scholarly journals Sexual and reproductive health mobile apps: results from a cross-sectional values and preferences survey to inform World Health Organization normative guidance on self-care interventions

2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 1796346
Author(s):  
Carmen Logie ◽  
Moses Okumu ◽  
Heather Abela ◽  
David Wilson ◽  
Manjulaa Narasimhan
Author(s):  
Susan Igras ◽  
Marina Plesons ◽  
Venkatraman Chandra-Mouli

Abstract Over the past 25 years, there has been significant progress in increasing the recognition of, resources for, and action on adolescent health, and adolescent sexual and reproductive health (ASRH) in particular. As with numerous other health areas, however, many of the projects that aim to improve ASRH are implemented without well-thought-out plans for evaluation. As a result, the lessons that projects learn as they encounter and address policy and programmatic challenges are often not extracted and placed in the public arena. In such cases, post-project evaluation (PPE) offers the possibility to generate learnings about what works (and does not work), to complement prospective studies of new or follow-on projects. To fill the gap in the literature and guidance on PPE, the World Health Organization developed The project has ended, but we can still learn from it! Practical guidance for conducting post-project evaluations of adolescent sexual and reproductive health projects. This article provides an overview of the guidance by outlining key methodological and contextual challenges in conducting PPE, as well as illustrative solutions for responding to them.


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 8
Author(s):  
Fera Riswidautami Herwandar ◽  
Russiska Russiska ◽  
Intan Maharani Fakhrudin

Permasalahan kesehatan pada remaja yang menduduki persentasi terbesar dibanding yang lainnya adalah gangguan menstruasi. Gangguan pada siklus menstruasi (durasi perdarahan yang lebih lama dan ketidakteraturan siklus) disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ialah stres. Stres diketahui sebagai faktor-faktor penyebab (etiologi) terjadinya gangguan siklus menstruasi. Stres akan memicu pelepasan hormon kortisol dimana hormon kortisol ini dijadikan tolak ukur untuk melihat derajat stres seseorang. Hormon kortisol diatur oleh hipotalamus otak dan kelenjar pituitari, dengan dimulainya aktivitas hipotalamus, hipofisis mengeluarkan FSH dan proses stimulus ovarium akan menghasilkan estrogen. Penelitian yang dilakukan oleh Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dibawah naungan World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa permasalahan remaja di Indonesia adalah seputar permasalahan yang mengenai gangguan menstruasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I di STIKES Kuningan tahun 2019. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa kebidanan tingkat I di STIKES Kuningan tahun 2019 sebanyak 41 responden. Analisis yang digunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan tingkat stres dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I di STIKES Kuningan, dari 41 responden terdapat 18 (44%) responden yang mengalami stres sedang, pada siklus menstruasi yang tidak teratur terdapat 25 (61%) responden. Hasil uji rank spearman,  yakni p value = 0,01 (<0,05) yang ada hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi. Berdasarkan hasil penelitian penulis dapat menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I di STIKES Kuningan tahun 2019. Bagi institusi Pendidikan khususnya Program Studi Diploma III Kebidanan diharapkan dapat membuat sebuah program edukasi mengenai manajemen stres pada remaja yang bisa dilakukan secara rutin di luar jadwal perkuliahan.  


Author(s):  
Yuni Kurniati Yuni Kurniati

ABSTRACT   According to the World Health Organization (WHO), every two minutes a woman dies of cervical cancer in develoving countries. In Indonesia, new cases of cervical cancer is 40-45 cases of day. It is estimated every hour, a women died of cervical center. At the general hospital center Dr. Mohammad Hoesin Palembang, the incidence of women who had cervical cancer incidence year 2011 women who had cervical cancer incidence are 34 people (48,2%). The following factors increase the chance of cervical cancer in women is infection of Human Papilloma Virus (HPV), sexsual behavior, family history of cervical cancer, age, mechanism of how oral contraceptives, smoking, income or socioeconomic status, race , unhealthy diet, the cell abnormal, parity, use of the drug DES (Dietilsbestrol), and birth control pills. The purpose of this study is known of adolescents about cervical cancer in SMA Tebing Tinggi Empat Lawang year 2016. This study used Analytic Survey with Cross Sectional approach. The population in this study were all young women students in SMA Tebing Tinggi Empat Lawang with the number of 171 respondents. The results showed there were 171 respondents (37.5%) of respondents were knowledgeable, and (62.52%) of respondents who are knowledgeable unfavorable. These results indicate that knowledgeable either less than those less knowledgeable in both the SMA Tebing Tinggi Empat Lawang Year 2016. From these results, it is expected that more teens can know about cervical cancer so that it can add a lot of insight and knowledge.     ABSTRAK   Menurut data World Health Organization (WHO), setiap dua menit wanita meninggal dunia karena kanker serviks dinegara berkembang. Di Indonesia, kasus baru kanker serviks 40-45 kasus perhari. Di perkirakan setiap satu jam, seorang perempuan meninggal dunia karena kanker serviks. Di rumah sakit umum pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang, angka kejadian ibu yang mengalami kanker serviks pada tahun 2011 ibu yang mengalami kejadian kanker serviks terdapat 34 orang (48,2%). Faktor-faktor berikut meningkat kan peluang kanker serviks pada wanita yaitu infeksi Human Papiloma virus (HPV), perilaku seks, riwayat keluarga kanker serviks, umur ,mekanisme bagaimana kontrasepsi peroral, merokok, pendapatan atau status social ekonomi, ras, diet tidak sehat, adanya sel abnormal, paritas, menggunakan obat DES (Dietilsbestrol),dan pil KB. Tujuan penelitian ini adalah Diketahuinya pengetahuan remaja tentang Ca Cerviks di SMA Negeri Tebing Tinggi Empat Lawang Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode survey  analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswi remaja putri di SMA Negeri Tebing Tinggi Empat Lawang dengan jumlah 171 responden.Hasil penelitian menunjukkan dari 171 responden terdapat(37.5 %) responden yang berpengetahuan baik, dan (62.52  %) responden yang berpengetahuan kurang baik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang berpengetahuan baik lebih sedikit dibandingkan dengan  yang berpengetahuan kurang baik di SMA Negeri Tebing Tinggi Empat Lawang Tahun 2016. Dari hasil penelitian ini, Diharapkan remaja bisa lebih banyak mengetahui tentang caserviks sehingga dapat menambah banyak wawasan dan pengetahuan.    


Author(s):  
Dini Kesumah Dini Kesumah

ABSTRACT According to World Health Organization Health Organization (WHO) in 2005 showed 49% of deaths occur in children under five in developing countries. Nutritional problems can not be done with the medical and health care approach alone. Causes related to malnutrition that maternal education, socioeconomic families, poor environmental sanitation, and lack of food supplies. This study aims to determine the relationship between education and socioeconomic status of families with nutrition survey using a cross sectional analytic approach, with a population of all mothers of children under five who visited the health center in Palembang Keramasan Accidental sampling Sampling the number of samples obtained 35 respondents. Variables include the study independent and dependent variables and univariate analysis using Chi-Square test statistic with a significance level α = 0.05. The results from 35 respondents indicate that highly educated mothers earned as many as 16 people (45.7%), and middle and upper income families as many as 12 people (34.3%) and bivariate test results show that highly educated respondents toddler nutritional status good for 81.3% (13 people) is larger than the less educated respondents balitanya good nutritional status 26.3% (5 persons) as well as respondents who have middle and upper socioeconomic families with good nutritional status of children at 91.7% ( 11 people) is larger when compared to respondents who have family socioeconomic medium with good nutritional status of children at 30.4% (7 people). Statistical tests show that education has a significant relationship with nutritional status of children P value = 0.004 and socioeconomic families have a meaningful relationship with nutritional status of children P value = 0.002. Based on the results of the study suggested the health professionals in the health center should further improve the education, information about the importance of nutrition to the development of the child in the mothers through the selection and processing of good food and a good diet through health centers and integrated health.   ABSTRAK  Menurut badan kesehatan World Health Organization (WHO) tahun 2005 menunjukkan 49% kematian yang terjadi pada anak dibawah umur lima tahun di negara berkembang. Masalah gizi ini tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab yang berhubungan dengan kurang gizi yaitu pendidikan ibu, sosial ekonomi keluarga, sanitasi lingkungan yang kurang baik,dan kurangnya persediaan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita dengan menggunakan metode survei analitik pendekatan secara Cross Sectional, dengan populasi semua ibu yang memiliki anak balita yang berkunjung ke Puskesmas Keramasan Palembang dengan pengambilan sampel secara Accidental Sampling diperoleh jumlah sampel 35 responden. Variabel penelitian meliputi variabel independen dan dependen serta analisis univariat menggunakan uji statistik Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 35 responden didapatkan ibu yang berpendidikan tinggi sebanyak 16 orang  (45,7%), dan keluarga yang berpenghasilan menengah keatas sebanyak 12 orang (34,3%) dan hasil uji bivariat menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi status gizi balitanya baik sebesar 81,3% (13 orang) lebih besar bila dibanding responden yang berpendidikan rendah status gizi balitanya baik 26,3% (5 orang) serta responden yang mempunyai sosial ekonomi keluarga menengah keatas dengan status gizi balita baik sebesar 91,7% (11 orang) lebih besar bila dibanding responden yang mempunyai sosial ekonomi keluarga menengah kebawah dengan status gizi balita baik sebesar 30,4% (7 orang). Uji statistik menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi balita P value = 0,004 dan sosial ekonomi keluarga mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi balita P value = 0,002. Berdasarkan hasil penelitian disarankan pada petugas kesehatan di Puskesmas hendaknya lebih meningkatkan penyuluhan-penyuluhan tentang pentingnya gizi terhadap tumbuh kembang anak pada ibu-ibu melalui cara pemilihan dan pengolahan bahan makanan yang baik serta pola makanan yang baik melalui kegiatan Puskesmas dan Posyandu.


2019 ◽  
Vol 4 (3) ◽  
Author(s):  
Dina Ardyana ◽  
Erma Puspita Sari

Latar belakang: Berdasarkan data World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira 3%(3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia,hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di Amerika diperkirakan 12.000 bayi meninggal atau menderita kelainan akibat asfiksia perinatal.Sebagian kasus Asfiksia Neonatorum pada bayi baru lahir merupakan kelanjutan dari asfiksia intrauterin. Maka dari itu,diagnosa dini pada penderita Asfiksia merupakan arti penting dalam merencanakan resusitasi yang akan dilakukan.Setelah bayi lahir, diagnosa asfiksia dapat dilakukan dengan menetapkan nilai APGAR. Tujuan: diketahuinya hubungan lilitan tali pusat,partus lama dan plasenta previa dengan kejadian Asfiksia neonatorum di Rumah Sakit “P” Palembang Tahun 2018. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian seluruh ibu bersalin di zal kebidanan di Rumah Sakit “P” Palembang pada tahun 2018 yang berjumlah 820 orang. Hasil: Hasil analisis univariat diketahui yang mengalami asfiksia neonatorum sebanyak 20 responden (22,5%),yang mengalami plasenta previa sebanyak 15 responden(16,9%),yang mengalami partus lama sebanyak 20 responden (22,5%) dan yang mengalami lilitan tali pusat sebanyak 27 responden (30,3%).Sedangkan hasil uji chi square menunjukan ada hubungan plasenta previa dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan p value = 0,000,ada hubungan partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan p value = 0,000,dan ada hubungan lilitan tali pusat dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan p value = 0,000. Saran: kepada Pimpinan Rumah Sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya mengenai bahaya asfiksia neonatorum. Kata kunci : Lilitan Tali Pusat,Partus Lama,Plasenta Previa,Asfiksia Neonatorum


2020 ◽  
pp. 67-77
Author(s):  
Yayu Astri Andhias

Penggunaan obat yang tidak tepat akan menimbulkan banyak masalah. Obat adalah salah satu faktor penting dalam pelayanan kesehatan. Akan tetapi, World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 50 % dari seluruh penggunaan obat tidak tepat dalam peresepan, penyiapan, dan penjualannya. Sekitar 50 % lainnya tidak digunakan secara tepat oleh pasien. Salah satu penggunaan obat yaitu antibiotik, antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme khususnya dihasilkan oleh fungi atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengevalusi penggunaan antibiotik dengan metode Gyssens pada pasien infeksi saluran pernafasan di RSUD dr.Seokardjo Tasikmalaya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan desain cross-sectional dan pengambilan data dilakukan secara prospektif. Penelitian dilakukan selama bulan Februari hingga April 2019. Berdasarkan penelitian evaluasi antibiotik dengan metode gyssens sebanyak 26 peresepan antibiotik. Didapat data yang memenuhi kategori 0 (yang berarti penggunaan antibiotik tepat/rasional) sebanyak 6 peresepan antibiotik (23 %) yang termasuk dalam kategori I sampai kategori IV. Sedangkan data yang tidak tepat/rasional sebanyak 20 peresepan antibiotik (77 %) terdapat dari kategori III a (pemberian terlalu lama) sebanyak 4 peresepan dan kategori III b (pemberian terlalu singkat) sebanyak 16 peresepan. Kata kunci : Evaluasi Peresepan Antibiotik, Metode Gyssens, Infeksi saluran pernafasan


2020 ◽  
Vol 15 ◽  
Author(s):  
Solomon Hambisa ◽  
Rediet Feleke ◽  
Ameha Zewudie ◽  
Mohammed Yimam

Background:: Rational drug use comprises aspects of prescribing, dispensing and patient use of medicines for different health problems. This study is aimed to assess drug prescribing practice based on the world health organization prescribing indicators in Mizan-Tepi University teaching hospital. Methods:: An institutional based retrospective cross sectional study was conducted to evaluate prescribing practices in Mizan-Tepi University teaching hospital. Data were collected based on World health organization drug use indicators using prescription papers. 600 prescriptions dispensed through the general outpatient pharmacy of the hospital were collected by systematic random sampling method from prescriptions written for a 1-year time in Mizan-Tepi University teaching hospital. Results:: The present study found that the average number of drugs per prescription was 2.04 ± 0.87 in Mizan-Tepi University teaching hospital with a range between 1 and 5. Prescribing by generic name was 97.6 % and 47.8% of prescriptions contained antibiotics in the hospital. 27.7% of prescriptions contained at least one injectable medication in Mizan-Tepi University teaching hospital. From prescribed drugs, 96.7% of them were prescribed from Ethiopian essential drug list. Conclusion:: Present study indicated that the average number of drugs prescribed per encounter, the percentage of generic prescribing and prescribing from the EDL were close to optimal value. However, the percentage of encounters with antibiotics and injections prescribed were found be very high. Thus, the study highlights some improvements in prescribing habits, particularly by focusing on the inappropriate consumption of antibiotics and injections.


2021 ◽  
Vol 19 (S1) ◽  
Author(s):  
Anne Ammerdorffer ◽  
Mark Laws ◽  
Arinze Awiligwe ◽  
Florence Erb ◽  
Wallada Im-Amornphong ◽  
...  

AbstractThe World Health Organization 2019 WHO consolidated guideline on self-care interventions for health: sexual and reproductive health and rights includes recommendations on self-administration of injectable contraception, over-the-counter (OTC) oral contraception and self-management of medical abortion. A review of the regulatory status of these two self-care interventions can highlight processes required to ensure that the quality of the medicines and safety of individuals are safeguarded in the introduction and scale-up in countries. This review outlines the legal regulatory status of prescription-only medicine (POM) and OTC contraceptives, including emergency contraception, and drugs for medical abortion in Egypt, Jordan, Lebanon, Morocco and Tunisia using information obtained from internet searches, regulatory information databases and personal contacts. In addition, the review examines whether the national medicines regulatory authorities have documented procedures available to allow for a change in status from a POM to OTC to allow for increased accessibility, availability and uptake of self-care interventions recommended by WHO. Egypt, Jordan and Lebanon have a documented national OTC list available. The only contraceptive product mentioned in the OTC lists across all five countries is ellaOne (ulipristal acetate for emergency contraception), which is publicly registered in Lebanon. None of the five countries has an official documented procedure to apply for the change of POM to OTC. Informal procedures exist, such as the ability to apply to the national medicines regulatory authority for OTC status if the product has OTC status in the original country of manufacture. However, many of these procedures are not officially documented, highlighting the need for establishing sound, affordable and effective regulation of medical products as an important part of health system strengthening. From a public health perspective, it would be advantageous for licensed products to be available OTC. This is particularly the case for settings where the health system is under-resourced or over-stretched due to health emergencies. Readiness of national regulatory guidelines and OTC procedures could lead to increased access, availability and usage of essential self-care interventions for sexual and reproductive health and rights.


2016 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 48-60
Author(s):  
Oktafiana Manurung ◽  
Ermawaty Arisandi Siallagan

According to the World Health Organization (WHO) Indonesian women have According to the World Health Organization (WHO) Indonesian women have very bad criteria in terms of health, marriage, employment, education, equality with men. This condition is thought to lead to low maternal access to antenatal care. Goals : Antenatal care in accordance with antenatal care standards may decrease Maternal and Infant Mortality due to regular antenatal care can detect early problems that occur in the mother during pregnancy.Methods : The type of this research is analytical descriptive with cross sectional design which aims to analyze the influence of access and motivation of pregnant mother to mother behavior in doing antenatal visit. The research was conducted in Pancur Batu Puskesmas Working Area. The population is 181 people and the sample size is 61 people. Data analysis was performed using univariate analysis, bivariate analysis with Chi-Square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression test.Result : The result of this research indicate that physical accessibility variable is the availability of unrelated officer (p = 0,461) to mother behavior in antenatal visit, social accessibility variable (p = 0,005) and attitude (p = 0,023), and for motivation variable is motive P = 0.005) and expectations (p = 0.019) had a significant effect on maternal behavior in antenatal visits.Conclution : Based on the results of research suggested Head of Pancur Batu Puskesmas to conduct training to officers especially midwives who provide services mainly about hospitality in providing services and to officers implementing services further improve the communication of information and education so that every pregnant women have a good understanding that can eventually cause attitude Positive, high motivation and expectation that can affect the mother in conducting standardized antenatal visits.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document