Kontemplasi Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

105
(FIVE YEARS 12)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Iain Tulungagung

2580-6866, 2338-6169

2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 264-284
Author(s):  
Ahmad Fahrudin ◽  
Arbaul Fauziah

Abstract Education is one of the main things that can make a significant contribution to the development and progress of a nation. This fact is evidenced by the existence of a generation of people who are quality-produced from educational institutions in Indonesia, if the young generation of this nation does not attend education, perhaps the development and progress of the times will not be able to be like today. Education, especially in Muslims, one of the foundations and guidelines for which is the Koran, through some of the verses it contains, there are some instructions and knowledge that are very extraordinary if we dig into the meaning for the meaning. So it is important for Muslims to make Al-Qur'an as a guide in processing their studies. Education and knowledge are two main things that are interrelated, they are like two sides of a coin that cannot be separated, even always in pairs. In the context of this article, the concept of knowledge and education from the perspective of the Koran will be discussed, namely taking one of the verses in Surah al-Mujadilah, verse 11. The verse explains the various things it contains, then explains Asbabun Nuzul, describes the verse, Menafsiri is then analyzed, hopefully, what is discussed here becomes a study that can increase wealth, both theoretical wealth and scientific wealth practically. Keywords: Science, Education, Al-Mujadilah.   Abstrak                                                                                                      Pendidikan merupakan salah satu perkara pokok yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Fakta ini dibuktikan dengan adanya generasi bangsa yang secara kualitas dihasilkan dari bangku lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, jika generasi muda bangsa ini tidak mengenyam bangku pendidikan, mungkin perkembangan dan kemajuan zaman tidak mampu seperti sekarang ini. Pendidikan khususnya dalam umat Muslim, salah satu landasan dan yang menjadi pedomannya adalah al-Qur’an, melalui beberapa ayat yang dikandungnya, terdapat beberapa petunjuk dan ilmu yang sangat luar jika diselami makna demi maknanya. Maka menjadi penting bagi umat Muslim menjadikan al-Qur’an sebagai pegangan dalam berproses di dalam menuntut ilmu. Pendidikan dan ilmu merupakan dua hal pokok yang berkaitkelindan, keduanya ibarat dua sisi mata uang logam yang tak mampu dipisahkan, bahkan selalu berpasangan. Dalam konteks artikel ini, maka akan di bahas kosep ilmu dan pendidikan dari persfektif al-Qur’an, yaitu mengambil salah satu ayatnya dalam surat al-Mujadilah ayat 11. Ayat tersebut dijelaskan berbagai hal yang dikandungnya, kemudian dijelaskan asbabun nuzul, mendeskripsikan ayat, menafsiri kemudian dianalisis, semoga apa yang dibahas di sini menjadi sesuatu kajian yang mampu menambah kekayaan, baik kekayaan secara teoritis maupun kekayaan keilmuan secara praktis. Kata Kunci: Ilmu, Pendidikan, Al-Mujadilah.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 203-228
Author(s):  
Muhammad Ainun Najib

Abstract Husein Muhammad is often classified as a liberal feminist because of his involvement in the thoughts and movements of feminism in Indonesia. Some researchers emphatically liberal feminism in the thinking of Kiai Husein. However, if it is read carefully, there are slips of feminist thought and movement of Kiai Husein with a Sufistic nuance even though it starts from the interpretation of gender or fiqh of the female which is indeed the core of his science. Kiai Husein's Sufistic thought traces are clearly seen in three ways. First, women are sacred and respectable creatures. This is excerpted from the speech of the Muhammad in the event of hajj WADA'. Second, loving equality is a loving God (mahabbah). For Kiai Husein, the sign of someone loving his Lord is a sincere recognition of the equality of men and women. The use of the concept of mahabbah in feminism confirms, in the thought of Kiai Husein, Sufism in feminism. Third, women are not a matter of the body, but spirit. In the midst of the ideology of capitalism which makes the female body a vessel of sensuality, Kiai Husein defended women through human essence, including men, which lies in the spirit. Keywords: Woman, Sufism, KH. Husein Muhammad, thoughts, feminism.   Abstrak Husein Muhammad acapkali diklasifikasikan sebagai feminis liberal lantaran keterlibatannya dalam pemikiran dan gerakan feminisme di Indonesia. Beberapa peneliti dengan tegas feminisme liberal dalam pemikiran Kiai Husein. Namun, bila dibaca dengan saksama, terselip pemikiran dan gerakan feminisme Kiai Husein yang bernuansa sufistik sekalipun hal itu berawal dari tafsir gender atau fikih perempuan yang memang menjadi core keilmuannya. Jejak pemikiran sufistik Kiai Husein terlihat dengan gamblang dalam tiga hal. Pertama, Perempuan adalah makhluk suci dan terhormat. Ini disarikan dari pidato Nabi Muhammad dalam peristiwa haji wada’. Kedua, mencintai kesetaraan adalah mencintai Tuhan (mahabbah). Bagi Kiai Husein, tanda seorang mencintai Tuhannya adalah pengakuan yang tulus terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan. Penggunaan konsep mahabbah dalam feminisme menegaskan, dalam pemikiran Kiai Husein, tasawuf dalam feminisme. Ketiga, perempuan bukan soal tubuh, tapir ruh. Di tengah ideologi kapitalisme yang menjadikan tubuh perempuan sebagai bejana sensualitas, Kiai Husein melakukan pembelaan terhadap perempuan melalui esensi manusia, termasuk laki-laki, yang terletak pada ruh. Kata Kunci: Perempuan, tasawuf, KH. Husein Muhammad, pemikiran.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 39-74
Author(s):  
Alaika Abdi Muhammad

Abstract Religious tolerance has always been an interesting topic of study. The relations between religions in various parts of the world make the study has an important position. Many religious leaders try to explain the meaning of tolerance based on the verses of the Koran. The contemporary scholar who gives serious attention to tolerance is Wahbah al-Zuhayli. Methodologically, his interpretation tends to follow the approach of classical Ulema scholars. The problem of tolerance that he explained is based on the current social reality of religious communities. The idea of tolerance offered by al-Zuhayli begins with an explanation of the concept of wasatiyyah al-Islam. Furthermore, the interpretation of al-Zuhayli's tolerance has four main points: First, the union of Islam with the Abrahamic Religion. The existence of several roots of the same teachings in Abrahamic Religion is a way to form a moderate and tolerant attitude. Second, the principle of freedom in choosing a religion. Third, the prohibition of spreading hatred and terror. Fourth, the recommendations prioritizing justice. Al-Zuhayli's interpretation revealed a pattern of harmonious and tolerant relations between religious communities. This is, at the same time, a scientific criticism of the doctrines of violence that are echoed by radical groups. Keywords: Religious tolerance, Wahbah al-Zuhayli, Wasathiyyah al-Islam (Islamic moderations).   Abstrak Tema toleransi agama selalu menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Pasangsurut hubungan antar umat beragama di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia, membuat kajian ini memiliki posisi yang penting dalam studi agama. Banyak agamawan, khususnya para ulama tafsir yang bersaha menjelaskan makna toleransi secara normatif berdasarkan ayat-ayat Al-Qurán. Ulama kontemporer yang memberi perhatian serius tentang toleransi adalah Wahbah al-Zuhayli. Meski secara metolodolgis penafsiran al-Zuhayli cenderung mengikuti pendekatan nas ulama klasik. Namun, problem toleransi yang ia jelaskan berdasarkan realitas sosial umat beragama saat ini. Gagasan toleransi yang ditawarkan oleh al-Zuhayli diawali dengan penjelasannya tentang konsep wasatiyyah al-Islam (moderasi Islam). Selanjutnya, al-Zuhayli mengelompokan empat hal pokok tema toleransi yang dijelaskan al-Qur’an. Pertama, relasi antar Agama Samawi. Adanya beberapa akar ajaran yang sama dalam agama samawi merupakan jalan untuk membentuk sikap moderat dan toleran. Kedua, asas kebebasaan dalam memilih agama. Poin ini menegaskan prinsip Ri’ayah al-Din yang diusung syari’at Islam. Ketiga, larangan menebar kebencian. Dan ke-empat Larangan tindakan teror serta anjuran mengutamakan keadilan. Setiap manusia berhak mendapatkan perlindungan atas kemerdekaan jiwanya. Penafsiran al-Zuhayli mengungkap adanya pola hubungan harmonis dan toleran antar umat beragama. Hal ini sekaligus merupakan kritik ilmiah atas doktrin-doktrin kekerasan yang sering dikumandangkan kelompok radikal. Kata Kunci: Toleransi agama, Wahbah al-Zuhayli, Wasathiyyah al-Islam (moderasi Islam).


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 143-176
Author(s):  
Ridho Afifudin

Abstract This paper discusses the movement of farmer groups in Blitar in fighting for their rights to plantation land. The land is the company's land that has expired its contract (ex-HGU), so based on government regulations and existing laws, the position of the land may be claimed by residents. But the struggle of the farmers was not as smooth as expected. Various upheaval arose in the process. From this problem, the author sees this problem from the perspective of Hassan Hanafi’s concept of theology. Hanafi explained how human faith became the spirit of the movement to fight for justice. There are two principles stated; First, the principle of needs and benefits, is who most needs access to the land along with the large benefits that will be received. Second, the principle of agreement and understanding; This principle concerns the process of negotiation (deliberation) between the two parties, especially in terms of compensation (ta'widh) if there is a party harmed. Keywords: Teologi, Hassan Hanafi, Gerakan Petani.   Abstrak Artikel ini membahas pergerakan kelompok tani di Blitar dalam memperjuangkan hak mereka atas tanah perkebunan. Tanah tersebut adalah tanah perusahaan yang telah habis masa kontraknya (ex-HGU), jadi berdasarkan peraturan pemerintah dan undang-undang yang ada, posisi tanah tersebut dapat diklaim oleh penduduk. Namun perjuangan para petani itu tidak semulus yang diharapkan. Berbagai pergolakan muncul dalam prosesnya. Dari masalah ini, penulis melihat masalah ini dalam perspektif konsep teologi Hassan Hanafi. Seperti yang Hanafi jelaskan tentang bagaimana iman manusia menjadi semangat gerakan untuk memperjuangkan keadilan. Ada dua prinsip yang dinyatakan; Pertama, prinsip kebutuhan dan manfaat, adalah siapa yang paling membutuhkan akses ke tanah bersama dengan manfaat besar yang akan diterima. Kedua, prinsip kesepakatan dan pemahaman; Prinsip ini menyangkut proses negosiasi (musyawarah) antara kedua pihak, terutama dalam hal kompensasi (ta'widh) jika ada pihak yang dirugikan. Kata Kunci: Teologi, Hassan Hanafi, Gerakan Petani.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 127-142
Author(s):  
Mhd. Rasidin ◽  
Doli Witro ◽  
Rahma Fitria Purwaningsih
Keyword(s):  

Abstract Da’wah is an activity of inviting others to strengthen the faith of Muslims. The Prophet Muhammad has given examples of how Dakwah should be done. People who accept the materials of Dakwah depend on the way of ulama’s deliver the messages. Then, ulama’ will encounter problems whether people accept or reject what they said. The adherents of radicalism in Islam believe that the teaching of Islam should be presented in many ways, including coercion and violence. This understanding is based on how they interpret some verses in the Quran about dakwah. This paper will try to reconstruct some verses and how the dakwah should be conducted inclusively by describing the ethics of dawah. So, the image of dakwah is not only about the propagation of the Islamic Religion to convert non-muslim to Islam, but also strengthening and deepening the faith of Muslims and helping them lead their daily lives in conformity with Islamic principles. Keywords: Da’wah, Radicalism, Al-Qur’an. Abstrak                                                           Dakwah adalah aktivitas untuk mengundang orang lain dalam upaya menguatkan keimanan. Nabi Muhammad telah memberikan contoh bagaimana seharusnya dakwah dilakukan. Masyarakat menerima dakwah tergantung pada bagaimana ulama menyampaikan pesan-pesannya. Dimana kemudian, seringkali para ulama tersebut menghadapi berbagai persoalan apakah pesan tersebut diterima atau justru ditolak oleh masyarakat. Pada titik ini, para penganut radikalisme percaya bahwa ajaran Islam harus disampaikan secara tegas, bahkan jika harus dengan pemaksaan dan kekerasan. Pemahaman ini hadir berdasarkan pemahaman mereka terhadap ayat-ayat AlQuran. Artikel ini berupaya untuk merekonstruksi beberapa ayat AlQuran tentang bagaimana dakwah seharusnya dilakukan secara inklusif, dengan menjelaskan etika dakwah. Sehingga, gambaran tentang dakwah tidak hanya propaganda agama agar non muslim masuk islam, tetapi lebih pada penguatan dan pendalaman keimanan dan membantu masyarakat dalam memahami prinsip-prinsip keagamaan. Kata Kunci: Dakwah, Radikalisme, Al-Qur’an.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 104-126
Author(s):  
Nurhidayanti Nurhidayanti

Abstract The epistemology of the science of kalam of eschatology has become a part of the attention of some of the figures because it includes several branches of science. Such epistemology philosophy, The science of kalam or theology and tasawwuf. In this article, the discussion of eschatology reviewed in the science of kalam the vehicle between the two Islamic thinkers namely Hassan Hanafi and Fazlurrahman. Both offer methodology in assessing the theology which is not only limited to the concept of the formation of dogmas religious but looked at more broadly, see the social conditions as a way to re-educate, sensitize and promote the community. Among the discussion of the theology of the most important is about eschatology where the future of religion. Both figures, making the historical method in the study the concept of eschatology in Islam. The discussion of the eschatology of course discuss the world and the hereafter, but in this paper only focuses on the view between the two regarding the nature barzah, heaven, and hell. Keywords: Eskatologi, Hassan Hanafi, Fazlur rahman.   Abstrak Epistemologi ilmu kalam mengenai eskatologi telah menjadi bagian perhatian beberapa tokoh karena mencakup beberapa cabang ilmu pengetahuan. Diantaranya epistemologi filsafat, ilmu kalamatau teologi dan tasawwuf. Dalam artikel ini pembahasan mengenai eskatologi ditinjau dalam ilmu kalam yang mengkomparasikan antara dua pemikir Islam yaitu Hassan Hanafi dan Fazlurrahman. Keduanya menawarkan metodologi dalam mengkaji teologi yang tidak hanya terbatas pada konsep pembentukan dogma-dogma keagamaan akan tetapi memandang lebih luas, melihat kondisi sosial sebagai jalan untuk memahamkan, menyadarkan dan memajukan masyarakat. Diantara pembahasan teologi yang terpenting adalah mengenai eskatologi diamana masa depan sebuah ajaran agama. Kedua tokoh tersebut, menjadikan metode sejarah dalam mengkaji konsep eskatologi dalam Islam. Pembahasan eskatologi tentunya membahas mengenai dunia dan akhirat, namun dalam tulisan ini hanya fokus pandangan antara keduanya mengenai alam barzah, surga dan neraka. Kata Kunci: Eskatologi, Hassan Hanafi, Fazlurrahman.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 75-103
Author(s):  
Azam Azam

Abstract The existence of Majlis Ulama Indonesia is seen as very important amid the reality of the plurality of Indonesian Islamic society. The advancement and religiousness of Muslims in the realm of religious thought, social organization, tendencies of flow, and political aspirations not only being a strength but also often incarnates into weaknesses and sources of conflict among Muslims themselves. The Majlis Ulama Indonesia is to create good living conditions, society, nationality, and good national matters, towards a quality society and the realization of the glory of Islam and Muslims in the Unity Republic of Indonesia. The Majlis Ulama Indonesia is to create good living conditions, society, nationality, and good national matters, towards a quality society and the realization of the glory of Islam and Muslims in the Unity Republic of Indonesia. The phenomenon of elections is a contemporary problem faced by the Majlis Ulama Indonesia, in this case, there is not a normative text that is explicitly contained in the Qur'an or the Sunnah of the Prophet. Then it is necessary to take new steps to interconnect between historical-political texts in order to create dynamic dialogue, and then the decision of the Majlis Ulama Indonesia is obliged to participate in making elections, one of which is to choose a leader who is trustworthy and has skills in the field of leadership. Because considering the mafsadat and maslahat, thus participation in the election is an obligation to choose a leader who is considered beneficial, both for the common people, nation, and state. Keywords: Hadis, Majlis Ulama Indonesia, Fatwa, electoral Election.   Abstrak Eksistensi Majlis Ulama Indonesia dipandang sangat penting di tengah realitas pluralitas masyarakat Islam Indonesia. Kemajmukan dan keagamaan umat Islam dalam alam fikiran keagamaan, organisasi sosial, dan kecendrungan aliran dan aspirasi politik selain dapat merupakan kekuatan, tapi juga sering menjelma menjadi kelemahan dan sumber pertentangan dikalangan umat Islam sendiri. Majlis Ulama Indonesia adalah tercipta kondisi kehidupan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan yang baik, menuju masyarakat yang berkualitas dan terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin dalam negara Kesatuan Republik Indonesia. Fenomena pemilu merupakan problematika kontemporer yang dihadapi oleh Majlis Ulama Indonesia, dalam kasus ini tidak selalu ada teks normatif yang secara eksplisit terdapat dalam al-Qur’an maupun sunnah Nabi. Maka perlu menempuh langkah-langkah baru untuk menginterkoneksikan antara teks historis-politik agar tercipta dialogis yang dinamis, maka keputusan dari Majlis Ulama Indonesia wajib ikut serta untuk mengsuksekan pemilu, salah satunya adalah memilih pemimpin yang amanah dan punya skil dalam bidang kepemimpinan. Karena mempertimbangkan antara mafsadat dan maslahat, dengan demikian itu keikutsertaan dalam pilres adalah suatu kewajiban untuk memilih pemimpin yang dianggap bermaslahat, baik bagi umat, bangsa dan negara. Kata Kunci: Hadis, Majlis Ulama Indonesia, Fatwa, Pemilihan Umum.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 1-21
Author(s):  
Hadiana Trendi Azami

Abstract This article will discuss the idiosyncrasy of humans by using a qualitative method and descriptive analysis approach. According to Felix Siauw in understanding the potential of human life should be dissected in advance about human nature and the factors that influence it. After that can be aware of potential human life that is at once a privilege of the human. Among the privileges of man, namely physical needs, instincts, sense and mind, and nature for days. The purpose of this Article review about understanding the verses of the Qur'an and the message of da'wah put forward by Felix Siauw in channel Youtube Felix Siauw. How Felix Siauw in explaining the nature of privileges human. How faceted shape of the idiosyncrasy of man according to Felix Siauw, functionality, and usability to determine the potential of human life in the context of the present. The study will be reviewed from the perspective of maqasid of shari'ah especially related to the message verses of the Qur'an. Keywords: Idiosyncrasy, Human, Potential, Life.   Abstrak Artikel ini akan membahas keistimewaan manusia dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan analisis deskriptif. Menurut Felix Siauw dalam memahami potensi kehidupan manusia harus dibedah terlebih dahulu tentang hakikat manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Setelah itu, dapat diketahui potensi kehidupan manusia yang sekaligus menjadi keistimewaan manusia. Diantara keistimewaan manusia yaitu kebutuhan jasmani, naluri, akal dan pikiran, dan fitrah untuk bertauhid. Tujuan Artikel ini mengkaji tentang pemahaman ayat al-Qur’an dan pesan dakwah yang dikemukakan oleh Felix Siauw dalam chanel Youtube Felix Siauw. Bagaimana cara Felix Siauw dalam menjelaskan hakikat keistemewaan manusia. Bagaiamana ragam bentuk keistimewaan manuia menurut Felix Siauw, fungsi dan kegunaan untuk mengetahui potensi kehidupan manusia dalam konteks kekinian.Kajian tersebut akan dikaji dalam perspektif maqasid syari’ah terutama terkait pesan ayat al-Qur’an. Kata kunci : Keistimewaan, Manusia, Potensi, Hidup.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 22-38
Author(s):  
Muhammad Fadhlulloh Mubarok

Abstract Science is the obligation of muslims to open the horizons of the islamic world yag rooted in the revelation of the Qur'an and the Sunnah, supported by akaluntuk the development of Islamic education. The islamic life is very closely connected with education, in order to continue generasa young intellect and know religion. A figure of islam Al-Imam Al-Ghazali is an expert philosopher famous with his work we Ihya; Ulumuddin (reviving the knowledge of religion). In the book of Ihya ‘Ulumuddin explained about the concept of science that can be drawn as a reference of scientific a muslim. in the works of Al-Ghazali explained in detail about the meaning of the concept of science which is very important for the development of islamic religious education. Al-Ghazali divides knowledge into two categories, namely: fardhu ‘ain and fardhu kifayah. Therefore, the concept of education should be started from the fard ‘ain fardhu kifayah. Keywords: Of Science, Imam Al-Ghazali, Fard ‘Ain, Fard Kifayah.   Abstrak Ilmu merupakan kewajiban muslim untuk membuka cakrawala dunia islam yag bersumber pada wahyu Al-Qur’an dan Sunnah dengan didukung oleh akaluntuk perkembangan pendidikan Islam. Kehidupan islam sangat erat hubungannya dengan pendidikan, demi meneruskan generasa muda yang intelek dan tahu agama. Seorang tokoh islam Al-Imam Al-Ghazali merupakan ahli filosof masyhur dengan karyanya kita Ihya; Ulumuddin (menghidupkan kembali pengetahuan agama). Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin dijelaskan tentang konsep keilmuan yang dapat ditarik sebagai rujukan ilmiah seorang muslim. dalam karya Al-Ghazali dijelaskan secara detail tentang makna konsep keilmuan yang sangat penting demi perkembangan pendidikan agama islam. Al-Ghazali membagi ilmu menjadi dua kategori yaitu: fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Oleh karena itu, konsep pendidikan seharusnya dimulai dari yang fardhu ‘ain untuk fardhu kifayah. Kata Kunci: Ilmu, Imam Al-Ghazali, Fardhu ‘Ain, Fardhu Kifayah.


2020 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 177-202
Author(s):  
Rifqi As’adah

Abstract In the discussion of this paper, the author tries to trace the meaning of fâhisyah by describing the actual meaning of the word f fâhisyah contained in of the Qur'an, by classifying and by examining the word fâhisyah in accordance its context. The method used by the author is munâsabah (internal relation), with some quotations from the dictionary, exegesis works, and hadits corroborating the exploration. This method will answer the problem of to whom and what for the word fâhisyah is used. This study presents the meaning of fâhisyah in the Qur'an in a more comprehensive and representative way and will make the use of the word fâhisyah and it is content in the Qur’an clear. Keywords: Fâhisyah, Mûjam, Classification Makkah-Civil, Hadith.   Abstrak Dalam pembahasan tulisan ini penulis mencoba menelusuri makna fâhisyah dengan menggambarkan makna sebenarnya dari kata fâhisyah yang terkandung dalam Al-Qur'an, dengan mengklasifikasikan dan dengan memeriksa kata fâhisyah sesuai konteksnya. Metode yang digunakan oleh penulis adalah munâsabah (hubungan internal), dengan beberapa kutipan dari kamus, karya tafsir, dan hadis yang menguatkan eksplorasi. Metode ini akan menjawab masalah kepada siapa dan untuk apa fâhisyah digunakan. Studi ini menyajikan makna fâhisyah dalam Al-Qur’an dengan cara yang lebih komprehensif dan representatif dan akan membuat penggunaan kata fâhisyah dan isinya dalam Al-Qur’an menjadi jelas. Kata Kunci: Fahisyah, Mû’jam, Klasifikasi Makkah-Madani, Hadis.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document