scholarly journals PEMULIAAN DEWI SRI DALAM AKTIVITAS DOMESTIKASI PADI DI BALI

2021 ◽  
Vol 34 (2) ◽  
pp. 101
Author(s):  
I Wayan Sugita ◽  
I Wayan Suteja ◽  
I Nyoman Rema

The Balinese agricultural culture has existed since prehistoric times, with the advent of agriculture, especially rice domestication, as an important cultivation to date, gave rise to the myth of Dewi Sri. This study aims to studying the breeding of Dewi Sri in rice domestication activities in Bali, whose data sources were collected through field observations by observing archaeological remains in the form of worship media, lontar manuscripts and inscriptions. Besides being complemented by literature studies of various relevant journals, book and reports. This research has succeeded in revealing that the breeding of Dewi Sri in Bali is very unique, it can be seen from her mention of her local name, the worship media and its symbols are also influenced by Balinese local wisdom. Breeding is also carried out with prayers and ceremonies that are balanced with maintaining and caring for rice and rice field in order to achieve maximum results. Budaya agraris masyarakat Bali telah ada sejak masa prasejarah, dengan munculnya pertanian domestikasi padi sebagai budidaya penting hingga saat ini, memunculkan mitos Dewi Sri. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemuliaan Dewi Sri dalam aktivitas domestikasi padi di Bali, yang sumber datanya dikumpulkan melalui observasi di lapangan dengan mengamati tinggalan arkeologi berupa media pemujaan, manuskrip lontar dan prasasti. Selain itu dilengkapi dengan studi pustaka terhadap berbagai jurnal, buku dan laporan yang relevan. Penelitian ini berhasil mengungkap bahwa pemuliaan Dewi Sri di Bali sangat unik dapat dilihat dari penyebutan Dewi Sri dengan nama lokal, media pemujaan dan simbol-simbolnya juga dipengaruhi oleh kearifan lokal Bali. Pemuliaan juga dilakukan dengan doa dan upacara, diseimbangkan dengan memelihara dan merawat padi dan lahan persawahan, agar dapat mencapai hasil yang maksimal. 

2016 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Syahruddin Mansyur

Morotai Island is one of the locations which left many traces of World War II in Indonesia. This suggests that Morotai Island has a strategic geographical position for the two military forces involved at the time. In this context, the legacy of World War II in Morotai has important historical value to be preserved, one of them through the establishment of a museum. This study aimed to develop appropriate thematic concept for presentation of the museum. Literature study and field observations conducted to obtain data related to the historical and archaeological remains exist in the study area. The results of this study, obtained information about the actual condition of archaeological remains exist in Morotai, as well as the formulation of the concept of thematic presentation of the exhibition. Thus, early studies of this thematic concepts can provide the storyline, so as to give weight to the information of the existing archaeological remains in the Morotai.Pulau Morotai merupakan salah satu lokasi yang banyak meninggalkan jejak Perang Dunia II di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Morotai memiliki posisi geografis yang strategis bagi dua kekuatan militer yang terlibat saat itu. Dalam konteks inilah, peninggalan Perang Dunia II yang ada di Morotai memiliki nilai sejarah yang penting untuk dilestarikan, salah satunya melalui pendirian sebuah museum. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun konsep tematik yang tepat bagi penyajian museum. Studi pustaka dan observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh data terkait dengan sejarah dan tinggalan arkeologi yang ada di lokasi penelitian. Hasil kajian ini, diperoleh informasi tentang kondisi aktual tinggalan arkeologi yang ada di Morotai, serta rumusan tentang konsep tematik penyajian pameran. Dengan demikian, studi awal konsep tematik ini dapat memberikan alur cerita atau storyline, sehingga mampu memberikan bobot informasi tinggalan arkeologi yang ada di Morotai.


2021 ◽  
Vol 18 (3) ◽  
pp. 1-10
Author(s):  
Hendi Suhendi ◽  
M. Fauzi Arif ◽  
N Sausan M. Sholeh

ABSTRACT This study examines strategies to increase the collection of waqf through Islamic Da'wah activities. This is important to do, considering the Baitul Hidayah Islamic Boarding School has a large potential for waqf while the ongoing collection of waqf has not yet reached the expected target. This study aims to find a solution in the form of a strategy to increase the collection of waqf by utilizing da'wah activities as a way of socialization and promotion. This type of research is a qualitative descriptive study, while the data sources are obtained directly in the field (field research). The research approach uses case studies with data collection techniques through interviews, documentation studies and field observations. The results of this study recommend strategies for increasing the collection of waqf through: (i) Optimizing the role of dai as a marketing of waqf. (ii) fulltime managing human resources. (iii) Improvement of Facilities and Infrastructure. (iv) Creating a creative collection program. (v) Standardization of Data Management. (vi) Improvement of convenience services and activity reports.Keywords: Collection, Waqf, Da'wah and Islamic boarding schools.   ABSTRAKPenelitian ini mengkaji tentang strategi peningkatan penghimpunan wakaf melalui kegiatan Dakwah Islam. Hal ini penting dilakukan, mengingat Pesantren Baitul Hidayah memiliki potensi wakaf yang cukup besar sementara penghimpunan wakaf yang berjalan belum mencapai target yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan solusi berupa strategi peningkatan penghimpunan wakaf dengan memanfaatkan kegiatan-kegiatan dakwah sebagai jalan sosialisasi dan promosi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, adapun sumber data diperoleh langsung di lapangan (field research). Pendekatan penelitian menggunakan studi kasus dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi dokumentasi dan observasi lapangan. Hasil penelitian merekomendasikan strategi peningkatan penghimpunan wakaf melalui : (i) Optimalisasi peran dai sebagai marketing wakaf. (ii) SDM pengelola fulltime. (iii) Peningkatan Sarana dan Prasarana. (iv) Menciptakan Program penghimpunan yang kreatif. (v) Standarisasi Pengelolaan Data. (vi) Peningkatan layanan kemudahan dan laporan kegiatan.Kata Kunci: Penghimpunan, Wakaf, Dakwah dan Pesantren. 


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 32-42
Author(s):  
Luxy Pujo Sakti

ABSTRAK Pariwisata merupakan industri terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi global pada saat ini. Pariwisata juga menjadi penyumbang devisa terbesar di Indonesia serta memberikan dampak yang baik dalam pembangunan pariwisata desa. Elite desa berperan penting dalam mensosialisasikan ide terhadap masyarakat. Peran penting bagi elite desa dalam melakukan pemberdayaan kepada masyarakat lokal dibutuhkan realisasi guna pengembangan desa. Logika dari desa Pujon Kidul, terhadap elite desa yang telah berhasil melakukan pembangunan wisata dengan produk lokal desa dengan melakukan pemberdayaan kepada masyarakat lokal perlu dikaji secara berlanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Logika Elite Desa Dalam Praktik Pembangunan Desa Wisata Pujon Kidul. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dengan jenis penelitian deskriptif, melalui observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi terhadap informan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dari Pierre Bourdieu mengenai praktik habitus. Tahun 2015 elite desa Pujon Kidul berhasil melakukan pembangunan kafe sawah, kampung wisata Tulungrejo, dan melakukan pengembangan di bidang wisata edukasi, hingga kini berhasil membangun Desa Wisata Pujon Kidul.  Kata Kunci : Elite, Pembangunan Desa Wisata, dan Pemberdayaan Masyarakat. ABSTRACT Tourism is the largest and strongest industry in financing the global economy at this time. Tourism is also the largest contributor to foreign exchange in Indonesia and has a good impact on rural tourism development. Village elites play an important role in disseminating ideas to the community. The important role for village elites in empowering local communities requires realization for village development. The logic from Pujon Kidul village, towards village elites who have succeeded in developing tourism with village local products by empowering local communities needs to be studied continuously. This study aims to determine the Logic of Village Elite in Pujon Kidul Tourism Village Development Practices. This research uses a qualitative approach and descriptive research type, through field observations, interviews and documentation of informants. The theory used in this research is Pierre Bourdieu's theory of the practice of habitus. In 2015, the elite of Pujon Kidul village succeeded in building a rice field cafe, a tourist village in Tulungrejo, and developing in the field of educational tourism, until now they have succeeded in building the Pujon Kidul Tourism Village. Keywords: Elite, Tourism Village Development, and Community Empowerment.


2018 ◽  
Vol 31 (1) ◽  
pp. 15
Author(s):  
Dewa Gede Yadhu Basudewa

This research was conducted based on the findings of archaeological remains in Subak Bubunan Sukawati rice field by the community in 2014 when cutting down the banyan tree. After doing data collection and description, it is followed by a more in-depth discussion, which aims to know the functions and meanings for the community. The data collection in this research is done using observation method, interview, and literature study through qualitative approach which then analyzed using functional theory and semiotics theory. The results show the function of the past and present archaeological remains in Subak Bubunan Sukawati based on the mythology, origin, and community activities are not completely the same, and some have changed the function. Meaning of Archaeological Remains in Subak Bubunan Sukawati is known based on the signs they have such as decoration (attributes), mythology, and community activities in utilizing the archaeological remains. Some of the meanings that are successfully examined are the meaning of fertility, the meaning of power, and the meaning of religion. Penelitian ini dilakukan berdasarkan atas temuan tinggalan arkeologi di kawasan sawah Subak Bubunan Sukawati oleh masyarakat pada tahun 2014 ketika menebang pohon beringin. Tinggalan arkeologi yang telah dilakukan pendataan maupun pendeskripsian ini dilanjutkan dengan pembahasan lebih mendalam, yang bertujuan untuk mengetahui fungsi dan maknaannya bagi masyarakat. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode observasi, wawancara, serta studi kepustakaan melalui pendekatan kualitatif yang selanjutnya dianalisis menggunakan teori fungsional dan teori semiotika. Hasil penelitian menunjukkan fungsi masa lampau dan sekarang tinggalan arkeologi di Subak Bubunan Sukawati berdasarkan atas mitologi, asal usul, dan aktivitas masyarakat tidak seutuhnya sama, bahkan ada yang mengalami perubahan fungsi. Makna Tinggalan arkeologi di Subak Bubunan Sukawati diketahui berdasarkan tanda-tanda yang dimilikinya seperti hiasan (atribut), mitologi, dan aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan tinggalan arkeologi tersebut. Beberapa makna yang berhasil ditelisik adalah makna kesuburan, makna kekuasaan, dan makna religi.


2020 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 173-189
Author(s):  
Nanang Rustandi ◽  
Yusuf Wibisono

Gunung Padang site, Cianjur District, a prehistoric cultural heritage becomes a concern because community activities also juxtaposed religious worships. The problems arise when various perception of the site’s existence is linked to myths. The focus is explored on how religious people related to the perception of Gunung Padang’s existence and restoration. This study uses qualitative research method using two data sources. The primary data are obtained from document studies, field observations, and in depth interviews. Secondary data are obtained from books, journals and other research documents. To analyze the relationship between community religious perceptions and culture of ancient sites, phenomenological approach is applied. The results indicate that religious perception over the site is strongly influenced by the process of integrating local religious and cultural understanding passed down for generations. The form of religious expressions are in form of belief, rite, and community. From the research findings, it arises a configuration of society’s religious perception towards Gunung Padang which integrates religion, culture, and belief (syncretism) characterized by local wisdom. Keywords: Religion; Culture; Society; Site; Myth


INVENSI ◽  
2018 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 45-61
Author(s):  
Putri Prabu Utami

Kotagede Yogyakarta merupakan peninggalan Kerajaan Mataram di mana terdapat banyak peninggalan arkeologis seperti Watu Gilang dan sisa tembok benteng. Peninggalan kerajaan Mataram kuno Kotagede dapat dilihat di komplek Makam Raja Mataram Kotagede. Komplek Makam Raja Mataram di Kotagede Yogyakarta memiliki gaya arsitektur Hindu. Ciri khas dari bangunan Hindu di Makam Raja Mataram identik dengan pengunaan material batu bata merah dan kapur. Komplek Makam memiliki bangunan berupa tembok pembatas yang bernama grenteng yang penempatannya berada setelah pintu gerbang yang memiliki fungsi sebagai penutup atau pembatas antara ruang dalam dengan ruang luar atau ruang sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kenyamanan sirkulasi dengan adanya peranan grenteng pada satu ruang. Penelitian ini merupakan penelitian gabungan, yang bergantung pada kedua bahan pustaka yang relevan serta temuan lapangan seperti observasi dan wawancara. Selanjutnya melakukan analisis data lapangan. Keberadaan grenteng yang berada tepat di tengah pintu memberikan pengaruh terhadap kenyamanan sirkulasi pengunjung. Temuan penelitian menunjukkan kenyamanan sirkulasi dengan adanya peran grenteng dapat dicapai pada satu sisi kiri baik digunakan sebagai sirkulasi masuk maupun keluar. Kenyamanan sirkulasi satu sisi pada komplek Makam Raja Mataram Kotagede berbeda dengan bangunan yang memiliki grenteng seperti di Keraton Yogyakarta maupun makam Raja Imogiri. Kotagede Yogyakarta is a relic of the Mataram kingdom where there are many archaeological remains such as Watu Gilang and the rest of the wall of the fort. Relics of ancient kingdom of Mataram Kotagede can be seen in the complex of the tomb of King of Mataram Kotagede. Complex Tomb of King of Mataram in Kotagede Yogyakarta has a Hindu architectural style. The distinctive feature of the building at the tomb of the King of Mataram Hindu identical to the material the use of red brick and limestone. The tomb complex of buildings in the form of the parapet has named grenteng whose post is after the gate has a function as a cover or barrier between the space in the outer space or room earlier. The purpose of this study to determine the comfort of their circulation with grenteng role in one room. This study is a combination, which is dependent on both the relevant library materials as well as the findings of such field observations and interviews. Furthermore, analysis of field data. Grenteng existence which is right in the middle of the door to give effect to the comfort of the visitor circulation. The findings show comfort with their roles grenteng circulation can be achieved on the left side used as incoming and outgoing circulation. Leisure circulation of one hand on the tomb of the King of Mataram Kotagede complex of different buildings that have grenteng like in the Keraton or the tomb of King Imogiri.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document