scholarly journals Risk Factors of Acute Respiratory Infections in Practice Area for Community of Medical Students in Semarang

2017 ◽  
Vol 11 (4) ◽  
pp. 192
Author(s):  
Siti Thomas Zulaikhah ◽  
Purwito Soegeng ◽  
Titiek Sumarawati

Acute respiratory infection (ARI) ranks first of 10 major diseases in Primary Health Care Bangetayu with the highest percentage in Penggaron Lor Subdistrict. Skill to learn distribution and frequency of diseases as well as determinant factors that affect human health is needed in determine the most effective intervention to increase public health level. This study aimed to determine dominant factors related to ARI incidence in location of practice for community of medical students of Islam Sultan Agung University, Semarang. This study used cross-sectional design with 100 respondents and the samples were collected by stratified random sampling. Ten variables examined were environmental sanitation risk factors, while six related to behavior and health care. Data analysisused a chi-square test (bivariate) and multiple regression logistic (multivariate). Environmental sanitation factors were significantly related to ARI including the presence of ventilation, smoke hole kitchen, bedroom, residential density and the most dominant factor was the habit of smoker family members in Penggaron Lor Subdistrict. This location can be used as a practice area for the community of medical students who take Public Health Studies due to complex health problems.AbstrakInfeki saluran pernapasan akut (ISPA) menempati urutan pertama dari 10 besar penyakit di Puskesmas Bangetayu dengan persentase terbanyak di Kelurahan Penggaron Lor. Keterampilan untuk mempelajari distribusi dan frekuensi penyakit serta faktor determinan yang memengaruhi manusia sangat diperlukan untuk menetapkan intervensi yang paling efektif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor risiko yang paling dominan berhubungan dengan kejadian ISPA di lokasi praktik komunitas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan jumlah responden 100 orang dan sampel dikumpulkan dengan menggunakan stratified random sampling. Sepuluh variabel yang diteliti adalah faktor risiko sanitasi lingkungan, sedangkan enam faktor risiko terkait dengan perilaku dan pelayanan kesehatan. Data dianalisis secara bivariat dengan uji kai kuadrat dan multivariat dengan regresi logistik ganda. Faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA adalah ventilasi, lubang asap dapur, ruang tidur, dan kepadatan hunian. Faktor yang paling dominan adalah kebiasaan anggota keluarga yang merokok di Kelurahan Penggaron Lor. Lokasi ini dapat digunakan sebagai lahan praktik komunitas bagi mahasiswa kedokteran yang sedang kepaniteraan di program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat karena memiliki permasalahan kesehatan yang kompleks.

2018 ◽  
Vol 18 (1) ◽  
Author(s):  
Sakdiah Sakdiah ◽  
Taufik Suryadi ◽  
Ashila Rahmatika Putri

Abstrak. Dispepsia fungsional merupakan kelainan fungsional yang terdiri dari gejala klinis seperti nyeri ulu hati, perut kembung, cepat kenyang, mual dan muntah. Hal ini berpengaruh terhadap Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa melalui mekanisme fisiologis dan psikologis. IPK adalah cerminan hasil nilai pencapaian pembelajaran ditingkat perkuliahan. Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh gaya belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya belajar dengan IPK pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala yang menderita dispepsia fungsional. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan metode stratified random sampling. Responden penelitian berjumlah 98 orang yang menderita dispepsia fungsional pada angkatan 2014, 2015 dan 2016. Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa paling banyak kategori IPK sangat memuaskan (42,9%) dengan auditori adalah gaya belajar yang paling banyak digunakan (59,2%) dan diikuti oleh gaya belajar kinestetik (16,3%). Sebanyak 11% responden dengan kategori IPK pujian dan 7% diantaranya memiliki gaya belajar visual. Berdasarkan hasil analisis uji Kruskal Wallis terdapat hubungan signifikan dengan intensitas lemah antara gaya belajar dan IPK pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala yang menderita dispepsia fungsional (a0,05; p=0,000; r=-0,349). Kesimpulan dari penelitian ini, terdapat hubungan antara gaya belajar dengan IPK pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah  Kuala yang menderita dispepsia fungsional.Kata kunci: Dispepsia Fungsional, Indeks Prestasi Kumulatif, Gaya BelajarAbstract. Functional dyspepsia is a functional abnormality consisting of clinical symptoms such as epigastrial pain, flatulence, early feeling of fullness (satiety), nausea and vomiting. It affects students' Grade Point Average (GPA) through physiological and psychological mechanisms. GPA reflects the learning outcomes at the end of study, which is influenced by learning style. This study aimed to determine the relationship between learning style with GPA of medical students of Syiah Kuala University with functional dyspepsia. This was an analytic observational study with cross-sectional design. The respondents included 98 students suffering from functional dyspepsia in the force of 2014,2015 and 2016 selected using stratified random sampling. The result of the study showed that most students in the IPK category were very satisfactory (42,9%) with auditory was the most used learning style (59,2%) and followed by kinesthetic learning style (16,3%). And as many as 11% of respondents with IPK praise category and 7% of whom have visual learning style. based on the crucial wallis test results there is a significant relationship with the weak intensity between learning styles and ipk at the medical faculty students of syiah kuala university who suffer from functional dyspepsia (a0,05; p=0,000; r=-0,349). This study concluded that learning style was associated with GPA of medical students of Syiah Kuala University with functional dyspepsia.Keyword: functional dyspepsia, Grade Point Average, learning style


2018 ◽  
Vol 35 (3-4) ◽  
pp. 65-77
Author(s):  
Cissy B. Kartasasmita ◽  
Maurits Demedts

A longitudinal study on acute inspiratory infections was conducted from April 1988 until June 1990, in Cikutra, an urban community in the municipality of Bandung, Indonesia. The study consisted of. 3 parts: a presurvey, a cross sectional study, and a one-year prospective study. All children aged less than five years in Cikutra were included in the presurvey. A simple questionnaire was used for collecting data. In the cross sectional study 500 children were selected by stratified random sampling. Field investigators visited the children's homes and interviewed mothers using a standardized questionnaire. For the prospective study 269 children of less than 48 months of age were enrolled, and followed for one year. The prevalence of all ARI was 57-58%, mild-moderate ARl 55-56% , and severe ARJ 5%. On average the children suffered from 6.7 episodes of ARl per child per year, with a mean duration of episode of 5.3 days. Several factors showed significant relationship with the prevalence, incidence, severity of duration of ARI.


Jurnal NERS ◽  
2019 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 13
Author(s):  
Ahmad Juliadi ◽  
Bahrul Ilmi ◽  
Hiryadi Hiryadi

Introduction: Ideally, a handover is carried out through three stages: preparation, implementation, and post-handover. However, some handovers only consist of one phase. The aim of the study was to identify and analyze the factors related to the implementation of nurse handover.Methods: This was a correlative analytic research method with a cross-sectional approach. The population in this study was all of the nurses with at least a Diploma III inpatient ward education. The sample totaled 174 nurses in the inpatient ward of Ulin Hospital Banjarmasin, recruited through proportionate stratified random sampling. The data was collected by spreading the questionnaire and the data collection took place from December 2017 to January 2018.Results: There was a correlation between education level (p= 0.036) and role model (p= 0.021) with the implementation of handover. The most dominant factor associated with the implementation of handover was role model (p= 0.031: OR= 6.089).Conclusion: The nurses who had a good role model performed th handover 6.089 times better than the nurses with an inadequate role model. Adversely, a poor role model might result in a poor handover.


2018 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 87
Author(s):  
Iwan Stia Budi ◽  
Yustini Ardillah ◽  
Indah Purnama Sari ◽  
Dwi Septiawati

Latar belakang:Tuberculosis atau dikenal dengan TB Paru merupakan penyakit yang mematikan setelah HIV-AIDS. Penyakit ini menjadi epidemik di dunia. Indonesia merupakan Negara dengan urutan kedua di dunia penderita TB Paru setelah India. Tahun 2016 penderita Tuberculosis mengalami peningkatan dari 9,6 juta menjadi 10,5 juta jiwa. Sementara Palembang merupakan Kota dengan prevalensi Tuberculosis tertinggi di provinsi Sumatera SelatanMetode:Penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, sampel penelitian ini adalah masyarakat yang berobat ke Puskesmas di Kota Palembang. Teknik sampling menggunakan proporsional random sampling. Analisis data menggunakan chi-square dan regresi logistic berganda.Hasil:Analisis statistik secara bivariabel menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin PR 0.65 (0.45 - 0.80), riwayat TB anggota keluarga PR 2.49(1.92 – 3.23),akses informasi PR 2.49(1.92 – 3.23), pencahayaan, kelembapan PR 1.57 (1.10 – 2.23), kondisi atap PR 3.57 (2.38 – 5.34), dinding PR 4.96(2.98 – 8.27), lantai rumah PR 2.46 (1.86 – 3.22), dengan kejadian penyakit Tuberculosis Paru (p<0.05) dan variabel kepadatan hunian secara bivariat PR 0.76(0.58 – 1.01) Sedangkan secara multivariabel menemukan bahwa kepadatan hunian merupa kan variabel yang paling dominan dengan nilai OR 6.42(1.55-26.63).Simpulan:Karakteristik rumah merupakan variabel yang berperan dalam penyebaran penyakit Tuberculosis dan kepadatan hunian merupakan faktor dominan kejadian penyakit tersebut. Surveilens terhadap faktor – faktor risiko lingkungan pada daerah – daerah yang rentan dengan Tuberculosis perlu dilakukan disertai penyuluhan dengan pendekatan keluarga untuk mencegah penyakit Tuberculosis. ABSTRACTTitle: Analysis of Tuberculosis Risk Factors in Slum Area PalembangBackground:Tuberculosis is a fatal disease after HIV-AIDS. This disease becomes epidemic in the world. Indonesia is the second  most populous country in the world of pulmonary tuberculosis patients after India. In 2016, Tuberculosis patients increased from 9,6 million to 10,5 million people. While Palembang Patients TB were the highest one in South Sumatra.Methods:This research was analytical descriptive with cross sectional approach.Sample was patients who visited Puskesmas in Palembang. The sampling technique used proportional  random sampling. Data was analysed through bivariate analysis by  chi-square and multivariate analysis by logistic regression.Results:Bivariable statistical analysis concluded that there were relationship among sex with PR 0.65 (0.45 - 0.80), family history in family with PR 2.49 (1.92 - 3.23), access to information with PR 2.49 (1.92 - 3.23), lighting, humidity with PR 1.57 (1.10 - 2.23 ), roof condition with PR 3.57 (2.38 - 5.34), house wall with PR 4.96 (2.98 - 8.27), home floor PR 2.46 (1.86 - 3.22) with incidence of Tuberculosis Lung disease (p <0.05). occupancy density PR 0.76(0.58 – 1.01)  While multivariable found that occupancy density is the most dominant variable with the value of OR 6.42 (1.55-26.63).Conclusion: house Characteristics were variables that took a role in the spread of Tuberculosis disease and living house density was the dominant factor of the incidence of the disease. Surveillance of environmental risk factors in vulnerable areas with Tuberculosis should be accompanied by familial counseling to prevent Tuberculsois disease


Author(s):  
John T. Moss ◽  
Harun Kimani ◽  
Isaac Mwanzo

Background: Hypertension is both public health and medical problem worldwide. Compliance to antihypertensive therapy is key in avoiding hypertension complications. The purpose of this study was to establish compliance to antihypertensive therapy and associated factors among adults’ hypertensive patients in Kilifi county Kenya.Methods: A facility-based cross-sectional was undertaken in four public health facilities in Kilifi County Kenya. Two hundred and thirteen hypertensive patients were recruited in the study. Data was collected using a pretested questionnaire and analyzed using Statistical package for social sciences (SPSS) version 23 software. Chi-square test was utilized in establishing the relations, while logistic regression was adopted to determine independent risk factors for compliance.Results: Compliance to antihypertensive therapy was recorded in 31 (14.6%) of the patients. A statistically significant association was established between compliance to antihypertensive therapy and patients knowledge (p<0.001); age (p=0.024); education (p=0.04); income (p=0.013); duration on treatment (p=0.005); cost (p=0.029); health care provider advice (p=0.009); consistency of therapy (p=0.002); medicines availability (p=0.021); and health facility distance (p=0.013). Independent risk factors for compliance to antihypertensive therapy were the duration on treatment of (OR=0.383; 95%CI 0.151-0.972); Knowledge on hypertension (OR=2.715; 95%CI 1.598-4.615); Health care worker follow-ups (OR=0.452; 95%CI 0.282-0.726); and cost of medication (OR=2.682; 95%CI 1.134-6.345).Conclusions: Anti-hypertensive therapy compliance among patients was low. This could be attributed to factors that are socio-demographic, patient, and health service-related in nature. Prompt public health interventions that are patient-community centred are necessary to improve compliance to antihypertensive therapy. 


Author(s):  
Pari Gul Jogezai ◽  
Mahwash Mansoor ◽  
Palwasha Gul ◽  
Zara Arshad

Abstract Objective: To assess knowledge and perception about different aspects of Breast Cancer among health care professionals at Bolan Medical Complex Hospital Quetta, Pakistan. Methods: This cross-sectional study was carried out at Bolan Medical Complex Hospital Quetta from October to December 2017. A total of 312 health care workers including consultants (42), residents (85), medical officers (52), interns (45), nurses (48) and final year medical students (40) took part in the study. The study tool was a self-designed questionnaire with separate sections to assess the knowledge about risk factors, signs and symptoms, screening tools, breast self-examination (BSE), treatment and barriers in seeking medical advice. Results: Participants had satisfactory knowledge about risk factors and signs of breast cancer but poor knowledge about association of breast cancer with menarche status, oral contraceptive pills and smoking. Majority was aware of mammography benefits and believed that breast cancer is curable with therapy. All perceived that cultural and socioeconomic barriers are the cause of late stage presentation. The nurses particularly were having misconceptions in knowledge about breast cancer risk factors and screening tools. Conclusion: The current study demonstrated that knowledge related to breast cancer was average and highlighted the need for provision of continuing medical education programs to improve health practitioners' practice on cancer screening tools. Knowledge was particularly deficient regarding screening modalities and BSE method and timing. Special emphasis is needed to train nurses, so they could play an expanded role in breast cancer care. Keywords: Breast Cancer, Pakistan, Risk Factors, Awareness, Continuous...


2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 86-91
Author(s):  
DESSY ANGRAINI ◽  
Iza Ayu Saufani

Era SDGs (sustainable development goals) merupakan kelanjutan program MDGs (Millenium Development Goals) memiliki tujuan bersama yang universal untuk memelihara keseimbangan tiga dimensi pembangunan yang berkelanjutan, salah satu tujuannya adalah menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua orang. Pentingnya ketersediaan air bersih bagi kehidupan masyarakat dapat memberikan pengaruh penting terhadap kesehatan masyarakat,sehingga air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari kualitasnya harus memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air. Berdasarkan informasi wali jorong palupuah mengatakan bahwa sumber air yang digunakan oleh warga untuk kebutuhan sehari-hari secara fisik berwarna, terdapat endapan pada penampungan air, dan belum pernah diuji keamananya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ketersediaanair bersih di Jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh KabupatenAgam.Penelitian ini merupakan penelitian observasional survey dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang berada di Jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sampel penelitian berjumlah 74 KK ditentukan dengan teknik proportionate stratified random sampling dan analisis data dilakukan dengan univariate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden di jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat mayoritas berusia 25-45 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir adalah tamat SMA. Berdasarkan hasil survey rata-rata jumlah anggota keluarga di jorong Palupuah berjumlah 3 orang (32,4%), dan mayoritas responden bekerja sebagai IRT dengan tingkat penghasilan keluarga rata-rata Rp.1.500.000.Terdapat lima sumber air baku utama yang dijadikan sebagai sumber air bersih oleh masyarakat jorong dan sebagian besar sumber air yang digunakan berasal dari sumber mata air (71.8%). Selain itu, masih ada sebagian masyarakat yang mengeluhkan penyaluran air yang tidak lancar (35,1%). Serta masih ada 41.9% yang mengatakan tidak mudah mendapatkan air bersih. Kualitas air bersih yang disalurkan di Jorong Palupuah termasuk dalam kategori baik. Namun, sebagian besar masyarakat tidak menggunakan PDAM dan sumber air yang digunakan sangat tidak menunjang untuk dikonsumsi.


2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 199-202
Author(s):  
Irmawati Irmawati ◽  
Lidia Fitri ◽  
Afritayeni Afritayeni

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mengalami peningkatan pada remaja berusia 15-19 tahun, dimana remaja laki-laki (4,5%) dan remaja perempuan (0,7%) pernah melakukan seks pranikah. Hasil penelitian Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2014, pada usia 10-19 tahun dengan populasi 43,5 juta didapatkan hasil 52% menemukan konten pornografi melalui iklan/ situs yang tidak mencurigakan dan 14% mengakses situs porno secara sukarela. Berdasarkan survei awal di SMP A Pekanbaru terhadap 10 orang pelajar didapatkan hasil 7 dari 10 mereka sudah berpacaran, sering berpegangan tangan dan berpelukan dengan lawan jenis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keterpaparan media massa dan peran orangtua terhadap perilaku seksual pada remaja di SMP A Pekanbaru tahun 2017. Jenis penelitian yaitu analitik kuantitatif, dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel yaitu stratified random sampling sebanyak 158 responden. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square didapatkan hasil adanya hubungan antara keterpaparan media massa dan perilaku seksual dengan  p value 0,000 < 0,05 dan tidak adanya hubungan antara peran orangtua dan perilaku seksual dengan p value 0,759 > 0,05. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden terpapar media massa (82,3%) dan mayoritas orangtua berperan (91,1%) serta sebagian besar responden beresiko terhadap perilaku seksual (27,8%). Sebaiknya pihak sekolah bekerjasama dengan instansi kesehatan untuk memberikan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi dan bekerjasama dengan BKKBN untuk membuat suatu program Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R).


2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 147-153
Author(s):  
Nofri Hasrianto Nofri ◽  
Nurvi Susanti ◽  
Uswatun Khasanah ◽  
Yessi Harnani

Survey awal dan wawancara peneliti dari 20 orang siswa, anak yang menggunakan smartphone yaitu: 15 orang siswa dan 5 orang siswa tidak memilki smartphone, anak usia 3-5 tahun diberikan waktu 1 jam perhari dan 2 jam perhari untuk usia 6-18 tahun. Hal ini menyebabkan anak malas menulis dan membaca. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku penggunaan smartphone pada siswa SDN 014 Sungai Putih Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SDN 014 Sungai Putih Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar. Sampel dalam penelitian 157 orang. Teknik pengambilan sampel Probability Sampling melalui Stratified Random Sampling. Analisis yang digunakan univariat dan bivariat dengan uji chi-square, alat ukur kuesioner. Hasil analisis bivariat terdapat hubungan siginifikan antara pengetahuan, sikap, pengaruh teman sebaya dan lingkungan keluarga. Sedangkan   yang   tidak   terdapat   hubungan   signifikan   yaitu pengawasan orang tua terhadap perilaku peggunaan smartphone. Kesimpulan lingkungan keluarga sangat beperan aktif dalam pembentukan karakter anak tak terkecuali penggunaan smartphone juga ternyata secara efektif dapat mempengaruhi pergaulan sosial anak terhadap lingkungan terdekatnya.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document