scholarly journals Penggunaan Media Cakram Gizi terhadap Perilaku Konsumsi Sayur dan Buah Remaja

2020 ◽  
Vol 22 (1) ◽  
pp. 1-7
Author(s):  
Siska Puspita Sari ◽  
Umi Mahmudah

Latar Belakang: Konsumsi sayur dan buah remaja belum sesuai gizi seimbang. Frekuensi konsumsi sayur remaja kurang dari 3x per hari di daerah urban sebesar 57,1 persen dan di daerah rural sebesar 48 persen. Sedangkan konsumsi buah remaja kurang dari 2x per hari di daerah rural sebesar 85,7 persen dan daerah urban sebesar 39,8 persen. Tujuan: Penelian untuk mengetahui pengaruh penggunaan media cakram gizi terhadap perilaku konusmusi sayur dan buah pada remaja. Metode: Penelitian merupakan penelitian quasi experiment dengan rancangan one group pretest-postest design, subjek kelas X dan XI di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta sebanyak 61 orang. Teknik pemilihan subjek menggunakan purposive sampling. Data pengukuran perilaku sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) dengan form Food Frequency Questionnaire (FFQ) yang sudah divalidasi. Analisis data menggunakan Wilcoxon Rank Test. Hasil: Nilai minimum konsumsi sayur 14 gram/hari dan nilai maksimum 780 gram/hari. Nilai minimum konsumsi buah 16 gram/hari dan nilai maksimum 835 gram/hari. Kesimpulan: Terdapat peningkatan rerata nilai perilaku dengan p=0,147(p>0,05) untuk konsumsi sayur, p=0,075(p>0.05) untuk konsumsi buah setelah dilakukan edukasi menggunakan media cakram gizi. Tidak terdapat pengaruh penggunaan media cakram gizi terhadap konsumsi sayur dan buah pada remaja.   Kata kunci: Cakram Gizi, Konsumsi Buah, Konsumsi Sayur, Perilaku, Remaja

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 155
Author(s):  
Umi Mahmudah ◽  
Siska Puspita Sari

Latar Belakang: Konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih belum sesuai dengan pesan gizi seimbang, terutama konsumsi buah dan sayur. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa penduduk berumur ≥ 10 tahun yang kurang mengkonsumsi buah dan sayur mencapai 96,4%. Salah satu upaya untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur adalah dengan menyelenggarakan pendidikan gizi yang bertujuan mengubah pengetahuan masyarakat menuju konsumsi pangan yang sehat dan bergizi. Hal ini dapat dicapai dengan menyusun model pendidikan gizi yang efektif dan efisien melalui berbagai media seperti poster, leaflet, booklet, ataupun media yang lainnya. Tujuan:Untuk mengetahui pengaruh penggunaan media cakram gizi terhadap pengetahuan remaja mengenai konsumsi buah dan sayur. Metode:Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan rancangan one group pretest-posttest design. Subjek penelitian merupakan remaja kelas X dan XI di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta sebanyak 61 orang yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Intervensi gizi menggunakan media cakram gizi dilakukan 1 kali setiap minggu selama 4 minggu. Data yang diambil adalah pengukuran pengetahuan sebelum (pretest) dan sesudah intervensi (posttest) dengan menggunakan kuesioner. Analisis data diolah menggunakan Wilcoxon Rank Test. Hasil: Nilai pengetahuan minimum pada pretest dan posttest adalah 46,67 dan 40,00, sedangkan nilai maksimum baik pretest maupun posttest sama yaitu 93,33. Terdapat peningkatan rerata nilai pengetahuan dari 68,30 menjadi 72,67 dengan nilai p=0,007 (p<0,05) setelah dilakukan edukasi gizi menggunakan media cakram gizi mengenai konsumsi buah dan sayur. Kesimpulan:Terdapat pengaruh penggunaan media cakram gizi terhadap pengetahuan remaja mengenai konsumsi buah dan sayur. 


Author(s):  
Melati Silvia Simanjuntak ◽  
Karmila Br.Kaban ◽  
Mhd Yuda Satria ◽  
Dian Souvenir Waruwu ◽  
Bonay A.M Fandu

Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikkan dengan ketidakmampuantubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya hyperglikemia. Kadarglukosa darah yang tinggi pada pasien DM tipe 2 menyebabkan peningkatan reactive oxygen species (ROS)dan menurunnya NO yang berdampak pada rusaknya sel endotel pembuluh darah serta terganggunyaelastisitas pembuluh darah sehingga plaque akan mudah menempel, yang memberikan dampak padapenurunan sirkulasi darah perifer terutama terjadi di kaki. Therapeutic Exercise Walking dapat berfungsiuntuk melancarkan sirkulasi darah karena latihan ini menyebabkan pembuluh darah banyak yang terbukadan meningkatkan kapasitas oksidatif otot. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh TherapeuticExercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada pasien DM tipe 2. Jenis penelitian inimenggunakan quasi experiment dengan desain pretest-postest group, jumlah sampel sebanyak 12 orangresponden dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruhantara Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada pasien DM tipe 2 dengan nilaip-value=0,003 melalui uji wilcoxon rank test. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diharapkanpenderita DM tipe 2 dapat menjadikan Therapeutic Exercise Walking sebagai penatalaksanaan nonfarmakologiuntuk melancarkan sirkulasi darah perifer agar tidak terjadi ulkus diabetik.


2020 ◽  
Vol 19 (3) ◽  
pp. 373-381
Author(s):  
Papagianni Olga ◽  
Staramou Athanasia ◽  
Rigopoulos Nikolaos ◽  
Dimou Charalampia ◽  
Koutelidakis Antonios

The aim of the study was to investigate whether a food frequency questionnaire is a valid tool for recording and evaluating the frequency of consumption of different functional foods in a sample of the Greek population. Ninety healthy adults aged 18-75 years, not on a specific diet for the past six months and residing in the same location during the past one year were randomly selected to participate in this study. They answered a functional food frequency questionnaire, which included 76 food groups, and filled three consecutive 24-h recalls. The functional food frequency questionnaire was weighted by grams of each food group consumed per day. SPSS-21 program was used for the interpretation of the results. The nonparametric Wilcoxon sign rank test was used to correlate the variables derived from the functional food frequency questionnaire and those derived from the mean of the 24-h recall. The functional food frequency questionnaire was validated at the rate of 80.3%, especially for 61 of 76 functional food subgroups, and there was no statistically significant difference between the two assessment tools, concerning food frequency consumption. These findings showed that the developed functional food frequency questionnaire is a valid tool to investigate the frequency of functional foods consumption in the Greek population.


2019 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 1-7
Author(s):  
Syiddatul B

Salah satu tanda gejala dari hipertensi adalah nyeri kepala. Nyeri kepala terjadi karena adanya aterosklorosis yang menyebabkan spasme pada pembuluh darah (arteri) dan penurunan oksigen di otak. Nyeri tersebut dapat ditangani dengan penatalaksanaan nonfarmakologis salah satunya yaitu dengan mengkompres hangat jahe. Penelitian ini bertujuan untuk mengukurPengaruh Pemberian Kompres Hangat Jahe Terhadap Skala Nyeri Kepala Hipertensi Pada Lansia Di Posyandu Lansia Karang Werdha Rambutan Desa Burneh Bangkalan. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experiment design, dengan pre-post without control design. Populasi sebanyak 40 lansia di Posyandu Lansia, dan jumlah sampel sebanyak 36 lansia, menggunakan tehnik simple random sampling. Variabel independen penelitian adalah kompres hangat jahe, variabel dependennya adalah skala nyeri kepala hipertensi pada lansia dan analisis data menggunakan uji statistik Wilcoxon Rank Test. Tingkat nyeri sebelum pemberian kompres hangat jahe adalah tingkat nyeri sedang 20 lansia (55,6%), dan tingkat nyeri sesudah pemberian kompres hangat jahe adalah tingkat nyeri ringan 27 lansia (75%). Dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p value 0,000 (p<  0,05). Sehingga ada perbedaan skala nyeri kepala hipertensi pada lansia sebelum dan sesudah pemberian kompres hangat jahe.Nyeri kepala bisa dikontrol jika lansia mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri seperti faktor usia, pola hidup, makanan, pekerjaan dan cara menangani nyeri dengan baik dan benar


2021 ◽  
Author(s):  
Ilili Feyesa Regassa ◽  
Bilal S Endris ◽  
Esete Habtemariam ◽  
Hamid Y Hassen ◽  
Seifu H Ghebreyesus

Abstract Background: To date, there is no culture-specific and validated Food Frequency Questionnaire (FFQ) available in Ethiopia. We developed a FFQ and evaluated its validity as compared to estimates of a food group and nutrient intakes derived from two 24-Hour Dietary Recalls (24-HRs).Method: A total of 105 adults, of which 43 (41%) were men and 62 (59%) women aged 20-65 years participated in this study. To evaluate the validity of FFQ against two 24-HRs, we used a paired t-test and Wilcoxon- signed rank test to compare mean and median daily nutrient and food intakes obtained from the averages of the two 24-HRs and the FFQ, correlation coefficients to measure the strength and direction of the correlation, Cross-classification and kappa to assess classification agreement and Bland-Altman analysis for assessing limits of agreement between the two methods.Results: Mean energy and macronutrient intakes obtained from the FFQ were significantly higher than those obtained from the mean of two 24-HRs. For energy and macronutrients, the crude correlation between two instruments ranged from 0.05 (total fat) to 0.32 (carbohydrate). Whereas, for micronutrients, it ranged from 0.1 (calcium) to 0.49 (vitamin B1). The de-attenuated correlation ranged from to 0.10 (total fat) to 0.80 (vitamin A) Visual inspection of the Bland-Altman plots for both energy and macronutrients shows no consistent trend across the intake values. For the majority of the food groups, no significant difference was observed in median intake of foods and nutrients between 24-HRs and FFQ. Crude correlation for food groups ranged from 0.12 (egg) to 0.78 (legumes). The de-attenuated correlation ranged from 0.24 (egg) to 0.10 (Meat/Poultry/Fish). The FFQ showed a fair classification agreement with the 24-HRs for cereals, legumes, and roots and tubers intakes. A systematic trend of overestimation for roots and tubers and under estimation of beverage intakes at higher values was observed when we used FFQ.Conclusion: The FFQ is valid to assess and rank individuals in terms of intakes of most food groups according to high and low intake categories. Individual level validity was acceptable for energy and most nutrients as indicated by de-attenuated correlation coefficients and Bland-Altman plots. However, group level validity was poor for most nutrients.


2013 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 713-719
Author(s):  
Nugraheni Saptyaningtiyas ◽  
Aryu Candra Kusumastuti

Latar Belakang : Anemia merupakan masalah utama pada wanita hamil dan menyusui. Hal tersebut berkaitan dengan defisiensi asupan mikronutrien seperti zat besi, asam folat dan vitamin B12. Anemia pada ibu dapat berhubungan dengan pola asuh ibu, kualitas dan kuantitas ASI yang akan berpengaruh pada status gizi bayi. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian anemia pada ibu menyusui dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan.Metode : Desain penelitian cross-sectional dengan subjek 51 ibu menyusui yang dipilih secara purposive sampling. Kadar hemoglobin ibu diukur menggunakan metode Cyanmethemoglobin, berat badan bayi diukur dengan Baby Scale. Asupan mikronutrien ibu diperoleh dengan metode Recall 24 jam dan asupan MPASI diperoleh dengan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) kemudian dihitung dengan nutrisoft. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square.Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,8% ibu menyusui mengalami anemia dan 9,8% bayi usia 7-12 bulan mengalami gizi kurang. Rerata kadar hemoglobin ibu 11,8 gr/dL dan rerata z-score bayi -0,40 ± 1,00 SD. Asupan MPASI 74,5% tergolong kurang. Tidak ada hubungan bermakna antara kejadian anemia pada ibu menyusui dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan (p=0,95) dan tidak ada hubungan bermakna antara asupan MPASI dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan (p=0,16).Simpulan : Tidak ada hubungan antara kejadian anemia ibu menyusui dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan.


2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 110-117
Author(s):  
Youvita Indamaika Simbolon ◽  
Triyanti Triyanti ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Latar belakang: Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SFFQ). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.


2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 93-98
Author(s):  
Hajrah Ainun ◽  
Gregorius Benard Ndruru ◽  
Krisna Yuliriska Baeha ◽  
Sunarti

Tidur merupakan suatu kegiatan otak secara relatif tanpa sadar dapat menimbulkan situasi yang penuh dengan ketenangan dan tanpa adanya kegiatan sehingga terjadinya urutan siklus berulang-ulang dan memiliki fase yang berbeda- beda, tidur juga memiliki dua tahapan yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM), kualitas tidur yang efektif kurang lebih 6 jam perhari. Kualitas tidur merupakan suatu pertahanan maupun kemampuan seseorang untuk memepertahankan kondisi tidurnya agar mempunyai kualitas kebutuhan tidur yang dapat disesuaikan dengan tidur yang diperlukan. Pada lansia umumnya memiliki kualitas tidur sudah menurun, maka digunakan pengobatan komplementer yaitu massage punggung untuk meningkatkan derajat kesehatan yaitu meningkatkan kualitas tidur. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis peningkatan kualitas tidur lansia yang mengalami insomnia atau kesulitan tidur di Panti Jompo Yayasan Guna Budi Bakti Medan Tahun 2020, jenis  penelitian adalah pre-eksperiment dengan rancangan one group pretest-posttest design, jumlah sampel sebanyak 20 responden dengan menggunakan teknik non- probability sampling yaitu teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa da peningkatan kualitas tidur atau menurunnya tingkat insomnia pada lansia melalui massage punggung dengan nilai p value = 0,000 melalui uji wilcoxon rank test. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan lansia yang mengalami insomnia dapat menjadikan massage  punggung sebagai penatalaksanaan non farmakologi untuk meningkatkan kualitas tidur.


2020 ◽  
Vol 8 (4) ◽  
Author(s):  
Tessa Olivia ◽  
Pramana Khalilul Harmi ◽  
Fera Liza

AbstrakDiabetes Melitus dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh. Komplikasi diabetes melitus adalah gangguan vaskuler perifer yang menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah yang di tandai dengan penurunan Ankle Brachial Index (ABI). Salah satu terapi komplementer yang dapat mengurangi komplikasi pada pasien Diabetes Melitus adalah terapi akupresur. Tujuan: Mengetahui pengaruh akupresur terhadap Ankle Brachial Index (ABI) pada pasien Diabetes Melitus tipe II di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Metode: Penelitian ini merupakan quasy ekxperimen dengan pre and post test group with control. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 68 responden, terdiri dari 34 responden sebagai kelompok intervensi yang diberikan akupresur sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 4 minggu dan 34 reponden sebagai kelompok control. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Wilcoxon Rank Test. Hasil: Rerata ABI pada kelompok intervensi sebelum diberikan intervensi 0,846 dan meningkat setelah di berikan intervensi 0,923. Hasil pretest dan postest rerata ABI pada kelompok kontrol 0,846. Adanya pengaruh significant secara statistik dalam pengukuran ABI antara kedua kelompok (p < 0,05). Simpulan: Terdapat perubahan nilai ABI pada pasein Diabetes Melitus tipe II setelah di berikan akupresur. 


Author(s):  
Martina Barchitta ◽  
Andrea Maugeri ◽  
Ottavia Agrifoglio ◽  
Giuliana Favara ◽  
Claudia La Mastra ◽  
...  

Innovative tools for assessing food and nutrient intakes in adolescence are essential to uncover the long-term effects of diet on chronic diseases. Here, we developed and compared a web-based self-administered food frequency questionnaire (web-FFQ) with a traditional interviewer printed FFQ (print-FFQ) among 174 Italian adolescents (aged 15–18 years). To assess the reliability of the web-FFQ compared with the print-FFQ, we used Spearman’s rank correlation coefficients, Wilcoxon rank test, quartile misclassification analysis, Cohen’s weighted kappa and the Bland–Altman method. Correlation coefficients ranged from 0.14 (i.e., pizza) to 0.67 (i.e., raw vegetables) for foods, and from 0.45 (i.e., monounsaturated fatty acids, MUFA) to 0.62 (i.e., zinc) for nutrients. Results from the Wilcoxon rank test showed that food and nutrient intakes were comparable between two FFQs, except for nuts, shellfish, fruit juices and MUFA. Adolescents classified into the same or adjacent quartiles ranged from 68.2% (i.e., tea) to 89.1% (i.e., raw vegetables and dipping sauces) for foods, and from 77.2% (i.e., vitamin C) to 87.2% (i.e., folate and calcium) for nutrients. Except for pizza, the weighted kappa indicated moderate to substantial agreement for other foods and nutrients. Finally, we demonstrated that the web-FFQ significantly overestimated shellfish and fruit juice intakes, while it underestimated nuts, canned fish, olive oil, total energy intake, fatty acids and calcium. The limits of agreement analysis indicated moderate to wide individual differences for all groups. In conclusion, our self-administered web-FFQ represents an easy, suitable and cost-effective tool for assessing food and nutrient intakes in adolescents. However, the wide individual differences in level of agreement suggest that additional refinements and calibrations are necessary to investigate the effects of absolute nutrient intakes at the individual level.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document