scholarly journals Faktor Dominan Obesitas pada Siswa Sekolah Menengah Atas di Tangerang Selatan Indonesia

2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Sugiatmi Sugiatmi ◽  
Dian Rini Handayani

Penyakit degeneratif atau penyakit non infeksi merupakan salah satu implikasi kesehatan yang dapat terjadi kepada seseorang di masa depan sebagai akibat dari perilaku kesehatan di masa remaja. Oleh karena itu, sangat penting mengidentifikasi faktor penentu obesitas agar dapat diketahui upaya pencegahannya pada remaja. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui faktor penentu obesitas di kalangan siswa SMA di Tangerang Selatan. Data diperoleh dari survei cross sectional yang dilakukan di SMAN 7 Tangerang Selatan terhadap 131 siswa SMA yang dipilih dengan teknik sampling proportional stratified sampling. Responden dinilai obesitas jika Z-score IMT/U (kg/m2) lebih dari 2 standar deviasi dari standar acuan pertumbuhan. Analisis bivariat menggunakan uji chi square. Regresi logistik ganda digunakan untuk menganalisis faktor penentu obesitas. Hasil penelitian ini menunjukkan risiko obesitas lebih tinggi pada siswa yang memiliki aktivitas fisik rendah (OR = 2.39), rendahnya pengetahuan gizi (OR = 2.89), dan tingginya konsumsi makanan cepat saji (OR = 2.74). Penentu obesitas adalah pengetahuan gizi dan frekuensi konsumsi makanan cepat saji. Risiko tertinggi adalah di kalangan siswa yang memiliki pengetahuan gizi rendah. Sekolah sebaiknya melakukan pelatihan tentang gizi dan makanan sehat secara teratur kepada siswa serta mengintegrasikan pengetahuan gizi ke dalam kurikulum sekolah untuk meningkatkan pengetahuan gizi siswa. Kata kunci: obesitas, remaja, pengetahuan

2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 72
Author(s):  
Melvanda Gisela Putri ◽  
Roedi Irawan ◽  
Indri Safitri Mukono

ABSTRAKLatar Belakang: Stunting merupakan suatu istilah yang menggambarkan kondisi pertumbuhan tinggi badan kurang berdasarkan umur disesuaikan dengan Z-Score (<-2SD). Stunting pada balita dapat diakibatkan oleh kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan bagi pertumbuhan anak. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan suplementasi vitamin A, pemberian imunisasi dan riwayat penyakit infeksi yakni diare dan ISPA terhadap kejadian stunting.Tujuan: Mengetahui hubungan suplementasi vitamin A, pemberian imunisasi, dan penyakit infeksi terhadap stunting pada anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional. Besar sampel adalah 107 anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. terdiri dari 25 anak kelompok stunting dan 82 anak kelompok non- stunting. Cara pengambilan data melalui data sekunder posyandu dan wawancara langsung orang tua anak dengan pengisian kuisioner. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square, Fisher Exact, dan Mann Whitney.Hasil: Penelitian ini menunjukkan hasil terdapat hubungan suplementasi vitamin A dengan stunting (p=0,000), tidak ada hubungan antara pemberian imunisasi terhadap stunting (p=0,332). Dalam riwayat penyakit infeksi, frekuensi diare dan ISPA ditemukan tidak ada hubungan dengan  stunting (p=0,053 dan p=0,082), begitu pula pada lama diare dan lama ISPA tidak berhubungan dengan stunting (p= 0,614 dan p=0,918).Kesimpulan: Suplementasi vitamin A berhubungan signifikan dengan stunting yang diamati pada anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. Kata kunci: kejadian stunting, vitamin A, imunisasi, penyakit infeksi, anak usia 24-59 bulanABSTRACTBackground: Stunting is a term that describes condition of lower height-for-age Z-Score (<-2SD). Stunting among children can be caused by a lack of nutrients needed for children's growth. This study was conducted to determine the relationship between vitamin A supplementation, immunization and a history of infectious diseases, namely diarrhea and ARI to the incidence of stunting.Objectives: To determine the relationship between vitamin A supplementation, immunization, and history of infectious disease with the incidence of stunting in children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.Methods: This study was an observational analytic study with cross sectional method. The sample size was 107 children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. This study consisted of 25 children in the stunting group and 82 children in the non-stunting group. The method of data collection was through secondary data from posyandu and direct interviews with parents by filling out questionnaires. Data were analyzed using the chi-square test, fisher exact, and Mann Whitney.Results: The results of this study indicated that there was a relationship between vitamin A supplementation and with stunting (p = 0.000). There was no relationship between immunization and stunting (p = 0.332). In the history of infectious diseases, the frequency of diarrhea and ARI was found to have no relationship with stunting (p = 0.053 and p = 0.082), as well as the duration of diarrhea and duration of ARI there was no association with the stunting (p = 0.614 and p = 0.918).Conclusion: Vitamin A supplementation has significant relationship with stunting in children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.


2021 ◽  
Vol 10 (11) ◽  
pp. e407101119859
Author(s):  
Francisca Maria da Silva ◽  
Francisca Isabelle da Silva e Sousa ◽  
Alexandre Danton Viana Pinheiro ◽  
Ribanna Aparecida Marques Braga ◽  
Maria Luisa Pereira de Melo ◽  
...  

Objective: In this study, we aim to evaluate whether the presence of malnutrition in children and adolescents with infectious diseases is associated with high nutritional risk obtained by the STRONGkids instrument. Methods: A cross-sectional study comprising 237 hospitalized patients aged between 30 days and 18 years. Identification and diagnosis data, weight and height were collected. STRONGkids determined nutritional risk. Acute malnutrition was classified by BMI/age Z score < - 2 and chronic by Height/age Z score < - 2. Associations between categorical variables were verified using Pearson's chi-square test. A logistic regression analysis was performed to assess the association between anthropometric parameters of malnutrition and nutritional risk. It was considered significant p< 0,05. Results: In multiple analysis, it was observed that having malnutrition as of BMI/age increases the chance by 5.68 of having high nutritional risk by the STRONGKids instrument, regardless of age, sex and the presence of poverty-related infectious diseases (OR: 5.68; 95% CI: 1.54-20.93; p=0.009). Conclusion: In summary, for patients with infectious diseases, acute malnutrition (BMI/age) is associated directly with the diagnosis of high nutritional risk by STRONGkids.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 302
Author(s):  
Noor Cholifah ◽  
Rusnoto Rusnoto ◽  
Rizka Himawan ◽  
Trisnawati Trisnawati

Latar Belakang :. Wanita mengalami kehilangan  zat besi akibat menstruasi sehingga zat besi yang harus diserap adalah 1,4 mg per hari menyebabkan meningkatnya kebutuhan rata-rata zat besi setiap harinya. Rendahnya IMT mempengaruhi durasi atau lamanya menstruasi. Tujuan :Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan siklus menstruasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Di SMK Islam Jepara. Metode :Jenis penelelitian Survey Analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Peneliti menggunakan stratified sampling dengan mengambil jumlah populasi di SMK Islam Jepara sebanyak 401 siswi, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu menggunakan rumus Slovin sekitar 81 siswi. Analisa Bivariat menggunakan uji Chi Square dan Instrumen menggunakan lembar kuesioner dan cheklist sedangkan alat ukur yamg digunakan GcHb dan Timbangan. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan kejadian Anemia didapatkan nilai p value sebesar 0,019 < (α = 0,05) yang berarti Ho ditolak maka Ha diterima .Tidak ada hubungan bermakna antara siklus menstruasi dengan kejadian Anemia didapatkan nilai p value sebesar 0,749 > (α = 0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Kesimpulan : Ada hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian anemia di SMK Islam Jepara. Tidak ada hubungan siklus menstruasi dengan kejadian anemia di SMK Islam Jepara.


2018 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 32
Author(s):  
Crista Lorensa ◽  
Galih Indra Permana ◽  
Irka Gibriela Mia ◽  
Nindya Abelina Octoviani Leiden ◽  
Nurul Atdania Lestari ◽  
...  

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di negara berkembang. Di Kota Palangka Raya tahun 2016, penyakit ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit. Puskesmas Pahandut memiliki kejadian ISPA tertinggi tiap tahunnya. Faktor yang berkaitan dengan tingginya angka insiden ISPA antara lain status gizi balita. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan status gizi (berat badan menurut umur) terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Pahandut, Kota Palangka Raya pada bulan Maret-Februari tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini yaitu balita berusia 1-5 tahun berjumlah 70 responden yang didapat dengan teknik simple random sampling. Status gizi dinilai berdasarkan data antropometri berupa berat badan/umur dan diinterpretasi dengan Z-score menurut standar WHO 2005. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan wawancara. Analisis data menggunakan Uji Chi Square (x2). Hasil penelitian ini diperoleh balita yang terkena ISPA 31,4% dengan gizi kurang 18,6 % dan status gizi baik 12,9%. Analisis hubungan variabel diperoleh P value 0,000 (P<0,05) yaitu secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi terhadap kejadian ISPA pada balita. Kesimpulan penelitian ini ada hubungan status gizi (berat badan menurut umur) terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Pahandut, Kota Palangka Raya pada bulan Maret-Februari tahun 2017.


Author(s):  
Shahin Koohmanaee ◽  
Bahram Dabandi ◽  
Adel Baghersalimi ◽  
Roghayeh Zare ◽  
Mohammad Aghaeizadeh Zoroufi ◽  
...  

Background: Osteoporosis is one of the main causes of morbidity in patients with thalassemia major. Osteoprotegerin (OPG) is secreted by osteoblasts and osteogenic stromal stem cells and protects the skeleton from excessive bone reabsorption. In this study, the authors aimed to assess the relationship between OPG with osteoporosis and osteopenia in patients with thalassemia major. Materials and Methods: In this analytic cross-sectional study, 37 patients aged 8-18 years, with thalassemia major were enrolled. Biochemical markers including hemoglobin, ferritin, calcium, phosphorus levels, and MRI T2* heart and liver were assessed. A bone mineral densitometry (BMD) was performed as well. Statistical analysis was performed by the independent T-test and Chi-Square test using the SPSS 20. The Multiple linear regression analysis was used to investigate the association between the BMD Z-score and OPG by the effect modification. Results: The mean age of patients was 14.86±3.72 years. Normal bone density, osteopenia, and osteoporosis were noted in 2 (5.4%), 21 (56.8%), and 14 (37.08%) patients, respectively. The number of girls (P=0.042), mean age (P=0.045), and MRI T2* heart (P=0.033) in patients with osteopenia was significantly higher than patients with osteoporosis. The BMD Z-score was not significantly associated with OPG regarding the total number of participants, whereas in patients with osteoporosis, this association was significant (P=0.001). In all effect modified models, BMD remained statistically non-significant except for body mass index modification (P=0.046). Conclusion: Based on the results, it seems that further complicated studies are needed to be performed on this issue.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 41-45
Author(s):  
Mery Sambo ◽  
Ni Wayan Riskyanti ◽  
Neni Sombo Bamba

Remaja sangat mudah mengalami stress. Dampak dari stress adalah remaja akan terlihat cemas, gelisah, bingung, mudah tersinggung dan cenderung mudah marah karena hal-hal yang sepele. Stres merupakan suatu reaksi baik secara fisik maupun emosional terhadap rangsangan atau perubahan yang terjadi disekitarnya. Salah satu perubahan yang memiliki dampak besar bagi para remaja ialah social distancing. Aturan social distancing yang disebabkan oleh pandemi membuat remaja tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari mereka seperti biasanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara social distancing dengan tingkat stres pada remaja usia sekolah. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain cross sectional study. Pengambilan sampel menggunakan propotional stratified sampling dengan jumlah 76 responden. Instrumen yang digunakan untuk mengukur  persepsi social distancing adalah  Short Social Participation Questionnaire-Lockdowns (SSPQ-L), untuk mengukur tingkat stress menggunakan kuesioner DASS-42. Uji statistic menggunakan uji chi-square dan diperoleh p=0.000 (?=0.05), yang berarti social distancing memiliki hubungan dengan tingkat stres pada remaja usia sekolah SMP Frater Mamasa. Social distancing merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi tingkat stres pada remaja usia sekolah


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 5-8
Author(s):  
Ayatun Fil Ilmi ◽  
Diah Dwi Pujiastati

Short stunted stature is a condition where z-score for height per age is less than -2 SD. Stunted children have a risk of 3,4 times being obese adolescents. In stunted adolescents, there is a disruption of the fat oxidation process that can cause obesity. In addition, stunted adolescents are less active than non-stunted. The purpose of this study was to determine whether a sedentary lifestyle is a factor that increases the risk of obesity in stunted adolescents. This study is an analytical study with a cross sectional research design. The participants are 63 adolescent selected by purposive sampling. Measurement include z-score height per age and BMI per age. Sedentary lifestyle is determined using modified Adolescent Sedentary Activity Questionnaire (ASAQ) and it categorize high if ≥5 hours per day. Data was analyzed by Chi-square. Proportion of stunted obesity in SMPN 1 and 2 Pasar Kemis in Tangerang Distric is 44,4%. There was significant relationship between sedentary lifestyle and obesity in stunted adolescent (p=0,001). Sedentary lifestyle are factors that increase the risk of stunted obesity in adolescents of SMPN 1 and 2 Pasar Kemis in Tangerang Distric. From the results of this study, it is hoped that institutions will continue to provide guidance and outreach to students so that obesity does not occur stunted.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 274-278
Author(s):  
Eneng Resti ◽  
Riska Wandini ◽  
Rilyani Rilyani

SUPPLYING ASI (MP-ASI) COMPLEMENTARY FOOD ASSOCIATED WITH STUNTING EVENTS IN BABIES Background: The prevalence of children under five with stunting in Indonesia in 2017 (36.4%) according to the 2018 Basic Health Research Lampung, which was ranked 24th out of 32 provinces in Indonesia, namely 27.3% with the highest incidence in Way Kanan (36.07%) being the lowest are in Metro City (14.75%). One of the factors causing stunting is the provision of complementary feeding (MP-ASI) which is not fulfilled in terms of time, frequency and type of food given to toddlers.Purpose: To knowing the relationship between complementary feeding (MP-ASI) and the incidence of stunting in mothers who have the characteristics of children aged 7-24 months at Public Health Services (Puskesmas) Hanura Teluk Pandan Pesawaran Regency 2020.Methods: This type of quantitative research used a cross sectional design and the population of this study were mothers who had children aged 7-24 months in the Hanura Public Health Center with 41 respondents using total sampling technique. The instrument in this study used a questionnaire sheet and the determination of stunting by calculating the Z-Score PB / U <-2SD, bivariate analysis using the Chi-Square test.Results: The statistical test of complementary feeding (MP-ASI) Chi-Square obtained P-Value = 0.000 with an Odd Ratio value of 0.083.Conclusion: There is a relationship between complementary feeding (MP-ASI) with the incidence of stunting in children under five at the working area of Public Health Services (Puskesmas) Hanura Teluk Pandan District, Pesawaran Regency in 2020. Suggestions will further improve the community outreach program, especially for mothers who have a toddler to prevent stunting in the future. Keywords : Stunting, complementary feeding, toddlers ABSTRAK Pendahuluan: Prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun 2018 adalah 30,8% menurut Riset Dasar Kesehatan tahun 2018 Lampung menjadi peringkat ke-24 dari 32 provinsi di Indonesia yaitu 27,3% dengan kejadian tertinggi di Way Kanan 36,07% sedang yang terendah terdapat di Kota Metro 14,75%. Salah satu faktor penyebab stunting adalah pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak terpenuhi baik dari waktu, frekuensi serta jenis makanan yang diberikan kepada balita.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan kejadian stunting pada ibu yang memiliki karakteristik balita usia 7-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Tahun 2020.Metode: Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross sectional dan populasi dari penelitian ini yaitu ibu yang memiliki balita usia 7-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Hanura dengan jumlah responden 41 orang dengan teknik total sampling. Instrumen dalam penelitian ini dengan menggunakan lembar kuesioner dan penentuan stunting dengan perhitungan Z-Score PB/U <-2SD analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square.Hasil: Uji statistik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) Chi-Square didapat P-Value = 0.000 sehingga P-Value< α (0,000 <0,05) maka H0 ditolak dengan nilai Odd Ratio0.083.Kesimpulan: Terdapat hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. Saran agar Puskesmas Hanura Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran semakin meningkatkan program penyuluhan kepada masyarakat terutama pada ibu yang memiliki balita untuk mencegah terjadinya stunting dikemudian hari. Kata kunci   : Stunting, MP-ASI, Balita


2018 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Siti Nurkomala ◽  
Nuryanto Nuryanto ◽  
Binar Panunggal

Latar Belakang: Praktik pemberian MPASI berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dan anak. Pemberian MPASI yang tidak tepat dapat menyebabkan stunting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik pemberian MPASI pada anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan. Metode: Penelitian cross-sectional dilakukan di Kabupaten Cirebon. Subjek terdiri dari 42 subjek stunting dan 42 subjek tidak stunting yang diambil dengan metode consecutive sampling. Praktik pemberian MPASI meliputi waktu pemberian MPASI pertama, variasi bahan MPASI, frekuensi pemberian MPASI, dan asupan zat gizi, didapatkan dari kuesioner food recall 3x24 jam. Stunting ditentukan dengan perhitungan Z-Score PB/U <-2 SD, sedangkan tidak stunting ditentukan dengan PB/U -2 s/d +2 SD. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square, Independent T-Test, dan Mann Whitney.Hasil: Rerata kecukupan asupan energi pada kelompok stunting adalah 70.14±21.91% total kebutuhan, sedangkan pada kelompok tidak stunting adalah 106.4±35.26% total kebutuhan. Total subjek pada kelompok stunting yang memiliki asupan energi kurang sebanyak 88.1%, asupan energi cukup sebanyak 9.5%, dan asupan energi berlebih sebanyak 2.4%, sedangkan asupan energi yang rendah, cukup, dan berlebih pada kelompok tidak stunting masing-masing sebanyak 33.3%. Asupan energi, protein, besi dan seng menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok stunting dan tidak stunting (p<0.05). Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI antara kelompok stunting dan tidak stunting (p=0.008), sedangkan waktu pemberian MPASI pertama dan frekuensi pemberian MPASI tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p>0.05).Simpulan: Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI dan rerata asupan energi, protein, besi, dan seng pada praktik pemberian MPASI antara anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 62
Author(s):  
Eliyana Lulianthy ◽  
Puji Astuti ◽  
Tilawati Aprina

Stunting merupakan permasalahan global yang dialami oleh 150,8 juta balita di dunia. Kalimantan Barat memiliki 40% balita yang terindikasi stunting. Upaya penangananstunting terfokus pada perbaikan nutrisi anak. Padahal, kondisi ibu seperti tinggi badan juga dapat mempengaruhi kejadian stunting pada anak. Indonesia dengan 1.300 etnis,memiliki keberagaman sik dan genetik. Oleh sebab itu, penelitian tentang korelasi tinggibadan orang tua dari etnis tertentu pada kejadian stunting perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi korelasi antara tinggi badan ibu dan kejadian stuntingpada anak di masyarakat Sambas, Kalimantan Barat. Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional dengan menggunakan metode consecutive sampling. Sebanyak 86 pasang ibu dan balita (5-59 bulan) yang tinggal di Desa Tengguli, Kabupaten Sambas diambil sebagai sampel. Status gizi balita diukur berdasarkan rasio Tinggi Badan/Usia balita dan dico- cokkan dengan Z-score WHO. Data diuji menggunakan uji Chi square. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 92% balita yang lahir dari ibu pendek (< 150 cm) merupakan balita kelompok “pendek” dan “sangat pendek” atau stunting. Terdapat korelasi positif antara ibu pendek dengan balita stunting dengan p-value 0,038. Pada masyarakat Sambas, ibu bertubuh pendek cenderung memiliki keturunan bertubuh pendek.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document