Mimbar Keadilan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

130
(FIVE YEARS 74)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

2654-2919, 0853-8964

2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 241-251
Author(s):  
Diah Ayu Pratiwi ◽  
Ika Octavia Vidianingrum H

AbtsractThis research uses women in East Java and surrounding areas as evidence of the frequent formation of harassment problems against women. Written using a feminist criminology perspective, this research uses a qualitative approach with a participatory observation method that allows observers to feel what the research and research subjects feel and understand firsthand the phenomena that occur in them. Sexual violence against women is not the same as other criminal acts. Sexual violence has a wide and varied dimension of action. The incidence of sexual violence against women in public spaces reported and recorded at Komnas Perempuan is not factual. The fact that the number of sexual violence in the public sphere is greater than the reported sexual violence. Sexual violence against women is a symbolic violence that wants to show the dominance and power of men over women. Women do not have autonomy over their bodies. Women's bodies no longer belong to women, but belong to men. The female body is defined and constructed by the male mind. With social construction, women become other than themselves. Early education is needed to carry out social deconstruction by placing equal relations between men. To protect women, it is necessary to reform the law.Keywords: public area; sexual harassment womanAbstrakRiset ini menjadikan wanita pada wilayah Jawa Timur serta sekitarnya selaku pembuktian kerap terbentuknya permasalahan pelecehan pada wanita. Ditulis dengan memakai perspektif kriminologi feminis, riset ini memakai pendekatan kualitatif dengan tata cara observasi partisipatoris yang membolehkan pengamat turut merasakan apa yang dirasakan oleh subjek riset dan penelitian dan memahami langsung fenomena yang terjadi di dalamnya. Kekerasan seksual terhadap perempuan tidaklah sama dengan perbuatan pidana lainnya. Kekerasan seksual memilki dimensi perbuatan yang luas dan beragam. Angka kejadian kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang publik yang dilaporkan dan tercatat di Komnas Perempuan adalah angka tidak bersifat faktual. Fakta angka kekerasan seksual di ruang publik lebih besar daripada kekerasan seksual yang terlaporkan. Kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan kekerasan simbolik yang ingin menunjukkan dominasi dan kuasa laki-laki terhadap perempuan. Perempuan tidak memiliki otonomi terhadap tubuhnya. Tubuh perempuan bukan lagi milik perempuan, namun milik laki-laki. Tubuh perempuan didefinisikan dan dikonstruksikan oleh pemikiran laki-laki. Dengan konstruksi sosial, perempuan menjadi liyan dari dirinya sendiri. Diperlukan edukasi sejak dini, untuk melakukan dekonstruksi sosial dengan menempatkan relasi yang setara antara laki-laki. Untuk melindungi perempuan, maka diperlukan pembaharuan hukum.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 230-240
Author(s):  
Sophie Bellina ◽  
Ahmad Mahyani

Abstract The purpose of this study is to offer novelty related to the case of confiscation of the property of a deceased terrorist by the state in Indonesia. Using normative research methods with statutory approaches and concepts supported by descriptive techniques. Terrorism is a threat to every citizen in the world. Because the perpetrators of this terrorism crime always choose a place that is filled with the public and takes a lot of casualties. In committing acts of terrorism, perpetrators often commit suicide or suicide bombings to leave traces of the actions they have committed. The crime of terrorism requires a lot of funds to finance terrorists in carrying out bombing actions. So, if a terrorist actor dies, he will leave a lot of property and this can finance future terrorist activities. Regarding the confiscation of terrorist assets, it has not been regulated in Law Number 5 of 2018. In this case, the government must immediately make regulations regarding the confiscation of assets for terrorists who have died because this can help the state in eradicating terrorism. Such understanding is important in order to run well.Keyword: criminal act; foreclosure; terrorismAbstrakTujuan dari penelitian ini menawarkan kebaruan terkait dengan kasus penyitaan harta teroris yang telah meninggal oleh negara di Indonesia. Menggunakan metode penelitian normatif dengan metode pendekatan perundang-undangn dan konsep yang didukung oleh teknik prskriptif. Terorisme merupakan hal yang menjadi ancaman untuk setiap warga negara yang berada di dunia. Karena pelaku tindak pidana terorisme ini selalu memilih tempat yang dipenuhi oleh khalayak ramai dan memakan banyak sekali korban jiwa. Dalam melakukan aksi tindak pidana terorisme, pelaku seringkali melakukan aksi bunuh diri atau bom bunuh diri untuk meninggalkan jejak dari tindakan yang telah ia lakukan tersebut. Tindak pidana terorisme membutuhkan banyak sekali dana untuk membiayai para teroris dalam melakukan tindakan pengeboman. Sehingga, jika pelaku teroris meninggal dunia maka akan banyak sekali harta yang ia tinggalkan dan hal tersebut dapat membiayai kegiatan terorisme yang akan datang. Mengenai penyitaan harta teroris ini belum diatur di dalam UU No. 5-2018. Di dalam hal ini pemerintah harus segera membuat peraturan mengenai penyitaan harta untuk teroris yang telah meninggal dunia karena hal tersebut dapat membantu negara dalam pemberantasan terorisme. Pemahaman demikian penting agar dapat berjalan dengan baik.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 218-229
Author(s):  
Teguh Wicaksono ◽  
Ferdiansyah Maulana A

AbstractIn this study, researchers focused on environmental health, which began to be disturbed by the activities of car or motorcycle drivers who arbitrarily throw garbage on the highway. The lack of public concern for the environment is starting to decrease, therefore by writing this journal it is hoped that it can change the mindset or mindset of the community in using the highway to stay safe and comfortable. In addition, it is also to provide advice to the government so that it does not only make regulations but does not apply these rules properly in the field.Keywords: garbage disposal; private vehicle drivers; public roadsAbstrakDalam penelitian ini peneliti berfokus pada kesehatan lingkungan hidup yang mulai terganggu dengan adanya kegiatan pengendara mobil ataupun motor yang dengan seenaknya membuang sampah di jalan raya. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup muali berkurang, oleh karena itu dengan penulisan jurnal ini diharapkan dapat mengubah mindset atau pola pikir masyarakat dalam menggunakan jalan raya agar tetap aman dan nyaman. Selain itu juga untuk memberikan saran kepada pemerintah agar tidak hanya membuat regulasinya saja tapi tidak menerapkan dengan baik aturan tersebut di lapangan.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 206-217
Author(s):  
Nur Muchammad Ivan Firmansyah ◽  
Luki Nurfanto

AbstractThe purpose of the study was to determine the form of criminal responsibility and the prevention of carding crimes in Indonesia. The research method used in this study was descriptive analysis. Descriptive because it describes the conditions that become the independent variable and the dependent variable which is the basis of the problems discussed. The definition of carding itself is a form of crime that uses other people's credit cards to spend without the knowledge of the owner. Carding is a form of crime using someone else's credit card number to spend without the knowledge of the rightful owner. Transactions are usually carried out electronically. Carding itself is a criminal act that is illegal interception or physically tapping customer data or credit card owners, meaning to shop at online stores. This mode can occur due to the weakness of the authentication system used to ensure the identity of ordering goods at online stores.Keywords: carding; credit card; criminal liabilityAbstrakTujuan penelitian untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pidana dan penanggulangan tindak pidana carding di Indonesia Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analistis. Deskriptif karena menggambarkan kondisi-kondisi yang menjadi variabel independen dan variabel dependen yang merupakan dasar dari permasalahan yang dibahas. Pengertian dari carding itu sendiri adalah suatu bentuk kejahatan yang menggunakan kartu kredit orang lain untuk dibelanjakan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Carding adalah bentuk kejahatan menggunakan nomor kartu kredit orang lain untuk dibelanjakan tanpa sepengetahuan pemiliknya yang sah. Transaksi lazimnya dilakukan secara elektronik. Carding sendiri merupakan tindak pidana yang bersifat illegal interception atau menyadap data nasabah atau pemilik kartu kredit secara fisik artunya untuk belanja di toko online. Modus ini dapat terjadi akibat lemahnya sistem otentikasi yang digunakan dalam memastikan identitas pemesanan barang di toko online.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 194-205
Author(s):  
Erlis Kurnia Parmasari ◽  
Gede Agung Raynanda Putra N

AbstractThis research on pigeon gambling was made with the aim of informing residents that until now there are still many who carry out pigeon gambling activities, especially in the Kenjeran area of Surabaya. With the pigeon gambling activity, of course, indirectly harming their relatives, especially themselves if they do this, because if they fail, they will bet to pay the money according to the agreement. Where it is not profitable at all, but rather an addiction or desire more to hope to win and produce quickly. Pigeon gambling is a game using birds that are contested to compete with the flying speed of the pigeons until they reach the finish line that has been prepared and determined by the “adu doro” (pigeon fighting) committee. In Surabaya, especially in the Kenjeran area, the existence of "fight-doro" activities is still often seen. Even though Surabaya is a big city, “pigeon fighting” activities are only carried out at certain times, namely Sundays or holidays. Before participating in the competition, the pigeons must be trained first, the practice is carried out every afternoon so that the pigeons can be more sensitive to their cruising range.Keywords: bet; deviant behavior; pigeon gamblingAbstrakPenelitian mengenai judi burung merpati ini dibuat dengan tujuan untuk memberitahu kepada para warga yang sampai saat ini masih banyak yang melakukan kegiatan judi burung merpati, khususnya di daerah Kenjeran Surabaya. Dengan adanya kegiatan judi merpati tersebut tentu secara tidak langsung merugikan sanak saudara mereka, terutama dirinya sendiri jika melakukan hal tersebut, karena jika sudah mengalami kegagalan akan bertaruh membayar uang sesuai yang sudah diperjanjikan. Dimana hal tersebut sama sekali tidak menguntungkan, melainkan rasa candu atau keinginan lebih untuk berharap menang dan menghasilkan secara cepat. Judi merpati merupakan judi dengan sarana burung yang dilombakan untuk mengadu kecepatan terbang merpati hingga sampai di garis finish yang telah dipersiapkan dan ditentukan oleh panitia “adu doro” (adu merpati). Di Surabaya, khususnya daerah Kenjeran, kegiatan “adu doro” masih sering terlihat eksistensinya. Walaupun Surabaya termasuk kota besar, akan tetapi kegiatan “adu merpati” hanya dilakukan pada waktu tertentu yaitu hari Minggu atau hari libur. Burung merpati sebelum mengikuti lomba harus dilatih terlebih dahulu, latihannya dilakukan setiap sore hari agar merpati nya bisa lebih peka daya jelajahnya.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 160-169
Author(s):  
Shandy Kurnia Wardhana

The purpose of this study is to determine legal certainty regarding the use of electric vehicles. The legal research used is a normative research method which focuses on positive laws that exist in laws and regulations as well as library materials and literature. Regarding driving licenses, as the researchers described above, of course, the application for electric vehicles is still not fully covered. For now, the driving license for electric vehicles is temporarily applied to electric motorcycles which need to be recalled in Article 7 of Law no. 22-2009 is one category of motorized vehicles. As for the license for this 4-wheeled vehicle, the researcher concludes that the temporary 4-wheeled vehicle driving license is no different from 4-wheeled vehicles in general because, as the researcher explained above, this autopilot vehicle has a system called a decision. Parties where the human side is the driver and the vehicle.Keywords: autopilot; electric vehicles; responsibleAbstrakTujuan penelitian ini untuk mengetahui kepastian hukum tentang penggunaan kendaraan elektrik. Penelitian hukum yang digunakan yaitu metode penelitian normatif yang dimana berfokuskan pada hukum positif yang ada pada peraturan perundang-undangan serta bahan pustaka dan juga literatur. Mengenai surat ijin mengemudi seperti yang peneliti paparkan di atas tentu saja penerapan untuk kendaraan elektrik ini masih belum tercakup semua. Untuk saat ini surat ijin mengemudi untuk kendaraan elektrik ini sementara diterapkan pada sepeda motor listrik yang dimana perlu diingat kembali pada Pasal 7 UU No. 22-2009  merupakan salah satu kategori kendaraan bermotor. Sedangkan untuk surat izin untuk kendaraan beroda 4 ini peneliti mempunyai kesimpulan bahwa surat ijin mengemudi kendaraan roda 4 untuk sementara, tidak berbeda dengan kendaraan roda 4 pada umumnya dikarenakan seperti peneliti paparkan diatas bahwa kendaraan autopilot ini memiliki sebuah sistem bernama keputusan yang terdiri dari dari pihak yang dimana pihak manusia selaku pengedara dan kendaraan.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 139-148
Author(s):  
Mriya Afifah Furqania ◽  
Tomy Michael

This study aims to analyze the Indonesian laws and regulations concerning the protection of intimate video makers. The research was conducted by analyzing the Pornography Law, the Information and Electronic Transaction Law, the Government Regulation on the Implementation of Electronic Transaction Systems, and the Regulation of the Minister of Information Communication on Personal Data Protection. This research found that data/documents that are made for oneself and for their own interests which are not prohibited by law and included to one of the privacy rights that must be protected by every human being and by the state. The making of this intimate video is included in the privacy rights to enjoy life and should not be contested. Activities contained in the video can range from holding hands, hugging, kissing to having sex with consent. Therefore, if there are those who oppose rights such as acquisition and distribution without consent, the owner of the personal data can file a lawsuit for damages and have a right to erase their electronic documents.Keywords: intimate video; protection; sexual lawAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan Indonesia yang memuat tentang perlindungan terhadap pembuat video mesra. Penelitian dilakukan dengan menganalisis Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi tentang Perlindungan Data Pribadi. Penelitian ini menemukan bahwa data/dokumen yang dibuat untuk diri sendiri dan kepentingan sendiri bukanlah hal yang dilarang oleh undang-undang dan justru harus dilindungi baik oleh tiap manusia maupun negara. Pembuatan video mesra ini termasuk dalam hak pribadi untuk menikmati hidup dan tidak boleh diganggu gugat. Aktivitas yang termuat dalam video tersebut bisa dari bergandengan tangan, berpelukan, berciuman hingga berhubungan badan yang dilakukan atas persetujuan. Oleh sebab itu jika terdapat pelanggaran terhadap hak seperti perolehan dan penyebarluasan tanpa persetujuan, pemilik data pribadi dapat mengajukan gugatan kerugian dan mengajukan permohonan untuk menghapus data tersebut.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 183-193
Author(s):  
Liem Tony Dwi Soelistyo ◽  
Yasin Nur Alamsyah H A S
Keyword(s):  

The purpose of this research is to find out alternative efforts for workers to get their rights fulfilled through bankruptcy efforts. The research mixes and matches the norms found in the legislation with the facts obtained through interviews with a practitioner in bankruptcy law as a resource person. Legal efforts through bankruptcy can be used as an alternative for workers in demanding their normative rights that are not fulfilled by the company. The requirements for a bankruptcy application that must be fulfilled by workers are that they must have at least 2 (two) creditors, and it must be proven that there are debts that are due and can be collected. However, especially for workers, it is better to go through the PPHI procedure first until a decision is issued so that the lawsuit for bankruptcy is not considered premature by the Panel of Judges of the Commercial Court.Keywords: labor; curator; bankruptcy attemptAbstrakTujuan penelitian untuk mengetahui upaya alternatif buruh untuk mendapat pemenuhan haknya melalui jalur upaya kepailitan. Penelitian memadupadankan antara norma-norma yang ditemukan dalam peraturan perundang-undangan dengan fakta-fakta yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber seorang praktisi dalam hukum kepailitan. Upaya hukum melalui kepailitan dapat dijadikan upaya alternatif bagi buruh dalam menuntut hak-hak normatifnya yang tidak dipenuhi oleh perusahaan. Syarat permohonan kepailitan yang harus dipenuhi oleh buruh adalah setidaknya harus memiliki setidaknya 2 (dua)  kreditur, dan harus dapat dibuktikan terdapat utang yang jatuh waktu dan dapat dilakukan penagihan. Namun khusus bagi buruh lebih baik harus melalui prosedur PPHI terlebih dahulu hingga dikeluarkannya putusan agar gugatan permohonan pailit tidak dianggap prematur oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 149-159
Author(s):  
Arief Dwi Adyatma

The purpose of this study is to determine the legal certainty of tenure in government employees with a work agreement. This research uses normative research methods that are oriented towards statutory and conceptual rules. Through this research, the researcher offers that the tenure of government employees with a work agreement is not explicitly regulated in Law no. 5 of 2014 concerning the State Civil Apparatus. Problems arise because of the absence of a work time limit rule in the work agreement in the State Civil Apparatus Law. This problem is in the form of unclear how long the maximum work agreement will end. As a legal state, legal certainty is very important. The government should immediately stipulate implementing regulations after the promulgation of laws and regulations so that legal certainty can be achieved. Implementing regulations such as Government Regulations, Ministerial Regulations, Presidential Decrees, or others. Legal certainty if achieved can create justice, and vice versa justice that is created also shows the existence of legal certainty. This thinking reflects good governance and the functioning of the country in good conditionKeyword: government; legal certainty, working period AbstrakTujuan penelitian ini yaitu mengetahui kepastian hukum masa kerja pada Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang berorientasi pada aturan perundang-undangan dan konseptual. Melalui penelitian ini peneliti menawarkan bahwa masa kerja Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja tidak diatur secara tegas di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Muncul permasalahan karena tidak adanya aturan batas waktu masa kerja dalam perjanjian kerja dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.  Permasalahan ini berupa tidak jelasnya sampai kapan maksimal perjanjian kerja ini akan berakhir. Sebagai negara hukum kepastian hukum sangatlah penting. Pemerintah seharusnya segera menetapkan peraturan pelaksana setelah diundangkannya pertaruran perundang-undangan agar kepastian hukum dapat tercapai. Peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keppres, atau lainnya. Kepastian hukum bila dicapai dapat menciptakan keadilan, begitu juga sebaliknya keadilan yang tercipta juga memperlihatkan adanya kepastian hukum. Pemikiran ini mencerminkan pemerintahan yang baik dan guna berjalannya negara dalam keadaan baik.


2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 170-182
Author(s):  
Moudy Raul Ghozali ◽  
Syofyan Hadi

The purpose of the study was to determine the form of legal protection for officials from criminal threats in using discretion. Using pure legal research. There are two forms of legal protection in the use of discretionary authority, namely preventive legal protection and repressive legal protection. The first preventive legal protection is contained in Article 67 of Law no. 5-2009 or also known as the principle of praesumptio iustae causa, namely decisions issued by government officials are always considered valid until there is an annulment. The second preventive legal protection is that the policy principle cannot be criminalized. Government policies cannot be criminalized if there are no elements of harming state finances and benefiting themselves or other parties. As well as the implementation of these policies for public services. While the repressive legal protection is contained in Article 21 paragraph (1) of Law no. 30-2014 and Perma No. 4-2015, which determines that the Administrative Court has the authority to receive, examine, and decide whether or not there is an element of abuse of authority committed by government officials.Keywords: discretion; officials; legal protectionAbstrakTujuan penelitian untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi pejabat dari ancaman pidana dalam menggunakan diskresi. Menggunakan peneltiian hukum murni. Terdapat dua bentuk perlindungan hukum dalam penggunaan wewenang diskresi, yakni perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif yang pertama tertuang dalam Pasal 67 UU No. 5-2009atau dikenal juga dengan asas praesumptio iustae causa yakni keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintahan selalu dianggap absah hingga ada pembatalannya. Perlindungan hukum preventif yang kedua adalah prinsip kebijakan tidak dapat di pidana. Kebijakan pemerintah tidak dapat di pidana apabila tidak ada unsur merugikan keuangan negara dan menguntungkan diri sendiri ataupun pihak lain. Serta pelaksanaan kebijakan tersebut untuk pelayanan publik. Sedangkan perlindungan hukum represif tertuang pada Pasal 21 ayat (1) UU No. 30-2014 dan Perma No. 4-2015, yang menentukan bahwa PTUN berwenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus ada atau tidak unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document