Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

155
(FIVE YEARS 22)

H-INDEX

3
(FIVE YEARS 1)

Published By Agency For Marine And Fisheries Research And Development

2502-6550, 1979-6366

2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 101
Author(s):  
Budijono Parni ◽  
Eko Prianto ◽  
Muhammad Hasbi ◽  
Andri Hendrizal

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang berperan penting dalam mendukung kehidupan biota laut. Keberadaan hutan mangrove di Kabupaten Kepulauan Meranti saat ini terus mengalami degradasi yang berimplikasi terhadap menurunnya fungsi ekologis, sosial dan ekonomi masyarakat lokal. Upaya meminimalisir kerusakan hutan mangrove terus dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat lokal hingga saat ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan melalui budidaya kepiting bakau dengan sistem sylvofishery. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dan wawancara yang dilakukan di Kelurahan Teluk Belitung dan Desa Bandul Kabupaten Meranti. Data dan informasi dihimpun dari penelusuran, dan penelahaan data dan informasi hasil penelitian serta laporan kegiatan yang terkait dengan budidaya kepiting bakau dengan sistem silvofishery. Hasil kajian menunjukkan potensi pengembangan budidaya laut di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebar di beberapa pulau seperti Pulau Padang, Tebing Tinggi dan Pulau Rangsang dengan luas lahan sebesar 438 ha. Luasnya lokasi budidaya didukung pula dengan kualitas perairan yang cukup bagus dan cocok untuk dikembangkan budidaya kepiting dengan sistem sylvofishery. Ujicoba penerapan sylvofishery kepiting bakau model kurungan tancap diperoleh tingkat survival rate mencapai 70 % dan pertumbuhan rata-rata berkisar 100 – 140 g per bulan. Pemeliharaan kepiting bakau dengan sistem sylvofishery selama 3 bulan dapat memberikan keuntungan dan tambahan penghasilan per bulan sebesar Rp. 1.070.150. Dalam satu siklus pembesaran jika kondisi normal dapat mengembalikan investasinya sehingga sylvofishery kepiting bakau layak dijadi usaha alternatif bagi masyarakat pesisir.Mangrove forest is one of the coastal ecosystems were plays a role in supporting marine life. Existence of mangrove forests in the Meranti Kepulauan district is experiencing degradation which has implications for the decline to ecological, social and economic functions of the local community. The efforts for minimize damage of mangrove forests have been carried out by local governments and local communities. One of the effort could be done through the cultivation of mud crabs with sylvofishery system. Experiment method was applied and interview was done in Teluk Belitung and Bandul villages, Meranti Regency. Data and information were collected and had been analyzed and activities reported that related to mud crab culture using the silvofishery system. The resut of the study showed that potential development of marine culture in the Kepulauan Meranti district is spread across several islands such as Padang Island, Tebing Tinggi and Pulau Rangsang with an area of 438 ha. The extent of the aquaculture site is also supported by good waters quality and suitable for developing mud crab culture with the sylvofishery system. The trial application of the mud crab silvofishery model of fixed confinement obtained a survival rate of up to 70% and an average growth of around 100-140 g per month. Maintenance of mangrove crabs with the sylvofishery system for 3 months can provide benefits and additional income per month of IDR. 1,070,150. In one cycle of enlargement if normal conditions, it’s can return the investment so the mangrove crab sylvofishery deserves to be an alternative effort for coastal communities.


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 87
Author(s):  
Estu Nugroho ◽  
Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi ◽  
Aisyah Aisyah ◽  
Bambang Priono

Berbagai ancaman terhadap populasi belida di alam, seperti rendahnya nilai indikator ketersediaan induk di alam (15%), tingkat pemanfaatan yang tinggi, dan beberapa aturan perlindungan sebagai bukti adanya kekhawatiran kepunahan belida, menunjukkan perlunya upaya pelestarian tertentu menuju pengelolaan belida yang berkelanjutan. Kajian bertujuan untuk memformulasikan upaya menjaga keberlanjutan populasi belida di alam dan mendukung upaya peningkatan produksi, dengan melihat kondisi terkini perikanan belida baik dari aktifitas penangkapan maupun budidaya. Analisis sederhana dilakukan terhadap produksi dan hasil tangkapan belida di wilayah Propinsi Riau serta perkembangan kegiatan budidaya. Hasil menunjukan bahwa terdapat beberapa hal positif yang mendukung pemanfaatan belida sebagai komoditi budidaya. Dari sisi penangkapan, kontribusi belida terhadap total produksi perikanan perairan darat baik secara lokal (Riau) maupun nasional adalah relatif kecil, namun sampai dengan saat ini kebutuhan pasar dan industri lokal Riau hingga luar Riau masih bisa dipenuhi. Di samping itu, terdapat mekanisme pasar yang memberlakukan harga tinggi pada ukuran besar serta keberadaan lubuk larangan sebagai daerah yang dilindungi. Hal positif lainnya adalah latar belakang genetik yang memungkinkan pemanfaatan benih dan indukan dari lokasi Kampar dan Palembang untuk keperluan pemulihan di alam. Serta telah dikuasainya teknologi pemijahan belida dalam lingkungan terkontrol di luar habitat alaminya. Di sisi lain masih terdapat kondisi yang tidak mendukung keberlanjutan sumber daya ikan belida antara lain kondisi alami habitatnya yang sudah mengalami degradasi. Degradasi yang lebih nyata terlihat diduga lebih cepat berdampak jika dibandingkan dengan upaya pemulihannya. Budidaya diyakini mampu menjembatani percepatan pemulihan tersebut guna meningkatkan produksi ikan belida dalam hal ini.Various threats occurred to clown knifefish (belida) populations in wild nature, such as the low value of indicators for the availability of broodstock in nature (15%), high utilization rates, and several protection regulations as evidence of clown knifefish extinction concerns, indicate the need for certain conservation efforts towards sustainable clown knifefish management. The study aims to formulate efforts to maintain the sustainability of clown knifefish populations to population also the needs in increasing production, by looking at the current conditions of clown knifefish fisheries both from fishing and aquaculture activities. A simple analysis was carried out on the production and catch of clown knifefish in Riau Province as well as aquaculture. The results show that there are several positive things that support the use of clown knifefish as an aquaculture commodity. In terms of fishing, the contribution of clown knifefish to total inland fishery production both locally (Riau) and nationally is small relatively, however until now the market and industrial needs of local Riau to outside Riau can still be met. In addition, there is a market mechanism that imposes a high price on large sizes as well as the existence of ‘lubuk larangan’ as a protected area. Other positive is the genetic background that allows the use of seeds and broodstock from Kampar and Palembang locations for recovery purposes in nature. Also technological developments of spawning in a controlled environment outside their natural habitat. On the other hand, there is unsupported condition to the sustainability of clown knifefish resources, including the degradation of habitat. The more obvious degradation is seen having a faster impact than the recovery effort. Aquaculture is believed to be able to bridge the acceleration of the recovery in order to increase the production of clown knifefish in this case.


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 75
Author(s):  
Kurnia Hardjanto

Pengembangan sektor perikanan dapat diintegrasikan dengan sektor pariwisata (mina wisata), dengan ragam kegiatan wisata di dalamnya. Mina Wisata merupakan aktifitas wisata yang berbasis pada kegiatan perikanan, seperti penangkapan, budidaya, pengolahan dan pemasaran. Tidar Dudan merupakan salah satu wilayah di Kota Magelang dengan keberadaan potensi perikanan yang dapat diintegrasikan dengan pariwisata dan menjadi tujuan (destinasi) Mina Wisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kegiatan mina wisata yang dapat dimunculkan di Tidar Dudan beserta pengembangan produknya. Selain itu, dapat dirumuskan strategi pengembangan mina wisata di Tidar Dudan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan strategi pengembangan dianalisis menggunakan matriks SWOT. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan diskusi terarah dengan responden penelitian. Hasil penelitian menunjukkan Mina Wisata di Tidar Dudan menjadi paket wisata minat khusus dengan daya tarik utama berupa outbond bertema perikanan, didukung keberadaan kompleks kolam budidaya dan alam perairan sungai yang ada. Produk mina wisata dapat dikembangkan dalam paket wisata Agro Education dan Susur Kampung Wisata. Strategi pengembangan mina wisata di Tidar Dudan antara lain dengan pengembangan paket mina wisata berbasis tematik dan lintas wilayah, pembenahan kelengkapan fasilitas dan aksesibilitas, pemasaran dan promosi produk mina wisata yang atraktif dan efektif, peningkatan investasi serta penguatan kapasitas pengelola wisata dan kelembagaan yang ada. The development of the fisheries sector can be integrated with the fisheries tourism sector (mina wisata), with a variety of tourism activities in it. Mina Wisata is a tourism activity based on fishery activities, like catching, aquaculturing, processing and marketing. Tidar Dudan is one of the areas in Magelang with the existence of fishery potential which can be integrated with tourism and to become the destination of fisheries tourism. This study aimed to determine the profile of tourism activities that can be raised in Tidar Dudan and its product development. In addition, this can be formulated a tourism development strategy in Tidar Dudan. The research was conducted using a qualitative descriptive method with the development strategy analyzed using the SWOT matrix. The data were obtained through observation, interviews and focused discussions group with respondents. The results show that Mina Wisata in Tidar Dudan became a special interest tour package, with the main atraction in the form of outbound tourism with the theme of fisheries, supported by the existence of fish farming complex and existing rivers. Mina Wisata product can be developed in Agro Education and village exploration tour. The strategy for developing mina wisata in Tidar Dudan includes a development of thematic and cross-regional based tourism packages, improving facilities and accessibility, marketing and promoting attractive and effective tourism products, increasing investment and strengthening the capacity of tourism managers and existing institutions.


2020 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 59
Author(s):  
Priyo Suharsono Sulaiman ◽  
Puput Fitri Rachmawati ◽  
Reny Puspasari ◽  
Ngurah Nyoman Wiadnyana

Degradasi kualitas perairan di danau dan waduk semakin meningkat menyebabkan terjadinya kasus kematian ikan secara massal. Untuk itu dilakukan kajian yang bertujuan untuk merumuskan upaya pencegahan dan penanganan kematian massal ikan di danau dan waduk, terutama bagi ikan-ikan budidaya, melalui telaah dan analisis berbagai literatur. Hasil kajian menunjukkan bahwa kasus kematian massal ikan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya: i) perairan kekurangan oksigen; ii) ikan mengalami keracunan akibat gas-gas beracun; iii) serangan penyakit pada ikan; iv) kelebihan daya dukung perairan; v) perubahan suhu perairan; serta vi) lokasi keramba jaring apung (KJA) berada di perairan waduk yang dangkal. Untuk meminimalkan kasus kematian massal ikan, upaya pencegahannya antara lain: (a) memahami penyebab kematian ikan; (b) fokus pada pencegahan; (c) perhatikan sanitasi ikan yang dibudidayakan; (d) pengecekan rutin kesehatan ikan; (e) memahami jenis parasit/pathogen, dan perlunya diagnosa dan perlakukan terhadap penyakit ikan yang diketahui; (f) pengurangan kepadatan ikan budidaya; (g) pemberian pakan ikan tidak berlebihan untuk meminimalkan buangan limbah organik ke perairan; (h) pemasangan sistem aerasi darurat; dan (i) pemindahan unit KJA ke perairan yang lebih dalam. Langkah-langkah penanganan jika terjadi kematian massal ikan diuraikan dalam tulisan ini. Diperlukan kolaborasi diantara pemangku kepentingan dalam upaya penanganan kematian ikan untuk mencegah terjadinya dampak yang lebih buruk pada ikan yang belum mengalami kematian massal.Water quality degradation which caused mass fish mortality has increased in lakes and reservoirs. This study aimed to provide information on efforts of prevention and to handle the fish mass mortality through reviewing and analyzing various literatures. Results showed that the mass mortality of fish was caused by several factors, including: i) oxygen-deficient waters; ii) fish poisoning due to toxic gases; iii) disease attack on fish; iv) excess waters carrying capacity; v) water temperature changes; and vi) the location of floating net cages (KJA) in shallow waters reservoir. To minimize the fish mass mortality, preventive measures that can be taken include: (a) understanding the causes of fish mass mortality; (b) focus on prevention; (c) paying attention on sanitation of cultivated fish; (d) routine checks on the fish health; (e) understanding the types of parasites or pathogens and the need for diagnosis and treatment of the typed fish diseases; (f) reduction in the abundance of cultivated fish; (g) reduction in fish feeding for minimizingorganic waste disposal; (h) installation of emergency aeration systems; and (i) transferring the cages net to other deeper water areas. Furthermore, handling efforts in the event of a mass mortality occurrence of fish are described in this paper. Collaboration and coordination among stakeholders are needed in efforts to deal with the mass mortality of fish in lakes and reservoirs, to prevent a worse impact for fish which are still alive in cages net.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 23
Author(s):  
Rizki Dewi Kristikareni ◽  
Abdul Rokhman ◽  
Achmad Poernomo

 Udang merupakan komoditas unggulan ekspor Indonesia yang memerlukan bahan baku yang berkualitas dan aman. Untuk mendapatkan bahan baku udang yang sesuai, seluruh anggota rantai pasok harus menerapkan persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan sesuai Kepmen KP Nomor: 52A/KEPMEN-KP/2013. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi penerapan persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan sepanjang rantai pasok bahan baku udang untuk unit pengolahan ikan (UPI) di Jakarta Utara. Dua UPI telah dipilih menjadi responden untuk dirunut ke hulu mengenai pemenuhan persyaratan dimaksud. Pengumpulan data dilakukan melalui survei, observasi dan wawancara kepada UPI, pengumpul/pemasok, pembudidaya dan pembenih. Analisis kesenjangan dan uji korelasi berganda digunakan untuk menilai kesesuaian penerapan persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Hasil identifikasi menunjukkan masih terdapat kesenjangan penerapan yang dilakukan oleh pembudidaya dan pengumpul/pemasok dengan standar yang ada. Tingkat kesesuaian pada pembudidaya 58% (kurang sesuai) dan pemasok 48% (tidak sesuai). Apresiasi UPI terhadap mutu dan keamanan hasil perikanan masih belum memadai, diduga karena permintaan di pasar global sangat tinggi sedangkan pasokannya tidak sesuai. Penerbitan sertifikat yang terpisah-pisah di antara rantai pasok diduga menjadi salah satu penyebab. Diperlukan perubahan strategi kebijakan dalam pelaksanaan sistem sertifikasi udang budidaya untuk ekspor yang terintegrasi dalam satu sertifikat.Shrimp is Indonesia's leading export commodity that requires quality and safe raw materials. To get appropriate shrimp raw materials, all members of the supply chain must apply the quality assurance and safety requirements of fishery products in accordance with Ministerial Decree KP Number: 52A/KEPMEN-KP/2013. This study aimed to evaluate the implementation of quality assurance and safety requirements for fishery products along the supply chain of cultured shrimp raw material suppliers for fish processing units (UPI) in North Jakarta. Two UPIs have been selected as respondents whose suppliers were evaluated regarding the fulfillment of the specified requirements. Data collection was carried out through surveys, observations, and interviews with UPI, collectors/suppliers, farmers, and breeders. Gap analysis and multiple correlation tests were used to assess the appropriateness of the implementation of quality assurance and fishery product safety requirements. The results show that gaps existed between the implementation of the requirement by farmers and suppliers compared with existing standards. The implementation level for farmers is 58% (less according) and the supplier 48% (not according). It was observed that UPI's appreciation of the quality and safety of fishery products was inadequate, allegedly because demand in the global market is very high while the supply does not meet the demand. Issuance of separate quality and safety certificates along the supply chain are believed to be one of the causes. There is a need to change the policy strategy in implementing the shrimp culture certification system for export which can be integrated into one certificate.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 58
Author(s):  
Redaksi Pelaksana

2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
Author(s):  
Redaksi Pelaksana

2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 47
Author(s):  
Budi Nugraha ◽  
Dharmadi Dharmadi ◽  
Ngurah N. Wiadnyana

Hiu paus merupakan salah satu jenis hiu berukuran terbesar yang ada di dunia dan sudah masuk dalam daftar merah (Red List) untuk spesies terancam IUCN yaitu berstatus terancam punah (endangered). Untuk menjaga agar sumber daya hiu paus tetap terjamin populasinya, maka perlu adanya upaya pengelolaan untuk mendukung pelestarian spesies ini. Dalam makalah ini dibahas tentang strategi pemanfaatan dan penanganan hiu paus yang terdampar di perairan Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapang dan wawancara yang dilakukan di Probolinggo dan Situbondo, Jawa Timur. Data dan informasi dihimpun dari penelusuran, dan penelahaan data dan informasi hasil penelitian serta laporan kegiatan yang terkait dengan hiu paus terdampar maupun keberadaannya di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat enam wilayah perairan kemunculan hiu paus di Indonesia, baik yang menetap maupun yang tinggal sementara yaitu di perairan Teluk Cendrawasih, Talisayan, Kaimana, Teluk Gorontalo, Probolinggo, dan Banggai Kepulauan. Jumlah hiu paus yang berada di perairan Indonesia dan tersebar di beberapa wilayah perairan diperkirakan mencapai 253 ekor. dan teramati terbanyak berada di perairan Teluk Cendrawasih sebanyak 131 ekor. Kemunculan hiu paus maupun yang terdampar hampir terjadi setiap tahun dalam kondisi hidup terkadang keadaan mati. Koordinasi antara instansi terkait dan masyarakat dalam menangani dan menyelamatkan hiu paus yang terdampar maupun terjerat jaring saat ini sudah berjalan dengan baik. Terdapat 7 tahapan tata cara penanganan hiu paus terdampar dan ada 4 tahapan dalam rangka menunjang ekowisata hiu paus.Whale shark is one of the largest sharks in the world and on the red list IUCN for endangered species. To ensure that the population of whale sharks remains guaranteed, management efforts are needed to support the conservation of this species. The utilization and handling strategy of the whale sharks that stranded down in several Indonesian waters should be discussed seriously. Field survey method was applied and interview was done in Probolinggo and Situbondo, East Java. Data and information were collected and had been analyzed as well as activities reported that related to whale sharks stranded and their presence in several territorial waters Indonesia waters. The results of the study showed that there were six Indonesia waters area in which whale sharks appeared, both permanent and temporary, namely in Cendrawasih Bay, Talisayan, Kaimana, Gorontalo, Probolinggo, and Banggai Islands. The whale shark number that found in several Indonesian waters had been estimated about 253  individuals and the highest number was found 131 in Cendrawasih Bay. The appearances of whale shark and stranded in Indonesian waters has been almost every year and found in living or in such cases been in dead conditions that trapped in the shallow area. Coordination between related agencies and the community to carry out and rescuing whale sharks stranded or entangled in nets, has been in good progress. There were 7 stages of procedures for handling stranded whale sharks and 4 stages in order to support the ecotourism activities that related with appearances of whale sharks.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 35
Author(s):  
Yonvitner Yonvitner ◽  
Mennofatria Boer ◽  
Rahmat Kurnia

Efektifitas pengelolaan perikanan harus mempertimbangkan pola produksi dan produktivitas usaha penangkapan. Untuk itu penilaian terhadap efektivitas alat perlu dilakukan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan perikanan. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Banten pada tahun 2018 dengan menggunakan data tahun 2003-2017. Analisis efektivitas penangkapan dengan mengunakan matrik analisis antara produksi dan produktivitas. Dan juga didukung dengan analisis statistik deskriptif terhadap sebaran hasil tangkapan. Hasil penelitian untuk kategori alat tangkap yang lebih efektif adalah Payang, Pukat Cincin, Jaring Insang, dan Bagan Perahu. Payang memiliki tingkat produksi 280.560 kg per tahun dan produktivitas 31.612 ton per tahun, Pukat Cincin memiliki produksi sebesar 517,341 ton per tahun dan produktivitas 44.986 per tahun, dan Jaring Insang pada tingkat produksi sebesar 1074.311 ton per tahun dan produktivitas 9.231 ton per tahun. Alat tangkap yang termasuk kategori tidak efektif adalah Sero, Jaring Udang, Rawai Hanyut dan Perangkap. Program rekonstruksi alat tangkap penting untuk mengurangi kapasitas penangkapan ikan dan meningkatkan ekonomi. Dalam hal ini, penelitian ini belum melibatkan skala ekonomi nelayan dalam aktivitas operasi sehari-hari.The effectiveness of fisheries management must consider the pattern of production and productivity of fishing businesses. For this reason, an assessment of the effectiveness of the tools needs to be carried out to ensure the sustainability of fisheries management. This research was conducted in Banten Province in 2018 using data from 2003-2017. Fishing effectiveness analysis using a matrix analysis between production and productivity. And also supported by using statistical analysis of the average value and distribution of catches. The results of the research for the more effective categories of fishing gear were Payang, Pure Seine, Gillnet Drift, and Boat Liftnet. Payang has a production rate of 280,560 kg per year and productivity of 31,612 tons per year, Purse seine has a production of 517,341 tons per year and productivity of 44,986 per year, and Gillnet Drift at a production rate of 1074,311 tons per year and productivity of 9,231 tons per year. The fishing gear included in the ineffective category is Sero, Shrimp net, Drifting Rawai and traps. The reconstruction program is important to reduce fishing capacity and improve the economic community. In this case, this study has not involved the economies of scale of fishermen in daily operations.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Agus Djoko Utomo ◽  
Siti Nurul Aida ◽  
Taufiq Hidayah

Danau Gegas (500 ha) merupakan danau buatan (waduk) dari pembendungan sungai gegas, diresmikan oleh Menteri Pekerjaan Umum pada 1987. Perubahan ekosistem yang mengalir menjadi ekosistem tergenang tentunya akan mempunyai dampak terhadap sumber daya perikanan. Permasalahan utama Danau gegas yaitu yang semula tujuan utama pembuatan danau buatan tersebut untuk keperluan irigasi ternyata tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, pintu air tidak berfungsi sehingga sirkulasi air tidak berjalan dengan baik menyebabkan kualitas air menjadi jelek. Tujuan penelitian adalah mengoptimalkan peran perikanan di Danau gegas untuk kesejahteraan masyarakat yaitu dengan cara melakukan budidaya ikan yang sesuai dengan daya dukung perairan, penebaran ikan yang sesuai bagi jenis dan jumlah ikan yang ditebar, konservasi sumber daya ikan melalui penetapan suaka perikanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya dukung perairan untuk budidaya ikan pada keramba jaring apung adalah 20 ton/tahun, untuk jaring sekat 40 ton ikan/tahun, untuk penebaran benih ikan sebanyak 142.440 benih, penentuan suaka perikanan yang tepat adalah di inlet Gegas dan beberapa cekungan.Gegas Lake (500 ha) is an artificial lake (reservoir) from damming the gegas river, inaugurated by the Minister of Public Works in 1987. Changes in lotic ecosystems into lentic ecosystems will have an impact on fisheries resources. The main problem with the Gegas Lake is that it cannot function as an irrigation reservoir due to failure of water gate, so that the circulation of water does not work well causing worst water quality. The research objective is to optimize the fisheries function in Gegas Lake for the welfare of the community. For this reason, it is necessary to do fish culture in accordance with the carrying capacity of the waters and fish stocking and conservation through the establishment of fish reserves. The results showed that the carrying capacity of the waters for fish culture in floating cages and set net was 20 tons/year and 40 tons/year respectively. It was also suggested to conduct restocking as much as 120,000 juveniles. In addition, it was found that inlet and several concave areas were as correct places to conduct conservation activity.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document