Madah Jurnal Bahasa dan Sastra
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

203
(FIVE YEARS 49)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Balai Bahasa Riau

2580-9717, 2086-6038

2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 195-204
Author(s):  
Ibnu Ajan Hasibuan

AbstractNegation is a denial form in language which function to deny a statement of an interlocutor. This study aims to analyze words for negation in the Panyabungan Mandailingnese . The research used qualitative method and descriptive analysis. The data were collected from native speakers by means of interviewing, listening and note taking techniques. The Data were analyzed to find out the connotative meanings so as their negation functions were explained . The results of the study show that there are several words for negation in mandailingnese namely ‘inda’, ‘unang’, ‘nangkon’, ‘biai’, ‘anggo na’, and ‘nanggo’. There are  also words for negation in Panyabungan Mandailingnese bound to auxiliary words such as a combination between ‘anggo’ and ‘na’ results in a form of negation. AbstrakPenegasian adalah bentuk pengingkaran yang sering digunakan dalam berbahasa dengan tujuan mengingkari suatu pernyataan oleh lawan bicara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kata negasi dalam bahasa Mandailing Panyabungan. Adapun metode yang dilakukan ialah metode kualitatif melalui analisis deskriptif pada data yang dikumpulkan dari narasumber atau penutur asli melalui teknik wawancara, simak, dan catat. Data diambil dan dianalisis hingga mendapatkan makna konotasi yang menjelaskan fungsi negasi tersebut. Dari analisis yang dilakukan ada banyak kalimat dalam BMP menggunakan metafora atau konotasi dalam penegasian. Keunikan yag terdapat pada negasi Mandailing dari beberapa klausa ialah kata negasi yang selalu berada pada awal kalimat, misalnya inda, anggo, nangkon, biai. Penegasian dalam BMP juga memiliki kata yang terikat dengan kata bantu seperti anggo dengan na yang apabila dihubungkan maka akan muncul bentuk negasi.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 141-152
Author(s):  
Imam Mas Arum ◽  
Riyadi Santosa ◽  
Nfn Sumarlam

AbstractThe politeness in language in ‘the Mata Najwa’ talk show on TransTV is interested to study due to contradictory opinions expressed by guests who ended up in disrespectful speeches and debates. In line with the background, this study was aimed at describing the violation of the Leech’s politeness principle in language in the Mata Najwa talk show on TransTV. To reveal the violation, a descriptive method and a qualitative approach are used. The research subjects in this study were the speeches of the politicians in the Mata Najwa talk show on TransTV. The data used in this study are words, phrases and sentences that violate the maxims of politeness in accordance with Leech. The data were collected by means of documentation, listening and note-taking techniques. The data were initially analyzed by selecting the data which are assumed to violate Leech’s principles of politeness. Then the data were classified based on the violations of politeness maxims. The results showed that the violations of politeness in language found in the program of Mata Najwa talk show on TransTV included the six maxims of politeness in language; namely the maxims of tact, generosity, approbation, modesty, agreement, and sympathy.  AbstrakKesantunan berbahasa dalam acara talk show Mata Najwa di TransTV menarik untuk diteliti karena pada acara tersebut pihak yang diwawancarai atau diskusi sering kali mengutarakan pendapat yang berbeda dan berujung pada tuturan dan perdebatan yang tidak santun. Sejalan dengan latar belakang tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah menghasilkan deskripsi tentang pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa  Leech dalam acara talk show Mata Najwa di TransTV. Untuk mendeskripsikan tentang pelanggaran kesantunan tersebut digunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian dalam penelitian ini ialah tuturan politisi di acara talk show Mata Najwa di TransTV. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kata, frasa, dan kalimat yang melanggar maksim-maksim kesantunan Leech. Teknik yang digunakan dalam proses pengumpulan data ada tiga teknik, yaitu (1) teknik dokumentasi, (2) teknik simak, (3) dan teknik catat. Kegiatan analisis data dimulai dengan penyeleksian data yang diduga sebagai bentuk tuturan melanggar prinsip kesantunan Leech. Kemudian data diklasifikasikan berdasarkan pelanggaran maksim-maksim kesantunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa yang terdapat dalam acara di acara talk show Mata Najwa di TransTV mencakup keenam maksim kesantunan berbahasa; yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim kesimpatian.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 205-216
Author(s):  
Dea Harumi Urbaningrum

AbstractThis study aims to describe the problem of young people’s failure in politics found in Hapsari Hanggarini’s novel “Namaku Subardjo”. From the novel, data and object of the research was obtained. The data are in the forms of sentences or dialogues and story units that lead to the correlation between politics and youth. The theoretical foundation is Terry Eagleton's sociology of literature which emphasizes on political ideology. Steps of the research method are: 1) reading Hapsari Hanggarini’s novel “Namaku Subardjo” as a whole, 2) colleting data, 3) classifying the data, 4) analyzing and interpreting the data. The importance of the research is to show that young people must be able to play a role and understand politics in order to advance the Indonesian nation. The result of the research is the role of young people in politics for the sake of advancing the Indonesian nation. Therefore, the relationship between youth and politics is very close, as in the novel “Namaku Subardjo” of which, the main character as a young people began to move to build Indonesian politics. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan kaum muda yang masih gagal dalam berpolitik yang terkandung dalam novel Namaku Subardjo karya Hapsari Hanggarini. Objek penelitian atau sumber data ialah novel Namaku Subardjo karya Hapsari Hanggarini. Data diperoleh dari kalimat atau dialog, dan satuan cerita yang mengarah pada korelasi politik dan kaum muda. Landasan teori yang diacu ialah sosiologi sastra Terry Eagleton yang menekankan pada ideologi politik. Metode penelitian yang digunakan yaitu: 1) membaca novel Namaku Subardjo karya Hapsari Hanggarini secara keseluruhan, 2) menginventarisasi data, 3) mengklasifikasikan data, 4) menganalisis data dan menginterprestasikan data. Pentingnya penelitian ialah untuk menunjukkan bahwa kaum muda harus mampu berperan dan memahami politik demi memajukan bangsa Indonesia. Hasil penelitian ialah peran kaum muda dalam berpolitik sangat dibutuhkan oleh negara.  Oleh karena itu, hubungan antara kaum muda dan politik sangat erat, sama halnya dalam novel Namaku Subardjo, tokoh utama sebagai kaum muda mulai bergerak untuk membangun politik Indonesia.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 173-182
Author(s):  
Andi Indah Yulianti ◽  
Ika Nurhayani ◽  
Nfn Hamamah

AbstrakMasyarakat Kalimantan Tengah yang mayoritas tinggal di sepanjang daerah aliran sungai besar, menjadikan sungai sebagai sesuatu yang penting dalam sendi-sendi kehidupan mereka. Budaya sungai yang dianut oleh masyarakat Kalimantan Tengah dapat dilihat dari leksikon-leksikon yang terkandung dalam toponimi wilayah. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan leksikon-leksikon yang muncul dari budaya sungai yang tercermin dalam toponimi Kalimantan Tengah sehingga karakteristik masyarakatnya dapat terungkap. Penelitian ini mengungkap karakteristik budaya sungai Kalimantan tengah dari segi penamaan wilayah. Pendekatan etnosemantik digunakan untuk mengupas hubungan antara bahasa, budaya, dan pola pikir masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa cara menamai suatu wilayah di Kalimantan Tengah dipengaruhi oleh anatomi sungai yang terletak di hulu, tengah, dan hilir. Selain itu, sistem pengetahuan dan sistem kepercayaan juga turut berperan serta dalam penamaan toponim di Kalimantan Tengah. AbstractRivers have a significant role in the life of most of Central Kalimantan people living along riverbanks. Their river culture is reflected from their toponymic lexicon. The purpose of this study was to describe the lexicon of their river culture which is reflected from the toponyms found in Central Kalimantan in order to reveal their characters. Ethnosemantic approach was employed to reveal the relationship among language, culture, and mindset of the society. Data collection was carried out by means of interview method. The result of this study shows that the toponyms in Central Kalimantan was influenced by river’s anatomy i.e. upstream, middle and downstream Furthermore, it was also influenced by knowledge and belief systems.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 217-230
Author(s):  
Mustafa Mustafa Mustafa

AbstractThis paper aims to examine the relevance of  Massudilalong Sola Lebonna myth and the life of Torajan community. Massudilalong Sola Lebonna is one of Torajan oral literature forms which is still believed to this day by Torajan community. It serves as an adhesive tool for interpersonal relations and sources of laws and regulations that could open hearts and minds of the people and encourage them to be honest, polite and knowledgeable on manners and custom in their social life. In this study, a structural approach is used. The method and technique used in this study are descriptive namely to expose just what it is. Data were collected by means of note taking techniques, interviews, recording and literature study. The result of the research shows that the myth of Massudilalong Sola Lebonna is highly relevant to the life Torajan community. It is reflected from local wisdoms contained in the myth of Massudilalong Sola Lebonna that becomes basic foundation of interpersonal relationship in Torajan community. The local wisdoms are high self-esteem, firmness, resilience, strong belief and obedience to principles. AbstrakTulisan ini bertujuan untuk mengkaji relevansi mitos dalam Massudilalong Sola Lebonna dengan kehidupan masyarakat Toraja. Massudilalong Sola Lebonna ialah salah satu bentuk sastra lisan Toraja yang hingga kini sebagian besar masih dihayati dan dipercaya oleh masyarakat Toraja. Sastra lisan ini berfungsi sebagai alat perekat hubungan antarindividu dan sumber hukum dan peraturan yang mampu mengetuk hati dan pikiran, serta mengajarkan orang untuk berlaku jujur, berperilaku sopan santun, tahu adat istiadat, dan tata krama dalam hidup bermasyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini ialah pendekatan struktural. Metode dan teknik yang digunakan dalam kajian ini ialah metode deskriptif, yaitu memaparkan sebagaimana adanya. Pengumpulan data menggunakan teknik pencatatan, wawancara, perekaman, dan studi pustaka. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa mite Massudilalong Sola Lebonna mengandung relevansi yang kuat dengan kehidupan masyarakat Toraja. Hal itu terlihat dari kearifan lokal yang termuat dalam mite Massudilalong Sola Lebonna dijadikan sebagai landasan pokok dalam menjalin hubungan antarsesama masyarakat Toraja. Kearifan lokal tersebut ialah kejujuran, keteguhan, tegas, tangguh, setia pada keyakinan, kuat menjaga harga diri, dan taat asas.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 161-172
Author(s):  
Afriliyani Safitri ◽  
Hermandra Hermandra ◽  
Mangatur Sinaga

AbstractMetaphor becomes a marker of language in Malay society. Metaphors are usually used to praise, insinuate, ask for, and express something. Therefore, it is necessary to conduct an analysis study of the metaphor of the word fruit in Mempura Malay language as physical parts and space of human body to reveal the meanings. The purpose of this research is to find out the metaphorical forms and meanings of the word fruit as the physical parts and space of human body in Mempura Malay language. This qualitative and descriptive research was conducted through a cognitive semantic perspective. The data of this research were collected from the utterances of the Mempura Malay community which mostly used metaphorical expressions. The techniques of data collection were by means of interviewing, evoking, listening and conversation, and recording. The data were analyzed by means of descriptive method. The result of the study shows that there are several metaphors for the word fruit as the physical parts and space of human body in Mempura Malay language to express something such as ‘buah hati’, ‘buah jakun’, ‘buah betis’, ‘buah dada’, and ‘buah cinta’. AbstrakMetafora menjadi penanda bahasa dalam masyarakat Melayu. Metafora biasanya digunakan untuk memuji, menyindir, meminta, dan menyatakan sesuatu. Hal ini mendorong dilakukan analisis metafora kata buah bagian fisik dan ruang manusia untuk mengetahui makna ungkapan yang terdapat dalam bahasa Melayu Mempura. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan bentuk dan makna metafora kata buah bagian fisik dan ruang manusia dalam bahasa Melayu Mempura.  Metode yang digunakan ialah metode penelitian deskriptif kualitatif melalui perspektif semantik kognitif. Data penelitian ini diambil dari tuturan masyarakat Melayu Mempura yang banyak menggunakan ungkapan metafora. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah teknik wawancara yang dibantu dengan teknik pancing, dan simak cakap yang disertai dengan teknik rekam. Teknik analisis data dilakukan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat metafora kata buah bagian fisik dan ruang manusia dalam bahasa Melayu Mempura untuk menyatakan sesuatu, misalnya, buah hati, buah jakun, buah betis, buah dada, buah cinta, dan lain sebagainya.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 152-160
Author(s):  
Nfn Irwansyah

AbstractPoliteness in language is a key to success for a program host to get comfortable in communication. The purpose of this study is to analyze and reveal Najwa Shihab’s politeness strategy in the episode ‘the Champions Stories’  of Mata Najwa  program by using a pragmatic approach. The theory used in this study is the politeness theory of Brown and Levinson (1987). This descriptive and qualitative study employed free listening and involvement in conversation (SLBC) method and listening and note taking techniques. The data were collected from  the episode of ‘the Champions Stories’  in Mata Najwa  program . The results of the study shows that the politeness strategy used by Najwa Shihab is a direct strategy classified into positive and negative politeness. The most frequently used  politeness strategy is positive politeness. The underlying factor is her firm and bold speaking character. Besides, she can obtain complete information from her guests in relaxed and polite manner. AbstrakKesantunan berbahasa merupakan kunci kesuksesan bagi pemandu acara untuk memberikan kenyamanan dalam berkomunikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menemukan strategi kesantunan yang digunakan oleh Najwa Shihab dalam program acara Mata Najwa Episode para juara dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu teori kesantunan Brown dan Levinson (1987). Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif deksriptif dengan metode simak bebas libat cakap (SLBC) dengan teknik simak dan catat. Sumber diambil dari program acara Mata Najwa episode cerita para juara. Hasil penelitian menunjukkan strategi kesantunan yang digunakan Najwa Shihab yaitu strategi langsung bersifat kesantunan positif, kesantunan negatif, dan kesantunan positif. Kesantunan terbanyak yang digunakan oleh Najwa Shihab dalam program acara Mata Najwa episode cerita para juara adalah kesantunan positif, hal tersebut dilatarbelakangi Najwa adalah seseorang yang tegas, berani dalam bertutur. Hal ini juga menjadi ciri khas Najwa untuk mendapatkan informasi selengkap dari narasumber dengan pembawaan santai tetapi tetap santun.


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 231-248
Author(s):  
Adinda Natassa Valentine Hutabarat

AbstractThis study aims to describe persuasion strategies used by President Joko Widodo in his political speech that is delivered at the 2018 IMF-World Bank forum. The study is conducted by comparing the speech in bahasa Indonesia as the Source Text (ST) and its annotated Mandarin translations as the Target Text (TT). In order to describe Widodo’s persuasion strategies, micro and macro level analysis is applied in this study. The former refers to the speaker’s language skills and the translations; whilst the latter refers to the speaker-oriented context and situations-oriented contexts. The result of the study shows that: (i) The translation of Widodo’s speech text has persuasive features of metaphors and catchwords; (ii) The translation technique applied to these features is “equivalent”; (iii) These features were used to encourage the audience to pay attention to the contexts-oriented persuasive messages and to take actions accordingly. AbstrakKajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi persuasi Presiden Joko Widodo dalam pidato politis yang disampaikan pada pertemuan IMF-Bank Dunia tahun 2018. Kajian tersebut dilakukan dengan membandingkan Teks Sumber (TSu) bahasa Indonesia dan terjemahan beranotasi Teks Sasaran (TSa) bahasa Mandarin. Guna mendeskripsikan strategi persuasi tersebut, studi ini menggunakan analisis mikro dan makro. Analisis mikro merujuk pada analisis keterampilan bahasa dan terjemahannya. Analisis makro merujuk pada konteks pembicara dan konteks situasi. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa: (i) Terjemahan teks pidato Widodo menggunakan fitur persuasi metafora dan catchwords; (ii) Teknik terjemahan yang diaplikasikan pada kedua fitur tersebut adalah “kesepadanan”; (iii) Fitur tersebut digunakan agar pembaca atau pendengar memfokuskan pada pesan persuasi yang berorientasi konteks, dan bertindak sesuai pesan persuasi tersebut. 


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 183-194
Author(s):  
Bayu Aji Prasetya ◽  
Asep Yudha Wirajaya

AbstractThe purpose of this research is to reveal the existing moral values in the Kitab Pengajaran. The data source of this descriptive qualitative research is the manuscript of Kitab Pengajaran stored in the British Library, England whose inventory code number is  MSS Malay B metadata 13. The result of the study shows that there are some moral teachings in this text, namely: thinking before speaking, covering the disgrace of others, being disciplined and on time, and being able to control anger and lust. These teachings rightly need to be preserved, disseminated, and implemented  in social life today and in the future. Thus, the expectation of producing superior human resources among the Indonesian people whose characters are strong and intelligent will be immediately met. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai moral yang ada dalam Kitab Pengajaran. Adapun bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitaif dengan menggunakan sumber data berupa naskah Kitab Pengajaranyang tersimpan di Perpustakaan British, Inggris, dengan nomor kode inventarisasi metadata MSS Malay B13. Berdasarkan hasil kajian, dapat diketahui bahwa tterdapat beberapa ajaran moral dalam naskah ini, yaitu: ajaran untuk berpikir sebelum berucap, ajaran menutupi aib orang lain, ajaran disiplin dan tepat waktu, serta mampu mengendalikan amarah dan hawa nafsu. Ajaran-ajaran tersebut sudah sepatutnya perlu dilestarikan, disosialisasikan, dan diimplementasikan lagi dalam kehidupan bermasyarakat, baik di masa sekarang maupun di masa-masa yang akan datang. Dengan demikian, harapan bangsa Indonesia agar segera menghadirkan sumber daya manusia unggul yang memiliki karakter kuat dan cerdas dapat menjadi sebuah kenyataan. 


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 131-140
Author(s):  
Sri Wahyuni ◽  
Rina Marnita ◽  
Fajri Usman

AbstractJambi is a province in Indonesia which is divided into eleven regencies and and municipalities. One of the regencies is Bungo whose capital is Muara Bungo. Muara Bungo community uses Jambi Malay language to interact one other. This study discusses about the situational referents of swear words in Jambi Malay language. The background of the research was the habits of Muara Bungo community in using swear words to express anger, disappointment, resentment, hatred, etc. The purpose of this study is to identify, describe, and explain the situational referents of the swear words in Jambi Malay language. The data were collected by means of listening, interview, recording and note taking techniques. They were analyzed by means of distributional and identity methods. The results of the analysis of this qualitative research were presented in an informal descriptive form. They show that the situational referents of the swear words in Jambi Malay language are different from other regional languages in terms of form, naming, and function of swear words. AbstrakJambi merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Jambi memiliki 11 kabupaten, salah satunya adalah Muara Bungo. Masyarakat Muara Bungo menggunakan bahasa Melayu Jambi untuk berinterakasi satu sama lain. Penelitian ini dilatarbelakangi kebiasaan masyarakat Muara Bungo menggunakan makian pada saat mengekspresikan rasa marah, kesal, kecewa, benci, dan lain-lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, menggambarkan, dan menjelaskan makian yang mengandung referen keadaan dalam bahasa Melayu Jambi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan teknik wawancara. Penelitian ini juga menggunakan teknik rekam dan catat. Teknik analisis data menggunakan metode padan dan agih. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil analisis disajikan dalam bentuk deskriptif informal. Penemuan hasil penelitian menunjukkan bahwa makian referen keadaan dalam bahasa Melayu Jambi memiliki perbedaan dengan bahasa lainnya, yaitu dari segi bentuk, penamaan, fungsi makian.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document