menjadi pedoman klinis (clinical guidelines), diterapkan dan dievaluasi sebagai bagian dari manajemen mutu pelayanan klinis. Dalam standar akreditasi rumah sakit di Indonesia, penyusunan dan penerapan pedoman klinis memang disyaratkan dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (PPK), terlebih untuk tatalaksana pasien dengan risiko tinggi. Standar akreditasi juga meminta agar PPK juga menjadi dasar untuk melakukan evaluasi mutu dan keselamatan asuhan pasien yang diberikan oleh setiap klinisi.


Author(s):  
Nevin Mohieldin Shalaby ◽  
Hatem Samir Shehata

AbstractDuring the current COVID-19 pandemic, many queries are raised regarding its nature, outcome, and sequelae. This letter raises the concern of potential impact on increasing the incidence of multiple sclerosis whose pathology involves a possible viral etiology. Besides, the potential neurotropism of the acute respiratory distress syndrome corona virus-2 (SARS-CoV-2), which is still not established, may raise concerns about the use of certain disease modifying therapies namely natalizumab.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document