scholarly journals Hambatan dalam Mewujudkan Open Defecation Free

2019 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 68-73
Author(s):  
Hilmi Sulaiman Rathomi ◽  
Eka Nurhayati

Open defecation free (ODF) merupakan salah satu target terpenting dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditujukan memutus rantai transmisi penyakit menular. Penelitian ini bertujuan mengetahui perilaku buang air besar sembarangan (BABS) yang masih dilakukan oleh masyarakat, sekaligus menganalisis berbagai faktor yang berpengaruh terhadap upaya eliminasinya menggunakan model behavior change wheel. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan melibatkan 210 orang penduduk Desa Mangunjaya, Kabupaten Bandung yang dipilih secara cluster random sampling periode April 2017. Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner tervalidasi, lalu dianalisis menggunakan software SPSS 20 dengan uji chi-square dan Spearman Rank Correlation. Hasil penelitian menunjukkan 28,6% penduduk Desa Mangunjaya yang masih mempraktikkan kebiasaan BAB sembarangan 22,4% penduduk yang tidak memiliki jamban. Ditemukan korelasi positif yang signifikan perilaku BABS dengan faktor motivasi (r=0,584), kemampuan (r=0,638), dan kesempatan (r=0,548). Terdapat perbedaan persepsi antara warga yang masih melakukan BABS dan yang tidak melakukan BABS mengenai faktor apa yang dinilai menghambat kepemilikan dan penggunaan jamban. Meskipun keduanya menyatakan bahwa faktor biaya adalah penghambatan utama, warga yang melakukan BABS cenderung menyalahkan lokasi desa sebagai hambatan terbesar kedua, sementara warga yang tidak BABS menilai bahwa kurangnya edukasi justru menjadi faktor terpenting selain hambatan biaya. Masih terdapat warga yang BABS dan tidak memiliki jamban dipengaruhi oleh faktor motivasi, kapabilitas, dan kesempatan. Peningkatan pengetahuan dan kepemilikan jamban perlu diupayakan lebih serius karena merupakan determinan terpenting pencapaian kondisi open defecation free di Desa Mangunjaya. BARRIER OF OPEN DEFECATION FREE Open defecation free (ODF) is one of the most important target in Sustainable Development Goals (SDGs) that is intended to break the transmission chain of infectious diseases. This research aims to discover the open defecation (OD) behavior as well as to analyze factors that influence its elimination effort using behavioral change wheel model. This was a cross sectional study involving 210 villagers from Desa Mangunjaya, Bandung during April 2017 who were randomly selected with cluster random sampling method. Data were taken through interview using validated questionnaire, then analyzed using SPSS 20 with chi-square and Spearman rank correlation test. This research found there were 28.6% of residents in Desa Mangunjaya who are still practising OD and 22.4% do not have latrines. There was a significant positive correlation between OD behavior with motivational factor (r = 0.584), capability (r: 0.638), and opportunity (r: 0.548). There was a difference of perception between residents who were still practicing OD and who were not, on what factors are considered to inhibit the ownership and use of latrines. Although both placed the cost factor as the main barrier, residents who practicing OD tend to assess the location of the village as the second greatest obstacle, meanwhile the second group put the lack of education as a major factor in addition to cost constraints. The achievement of ODF condition in Desa Mangunjaya was inhibited by motivational, capability, and opportunity factors. Increasing latrines ownership and knowledge among villagers were very crucial, since they are the most important determinants.

2020 ◽  
Vol 30 (3) ◽  
Author(s):  
Vinda Prihatini Rahmatillah ◽  
Tantut Susanto ◽  
Kholid Rosyidi Muhammad Nur

ABSTRACT The aging process and changes in the gastrointestinal make the elderly experience health problems in maintaining body mass index (BMI), due to consuming unhealthy nutrition. This can cause the elderly to experience hypertension. The objective of this study was to analyze the relationship between characteristic, BMI and Blood Pressure (BP) in the elderly in Integrated Development Post (posbindu), Bondowoso District. Descriptive analytic research using cross-sectional design on 95 elderly chosen based on cluster random sampling. Data collection was carried out by interview to measure sociodemography status and measurement of BP, weight, and height of the elderly using spigmomanometer, scales and measuring tape. Analysis of the relationship between BMI and BP using spearman rank correlation test. The results showed that most BMI was normal (22,18 ± 3,833). As for systolic blood pressure with median 130.0 mmHg (120.0 – 150.0 mmHg) and diastolic with median 80.0 mmHg (72.0 – 90.0 mmHg). There was no relationship between BMI and systolic BP (r = 0,155; p = 0,134) and diastolic BP (r = 0,200; p = 0,052). However, there was a significant relationship between history of hypertension and systolic BP (Z = -6,351; p = ≤ 0,001) and diastolic BP (Z = -5,834; p = ≤ 0,001) in the elderly. BMI is not related to BP both systolic and diastolic. However, a history of hypertension is associated with systolic and diastolic BP in the elderly in posbindu, Bondowoso district. Therefore, it is necessary to control BMI, so that normal BMI can be maintained and BP is more controlled through the elderly in posbindu.    ABSTRAK Proses penuaan dan perubahan dalam gastrointestinal membuat lansia mengalami masalah kesehatan dalam mempertahankan indeks massa tubuh (IMT) karena mengonsumsi gizi yang tidak sehat. Hal ini dapat mengakibatkan lansia mengalami hipertensi. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara karakteristik, indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada lansia di Posbindu Kabupaten Bondowoso. Penelitian ini deskriptif analitik dengan menggunakan metode cross sectional pada 95 lansia yang dipilih berdasarkan cluster random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara untuk mengukur status sosio-demografi dan pengukuran tekanan darah, berat badan, dan tinggi badan lanjut usia menggunakan spigmomanometer, timbangan, dan pita pengukur. Analisis hubungan antara IMT dengan tekanan darah menggunakan uji korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar indeks massa tubuh yaitu normal (22,18 ± 3,833). Sedangkan untuk tekanan darah sistolik median 130,0 mmHg (120,0-150,0 mmHg) dan diastolik median 80,0 mmHg (72,0-90,0 mmHg), menunjukkan lansia paling banyak adalah prehipertensi. Tidak ada hubungan antara IMT dengan tekanan darah sistolik (r = 0,155; p = 0,134) dan tekanan darah diastolik (r = 0,200; p = 0,052). Namun, ada hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi dengan tekanan darah sistolik (Z = -6.351; p = ≤ 0,001) dan tekanan darah diastolik (Z = -5.834; p = ≤ 0,001) pada lansia. IMT tidak berhubungan dengan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Akan tetapi, karakteristik riwayat hipertensi berhubungan dengan tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia di Posbindu Kabupaten Bondowoso. Oleh karena itu, perlu pengontrolan IMT, sehingga dapat dipertahankan IMT normal dan tekanan darah lebih terkontrol melalui posbindu lansia.


2015 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 164-168
Author(s):  
Titik Sumiatin ◽  
Yasin Wahyurianto ◽  
Wahyu Tri Ningsih

Hypertention according WHO is systolic pulse > 140mmHg and dyastolic pulse >90mmHg which chronicle way. Complication of blood vessels is caused by hypertention, it causes Coronary hearth attack, Infark miokard, Stroke, and Renal failure (Gunawan, 2001). Based on early survey on 10 – 14 march 2009th, there are 14 (25,4%) of 55 patiens are hypertention. Goal of research is to know relation between exercise and the mortal of hypertention at Poliklinik Jantung RSUD Dr. R Koesma Tuban. Design of research is analytic with cross sectional method. Population of research are 56 respondens and sample of research are 48 patient with hypertention. Sampling technique used stratified random sampling. Instrument to collecting data used questioner and observation, then tested by Spearman rank correlation test. Result of research is there is  connention between the exercise with the mortal hypertention level at Poliklinik Jantung RSUD Dr. R Koesma Tuban. It shown from 48 patient with hypertention. They are average exercise regularly and have low hyperlention level, in percentage 100%. The things give evidence that there is connection between the exercise with the mortal hypertention level. So, H1 is reseived in rank infact (0,000 < 0,05) and ρspearman value = 0,000 significant 0.05. Exercise is important for hypertention. Because from research, exercise regularly can absorb and make lose Chollestrole precipitation in arthery.


2021 ◽  
Vol 1 (12) ◽  
Author(s):  
Rika Nur Vidalia ◽  
Muhammad Azinar

Latar Belakang : Perkawinan usia dini adalah perkawinan pada remaja di bawah usia 19 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masalah perkawinan dini juga terjadi di Kecamatan Sukadana. Selama kurun waktu 2020, terjadi sebanyak 283 perkawinan usia dini. Perkawinan usia dini dapat menimbulkan resiko baik bagi remaja yang menikah dini, anak yang akan dilahirkan, dan memiliki risiko perceraian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkawinan usia dini di Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur tahun 2020. Metode : jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan Cross Sectional. Sampel yang ditetapkan sebanyak 166 responden dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner terstruktur dan lembar observasi. Data dianalisis menggunakan uji chi-square serta uji regresi logistic menggunakan SPSS versi 20.0. Hasil : variabel yang berhubungan dengan perkawinan usia dini dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan (p=0,004, RP=0,796), pekerjaan orang tua (p=0,000, RP=0,237), pendapatan keluarga (p=0,001, RP=3,957), dan tingkat pengetahuan (p=0,000, RP=9,913). Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan perkawinan usia dini adalah budaya (p=0,710, RP=1,373) dan peran teman sebaya (p=0,163, RP=0,604). Kesimpulan : perkawinan usia dini merupakan salah satu ancaman bagi pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya kejasama dari berbagai pihak untuk mengupayakan pencegahan peningkatan angka kejadian perkawinan usia dini sebagai upaya preventif untuk menurunkan gangguan dan risiko yang dapat terjadi akibat perkawinan usia dini.


Sari Pediatri ◽  
2016 ◽  
Vol 10 (4) ◽  
pp. 280
Author(s):  
Aedi Budi Dharma ◽  
Ina Rosalina ◽  
Nanan Sekarwana

Latar belakang. Peningkatan kadar laktat menunjukkan hipoksia jaringan dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kematian sel dan disfungsi organ. Skor PELOD (pediatric logistic organ dysfunction) merupakan skor komposisi yang dapat digunakan untuk menilai derajat disfungsi organ dan prediksi kematian.Tujuan. Mengetahui hubungan kadar laktat plasma dengan derajat disfungsi organ berdasarkan skor PELOD pada anak sakit kritis.Metode. Penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS dr. Hasan Sadikin Bandung pada April-Mei 2008. Pasien anak sakit kritis usia 1 bulan sampai 14 tahun dipilih secara konsekutif. Untuk menentukan korelasi antara kadar laktat plasma dan derajat disfungsi organ dilakukan dengan Spearman rank correlation. Kadar laktat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kadar laktat <2 mmol/L dan kadar laktat ≥2 mmol/L. Perbandingan antara kelompok kadar laktat dan distribusi umur, skor PELOD, dan jumlah disfungsi organ dilakukan uji Mann-Whitney. Variabel hipoperfusi dilakukan dengan uji chi-square. Hubungan antar variabel dengan regresi logistik.Hasil. Didapatkan 45 subjek dengan umur rata-rata 48,7 bulan. Jenis kasus kegawatan terbanyak adalah kegawatan kardiovaskular. Kadar laktat rata-rata 3,45 mmol/L dan rata-rata mengalami 3 disfungsi organ. Terdapat hubungan positif yang bermakna antara kadar laktat plasma dan derajat disfungsi organ berdasarkan skor PELOD (rs=0,54 p=0,001), juga dengan jumlah organ yang mengalami disfungsi. Kadar laktat plasma ≥3,3 mmol/L berhubungan dengan keadaan hipoperfusi.Kesimpulan. Terdapat hubungan antara kadar laktat plasma dan derajat disfungsi organ berdasarkan skor PELOD


2018 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 001-007
Author(s):  
Dina Kusumaningroh ◽  
Tri Susilowati ◽  
Riyani Wulandari

Tuberkulosis adalah penyakit yang menjadi perhatian global. Penyakit ini disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, kasus TB terbanyak di RS di Surakarta terdapat di BBKPM Surakarta. Infeksi TB ini akan mempengaruhi status gizi pada penderita, dimana penderita akan tampak kurus sehingga diperlukan pengobatan OAT (tahap awal dan lanjutan) dan aktivitas yang cukup untuk meningkatkan status gizi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan fase pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. Jenis penelitian adalah analitik dengan rancangan cross sectional, sampel dalam penelitian ini sebanyak 92 pasien. Teknik sampling menggunakanpurposive dan quota sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisa data menggunakan teknik analisa spearman rank correlation, chi-square dan regression logistic pada taraf signifikansi 95%. Hasil uji bivariat dengan spearman rank correlation menyatakan ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi (= 0,029 < 0,05), hasil uji bivariat chi-square membuktikan adanya hubungan fase pengobatan TB dengan status gizi (= 0,009 < 0,05). Sedangkan hasil uji regresi logistik menyatakan bahwa fase pengobatan TB berpeluang 0,382 kali lebih besar dibandingkan aktivitas fisik untuk mempengaruhi status gizi. Ada hubungan aktivitas fisik dan fase pengobatan TB dengan status gizi pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta. Diharapkan perawat dapat memberikan edukasi tentang pola makan dan kebutuhan nutrisi untuk pasien TB paru dan pasien menjaga atau mengatur aktivitas fisik serta mencukupi asupan nutrisi agar dapat meningkatkan status gizi. Kata kunci: Aktivitas fisik, Fase pengobatan TB dan Status gizi


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 50
Author(s):  
Erna Sari ◽  
Rusana Rusana ◽  
Ida Ariani

 Temper tantrum merupakan kondisi emosional berupa masalah perilaku yang umum pada anak usia prasekolah. Namun, bias menjadi masalah jika muncul melebihi biasanya dan diikuti dengan perilaku menciderai. Salah satu factor penyebabnya adalah factor orangtua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pekerjaan, pola asuh dan komunikasi orang tua dengan temper tantrum anak usia prasekolah. Desain yang digunakan adalah survey analytic, dengan rancangan cross sectional. Besar sampel 120 orangtua dan anak usia prasekolah dengan teknik cluster random sampling. Analisis menggunakan uji chi-square dan spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pola asuh dan komunikasi orangtua dengan temper tantrum anak usia prasekolah (pv=0,001; pv=0,041; α=0,05), tetapi tidak hubungan antara pekerjaan orang tua dengan temper tantrum anak usia prasekolah (pv=0,120; α=0,05). Kata Kunci : komunikasi, pekerjaan, pola asuh, anak usia prasekolah, temper tantrumOccupational, Parenting and Parents Communication Factors to Temper Tantrum of Preschoolers AbstractTemper tantrum is emotional conditions form of behavioral problems commonly in preschoolers. But, it can be problems if more than usual and followed by injurious behavior. One factor causing tantrum is parents factors. The aim of the study was to know the relationship occupational, parenting and parents communication with preschoolers temper tantrum. This study used survey analytic design with cross sectional study. The samples were 120 parents and preschoolers with cluster random sampling technique. Analysis used chi-square and spearman rank. The result showed that there were significant relationship between parenting and parents communication with preschoolers temper tantrum (pv=0,001; pv=0,041; α=0,05), but there wasn’t realtionship parents occupational with preschoolers temper tantrum (pv=0,120; α=0,05) Keyword :communication, occupational, parenting, preschoolers, temper tantrum


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 588
Author(s):  
Etlida Wati ◽  
Ulva Arini

<p>Documentation is an activity of recording, reporting or recording an event and activities carried out in the form of providing services that are considered important and valuable. One factor that can influence documentation is the nurse's workload. The purpose of this study is to identify the relationship between nurses' workload and the application of documentation in the Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara. This  research is quantitative with a cross sectional approach descriptive correlation design. Samples were taken with a total sampling of 65 nurses. Instruments to measure documentation using observation sheets. While the nurse workload instrument uses a questionnaire sheet. The analysis technique uses Spearman Rank correlation. Based on the research results of the workload of a nurse in the hospital room , most of them are in the weight category, as many as 46 respondents (70.8%). Application of nursing care documentation in the hospital room Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara, most of them are respondents in the incomplete category as many as 63 respondents (96.9%). There is a significant relationship between nurse workload with the application of documentation, this is evidenced by the results of the Spearman Rank correlation bivariate analysis, which is r = 0.688 with p = 0.000 &lt;0.05. It is hoped that management will motivate nurses to complete the documentation of nursing care</p>


2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 86-91
Author(s):  
DESSY ANGRAINI ◽  
Iza Ayu Saufani

Era SDGs (sustainable development goals) merupakan kelanjutan program MDGs (Millenium Development Goals) memiliki tujuan bersama yang universal untuk memelihara keseimbangan tiga dimensi pembangunan yang berkelanjutan, salah satu tujuannya adalah menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua orang. Pentingnya ketersediaan air bersih bagi kehidupan masyarakat dapat memberikan pengaruh penting terhadap kesehatan masyarakat,sehingga air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari kualitasnya harus memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air. Berdasarkan informasi wali jorong palupuah mengatakan bahwa sumber air yang digunakan oleh warga untuk kebutuhan sehari-hari secara fisik berwarna, terdapat endapan pada penampungan air, dan belum pernah diuji keamananya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ketersediaanair bersih di Jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh KabupatenAgam.Penelitian ini merupakan penelitian observasional survey dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang berada di Jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sampel penelitian berjumlah 74 KK ditentukan dengan teknik proportionate stratified random sampling dan analisis data dilakukan dengan univariate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden di jorong Palupuah Nagari Pasia Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat mayoritas berusia 25-45 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir adalah tamat SMA. Berdasarkan hasil survey rata-rata jumlah anggota keluarga di jorong Palupuah berjumlah 3 orang (32,4%), dan mayoritas responden bekerja sebagai IRT dengan tingkat penghasilan keluarga rata-rata Rp.1.500.000.Terdapat lima sumber air baku utama yang dijadikan sebagai sumber air bersih oleh masyarakat jorong dan sebagian besar sumber air yang digunakan berasal dari sumber mata air (71.8%). Selain itu, masih ada sebagian masyarakat yang mengeluhkan penyaluran air yang tidak lancar (35,1%). Serta masih ada 41.9% yang mengatakan tidak mudah mendapatkan air bersih. Kualitas air bersih yang disalurkan di Jorong Palupuah termasuk dalam kategori baik. Namun, sebagian besar masyarakat tidak menggunakan PDAM dan sumber air yang digunakan sangat tidak menunjang untuk dikonsumsi.


2018 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 13-19
Author(s):  
Sumi Anggraeni ◽  
Marlinda . ◽  
Antika .

Angka kejadian dan kematian diare pada anak-anak di negara berkembang masih tinggi terutama pada anak yang mendapat susu formula. Pemberian susu formula dengan botol yang tidak sesuai prosedur meningkatkan risiko diare karena kuman dan moniliasis mulut yang meningkat, sebagai akibat dari pengadaan air dan sterilisasi yang kurang baik. Kondisi yang demikian perlu sangat diperhatikan sebab bayi sangat rentan terhadap bakteri yang dapat menyebabkan sakit diare. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui hubungan cara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada balita di Desa Podorejo Tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian survey deskritif analitik dengan pendekatan cross sectional dengan pengambilan sampel secara cluster random sampling. Besar sampel sebanyak 165 responden dari populasi para ibu yang mempunyai balita dan masih menyusui di Desa Podorejo Kecamatan Pringsewu dari bulan Januari – Juni tahun 2015 sebanyak 280 responden, adapun instrumen penelitian adalah kuisioner dan lembar observasi, serta menggunakan uji statistik chi square. Hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan komputerisasi diperoleh p-value = 0,025 α < 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak, dan Ha diterima, yang artinya terdapat hubungan cara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada balita di desa podorejo tahun 2015. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kejadian diare yang dialami balita di Desa Podorejo disebabkan ibu memberikan susu formula tidak sesuai prosedur. Oleh karena itu disarankan bagi para ibu mencari informasi tentang tata cara ibu dalam menyajikan susu formula, bagaimanakah sisi sterilisasi botol tempat menyajikan, proses penyiapan dan proses penyimpanan botol susu itu sendiri.


Author(s):  
Sitti Zakiyyah Putri ◽  
Dahniar ◽  
Sumantri

Stunting merupakan pertumbuhan fisik tinggi badan yang tidak normal sesuai dengan umur.  Stunting dipengaruhi oleh multifactor diantaranya adalah pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir rendah, dan status imunisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir rendah, dan status imunisasi dengan kejadian stunting pada balita. Desain penelitian yang digunakan yaitu analitik observational dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh balita usia 25-60 bulan yang ada diwilayah kerja Puskesmas Banggae I yang berjumlah 96 balita. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu, yang pertama menggunakan cluster random sampling untuk pemilihan puskesmas kemudian yang kedua menggunakan consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 77 balita. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data mengunakan analisis person chi-square dan fisher’s exact test dengan ?=0.05. Balita usia 25-60 bulan sebagian besar mendapatkan ASI eksklusif, lahir dengan berat badan normal, dan mempunyai status imunisasi yang lengkap. Kesimpulan: hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir rendah, dan status imunisasi dengan kejadian stunting pada balita usia 25-60 bulan. Saran: meninngkatkan pelayanan kesehatan bagi Puskesmas melalui kegiatan deteksi dini dengan mengukur tinggi badan anak balita secara rutin tiap bulan.      


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document