scholarly journals Asupan Zat Gizi dan Status Gizi Remaja Putri di Pondok Pesantren Firdaus

2021 ◽  
Vol 3 (01) ◽  
pp. 1-8
Author(s):  
Zulia Setiyaningrum

Pertumbuhan serta perkembangan tubuh pada remaja memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Pertumbuhan dan perkembangan jika tidak diimbangi dengan asupan zat gizi yang seimbang akan mengakibatkan masalah gizi, baik defisiensi akan zat gizi maupun obesitas. Kabupaten Jembrana memberikan kontribusi terhadap angka masalah gizi pada anak remaja di Provinsi Bali. Tujuan penelitian yaitu menganalisis hubungan asupan energy, karbohidrat, protein dan lemak dengan status gizi pada remaja putri di Pondok Pesantren Firdaus. Penelitian cross-sectional ini melibatkan 52 remaja putri dengan usia 12-17 tahun yang dipilih dengan menggunakan sistematic random sampling. Data asupan zat gizi diambil dengan waawancara menggunakan form food recall 24 jam selama 3 hari, data status gizi berdasarkan IMT/U diperoleh dengan pengukuran berat badan menggunakan tmbangan digital dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise. Data dianalisis dengan software SPSS, uji kenormalan menggunakan uji Komogorov Smirnov dan uji hubungan dengan uji Person Product Moment. Hasil penelitian ini menunjukkan asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat subjek rata-rata defisiensi berat, status gizi subjeksebagian besar termasuk gizi baik (67,3%). Uji hubungan asupan energi, protein dan karbohidrat dengan status gizi mendapatkan hasil nilai p berturut-turut (0,26; 0,38; 0,84), uji hubungan asupan lemak dengan status gizi mendapatkan hasil nilai p (0,03). Kesimpulan yang didapat adalah terdapat hubungan asupan lemak dengan status gizi, tidak terdapat hubungan asupan energi, protein, karbohidrat dengan status gizi.

2021 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 223
Author(s):  
Silvia Alfinnia ◽  
Lailatul Muniroh ◽  
Dominikus Raditya Atmaka

ABSTRAK Latar Belakang: Anak usia sekolah mengalami peningkatan kebutuhan gizi untuk tumbuh kembang. Di usia ini, anak-anak bisa memilih makanan maupun media bermain sesuai keinginan mereka. Aktivitas menggunakan layar yang berlebih serta perilaku makan yang buruk dapat memicu terjadinya obesitas.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Screen Based Activity (SBA) dan perilaku makan dengan status gizi anak usia sekolah.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di SDI Darush Sholihin Kabupaten Nganjuk. Besar sampel sebanyak 48 siswa yang dipilih secara proportional random sampling. Pengumpulan data meliputi berat badan, tinggi badan, kuesioner SBA, Food Frequency Questionnaire (FFQ), serta food recall 2x24 jam. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dan Kendall’s tau dengan nilai signifikansi 0,05.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan SBA (p=0,151), perilaku makan makanan pokok (p=0,101), perilaku makan lauk hewani (p=0,212), perilaku makan lauk nabati (p=0,829), perilaku makan sayuran (p=0,751) dan perilaku makan jajanan (p=0,109) dengan status gizi. Namun, terdapat hubungan perilaku makan buah (p=0,040) dengan status gizi.Kesimpulan: Konsumsi buah-buahan yang sering tanpa memperhatikan kandungan gula dan cara penyajian dapat memberikan risiko obesitas pada anak. Diperlukan pendidikan gizi kepada pihak sekolah maupun orang tua mengenai pembatasan SBA dan perilaku makan sehat terutama buah untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dan terhindar dari obesitas.


2017 ◽  
Vol 1 (01) ◽  
pp. 61
Author(s):  
Hepi Diah Apika ◽  
Endo Dardjito ◽  
Dyah Umiyarni Purnamasari

Abstract The purpose of this study analyze the relationship between the iodine content of salt consumption and the level of consumption of iodine levels in women of childbearing age UIE. The study was observational with cross sectional design. The research location in the village of Kebumen, Baturraden subdistrict, Banyumas. Subjects were 38 selected by simple random sampling technique. The consumption level of iodine was measured by the method of Food Recall 2x24 hours. Salt iodine content was measured by iodometric titration method and UIE levels measured by acid digestion method in the laboratory BP2GAKI Magelang. Data analysis using spearman correlation. A total of 71.1% women of childbearing age using the iodine content of salt consumption of <30 ppm. The consumption level of iodine less subject category (86.8%). UIE levels by an average of 156.50 μg/L category of normal iodine intake. There was no relationship with the iodine content of salt UIE levels (p=0.671). No correlation with levels of iodine consumption levels UIE (p=0.586). Levels of UIE women of childbearing age are not affected by the iodine content of salt and iodine consumption levels.   Keywords: Iodized salt, consumption levels, UIE   Abstrak   Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kadar yodium konsumsi garam dan tingkat konsumsi kadar yodium pada wanita usia subur UIE. Penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan cross sectional. Lokasi penelitian di desa Kebumen, Kecamatan Baturraden, Banyumas. Subjek penelitian dipilih dengan teknik simple random sampling. Tingkat konsumsi yodium diukur dengan metode Food Recall 2x24 jam. Kandungan garam yodium diukur dengan metode titrasi iodometrik dan tingkat UIE yang diukur dengan metode pencernaan asam di laboratorium BP2GAKI Magelang. Analisis data menggunakan korelasi spearman. Sebanyak 71,1% wanita usia subur menggunakan kandungan yodium konsumsi garam <30 ppm. Tingkat konsumsi kategori subjek kurang yodium (86,8%). Tingkat UIE rata-rata 156,50 μg / L kategori asupan yodium normal. Tidak ada hubungan dengan kadar yodium kadar garam UIE (p = 0,671). Tidak ada korelasi dengan tingkat kadar konsumsi yodium UIE (p = 0,586). Tingkat wanita UIE pada usia subur tidak terpengaruh oleh kadar yodium tingkat konsumsi garam dan yodium.  Kata kunci: garam beryodium, tingkat konsumsi, UIE


2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 90
Author(s):  
Intan Galih Cornia ◽  
Merryana Adriani

Background: Taekwondo is a physical activity or body movement that is conducted repeatedly with muscles as the most active organ. The problems that occurs to the athletes is the poor-organized consumption pattern, thus they lack of nutritional intake. The good nutritional intake is obtained from the sufficient nutritional intake so that the physical fitness becomes better. Meanwhile, young adults require sufficient nutritional intake so that their physical fitness can be better.Objective: This research aimed to analyze the relationship between the nutritional intake and nutrition status with the physical fitness of the university students joining the student activity unit of taekwondo in Universitas Airlangga Surabaya.Methods: This research was the analytical research with the cross-sectional design. The sample of the research was as many as 52 people who were acquired by utilizing the simple random sampling. The data collection included nutritional status by measuring the weight and height to figure out the Body Mass Index (BMI) and 2x24 hours food recall to understand the food intake.Results: The result demonstrated that there was a relationship between the nutritional status (p=0.014) and the intake of energy, protein, carbohydrate, and fat (p=0.05) had no relationship with the physical fitness.Conclusions: It could that the nutritional status was related to the physical fitness. The respondents who had normal nutrition status obtained the good physical fitness. There should be the addition of information regarding the nutrients to obtain the good nutritional status.ABSTRAKLatar Belakang: Taekwondo merupakan aktivitas fisik atau gerakan anggota tubuh yang dilakukan secara berulang dan organ yang paling aktif yaitu otot. Permasalah yang sering terjadi pada olahragawan yaitu suka konsumsi makanan yang tidak teratur sehingga asupan gizinya kurang tercukupi. Asupan gizi yang baik diperoleh dari asupan gizi yang cukup sehingga kebugaran jasmaninya baik.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara asupan zat gizi makro dan status gizi dengan kebugaran jasmani mahasiswa UKM taekwondo.Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel 52 orang, diambil secara acak sederhana menggunakan simple random sampling. Pengumpulan data meliputi status gizi dengan cara penimbangan berat dan pengukuran tinggi badan untuk mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT), food recall 2x24 untuk mengetahui asupan makannya dan tes balke untuk kebugaran jasmani. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan kolerasi pearson.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara status gizi (p=0,014) dengan kebugaran jasmani sedangkan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak (P=0,05) tidak terdapat hubungan dengan kebugaran jasmani.Kesimpulan: Status gizi berhubungan dengan kebugaran jasmani. Responden yang memiliki status gizi normal cenderung memiliki kebugaran jasmani yang baik. Perlu dilakukan penambahan informasi terkait zat gizi agar tercipta status gizi yang baik.


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Hesty Dwi Septiawahyuni ◽  
Dewi Retno Suminar

Background: One Indicator of successful health development are toddlers free from stunting. The cause of stunting is a lack of macro and micro nutrients and chronic infectious diseases. Micronutrients such as zinc have  a role in growth which affects the  hormones that play a role in bone growth. The role of zinc in motoric development indirectly is in arranging  and releasing neurotransmitters that can affect nerve stimulation in the brain. This neurotransmitters will deliver nerve stimulation so that motor motion occurs. Motor development is a motion that involves muscles, brain and nerve that are controlled by the central part of the motor that is brain. Objectives: The purpose of this study was to analyze the relationship between adequacy of zinc intake and motoric development in stunted and non-stunted toddlers.Methods: This type of research is an observational study with cross sectional design. The sample size was 50 toddlers, consisted of 25 stunting toodlers and 25 non-stunting toddlers and lived  in Puskesmas Wilangan, Nganjuk District, chosen by simple random sampling technique. Adequacy of zinc intake data was assessed using the Food Recall Form 3x 24 hours. Measurement of motoric development using the Pre-Screening Development Questionnaire (KPSP). Descriptive and inferential data analysis using Chi Square Test. Results: The result showed that there was a correlation between the level of zinc adequacy and motor development in the stunting toddler group (p=0.04) and non-stunting toddlers group (p=0.031).Conclusions: The level of adequacy of zinc has enough motor development better than the level of zinc sufficiency is less in the group of non-stunting toddlers.ABSTRAKLatar Belakang: Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah balita  terbebas dari stunting. Penyebab stunting yaitu kekurangan zat gizi makro maupun mikro dan penyakit infeksi kronis. Zat gizi mikro seperti zinc mempunyai peran pada pertumbuhan yaitu mempengaruhi hormon-hormon yang berperan dalam pertumbuhan tulang. Selain itu, peran zinc pada perkembangan motorik secara tidak langsung yaitu dalam menyusun dan melepas neurotransmitter yang dapat mempengaruhi rangsangan syaraf di dalam otak. Neurotransmitter ini akan menghantarkan rangsangan syaraf sehingga gerak motorik terjadi. Perkembangan motorik merupakan gerak yang melibatkan otot, otak dan syaraf yang dikontrol pada bagian pusat motorik yaitu otak.Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan kecukupan asupan zinc dengan perkembangan motorik pada balita stunting dan non-stunting.  Metode: Jenis penelitian tergolong penelitian observasional dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian berjumlah 50 balita, terdiri dari 25 balita stunting dan 25 balita non-stunting yang bertempat tinggal  di wilayah kerja Puskesmas Wilangan Kabupaten Nganjuk, dipilih dengan teknik simple random sampling. Data kecukupan asupan zinc dinilai menggunakan formulir Food Recall yang dilakukan 3x24 jam. Pengukuran perkembangan motorik menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Analisis data secara deskriptif dan Inferensial menggunakan uji Chi Square.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat kecukupan zinc dengan perkembangan motorik pada kelompok balita stunting (p=0,04) dan kelompok balita non-stunting (p=0,031).  Kesimpulan: Tingkat kecukupan zinc cukup mempunyai perkembangan motorik yang lebih baik daripada tingkat kecukupan zinc kurang pada kelompok balita non-stunting.


2018 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 56-66
Author(s):  
Putri Octaviani ◽  
M. Dody Izhar ◽  
Andy Amir

Gizi dibutuhkan oleh anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan. Apabila masalah gizi pada anak tidak ditangani sedini mungkin, akan timbul masalah kesehatan di masa yang akan datang. Prevalensi anak dengan kategori kurus di Indonesia pada usia 6-12 tahun adalah 12,2% dan gemuk sebesar 9,2%, sedangkan tahun 2013 prevalensi anak dengan kategori pendek (TB/U) pada anak usia 5-12 tahun di Provinsi Jambi sebesar 29,7%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada anak sekolah dasar di SD Negeri 47/IV Kota Jambi. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi sebanyak 1.265 siswa dengan sampel sebanyak 60 siswa pada kelas IV dan V SD Negeri 47/IV Kota Jambi. Teknik sampel dengan menggunakan stratified proportionate random sampling, penelitian dilakukan 7 Mei s/d 21 Mei 2018. Adapun yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuesioner Food Recall 2x24 jam dan PAQ-C. Analisis data dengan menggunakan uji fisher’s exact test pada tingkat kepercayaan 95% atau α=5% (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola makan tidak berhubungan dengan status gizi pada anak dengan nilai p = 0,069. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada anak dengan nilai p = 0,033. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan dengan status gizi, namun terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi pada anak sekolah dasar di SD Negeri 47/IV Kota Jambi.


2017 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 220
Author(s):  
Syahid Kinayung Widyaji ◽  
Trias Mahmudiono

Background: Anemia is one of the nutritional problem in society with low socioeconomic status. Low socioeconomic associated with lower nutritional intake do to limited access to a variety of foods.Objective: the aim of this study was to analyze the relationship netween household expenditure and intake protein with hemoglobin level among sand miner.Method: this was a cross sectional study with 51 sample sand miner was selected by simple random sampling. The data were collected through interview using questionnaire, 2x24 hours food recall, and hemoglobin level measured by Easy Touch GCHb. Data were analyzed using Pearson correlation.Result: The result showed that there were associations between household expenditure (p = 0.016) and intake protein (p = 0.037) to hemoglobin level. Conversely, there was no association between intakes of iron to hemoglobin level.Conclusion: Household expenditure and intake protein related to the hemoglobin level among sand miner.Conclusion : Patient satisfaction of food by outsourcing system was no difference from the patient satisfaction of food by self operated system.ABSTRAK Latar Belakang: Anemia merupakan salah satu masalah gizi pada masyarakat dengan status sosial ekonomi yang rendah. Pada sosial ekonomi yang rendah cenderung asupan zat gizinya rendah karena terbatasnya akses ke pangan yang beragam.Tujuan: Untuk menganalisis hubungan antara pengeluaran rumah tangga, asupan protein, dan asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada pekerja tambang pasir tradisional.Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan besar sampel 58 pekerja tambang pasir tradisional yang dipilih menggunakan simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, 2x24 hours food recall, dan kadar hemoglobin diukur dengan alat Easy Touch GCHb. Uji statistik yang digunakan adalah korelasi pearson.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan pengeluaran rumah tangga (p = 0,016) dan asupan protein (p = 0,037) dengan kadar hemoglobin. Sebaliknya tidak terdapat hubungan  asupan zat besi (p = 0,258) dengan kadar hemoglobin.Kesimpulan: Pengeluaran rumah tangga dan asupan protein berhubungan dengan kadar hemoglobin pada pekerja tambang pasir tradisional.


2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 110-117
Author(s):  
Youvita Indamaika Simbolon ◽  
Triyanti Triyanti ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Latar belakang: Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SFFQ). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.


2017 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 275
Author(s):  
Arini Rahmatika Sari ◽  
Lailatul Muniroh

Introduction: Work Fatigue is the common condition experienced by most worker but if this condition occured continously, it will affect of the worker’s health condition. Work fatigue can be affected by several factors, some of which are energy intake and nutritional status. Objective: The aim of this research was to analyze the correlation between the adequacy of energy intake and nutritional status with the level of work fatigue. Methods: This study was an analytic observational, used cross sectional study with 33 sample from 48 workers of cocoa powder production PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya selected by simple random sampling. Data were collected by food recall 2X24 hours for energy intake, measuring weight and height for nutritional stastus and Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) questionnaire for the level of fatigue. Data were analyzed by ranks spearman correlation test. Results: Most of workers were <25 years old (42.4%), the adequacy of energy intake were deficit (66.7%), the nutritional status were normal (54.5%), and the work fatigue were moderate (63.6%). The result of this research showed that there were corellation between the adequacy of energy intake (p-value=0.001) and nutritional status (p-value=0.018) with the level of work fatigue. Conclussion: In conclusion, lower energy intake and high BMI would increase the level of fatigue.ABSTRAKPendahuluan: Kelelahan kerja menjadi keadaan umum yang dialami hampir semua tenaga kerja, namun jika hal ini terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja. Kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, beberapa diantaranya yaitu asupan energi dan status gizi pekerja.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kecukupan asupan energi dan status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebesar 33 pekerja dari 48 pekerja bagian produksi cocoa powder PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya yang dipilih menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan food recall 2X24 hours untuk asupan energi, pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk status gizi, serta kuesioner Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) untuk tingkat kelelahan kerja. Analisis data menggunakan uji statistik ranks spearman. Hasil: Sebagian pekerja besar responden berusia <25 tahun (42,4%), kecukupan asupan energi yang tergolong kurang (66,7%), status gizi normal (54,5%), dan tingkat kelelahan kerja yang tergolong sedang (63,6%). Terdapat hubungan antara kecukupan asupan energi (p=0,001) dan status gizi (p=0,018) dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Kesimpulan:. Semakin kurang asupan energi dan semakin tinggi IMT maka akan semakin tinggi tingkat kelelahan kerja pada pekerja.


2017 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 172
Author(s):  
Dwi Putri Pangesti Suryo Andadari ◽  
Trias Mahmudiono

Background: Childrens needs adequacy nutrients to support the growth process. Nutritional needs in children period can be fullfiled by consuming a variety of foods. Agricultural and pond dominated area can to provide adequate food availability. Objectives: The purpose of this study is to analyze the differences of dietary diversity and the level of energy and protein adequacy in children in agricultural and pond dominated areas. Method: This cross sectional study design and samples are 55 children under five years with the mothers/babysitters as respondents. Samples are taken using proportional random sampling. Dietary diversity are assessed using Individual Dietary Diversity Score (IDDS) with the criteria considered to consume if the amount minimum 10 grams. Adequacy energy and protein is assessed using food recall 2×24 hours and continued by compared with AKG. The differences of dietary diversity, energy ad protein adequacy rates are analyzed using Mann Whitney Test. Results: The results shows that  children in agricultural area classified low dietary diversity and middle dietary diversity in children pond dominated area (p=0.024). Children in agricultural and pond dominated areo classified less energy adequate (0.588) and more protein adequacy (0.459). Conclusion: There is difference of dietary diversity at children in agricultural and pond dominated area and ther is no difference of energy and protein adequacy in children in agricultural and pond dominated area.ABSTRAK Latar Belakang: Pada masa balita membutuhkan asupan gizi yang mencukupi untuk menunjang proses tumbuh kembang tersebut. Kebutuhan gizi pada balita dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan yang beragam. Pemenuhan pangan yang cukup tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup. Sumber daya pertanian dan perikanan seperti tambak memiliki potensi untuk menyediakan sumber pangan.Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan keragaman pangan dan tingkat kecukupan energi dan protein pada balita di wilayah pertanian dan tambak.Metode: Penelitian cross sectional ini menggunakan sampel sebanyak 55 balita dengan ibu/pengasuh sebagai responden. Sampel diambil menggunakan proportional random sampling. Keragaman pangan dinilai menggunakan Individual Dietary Diversity Score (IDDS) dan dinilai dengan kriteria minimum konsumsi 10 gram. Data konsumsi pangan dikumpulkan menggunakan food recall 2×24 jam kemudian dikonversi dibandingan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mendapatkan Tingkat Kecukupan Energi dan Tingkat Kecukupan Protein. Data dianalisis menggunakan Mann Whitney Test.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita di wilayah pertanian tergolong keragaman pangan rendah dan balita di wilayah tambak tergolong keragaman pangan sedang (p=0,024). Balita di wilayah pertanian maupun tambak tergolong tingkat kecukupan energi kurang (p=0,588) dan tingkat kecukupan protein (p=0,459).Kesimpulan: Terdapat perbedaan keragaman pangan minimum konsumsi 10 gram diterapkan pada balita di wilayah pertanian dan tambak dan tidak terdapat perbedaan kecukupan energi serta protein pada balita di wilayah pertanian dan tambak. 


2017 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 275
Author(s):  
Arini Rahmatika Sari ◽  
Lailatul Muniroh

Introduction: Work Fatigue is the common condition experienced by most worker but if this condition occured continously, it will affect of the worker’s health condition. Work fatigue can be affected by several factors, some of which are energy intake and nutritional status. Objective: The aim of this research was to analyze the correlation between the adequacy of energy intake and nutritional status with the level of work fatigue. Methods: This study was an analytic observational, used cross sectional study with 33 sample from 48 workers of cocoa powder production PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya selected by simple random sampling. Data were collected by food recall 2X24 hours for energy intake, measuring weight and height for nutritional stastus and Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) questionnaire for the level of fatigue. Data were analyzed by ranks spearman correlation test. Results: Most of workers were <25 years old (42.4%), the adequacy of energy intake were deficit (66.7%), the nutritional status were normal (54.5%), and the work fatigue were moderate (63.6%). The result of this research showed that there were corellation between the adequacy of energy intake (p-value=0.001) and nutritional status (p-value=0.018) with the level of work fatigue. Conclussion: In conclusion, lower energy intake and high BMI would increase the level of fatigue.ABSTRAKPendahuluan: Kelelahan kerja menjadi keadaan umum yang dialami hampir semua tenaga kerja, namun jika hal ini terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja. Kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, beberapa diantaranya yaitu asupan energi dan status gizi pekerja.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kecukupan asupan energi dan status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebesar 33 pekerja dari 48 pekerja bagian produksi cocoa powder PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya yang dipilih menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan food recall 2X24 hours untuk asupan energi, pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk status gizi, serta kuesioner Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) untuk tingkat kelelahan kerja. Analisis data menggunakan uji statistik ranks spearman. Hasil: Sebagian pekerja besar responden berusia <25 tahun (42,4%), kecukupan asupan energi yang tergolong kurang (66,7%), status gizi normal (54,5%), dan tingkat kelelahan kerja yang tergolong sedang (63,6%). Terdapat hubungan antara kecukupan asupan energi (p=0,001) dan status gizi (p=0,018) dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Kesimpulan:. Semakin kurang asupan energi dan semakin tinggi IMT maka akan semakin tinggi tingkat kelelahan kerja pada pekerja.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document