Acintya Jurnal Penelitian Seni Budaya
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

53
(FIVE YEARS 46)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Institut Seni Indonesia Surakarta

2655-5247, 2085-2444

2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 206-211
Author(s):  
Suroro Suroto ◽  
Supriadi Supriadi ◽  
M Nurhadi

Abstrak Penelitian berjudul Manajemen Pertunjukan dalam Ujian Tugas Akhir Pementasan Karya Tari mengambil obyek pementasan karya-karya tari dari mahasiswa yang mengambil Tugas Akhir penciptaan tari. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan peran dan proses manajemen panggung dalam pelaksanaan pertunjukan tari pada Ujian Tugas Akhir prodi S-1 Tari. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti perlu menerapkan prinsip manajemen seni pertunjukan antara lain perancangan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah deskripsi tata kelola pertunjukan berjalan lancar, efektif, dan tepat waktu. Pencipta tari, penari, pendukung artistic (tata rias dan busana, set/property, lighting), music (sound system) mampu bekerjasama sesuai dengan rancangan artistic masing-masing sehingga mampu diapresiasi dengan baik oleh tim penguji dan penonton.  Kata kunci: Tata kelola, laboratorium, pertunjukan, manajemen, tari. AbstractThe research entitled Performance Laboratory Management in the Final Project Performance of Dance Works takes the object of staging dance works from students who take dance creation final projects. The purpose of this research is to explain the role and process of stage management in the implementation of dance performances in the Final Project Examination for S-1 Dance. To achieve this goal, researchers need to apply the principles of performing arts management, including design, organization, leadership, and supervision. The results achieved in this study are a description of performance governance that runs smoothly, effectively, and on time. Dance creators, dancers, artistic supporters (make-up and clothing, set/property, lighting), music (sound system) are able to work together in accordance with their respective artistic designs so that they can be well appreciated by the test team and the audience. Keywords: governance, laboratory, performance, management, dance.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 116-123
Author(s):  
Bondet Wrahatnala

Abstract This paper positions itself as a study that portrays the Keroncong Wayang Gendut (Congwayndut) performance, as performance art that reflects structural functionalism. Because Congwayndut explicitly contained aspects of structural functionalism. In this paper, Congwayndut is positioned as an organism that has a structure and functions socially and culturally. Congwayndut is one of the many performing arts groups capable of interpreting traditional art in contemporary, meaning that it responds to the millennial generation with the construction of traditional performances, namely shadow puppet art. . Congwayndut has an important role in the development process or as a performance art model that accommodates other art disciplines, including music, wayang, theater, script, visuals, dramaturgy, which are combined as a typical Indonesian performance art prototype. Therefore, the structural-functional point of view emerged, as a step to explain to the public about the cultural phenomena experienced by Congwayndut. Structural functionalism was born as a reaction against the theory of evolution. If evolutionary studies aim to establish the stages of human cultural development, then structural-functionalism studies aim to build a social system, or social structure, through the study of the functioning patterns of relations between individuals, between groups. -groups, or between social institutions in a society, at a certain period of time. Keywords: Congwayndut, Cross-Border Performing Arts, Structural Functionalism  Abstrak Tulisan ini, memposisikan diri sebagai kajian yang memotret pertunjukan Keroncong Wayang Gendut (Congwayndut), sebagai seni pertunjukan yang merefelksikan fungsionalisme struktural. Karena di dalam Congwayndut secara eksplisit terkandung aspek fungsionalisme struktural. Congwayndut di dalam tulisan ini diposisikan sebagai organisme yang memiliki struktur, dan memiliki fungsi secara sosial budaya.Congwayndut adalah satu satu dari sekian banyak kelompok seni pertunjukan, yang mampu menafsir seni tradisi secara kekinian, artinya merespon generasi milenial dengan konstruksi pertunjukan tradisi yakni kesenian wayang kulit. Congwayndut memiliki peran penting dalam proses pengembangan atau sebagi model seni pertunjukan yang mengakomodir disiplin seni yang lain, ada musik, wayang, teater, naskah, rupa, dramaturgi, yang dijadikan satu sebagai purwarupa seni pertunjukan yang khas Indonesia. Oleh sebab itu lah sudut pandang struktural fungsional muncul, sebagai langkah untuk menjelaskan kepada publik, tentang gejala fenomena budaya yang dialami oleh Congwayndut. Fungsionalisme struktural lahir sebagai reaksi terhadap teori evolusi. Jika tujuan dari kajian-kajian evolusi adalah untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan budaya manusia, maka tujuan dari kajian-kajian fungsionalisme struktural adalah untuk membangun suatu sistem sosial, atau struktur sosial, melalui pengajian terhadap pola hubungan yang berfungsi antara individu-individu, antara kelompok-kelompok, atau antara institusi-institusi sosial di dalam suatu masyarakat, pada suatu kurun masa tertentu. Kata Kunci : Congwayndut, Seni Pertunjukan Lintas Batas, Fungsionalisme Struktural


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 212-225
Author(s):  
Tatik Harpawati ◽  
Ranang Agung Sugiharto

ABSTRACTThis research is to create an animation as a vehicle for relief from animal stories, especially goats and elephants in Sojiwan Temple to be applied as character education for children. The animation model based on the reliefs of animal stories at Sojiwan Temple is useful for reviving story reliefs that are not recognized by children as local wisdom of the nation's culture. By transforming animal story reliefs into animation, it is hoped that the message of character education can be disseminated to the younger generation.Methods of creation and presentation: (1) exploration of ideas and ideas for creating animated creations based on relief of animal stories; (2) designing a model to find an animation design with a transfer approach; and (3) presenting the results of creating animated characters to facilitate the delivery of character education messages for children to strengthen the character of the younger generation. The results of this study indicate that 1) the reliefs of Sojiwan Temple are mostly in the form of potential animals to be used as references for animation creations and are loaded with good moral values for children's education; 2) the design of the animated characters of Gaga and Bingo, which originates from the form of an elephant and a goat, looks its uniqueness. Keywords: vehicle transfer, animal relief, animation, character, Sojiwan.  ABSTRAK Penelitian ini untuk menciptakan animasi sebagai alih wahana dari relief cerita binatang khususnya kambing dan gajah di Candi Sojiwan untuk diterapkan sebagai pendidikan budi pekerti bagi anak. Model animasi berbasis relief cerita binatang di Candi Sojiwan bermanfaat untuk menghidupkan kembali relief cerita yang sudah tidak dikenali oleh anak-anak sebagai kearifan lokal budaya bangsa. Dengan mengalihwahanakan relief cerita binatang ke dalam bentuk animasi maka pesan pendidikan budi pekerti diharapkan dapat didesiminasikan kepada generasi muda.Metode penciptaan dan penyajian: (1) eksplorasi ide dan gagasan untuk penciptaan kreasi animasi berbasis relief cerita binatang; (2) perancangan model untuk menemukan desain animasi dengan pendekatan alihwahana; dan (3) penyajian hasil penciptaan karakter animasi guna mempermudah penyampaian pesan pendidikan budi pekerti bagi anak untuk memperkuat karakter generasi muda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) relief Candi Sojiwan yang mayoritas berbentuk binatang potensial untuk dijadikan referensi bagi kreasi animasi dan sarat dengan nilai moral yang bagus untuk edukasi anak-anak; 2) desain karakter animasi tokoh Gaga dan Bingo yang bersumber dari bentuk gajah dan kambing tampak kekhasannya. Kata kunci: alih wahana, relief binatang, animasi, budi pekerti, Sojiwan.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 199-205
Author(s):  
Sri Harti

ABSTRACTSasmita gendhing is a series of words that lead to the name gendhing-gendhing as a supporter of the wayang kulit purwa show. While the wayang kulit show format still refers to the format of last night's show with the genre of palace performance, the gendhing grade became a bridge between the mastermind and the singer to sound the gendhing as a support for certain scenes. In the development of the existence of gendhing-gendhing grades are slowly declining, even the majority of masterminds no longer use gendhing grades. The text-context approach from HeddyShri Ahimsa is used to reveal the variety of gendhing grades and to find the cause of the decline in the use of gendhing grades. The study conducted found various forms of gendhing grades, among them, are figurative words, wangsalan, and cangkriman. While the cause of the decline in the use of gendhing grades is noted due to the change of image, freedom of scene structure, freedom of choice of play, and cross-style performance. Keywords: gendhing grades, text-context, performance ABSTRAKSasmita gendhing merupakan rangkaian kata yang mengarah pada nama gendhing-gendhing sebagai pendukung pertunjukan wayang kulit purwa. Ketika format pertunjukan wayang kulit masih mengacu pada format pertunjukan semalam dengan genre pakeliran istana, sasmita gendhing menjadi jembatan antara dalang dengan pengrawit untuk membunyikan gendhing sebagai pendukung adegan tertentu. Dalam perkembangannya eksistensi sasmita gendhing- gendhing perlahan surut, bahkan mayoritas dalang tidak lagi menggunakan sasmita gendhing. Pendekatan teks-konteks dari HeddyShri Ahimsa digunakan untuk mengungkap ragam sasmita gendhing serta mencari penyebab surutnya penggunaan sasmita gendhing. Dari kajian yang dilakukan ditemukan beragam bentuk sasmita gendhing, di antaranya adalah kata kiasan, wangsalan, dan cangkriman. Sedangkan penyebab surutnya penggunaan sasmita gendhing ditengarai karena adanya perubahan citra, kebebasan struktur adegan, kebebasan pemilihan lakon, dan silang gaya pakeliran. Kata kunci: sasmita gendhing, teks-konteks, pakeliran


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 148-157
Author(s):  
Iwan Budi Santosa

ABSTRACT The presentation of Javanese gamelan cannot always be present in the midst of our busy lives. In order to present musical karawitan whenever needed by the audience, it requires the recording of Javanese gamelan that can represent the original sound. Javanese people generally realize that the presentation of Javanese gamelan will be better if it is presented in pendapa. To find musical recordings as a performance in pendapa, it needs to consider the recording equipment used as well as recording techniques so that the sound will be obtained in accordance to the original sound and can bring the soul or spirit of Javanese gamelan. In order to get the gamelan recording in accordance to the original sound and to present the soul or spirit of the gamelan, the recording equipment used must adjust to the sound characteristics of the gamelan instruments and the recording uses stereophonic techniques. Stereophonics is a recording technique that is done in order to produce sounds in according to the original sound where the listeners feel to see a live performance. Keywords: Javanese Gamelan, recording, stereophonic.  AbastrakPenyajian gamelan Jawa tidak selalu bisa hadir di tengah kesibukan kita. Untuk menyajikan musik karawitan setiap kali dibutuhkan oleh penikmatnya, diperlukan rekaman gamelan Jawa yang dapat merepresentasikan suara aslinya. Masyarakat Jawa umumnya menyadari bahwa penyajian gamelan jawa akan lebih baik jika disajikan dalam pendapa. Untuk mengetahui rekaman musik sebagai sebuah pertunjukan dalam pendapa perlu memperhatikan alat perekam yang digunakan serta teknik perekamannya agar didapat suara yang sesuai dengan suara aslinya dan dapat memunculkan jiwa atau ruh gamelan Jawa. Untuk mendapatkan rekaman gamelan yang sesuai dengan suara aslinya dan menghadirkan jiwa atau ruh dari gamelan tersebut, alat perekam yang digunakan harus menyesuaikan dengan karakteristik bunyi dari alat musik gamelan tersebut dan perekamannya menggunakan teknik stereofonik. Stereophonics adalah teknik perekaman yang dilakukan untuk menghasilkan suara yang sesuai dengan suara aslinya dimana pendengar merasakan secara langsung pertunjukannya. Kata kunci: Gamelan Jawa, rekaman, stereofonik.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 133-147
Author(s):  
Dewi Numani

ABSTRAK Penelitian Model Penerjemahan Bahasa Ungkapan Dalam Pertunjukan Wayang Lakon Wahyu Purba Sejati ini berusaha menyusun model penerjemahan bahasa ungkapan dalam pertunjukan wayang Lakon Wahyu Purba Sejati dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Inggris. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Bahasa ungkapan tersebut diterjemahkan dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dan juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sehingga orang yang berasal dari budaya selain Jawa di Indonesia dan juga orang dari budaya lain di negara lain bisa memahaminya dengan mudah. Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah model penerjemahan bahasa ungkapan dalam pertunjukan wayang Lakon Wahyu Purba Sejati dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Inggris. Keluaran dari penelitian ini berupa artikel yang akan dimuat dalam jurnal ilmiah. Dengan dimuat dalam jurnal ilmiah, hasil penelitian tersebut dibaca banyak orang sehingga bisa menambah wawasan dan pengetahuan tentang bahasa ungkapan berbahasa Inggris dalam pertunjukan wayang.Keywords: model penerjemahan, bahasa ungkapan, wayang, Wahyu Purba Sejati ABSTRACTThe Research on Model Penerjemahan Bahasa Ungkapan Dalam Pertunjukan Wayang Lakon Wahyu Purba Sejati (The Translation Model of the Idioms in Wayang Performance Lakon Wahyu Purba Sejati) attempts to develop a model of the translation of idioms in the wayang performance lakon Wahyu Purba Sejati from Javanese into English. The method used is descriptive qualitative. The idioms are translated from Javanese into Indonesia and then translated into English in order that people or students from other culture in Indonesia can easily understand it, besides, people from other country also can do it as well.The results achieved from this study are the translation model of idioms or expression language in lakon Wahyu Purba Sejati. The output of this research is in the form of articles which will be published in scientific journals. Being published in scientific journals, the results of the study were read by many people so that they could add insight and knowledge about English language expressions in wayang performance.Keywords: translation model, idioms, wayang, Wahyu Purba Sejati


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 124-132
Author(s):  
Deni Rahman

ABSTRACTThe invention of laser technology is an extraordinary breakthrough in human life. The needs of human life are mostly helped by laser technology, including medicine, and the creative industries. In the creative industry, laser technology is very significant in producing works and products that require complicated details, form precision, and speed of cultivation.The advantages of laser technology are utilized in the studies of graphic art creations in making matrix relief print with MDF (Medium Density Fibreboard) media. The use of laser engraving technology is to create a matrix of graphic print works with high print principles by combining the forms produced by manual images and the forms of digital processing, which is, then, assisted by laser technology. Keywords: MDF, cutting laser, high printing technique, matrix ­­ABSTRAKPenemuan teknologi laser merupakan terobosan yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Banyak kebutuhan hidup manusia yang kemudian terbantu oleh teknologi laser ini, di antaranya bidang kedokteran, dan industri kreatif. Khusus di bidang industri kreatif, teknologi laser sangat signifikan dalam menghasilkan karya dan produk yang memerlukan detail yang rumit, kepresisian bentuk, dan kecepatan penggarapan.Kelebihan teknologi laser tersebut dimanfaatkan dalam studi penciptaan karya seni grafis untuk membuat matrix relief  print dengan media MDF (Medium Density Fibreboard). Pemanfaat teknologi laser engraving tersebut untuk menciptakan matrix karya cetak grafis dengan prinsip cetak tinggi dengan memadukan bentuk–bentuk yang dihasilkan antara gambar manual dan bentuk-bentuk hasil olah digital, yang kemudian pengerjaan dibantu oleh teknologi laser. Kata kunci: MDF, laser cutting, teknik cetak tinggi, matrix


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 170-198
Author(s):  
Prima Yustana

ABSTRACT The terms classic and contemporary in this study are interpreted as products that still survive to this day in the form of both classic and contemporary ceramic works or ceramic works today. This researh is a qualitative research using the Aesthetic approach, so that several problems will emerge that must be solved by the method, first, what is meant by Classic and Contemporary ceramics, the second How to Aesthetic Classic and Contemporary Ceramics. The third problem is how the visual form of classical and contemporary ceramics that exist today. The beauty of ceramics can be seen from various perspectives, in this research will also be examined through a variety of written data to increase the validity of the data so that it can provide a good conclusion. Ceramic works are works of art that are very rich in technique, so this research also examines how the relationship between formation techniques and the aesthetics of ceramic works. Keywords: Ceramics, Aesthetics, Classic, Contemporary ABTRAK Istilah klasik dan kontemporer dalam penelitian ini dimaknai sebagai produk yang masih bertahan hingga saat ini baik berupa karya keramik klasik maupun kontemporer atau karya keramik saat ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan Estetika, sehingga akan muncul beberapa permasalahan yang harus diselesaikan dengan metode tersebut, pertama yang dimaksud dengan Keramik Klasik dan Kontemporer, yang kedua Cara Estetika Keramik Klasik dan Kontemporer. Masalah ketiga adalah bagaimana bentuk visual keramik klasik dan kontemporer yang ada saat ini. Keindahan keramik dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, dalam penelitian ini juga akan dikaji melalui berbagai macam data tertulis untuk meningkatkan keabsahan datanya sehingga dapat memberikan kesimpulan yang baik. Karya keramik merupakan karya seni yang sangat kaya akan teknik, maka penelitian ini juga mengkaji bagaimana hubungan teknik bentukan dengan estetika karya keramik.Kata Kunci: keramik, estetika, klasik, kontemporer 


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 158-169
Author(s):  
Muhammad Nur Salim

ABSTRACT One of the developments in film in Indonesia is the musical genre film. This genre film experienced a post-reform high point when Sherina's Adventure Film came. This point then became the beginning of the development of musical genre films that were born in the 2000s period. One of the interesting musical films is the Javanese Opera Film by Garin Nugroho. Opera Jawa is interesting because first, Opera Jawa has received various awards and nominations at both national and international levels. Second, because this film bases its musical work on Javanese gamelan or gamelan media. This second reason is the focus of this research. The research "Rahayu Suanggah's Creativity in Garin Nugroho's Javanese Opera Film" is an attempt to reveal one of the film music creation methodologies based on her creative process with Javanese karawitan media (gamelan music). The musical concepts of the musical that were carried by Rahayu Supanggah as the music director was revealed through Rahayu Supanggah's conceptual approach in Bothekan Karawitan Garap's book (2007). The results of this study; Rahayu Supanggah uses Javanese musical nuances in composing Javanese Opera music by involving songs that are composed in various variations such as; 1) single tembang, 2) pathetan, 3) nothing, 4) palaran, and 5) arrangement of traditional pieces while the illustration music consists of 1) New Composition, 2) Illustration of Traditional Music, 3) Exploration Music. Keywords: Creativity, Music, Javanese Opera, Rahayu Supanggah  ABSTRAK Perkembangan film di Indonesia salah satunya pernah diwarnai oleh film genre musikal. Film genre ini mengalami titik puncak pasca reformasi ketika Film Petualangan Sherina hadir. Titik tersebut kemudian menjadi awal perkembangan film genre musikal yang lahir pada periode tahun 2000-an. Salah satu film musikal yang menarik adalah Film Opera Jawa karya Garin Nugroho. Opera Jawa menarik karena pertama, Opera Jawa mendapatkan berbagai penghargaan dan nominasi tingkat nasional maupun internasional. Kedua, karena film ini mendasarkan garapan musikalnya dengan media gamelan Jawa atau karawitan. Alasan kedua inilah yang menjadi fokus pada penelitian ini.Penelitian “Kreativitas Rahayu Suanggah dalam Film Opera Jawa Karya Garin Nugroho” merupakan upaya mengungkap salah satu metodologi penciptaan musik film yang mendasarkan proses kreatifnya dengan media karawitan Jawa (musik gamelan). Konsep-konsep musikal karawitan yang diusung Rahayu Supanggah sebagai music director diungkap melalui pendekatan konsep garap-nya Rahayu Supanggah dalam buku Bothekan Karawitan Garap (2007). Hasil penelitian ini; Rahayu Supanggah menggunakan nuansa karawitan Jawa dalam menggarap musik Opera Jawa dengan melibatkan tembang yang digarap dalam berbagai variasi seperti; 1) tembang tunggal, 2) pathetan, 3) ada-ada, 4) palaran dan 5) aransemen gendhing tradisi sedangkan musik ilustrasi terdiri dari 1) Komposisi Baru, 2) Ilustrasi Gending Tradisi, 3) Musik Eksplorasi.Kata Kunci: Kreativitas, Musik, Opera Jawa, Rahayu Supanggah


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 104-115
Author(s):  
Widyantari Dyah Paramita

Abdi dalem are state servants and cultural servants, who can come from relatives of the palace or from retirees or ordinary people. Ngayogyakarta Palace has a community in preserving culture, one of the community is Gandhewa Mataram community. The Gandhewa Mataram community is focus on preservation of the Jemparingan Mataraman. Pamenthanging gandhewa, pamanthenging cipta is the basis of the philosophy of Jemparingan. It has existed since Hamengkubuwono I. The iconological approach which is part of iconographic theory becomes the method used in analyzing the meaning and function of Jemparingan Mataraman. The data source came from the abdi dalem who participated in the Jemparingan activities. The result of this study stated that the meaning and function of Jemparingan Mataraman were related to the community’s foundation and the life learning process aimed at realizing hamemayu hayuning bawana.Keyword: abdi dalem, jemparingan Mataraman, meaning and  function


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document