El-Iqthisadi : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

47
(FIVE YEARS 47)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2686-0503, 2615-241x

Author(s):  
Suriyadi Suriyadi

Abstract               Creating YouTube content using a song that has a copyright and is covered and then uploaded on a YouTube page, is basically a common thing for most people, but from the side of songwriters, their rights are often violated because of the widespread use of works without permission which causes the creators to not get economic rights for the use of these creations. Many popular songs are made cover songs to be uploaded on the youtube page not only to gain popularity but also make cover song content to get profit / payment from youtube. The use of copyrighted songs should first ask the author for permission, but in practice there are still many YouTube content that violates intellectual property rights. The research method used for writing legal scientific papers is a normative research method using a statute approach in analyzing the issues discussed in this study. The use of a song created for YouTube content in the form of song covers requires permission from the songwriter and this is very much supported by YouTube in terms of intellectual property rights because copyright owners have exclusive rights in the form of economic rights over their creations which are a form of appreciation for a work. If someone covers a song without permission from the songwriter, the content can be reported to YouTube to take action against whether it will be blocked or monetized due to the benefits obtained from content. In addition to the resolution of copyright disputes made by YouTube, there are also legal remedies for the creators by filing a lawsuit with the commercial court or by taking non-litigation.Keywords: Content Creator, Copyright, Economic Rights. AbstrakMembuat suatu konten youtube dengan menggunakan lagu yang mempunyai hak cipta dan dicover kemudian diupload di halaman youtube, pada dasarnya adalah hal biasa bagi kebanyakan orang, akan tetapi dari sisi pencipta lagu sering dilanggar haknya karena maraknya penggunaan ciptaan tanpa izin yang menimbulkan pencipta tidak mendapatkan hak ekonomi atas penggunaan ciptaannya tersebut. Banyak lagu yang populer dibuatkan cover lagu untuk diupload di halaman youtube tidak hanya sekedar untuk mendapatkan popularitas akan tetapi membuat suatu konten cover lagu untuk mendapatkan keuntungan/bayaran dari youtube. Pemanfaatan lagu yang mempunyai hak cipta seharusnya meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta akan tetapi pada prakteknya masih banyak ditemui konten-konten youtube yang melanggar hak kekayaan intelektual. Metode penelitian yang digunakan untuk penulisan karya ilmiah hukum ini adalah metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dalam melakukan analisis terhadap isu-isu yang dibahas pada penelitian ini. Pemanfaatan lagu ciptaan untuk konten youtube berupa cover lagu memerlukan izin dari pencipta lagu dan hal tersebut sangat didukung oleh youtube terkait dengan aspek hak kekayaan intelektual karena pemilik hak cipta mempunyai hak eksklusif berupa hak ekonomi atas ciptaannya yang merupakan bentuk apresiasi terhadap suatu karya. Apabila seseorang melakukan cover lagu tanpa izin dari pencipta lagu maka konten tersebut dapat dilaporkan ke youtube agar ditindak apakah akan diblokir atau dimonetisasi terkait dengan keuntungan yang didapat atas suatu konten. Disamping penyelesaian sengketa hak cipta yang dibuat youtube, juga terdapat upaya hukum bagi pencipta dengan mengajukan gugatan kepada pengadilan niaga atau bisa menempuh jalur non litigasi.Kata Kunci : Hak Cipta, Hak Ekonomi, Konten Kreator


Author(s):  
Hamsir Hamsir

AbstractThe purpose of this paper is to observe, predict and assess the existence of Islamic banking in Indonesia in the development of facing and maintaining public confidence in the issue of banking crime that are currently, have been and will come. Sharia Bank As an institution in the form of a business / service industry, so in the future, commercial/state banks such as state-owned enterprise banks that manage Sharia Banks will be merged as separate National Sharia Banks. Space and opportunities for criminal acts in Islamic banking have the same space and opportunities as other banks (conventional banking). However, what distinguishes if a criminal act is suspected, it must involve institutions formed from the provisions in sharia banking law (national sharia board, sharia supervisory board) accompanied by the Police and financial service authority institutions, but in investigative work. The police apparatus or financial services authority first asks for instructions from the national sharia board and sharia supervisory board.Keywords: Crime, Conventional Banking, Sharia Banking. AbstrakTujuan penulisan ini, untuk mengamati, memprediksi dan menilai keberadaan perbankan syariah di Indonesia dalam perkembangan menghadapi dan menjaga kepercayaan masyarakat dari persoalan tindak pidana perbankan atau kejahatan perbankan yang saat ini, pernah dan atau akan datang.  Bank (Syariah) Sebagai suatu institusi/lembaga dalam bentuk usaha/industri jasa (BUMN), begitu pun ke depan (wacana 2020) Bank-bank umum/negeri (BNI, BRI & Mandiri) yang mengelola Bank Syariah akan dimerger sebagai Bank Syariah Nasional tersendiri. Ruang dan peluang terjadinya tindak pada perbankan syariah memiliki ruang dan peluang yang sama dengan perbankan lainnya (konvensional). Namun yang membedakan bila diduga terjadi tindak pidana di dalamnya, haruslah melibatkan lembaga-lembaga yang terbentuk dari ketentuan dalam hukum/perundang-undangan perbankan syariah (DSN, DPS) disertai institusi Kepolisian dan lembaga OJK, namun dalam kerja penyidikan aparat Polri atau OJK terlebih dahulu meminta petunjuk DSN dan DPS.Kata Kunci : Perbankan Konvensional, Perbankan Syariah, Tindak Pidana.


Author(s):  
Tri Suhendra Arbani

AbstractThis study examines two things, namely the status of state land granted to PTPN XIV, which has expired its HGU and licensing arrangements in the plantation sector, this research uses jurist normative research using a law editor and a conceptual approach. With regard to the PTPN XIV HGU, it is clear that the problems arose due to the unclear land status after the expiration of the HGU permit. From the perspective of the law, it is very clear that land that has expired its HGU is the obligation of PTPN XIV to return it to the state as the party that grants the permit. Improvement of the plantation licensing chain starting from location permits, forest area release permits, plantation business permits, cultivation plantation permits, processing plantation business permits, land clearing permits.Keywords: Business Use Rights, Licensing, Plantation. AbstrakPenelitian ini mengakaji bertujuan mengkaji dua hal yakni status lahan negara yang diberikan kepada PTPN XIV yang telah masa habis masa HGU nya dan penataan perizinan dibidang perkebunan, penelitian ini menggunakan penelitian normative yuris dengan menggunakan pendekan undang-undang dan pendekatan konseptual. Permasalahan tentang HGU PTPN XIV, sudah jelas bahwa masalah yang muncul akibat ketidakjelasan status tanah pasca berakhirnya izin HGU tersebut.  dari pandangan aturan hukumya sudah dengan sangat terang bahwa tanah yang sudah habis masa HGUnya menjadi kewajiban PTPN XIV untuk mengembalikannya kepada negara sebagai pihak yang memberikan izin. Perbaikan rantai perizinan perkebunan dimulai dari izin lokasi, izin pelepasan Kawasan hutan, izin usaha perkebunan, izin perkebunan budidaya, izin usaha perkebunan pengelolahan, izin land clearing.Kata Kunci : Hak Guna Usaha, Perizinan, Perkebunan.


Author(s):  
Mahmuda Mulia Muhammad

Abstract               Studies on social entrepreneurship are still minimal compared to practice, of course it is a challenge for academics to deepen their studies on social entrepreneurship. In addition, social problems always arise and cannot be avoided at once and affect every aspect of people's lives. The purpose of this study is to examine social entrepreneurship in relation to Islamic economic principles in the welfare of society. This study uses a literature review which contains theories, findings and materials from previous studies as a basis for writing this article. The results of the study show that social entrepreneurship in Islamic economics is manifested by 3 fundamental principles in Islamic economics, namely tauhid (oneness), khilafah (representation) and 'is (fair). Social entrepreneurship is able to realize social welfare through reaching social problems and meeting community needs, avoiding social imbalances that are very far away, creating justice and maintaining environmental balance and avoiding elements of usury and clarity.Keywords: Community Welfare, Sharia Economic Principles, Social Entrepreneurship. AbstrakKajian tentang social entrepreneurship masih minim dibanding prakteknya, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi kalangan akademisi untuk memperdalam kajian-kajian mengenai social entrepreneurship. Selain itu, permasalahan sosial selalu timbul dan tidak dapat dihindari sekaligus serta mempengaruhi setiap aspek kehidupan masyarakat. Tujuan kajian ini untuk mengkaji tentang social entrepreneurship dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam memakmurkan masyarakat. Kajian ini menggunakan kajian literatur review yang berisi teori-teori, temuan dan bahan penelitian-penelitian terdahulu sebagai dasar dalam penulisan artikel ini. Hasil kajian menunjukkan bahwa social entrepreneurship dalam ekonomi syariah diwujudkan dengan 3 prinsip fundamental dalam ekonomi syariah yaitu tauhid (keesaan), khilafah (perwakilan) dan ‘adalah (adil). Social entrepreneurship mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui menjangkau permasalahan sosial dan memenuhi kebutuhan masyarakat, menghindari adanya ketimpangan sosial yang sangat jauh, menciptakan keadilan dan menjaga keseimbangan lingkungan dan menghindari adanya unsur riba dan adanya kejelasan.Kata Kunci: Kesejahteraan Masyarakat, Prinsip Ekonomi Syariah, Social Entrepreneurship.


Author(s):  
Taufiq Sanusi Baco

AbstractCredit in conventional banking is haram because it uses a refined usury system called interest, both credit is productive, especially consumptive based on the Alquran and the hadith of the prophet about usury that Abbas, his uncle, saw. Credit in Syari'ah banking is allowed because credit at Bank Syari'ah is transferred to mudharabah for the productive and ba'i bi at-taqshid for the consumptive based on the hadith of the Prophet Muhammad and the opinion of the scholars. Basically the whole concept of mu'amalah is permissible as long as it doesn’t contradict the principles of the Alquran and sunnah such as the ushul kaedah which means: "the origin (law) mu'amalah is permissible as long as there is no argument against it". In the hadith we don’t find that credit is sacrificed, but we will find a form of credit that is almost the same (if it is applied) to credit carried out by merchants who use the usury system, namely debt payments with credit within the specified time with excessive profit (usury fadl). Keywords: Credit, Discourse, Hadith, Riba. AbstrakKredit pada perbankan Konvensional adalah haram karena memakai sistem riba yang diperhalus dengan sebutan bunga, baik kredit itu bersifat produtik lebih-lebih yang bersifat konsumtif berdasarkan Alqur’an dan hadis nabi tentang riba yang pernah dilakukan Abbas, paman beliau saw. Kredit pada perbankan Syari’ah dibolehkan karena kredit pada Bank Syari’ah dialihkan pada sifat mudharabah bagi yang produktif dan dengan sifat ba’i bi at-taqshid bagi yang konsumtif berdasarkan hadis nabi Muhammad saw dan pendapat ulama. Pada dasarnya seluruh konsep mu’amalah adalah boleh selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Alqur’an dan sunah seperti kaedah ushul yang artinya: “asal (hukum) mu’amalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya”. Dalam hadis kita tidak menemui tentang kredit diperbankan, akan tetapi kita akan menemui bentuk kredit yang hampir sama (jika diqiaskan) dengan kredit yang dilakukan oleh pedagang-pedagang yang menggunakan sistem riba yaitu pembayaran hutang dengan kredit dalam waktu yang ditentukan dengan keuntungan yang berlebih-lebihan (riba fadl).Kata Kunci : Diskursus, Hadis, Kredit, Riba.


Author(s):  
Nasir Katong ◽  
Ahmad Yani Abas ◽  
Deby Cnristiyani Sendow

Abstract Forestry Crime Case Study (TIPIHUT) in Bogani Nani wartabone National Park. This study aims to determine how the forestry crime (TIPIHUT) in the Bogani Nani Wartabone National Park, especially illegal logging and illegal mining in the Dumoga area. This research is an empirical juridical study, by conducting research at the Bogani Nani Wartabone National Park, Dumoga region. The data used are primary and secondary data. The data obtained from both primary and secondary data is then analyzed using qualitative descriptive methods, namely research that explains and describes according to the existing problems, then conclusions are drawn based on the analysis that has been done. The results showed that in the area of the Bogani Nani Wartabone National Park, illegal logging and illegal mining were still rampant, counting from 2018-2020 there were eight cases recorded. 4 cases of illegal logging and 4 others are illegal mining. This happened because in Boganai National Park Nani Wartabone still lacks POLHUT personnel to carry out field monitoring. Balain Bogani Nani Wartabone National Park has currently carried out several programs as an effort to break the forestry crime, namely by empowering communities around the National Park by utilizing forest areas for planting, and involving communities in restoring forest ecosystems by inviting the community to plant trees in National Park area. Keywords: Forestry Crime, Illegal Logging, Illegal Mining, National Park. AbstrakStudi Kasus Tindak Pidana Kehutanan (TIPIHUT) Di Taman Nasional Bogani Nani wartabone. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tindak pidana kehutanan (TIPIHUT) di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone khususnya tindak pidana illegal logging dan illegal mining di wilayah Dumoga. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris, dengan melakukan penelitian di Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone wilayah Dumoga. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang di peroleh baik dari data primer maupun ata sekunder kemudian di analisis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menjelaskan dan menguraikan sesuai dengan permasalahan yang ada kemudian di tarik kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone masih marak terjadi Illegal logging dan illegal mining, terhitungan dari tahun 2018-2020 tercatat ada delapan kasus. 4 kasus illegal logging dan 4 lainnya adalah illegal mining. Hal ini terjadi karena di Taman Nasional Boganai Nani Wartabone masih kekurangan personil POLHUT dalam melakukan pemantauan lapangan. Balain Taman Nasional Bogani Nani Wartabone saat ini telah melakukan beberapa program sebagi upaya untuk memutus ranai tindak pidana kehutanan  yaitu dengan memberdayaakan masyarakat sekitar Taman Nasional dengan memanfaatan kawasan hutan untuk bercocok tanam, serta melibatkan masyarakat dalam pemulihan ekosistem hutan dengan mengajak masyrakat untuk melakukan penanaman pohon dalam kawasan Taman Nasional.Kata Kunci: Penambangan Liar, Penebangan Liar, Taman Nasional, Tindak Pidana Kehutanan. 


Author(s):  
Ashar Sinilele

AbstractArticle 1338 paragraph 3 of the Civil Code, states that an agreement must be carried out in good faith. Good faith when making an agreement means honesty, then good faith in the implementation stage, namely, the agreement is appropriateness, namely an assessment of the behavior of a party in implementing what was agreed. In the sale and purchase agreement, especially the sale and purchase of land, it is hoped that a balance can be created between the two parties concerned, one of which is good faith between each other which is also expected to create a conducive atmosphere. According to article 1362 of the Civil Code and Article 1383 of the Civil Code, there is a difference between the presence or absence of good faith on the party receiving the payment. Article 1360 of the Civil Code, states that whoever, in good faith, has received something that does not have to be paid to him, is obliged to return it with interest and the proceeds, calculated from the payment and thus does not reduce the compensation for costs, losses and interest, if the price is already suffer a slump. If his goods have been destroyed, even though this happens beyond his fault, then he is obliged to pay the price accompanied by compensation for interest, loss and price, unless he can prove that the goods were also destroyed, if he is in the person to whom he should have been given.  Keywords: Agreement, Good Faith, Land, Sale and Purchase. AbstrakPasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik pada waktu membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, maka itikad baik dalam tahap pelaksanaan yaitu, perjanjian adalah kepatutan yaitu suatu penilaian terhadap tindak tanduk suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang diperjanjikan. Dalam perjanjian jual-beli terkhususnya jual-beli tanah sangatlah diharapakan dapat tercipta keseimbangan antar kedua belah pihak yang bersangkutan, salah satunya itikad baik antar sesama yang juga diharapkan dapat tercipta suasana yang kondusif. Menurut pasal 1362 KUH Perdata dan pasal 1383 KUH Perdata dibedakan antara ada atau tidaknya itikad baik dipihak yang menerima pembayaran. Pasal 1360 KUH Perdata, menyatakan bahwa siapa yang dengan itikad baik, telah menerima sesuatu yang tidak harus dibayarkan kepadanya, diwajibkan mengembalikan dengan bunga dan hasil-hasilnya, terhitung dari hasil pembayaran dan demikian itu tidak mengurangi penggantian biaya, rugi dan bunga, jika harganya telah menderita kemerosotan. Jika barangnya telah musnah, meskipun ini terjadi diluar salahnya, maka ia wajib membayar harganya dengan disertai penggantian bunga, rugi dan harga, terkecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barang itu musnah juga, seandainya ia berada pada orang kepada siapa ia seharusnya diberikan.Kata Kunci : Itikad Baik, Jual Beli, Perjanjian, Tanah.


Author(s):  
Muhammad Anis

AbstractViolence in coaching children is one of the serious problems we face today, various elements, especially the government, are related to the government's efforts to implement the Child Protection Law Number 35 of 2014. On the other hand, parents who are not aware have committed violence in coaching them. Children feel that they have carried out their duties as parents who have full rights over their children, while children in their immature physical and psychological development will receive adverse impacts on their development. The cause of violence in child development is due to environmental factors in the community, such as dense residential areas which can affect parents to be rude to their children due to the habits of the parents in the environment. The education and occupation factors of parents, parents who do not have a job are more prone to abuse their children than those who have jobs and routines. The digital media factor, in the millennial era without borders, we cannot deny that everything, whether positive or negative, can be easily obtained, this is also a factor in the occurrence of violence in fostering children, the lack of understanding of parents about a spectacle can have negative consequences for how to coach children.Keywords: Children, Formation, Violence. AbstrakKekerasan dalam pembinaan terhadap anak merupakan salah satu permasalahan serius yang kita hadapi saat ini, berbagai elemen terutama pemerintah dikarenakan berkaitan dengan upaya pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang perlindungan anak Nomor 35 Tahun 2014. Disisi lain, orangtua yang tidak sadar telah melakukan  kekerasan dalam pembinaan kepada anak merasa telah melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yang mempunyai hak penuh atas anaknya, sedangkan anak dalam perkembangan fisik maupun psikisnya yang belum matang akan menerima dampak buruk bagi perkembangannya. Penyebab terjadinya kekerasan didalam pembinaan anak disebabkan faktor lingkungan masyarakat, seperti kawasan pemukiman yang padat yang dapat mempengaruhi orangtua bersifat kasar terhadap anaknya dikarenakan mengikuti kebiasaan para orang tua dilingkungan tersebut. Faktor pendidikan dan pekerjaan orangtua, orangtua yang tidak memiliki pekerjaan lebih rentan berlaku kasar terhadap anak dibandingkan yang mempunyai pekerjaan dan rutinitas. Faktor media digital, di era millenial tanpa batas tidak bisa kita pungkiri segala sesuatunya baik itu positif maupun negatif sekalipun bisa dengan mudah diperoleh, hal ini juga menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan dalam pembinaan anak, kurangnya pemahaman orang tua tentang suatu tontonan dapat berakibat negatif bagi cara pembinaan terhadap anak.Kata kunci : Anak, Kekerasan, Pembinaan.


Author(s):  
Andi Intan Cahyani

Secara sosiologis, zakat adalah refleksi dari rasa kemanusiaan, keadilan, keimanan, dan ketaqwaan yang mendalam yang harus  muncul dalam sikap orang kaya. Tidaklah etis sebagai seorang makhluk social  mau hidup sendiri tanpa memperhatikan kesulitan orang lain.            Zakat adalah ibadah m±liyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat.[1] Jadi, disamping merupakan ibadah yang berdimensi mahdhah, zakat juga berdimensi sosial.[1]Yusuf Qardhawi, al-Ibadah fi al-Isl±m  (t.t., t.p., 1993), h. 235.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document