Jurnal Agro Ekonomi
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

287
(FIVE YEARS 24)

H-INDEX

4
(FIVE YEARS 0)

Published By Indonesian Agency For Agricultural Research And Development (Iaard)

2541-1527, 0216-9053

2021 ◽  
Vol 39 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Rizqi Haryastuti ◽  
Sahat M. Pasaribu ◽  
Muhammad N Aidi ◽  
I Made Sumertajaya ◽  
Valantino A Sutomo ◽  
...  

<strong>Indonesian</strong><br />Kesenjangan tingkat produktivitas padi di Indonesia cukup besar yang di antaranya dipengaruhi oleh luasnya wilayah pertanaman. Hal ini berdampak pada desain dan penerapan model Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) berbasis produktivitas. Perluasan klaster pada tingkat provinsi diperkirakan dapat mengurangi keragaman produktivitas di tingkat wilayah kota/kabupaten sebagai risiko dasar pemanfaatan skema AUTP berbasis klaster. Klaster, sebagai wilayah atau zona, diperlukan untuk menentukan indeks kritis produktivitas yang akurat dalam rangka penghitungan tingkat premi yang tepat. Kajian ini bertujuan untuk menentukan tingkat produktivitas kritis pada lahan padi yang menerapkan skema AUTP. Kajian ini menggunakan analisis statistik dengan pendekatan batas bawah <em>Two Sigma</em> yang dapat dianggap sebagai batas produktivitas kritis untuk setiap klaster. Teknik ini memberikan persentase yang rendah atas klaim yang terjadi, serta ekspektasi dan simpangan baku dari risiko dasar kerugian. Tarif premi murni yang diperoleh adalah Rp85.191,18, hampir 2,5 kali lipat lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan teknik lain sebagai batas poduktivitas. Hasil kajian ini mengungkapkan bahwa penggunaan skema berbasis klaster lebih baik dari skema berbasis provinsi, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai TVaR. Kajian ini menyarankan agar Kementerian Pertanian dapat merancang model AUTP berbasis produktivitas berdasarkan klaster dengan setiap klaster memiliki nilai indeks produktivitas kritis yang berbeda untuk menetapkan tingkat premi yang dikenakan.<br /><br /><br /><strong>English</strong><br />There is a large gap in productivity of paddy in Indonesia which is, among others affected by the area size of crop planting. This condition should influence the design and application model of the rice crop insurance scheme. Developing clusters under the province level is recommended to reduce the heterogeneous productivity as basis risk within regencies/municipalities in improving the area yield index of crop insurance policy in Indonesia. Clusters, as the zone, are necessary to determine accurate critical yield index leading to a more precise premium rate making. This study aims to determine critical productivity level on rice crop insurance area. This study applied statistical analysis using the lower bound of Two Sigma as a critical yield for each cluster. This technique provides a small percentage of claim, and the expectation and standard deviation of basis risk loss. The pure premium rate obtained from the analysis is IDR85,191.18, that is almost 2.5 times less than using other methods as trigger productivity. The analysis result emphasized that the use of the cluster-based scheme is better than the province-based as shown by TVaR value. The study suggests that the Ministry of Agriculture could design the area yield index based on clusters as each cluster will have a different critical productivity index with adjusted premium rate value.


2021 ◽  
Vol 39 (1) ◽  
pp. 29
Author(s):  
Maryance Vivi Murnia Bana ◽  
Netti Tinaprilla ◽  
Rachmad Pambudy

<p><strong>English</strong><br />Technical efficiency and profitability are the key for business enterprise development. Kupang regency is a center of smallholder broiler farms in East Nusa Tenggara Province that evolve with partnership and non-partnership types of enterprises. The study aims to analyze technical efficiency and profitability of the two types enterprises that may be useful in formulating broiler farming development in policy in Kupang Regency. Data was collected from purposively selected of 30 partnership farmers and 30 non partnership farmers in July 2019-August 2020. Technical efficiency was measured using the stochastic frontier production function. Profitability was measured using the R/C ratio. Results showed that both partnership and non-partnership enterprises are technically efficient, but technical efficiency of the non-partnership group is higher than the partnership group. Determinants of technical inefficiency of the partnership group are farmers’ education and family size. Determinants of technical inefficiency of the non-partnership group are farmers’ education, length of farming experience and family size. The non-partnership enterprises are more profitable than the partnership enterprises with average R/C ratio 1.19 and 1.06, respectively. Appropriate use of inputs, technology innovation and good farm management practices should be facilitated by the government in order to further increase farm technical efficiency and profitability.</p><p><br /><em></em></p><p><strong>Indonesian</strong><br />Efisiensi teknis dan profitabilitas adalah kunci utama perkembangan suatu usaha. Kabupaten Kupang merupakan salah satu daerah sentra peternakan rakyat ayam broiler di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang sedang berkembang dengan pola usaha sistem mitra dan nonmitra. Penelitian bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis dan profitabilitas kedua pola usaha ternak ayam broiler yang diharapkan berguna dalam perumusan kebijakan pengembangan peternakan ayam broiler di Kabupaten Kupang. Data dikumpulkan dari 30 peternak mitra dan 30 peternak nonmitra yang dipilih secara purposif pada Juli 2019–Agustus 2020.  Efisiensi teknis diukur dengan mempergunakan fungsi produksi <em>stochastic frontier.  </em>Profitabilitas diukur dengan R/C rasio. Penelitian menunjukan bahwa peternakan ayam broiler pola kemitraan maupun nonmitra adalah efisien secara teknis namun efisiensi teknis kelompok nonkemitraan lebih tinggi dari kelompok kemitraan. Inefisiensi teknis usaha ternak mitra dipengaruhi oleh tingkat pendidikan peternak dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan inefisiensi teknis usaha ternak nonmitra dipengaruhi oleh tingkat pendidikan peternak, pengalaman beternak, dan jumlah tanggungan keluarga. Usaha ternak nonmitra lebih menguntungkan dibandingkan sistem mitra dengan nilai R/C rasio berturut-turut 1,19 dan 1,06. Penggunaan <em>input</em> yang sesuai, inovasi teknologi dan penerapan manajemen usaha ternak yang baik perlu difasilitasi pemerintah guna meningkatkan efisiensi teknis usaha dan profitabilitas usaha ternak.</p>


2021 ◽  
Vol 39 (1) ◽  
pp. 51
Author(s):  
Esra Frandika Karo-Karo ◽  
Dominicus Savio Priyarsono ◽  
Sri Hartoyo

<strong>English</strong><br />Karo Regency is the center of cabbage production in North Sumatra Province. The cabbage farming productivity in North Sumatra Province is low compared to other provinces on the island of Sumatra. This study aims to evaluate the cabbage farmings economic feasibility and technical efficiency. Farming feasibility was evaluated financially whereas technical eficiency was measured using the stochastic Cobb-Douglas production function in two categories, marginal and non-marginal farmings. The data was collected through a survey in February-June 2020 with respondents of 58 farmers for each categories. The results showed that the marginal farmings were technically efficient but were not profitable if land rent and labor cost were inputed. In contrary, the non-marginal farmings were technically inefficient but were profitable. This indicates that the poor but efficient hypothesis is true. The significant determinants of of the marginal farmings technical inefficiency were farmer’s age, labor ratio, land ownership, and farmer group membership. The study failed to find any significant determinant of technical inefficiency of the non-marginal farmers. The techical efficiency and profitablity of the cabbage farmings could possibly increased by increasing farmers’ participation in farmers group, building irrigation, developing agricultural institutions and trainings on good seedling practices.<br /><br /><br /><strong>Indonesian</strong><br />Kabupaten Karo adalah sentra utama produksi kubis di Provinsi Sumatera Utara. Tingkat produktivitas usaha tani kubis di Provinsi Sumatera Utara relatif rendah dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan ekonomi dan efisiensi teknis usaha tani kubis. Kelayakan usaha dianalisis secara finansial, sedangkan efisiensi teknis diukur dengan fungsi produksi <em>Cobb-Douglas</em> stokastik dalam dua kategori usaha tani, yaitu petani gurem dan bukan gurem. Data dikumpulkan melalui survei pada Februari–Juni 2020 dengan responden 58 petani untuk setiap kategori yang dipilih purposif. Penelitian menunjukkan bahwa usaha tani kubis skala gurem efisien secara teknis namun tidak menguntungkan jika biaya tenaga kerja keluarga dan sewa lahan diperhitungkan. Sebaliknya, usaha tani kubis berskala bukan gurem tidak efisien secara teknis namun menguntungkan secara finansial. Artinya, hipotesis ‘<em>poor but efficient’</em> berlaku. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap inefisiensi teknis usaha tani gurem hingga tingkat nyata 10% adalah usia petani, rasio tenaga kerja, status lahan, anggota kelompok tani, sedangkan untuk usaha tani bukan gurem tidak ditemukan faktor-faktor sosial ekonomi yang memengaruhi efisiensi teknis hingga tingkat nyata 10%. Efisiensi teknis dan pendapatan usaha tani kubis masih dapat ditingkatkan dengan meningkatkan partisipasi petani dalam kelompok tani, membangun saluran irigasi, memfasilitasi tumbuh kembangnya lembaga pertanian dan memberikan pelatihan menyemai bibit yang baik.


2021 ◽  
Vol 39 (1) ◽  
pp. 69
Author(s):  
Ninuk Purnaningsih ◽  
Endah Lestari

<strong>English</strong><br />Research on sustainability program is important for evaluation practice on the success of a program and for scientific knowledge accumulation. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Program is a major program that has long been implemented by the Ministry of Agriculture to enhance farmers’ households food security. The objective of this study is to evaluate the ecological, social, and economic sustainability of the KRPL program. This research was conducted on one of the female farmer groups (KWT) participant of a KRPL program, using a survey method of 60 respondents who were selected by simple random sampling. Data processing techniques used are frequency tables and Partial Least Square test. The results showed that the level of participation of KWT members was in high category and was in the category of citizen power or community power. In regard to sustainability of the KRPL Program, ecological aspect has improved the environment to be cooler and more beautiful, and the management of household and agricultural waste. Socially, a network has been established in business management, especially for marketing. Economically, it has increased people's income. It is recommended to develop homegrown organic agriculture by developing collaborative network between some KWTs or farmer groups across villages and sub-districts.<br /><br /><br /><strong>Indonesian</strong><br /><p>Penelitian keberlanjutan program penting dilaksanakan karena secara praktis berkaitan dengan evaluasi keberhasilan suatu program, dan secara teoritis berkaitan dengan tujuan memperkaya keilmuan. Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah salah satu program utama Kementerian Pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga petani yang sudah cukup lama dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberlanjutan Program KRPL dilihat dari aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Penelitian dilakukan pada salah satu Kelompok Wanita Tani (KWT) partisipan dari satu KRPL dengan menggunakan metode survei terhadap 60 orang responden yang dipilih dengan <em>simple random sampling </em>pada Oktober 2018–Februari 2019. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah tabel frekuensi dan uji <em>Partial Least Square</em>. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi anggota KWT tergolong tinggi dan mayoritas termasuk kategori <em>citizen power </em>atau kekuasaan masyarakat<em>. </em>Terkait keberlanjutan Program KRPL, secara ekologis telah terjadi perbaikan lingkungan menjadi lebih sejuk dan indah, dan pengelolaan limbah rumah tangga serta limbah pertanian. Secara sosial, telah terjalin jejaring dalam pengelolaan usaha, terutama untuk pemasaran. Secara ekonomi telah meningkatkan pendapatan masyarakat. Disarankan untuk mengembangkan pertanian organik berbasis pekarangan melalui pengembangan jejaring kerja sama antar-KWT atau kelompok tani lintas desa dan kecamatan.</p>


2021 ◽  
Vol 39 (1) ◽  
pp. 15
Author(s):  
Susanti Evie SULISTIOWATI ◽  
Ratya Anindita ◽  
Rosihan Asmara

<strong>English</strong><br />Shallot is an agricultural strategic commodity. Understanding the market dynamics is necessary in formulating the market management policy. This study aims to analyze the volatility magnitude and <em>spillover</em> of shallot production, import, and consumption. This study was conducted in Probolinggo Regency, a major shallot production center, using monthly time series data of 2013-2019 period. Volatility was analyzed using the ARCH/GARCH method, spillover was analyzed using the EGARCH method. The results showed low volatility in production quantity and producers price. High volatility was found for quantity of consumption, import price and consumer price. Volatility spillover was found between producer’s price and production quantity as well as between consumer’s price and consumption quantity. There was no volatility spillover between producer’s price and consumer’s price or between quantity of production and consumption. The findings indicate the existence of asymmetrical information between producers’ market and consumers’ market. Therefore, market stabilization intervention should be focused in the consumers’ market. Price reference may be used as a benchmark in market intervention which includes market operations and import controls. Government should develop market information system to prevent asymmetrical information between the producers’ market and the consumers’ market.<br /><br /><br /><strong>Indonesian</strong><br />Bawang merah adalah salah satu komoditas pertanian strategis. Pemahaman tentang dinamika pasar sangat penting dalam perumusan kebijakan pengelolaan pasar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besaran dan <em>spillover</em> volatilitas produksi, impor dan konsumsi bawang merah. Penelitian dilakukan di Kabupaten Probolinggo, salah satu sentra produksi bawang merah dengan menggunakan data bulanan deret waktu selama tahun 2013–2019. Untuk menganalisis volatilitas harga, produksi, dan konsumsi digunakan metode ARCH/GARCH, sedangkan untuk menganalisis volatilitas <em>spillover</em> digunakan metode EGARCH. Hasil analisis menujukkan volatilitas rendah untuk kuantitas produksi dan harga konsumen. Volatilitas tinggi ditemukan untuk kuantitas konsumsi, harga impor, dan harga konsumen<em>.</em> Volatilitas <em>spillover</em> terjadi antara harga produsen dan kuantitas produksi serta antara harga konsumen dan kuantitas konsumsi. Volatilitas <em>spillover</em> tidak terjadi antara harga produsen dan konsumen maupun antara kuantitas produksi dan konsumsi<em>. </em>Temuan ini<em> </em>mengindikasikan adanya asimetri informasi antara pasar produsen dan pasar konsumen. Karena itu, upaya stabilisasi harga bawang merah sebaiknya difokuskan di pasar konsumen. Kebijakan referensi harga dapat dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan intervensi pasar yang mencakup operasi pasar dan pengendalian impor. Pemerintah perlu pula membangun sistem informasi pasar untuk menghilangkan masalah asimetri informasi antara pasar produsen dan pasar konsumen.


2020 ◽  
Vol 38 (1) ◽  
pp. 15
Author(s):  
Dewa Ketut Sadra Swastika ◽  
Kurnia Suci Indraningsih

<strong>Indonesian</strong><br />Permasalahan utama daerah tertinggal adalah kemiskinan. Oleh karena sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup pada pertanian, maka strategi yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tertinggal ialah memacu peningkatan produktivitas pertanian melalui inovasi teknologi. Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi peningkatan kapasitas petani melalui inovasi teknologi untuk mengakselerasi pembangunan pertanian di daerah tertinggal. Penelitian dilakukan dengan metode analisis SWOT berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui survei di Provinsi Jawa Barat, Bengkulu, dan Kalimantan Selatan pada tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi melaksanakan gerakan inovasi teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) secara berkelanjutan merupakan prioritas pertama di tiga provinsi contoh. Prioritas berikutnya adalah meningkatkan fasilitas penyuluh disertai sanksi pelanggaran disiplin, menyediakan bimbingan teknis melalui sekolah lapang PTT, melaksanakan program percontohan usaha tani (<em>demfarm</em>) di tiap desa, menyediakan skim kredit lunak, menegakkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan meningkatkan partisipasi petani dalam pembangunan pertanian. Implikasinya bahwa harus ada upaya khusus untuk mempertahankan penerapan teknologi PTT yang didukung oleh kredit lunak dengan prosedur sederhana, penerapan HPP secara konsisten, dan bimbingan teknis melalui program <em>demfarm</em>.  <br /><br /><br /><strong>English</strong><br />The main problem of disadvantaged areas is poverty. Since most are dependent on agriculture, then the most appropriate strategy for increasing the population welfare in disadvantaged areas is by increasing agriculture productivity through technological innovation. This study aimed to formulate strategies to improve farmers’ capacity through technological innovation to accelerate agricultural development. The analysis was conducted using the SWOT method based on primary data collected through surveys in West Java, Bengkulu, and South Kalimantan provinces in 2015. The results showed that strategy to pursue sustainable movement of the Integrated Crop Management (ICM) technology was the first priority in these three provinces. Other priorities were to improve extension workers’ facilities, provide technical guidance through ICM field school, conduct farm demonstration (demfarm) program in each village, provide soft loan schemes, enforce the Government Purchasing Price (GPP) policy, and increase farmer participation in agricultural development. Consequently, there should be a special effort to maintain ICM technology application, supported by a simple procedure of formal loan, consistent implementation of GPP, and technical guidance through the demfarm program.


2020 ◽  
Vol 38 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Rizka Amalia Nugrahapsari ◽  
Rima Setiani ◽  
Budi Marwoto ◽  
Jawal Anwarudinsyah ◽  
Sulusi Prabawati

<strong>English</strong><br />Potato farming systems face stiff changes in strategic environment that is adherence to the sustainable agriculture protocols. This study aims to introduce a practical methodology for assessing multidimension sustainability of potato farming system and its application in some villages in Dieng Plateau, Wonosobo. Primary data obtained by interviewing farmers, extension agents, Regional Agricultural Service officials, seed producers and related stakeholders in October-December 2018. The research used the Rapfish method with multidimensional scaling approach. Research showed that the most sensitive attributes of potato farming system sustainability were mulch, fertilizer and organic utilization, and rotation for ecological dimension; farm production inputs, capital and labor for economic dimension; training, community perception and knowledge on sustainable agriculture, extension institution existence and functions for social-cultural dimension; extension effectiveness, interinstitutional coordination, and farmers’ group effectiveness for law and institution dimension; and irrigation and application of harvest and post-harvest technology for technology dimension. Less sustainable potato farming systems were found in three villages and sufficient sustainable categories were found in 15 villages. Sustainable potato farming system program in Dieng Plateau should be focused on villages with less sustainable categories and on the sensitive attributes. Further research is needed to rigorously review the methodology both theoretically and empirically.<br /><br /><br /><strong>Indonesian</strong><br />Usaha tani kentang menghadapi perubahan lingkungan strategis yang menuntut mematuhi protokol pertanian berkelanjutan. Penelitian bertujuan untuk memperkenalkan metode penilaian keberkelanjutan sistem usaha tani kentang multidimensi dan menerapkannya di beberapa desa di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo. Data yang digunakan ialah data primer hasil wawancara terhadap petani, penyuluh, staf Dinas Pertanian, penangkar benih dan stakeholder terkait pada Oktober-Desember 2018. Penelitian menggunakan metode Rapfish dengan pendekatan multidimensional scaling. Penelitian menunjukkan bahwa atribut yang paling sensitif mempengaruhi keberlanjutan sistem usaha tani kentang adalah mulsa, penggunaan pupuk dan bahan organik serta rotasi untuk dimensi ekologi; sarana produksi pertanian, kapital, dan tenaga kerja untuk dimensi ekonomi; pelatihan, persepsi dan pengetahuan masyarakat tentang pertanian berkelanjutan, keberadaan dan fungsi kelembagaan penyuluhan untuk dimensi sosial budaya, efektifitas lembaga penyuluhan, koordinasi antar lembaga dan efektifitas kelompok tani untuk dimensi hukum dan kelembagaan; serta irigasi dan penggunaan teknologi panen dan pascapanen untuk dimensi teknologi. Sistem usaha tani kentang kurang berkelanjutan ditemukan di tiga desa, sementara di 15 desa lainnya termasuk cukup berkelanjutan. Pengembangan sistem usaha kentang di dataran tinggi Dieng sebaiknya difokuskan di desa-desa dengan kategori kurang berkelanjutan dan diarahkan pada atribut-atribut yang sensitif. Penelitian lanjutan lebih mendalam diperlukan untuk menguji ulang metode yang digunakan baik secara teoretis maupun empiris.


2020 ◽  
Vol 38 (1) ◽  
pp. 41
Author(s):  
Fitria Hasanah ◽  
Hari Wijayanto ◽  
I Made Sumertajaya

<strong>English</strong><br />Staple food prices include the major determinants of households food security and general inflation. Beef is a basic food which its price is controlled by the Government of Indonesia. This study aims to identify the determinants beef price volatility using the Ensemble Empirical Mode Decomposition (EEMD) method. The data was a weekly series of Januari 2006–Desember 2018 obtained from the Ministry of Trade. EEMD extracts data into a number of Intrinsic Mode Functions (IMFs) that are independent which are then used to forecast beef prices with the ARIMA model. EEMD produced 6 IMFs and one residual. The residual contributed 99.85% to beef price volatility. This means that the long-term trend of beef prices is determined by the residual trends. The EEMD results indicate that the high beef price volatility in certain periods is mainly due to high demand during the Ramadhan month and Idul Fitri, import quota policy, and changes in exchange rates and petroleum prices. The IMF and residual based ARIMA forecasting model obtained MAPE value of 0.42% but with contradicting directions. The Government may use the import quota as a policy instrument for stabilizing the beef price.<br /><br /><br /><strong>Indonesian</strong><br />Harga pangan pokok termasuk faktor penentu utama ketahanan pangan rumah tangga dan inflasi umum. Daging sapi adalah salah satu bahan pangan pokok yang harganya dikendalikan Pemerintah Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor penentu volatilitas harga daging sapi dengan metode <em>Ensemble Empirical Mode Decomposition</em> (EEMD). EEMD menguraikan data menjadi sejumlah <em>Intrinsic Mode Function</em> (IMF) yang saling bebas yang selanjutnya digunakan untuk melakukan peramalan harga daging sapi dengan model ARIMA. Data yang digunakan adalah harga daging sapi mingguan Januari 2006–Desember 2018 yang diperoleh dari Kementerian Perdagangan. EEMD menghasilkan 6 IMF dan satu sisaan. Sisaan IMF memberikan kontribusi sebesar 99,85% terhadap pergerakan harga daging sapi. Artinya bahwa tren jangka panjang harga daging sapi ditentukan oleh tren sisaan. Berdasarkan hasil EEMD, volatilitas harga daging sapi yang tinggi pada periode-periode tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama tingginya permintaan selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri dan kebijakan kuota impor, serta perubahan nilai tukar rupiah dan harga BBM. Model peramalan ARIMA yang diduga berdasarkan IMF dan sisaan IMF menghasilkan nilai MAPE sebesar 0,42%, namun arah perubahannya tidak bersesuaian. Disarankan agar pemerintah menggunakan kuota impor sebagai salah satu instrumen kebijakan stabilisasi harga daging sapi.


2020 ◽  
Vol 38 (1) ◽  
pp. 55
Author(s):  
Rangga Ditya Yofa ◽  
Yusman Syaukat ◽  
NFN Sumaryanto

<strong>English</strong><br />The condition of agriculture in dry land agroecosystems has many limitations both biophysically and socio-economically. As a result, farmers become less optimal in applying cropping patterns. This study aims to analyze factors that influence cropping patterns in dry land agroecosystems. The main data used for the study is the 2008 and 2017 Panel Petani Nasional (Patanas) PSEKP, Ministry of Agriculture. Descriptive statistics was used to describe cropping patterns association with household characteristics, land types, agroclimate, land tenure, and level of income. The influence of each factor on cropping pattern was measured with the Average Marginal Effect computed from the Random Effect Multinomial Logit estimation. Most respondents are self-land owner smallholders. The vegetable-corn-vegetable cropping is the cropping pattern that produces the highest income. The main factor affecting cropping pattern choice is volatility of water availability. Land type, maize price ratio, and level education of household head also significantly affect the cropping pattern choice. It is recommended that the farmers efficiently use the available rain water by appropriate selection of crops and using water conservation technique. Irrigation tools facilitation should create flexibility for the farmers in choosing the optimal cropping patterns.<br /><br /><br /><strong>Indonesian</strong><br />Kondisi pertanian pada agroekosistem lahan kering memiliki banyak keterbatasan baik secara biofisik maupun sosial ekonomi. Akibatnya petani menjadi kurang optimal dalam menerapkan pola tanam. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan pola tanam oleh petani di agroekosistem lahan kering. Data utama yang digunakan adalah Panel Petani Nasional (Patanas) tahun 2008 dan 2017 bersumber dari PSEKP, Kementerian Pertanian. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hubungan asosiatif pola tanam dengan faktor-faktor yang diduga berpengaruh seperti karakteristik rumah tangga, jenis lahan, agroklimat, penguasaan lahan, harga, dan tingkat pendapatan. Pengaruh setiap faktor terhadap pola tanam diukur dengan <em>Average Marginal Effect</em> dari hasil estimasi <em>Random Effect Multinomial Logit Model</em>. Hasil analisis menunjukkan bahwa responden didominasi oleh petani gurem dengan lahan milik sendiri. Pola sayur-jagung-sayur merupakan pola tanam yang menghasilkan pendapatan paling tinggi dibandingkan pola tanam lain. Faktor utama yang memengaruhi pola tanam adalah volatilitas ketersediaan air. Jenis lahan, rasio harga jagung, dan tingkat pendidikan kepala keluarga juga berpengaruh signifikan dengan arah dan besaran pengaruh yang berbeda antarpola tanam. Disarankan agar petani melakukan efisiensi pemanfaatan air melalui pemilihan komoditas yang sesuai dan penggunaan teknik konservasi air. Fasilitasi penyediaan sarana pengairan dapat meningkatkan fleksibilitas petani dalam memilih pola tanam optimal.


2020 ◽  
Vol 37 (2) ◽  
pp. 95
Author(s):  
Dwi Retno Mulyanti ◽  
NFN Jamhari

<strong>Indonesian</strong><br />Defisit produksi gula dalam negeri antara lain disebabkan oleh rendahnya produktivitas usaha tani tebu. Peningkatan efisiensi teknis dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis usaha tani tebu dengan metode MLE stochastic frontier production function. Data primer diperoleh dari 61 contoh yang dipilih secara acak dari populasi petani tebu di pabrik gula Pakis Baru dan Trangkil di Kabupaten Pati pada April-Mei  2018.  Analisis menunjukkan bahwa efisiensi teknis dan pendapatan usaha tani tebu dengan sistem benih baru lebih tinggi daripada dengan sistem kepras. Penggunaan pupuk kimia sudah berlebihan. Keanggotaan kelompok tani berdampak signifikan dalam meningkatkan inefisiensi pada sistem benih baru, sedangkan keanggotaan dalam koperasi berpengaruh signifikan dalam menurunkan inefisiensi pada sistem benih baru. Jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dalam mengurangi inefisiensi teknis sistem kepras.  Efisiensi teknis dan pendapatan usaha tani tebu dapat ditingkatkan melalui optimasi penggunaan sarana produksi dengan mematuhi rekomendasi pabrik mitra dan pemerintah, khususnya penggunaan pupuk sesuai dosis rekomendasi dan penggantian ratun yang sudah berumur tiga tahun dengan benih baru bermutu tinggi sesuai agroekosistem spesifik lokasi. Untuk itu, penyediaan layanan penyuluhan yang efektif merupakan syarat keharusan. <br /><br /><br /><strong>English</strong><br />Domestic sugar production deficit is partly caused low productivity of sugarcane farming. Improving technical efficiency may increase farm productivity and income. The study aims to analyze the sugarcane farming technical efficiency by using the stochastic frontier production function. The primary data were obtained from 61 randomly selected samples of sugarcane farmers population of the Pakis Baru and Trangkil sugar factories in Pati Regency in April-May 2018. The study shows that the sugarcane farming technical efficiency and income of the new sugarcane seed system is higher than the ratoon system. Chemical fertilizers have been over used.  Farmer group membership significantly increases inefficiency of the new sugarcane seed system, while the cooperative membership significantly decreases inefficiency of the new sugarcane seed system. Family member significantly decreases technical inefficiency of the ratoon system. Technical efficiency and farmers’ income can be improved by allocating production inputs in efficient manner based on the recommendations of partner Sugar Factory and Government, of in particular, fertilizer utilizations according to the recommended dosages and replacement of the already three years ratoon seeds with new high-quality seeds in accordance with the local agroecosystem condition. To this end, provision of an effective extension service is imperative.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document