CARAKA: Jurnal Teologi Biblika dan Praktika
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

24
(FIVE YEARS 24)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Sekolah Tinggi Teologi Injil Bhakti Caraka Batam

2722-1393, 2722-1407

2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 108-124
Author(s):  
Eliantri Putralin

AbstractGathering is a great opportunity to meet in large numbers and a lot but if there is no freedom to attend, then Allah wants two or three people to gather together. Gatherings or congregations in a quorum of two or three believers in the name of the Lord Jesus Christ, then God is still present through the Holy Spirit because God does not depend on a large number, but an insignificant number of God is still present because He is God Almighty. The presence of Jesus Christ in the midst of or among believers in a gathering is intended so that believers will not feel afraid and still believe that His presence does not depend on large numbers of people like the quorum taught by Jewish rabbis in Old Testament times. To find out the promise of Jesus' presence according to the text of Matthew 18:20, the research method used in this research is qualitative research, with a grammatical historical approach. The result of this research is that after getting the meaning of the phrase "Two or three people gathered in My name," the final result can be implicated by the followers of the Lord Jesus at this time in their life and ministry. AbstrakBerkumpul merupakan sebuah kesempatan besar untuk berhimpun dalam jumlah yang besar dan banyak tetapi jika tidak ada kebebasan untuk berhimpun, maka Allah menginginkan dua atau tiga orang berkumpul bersama. Perkumpulan atau perhimpunan dalam kuorum dua atau tiga orang percaya dalam nama Tuhan Yesus Kristus, maka Allah tetap hadir melalui Roh Kudus sebab Allah tidak bergantung pada jumlah yang banyak, tetapi jumlah yang sedikitpun Allah tetap hadir karena Dia adalah Allah yang Maha Hadir. Kehadiran Yesus Kristus di tengah-tengah atau di antara orang percaya dalam perkumpulan bertujuan agar orang percaya tidak merasa takut dan tetap meyakini bahwa kehadiran-Nya tidak bergantung pada jumlah orang yang banyak seperti kuorum yang diajarkan oleh rabi Yahudi pada masa Perjanjian Lama. Untuk mengetahui janji kehadiran Yesus menurut teks Matius 18:20, maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan historikal gramatikal. Hasil penelitian ini adalah setelah mendapatkan makna ungkapan  “Dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku,” maka hasil akhirnya dapat diimplikasikan oleh para pengikut Tuhan Yesus pada masa kini dalam kehidupan dan pelayanannya. 


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 77-90
Author(s):  
Hisikia Gulo ◽  
Hendi Hendi

AbstractThe preaching role of the pastor of the congregation in the spiritual growth of the congregation has a major contribution to the salvation of every soul. This article discusses and describes the role of the pastor as a preacher in the spiritual growth of the church taught by John Chrysostom. Every pastor as a preacher must reach 3 depths of approach to preaching the word of God; Cognitive, Affective and Psychomotor. It is through the preaching of the word of God which is taught by a pastor so that someone understands and understands the meaning of following and imitating the great shepherd, Jesus Christ, and carrying out each of His teachings. The spiritual growth of each congregation is influenced by each pastor's role as the preaching of the word of God through 3 depth approaches with the aim of the need for the purity of one's soul leading to spiritual maturity. AbstrakPeran khotbah gembala sidang dalam pertumbuhan rohani jemaat memiliki kontribusi besar bagi keselamatan setiap jiwa. ­ Artikel ini membahas dan menguraikan peran gembala sidang sebagai pengkhotbah dalam pertumbuhan rohani jemaat yang di ajarkan oleh John Chrysostom. ­Setiap gembala sidang ­ sebagai pengkhotbah ­ harus mencapai 3 kedalaman pendekatan pemberitaan firman Allah; Kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Melalui pemberitaan firman Allah yang di ajarkan oleh seorang gembala sidang sehingga seseorang mengerti dan memahami arti dari mengikut dan meneladani gembala agung ­ yaitu Yesus Kristus serta melakukan setiap ajaran-Nya. Pertumbuhan rohani setiap jemaat ­ di pengaruhi dari setiap peran gembala sidang sebagai pemberitaan firman Allah melalui 3 kedalaman pendekatan dengan tujuan kebutuhan akan kemurnian jiwa seseorang menuju kepada kedewasaan rohani. Kata-kata Kunci: Gembala Sidang; Kedewasaan; Peran; Pengkhotbah.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 61-76
Author(s):  
Deky Nofa Aliyanto

AbstractPoverty and impoverishment are social realities that have been struggling for most of the world community to this day. Christians who are part of society that form social fibers with the stereotype of "loving" should have social concern for the problems of poverty and impoverishment. The facts show that some Christians are indifferent in the face of such struggles. This study aims to show the fact that Christian scriptures actually accommodate poverty struggles. This research uses a qualitative approach methodology. Sources of data were obtained from Bible studies and literature consisting of books, internet, articles, and other written data related to this research.Specifically, this research will apply the Biblical Theology method including a hermeneutic approach to Bible study with the aim of understanding the meaning of the text which in this study is associated with the problems of poverty and impoverishment. This paper aims to show that the Christian scriptures basically accommodate the problems of poverty and impoverishment which are social facts that become an integral part of the life of Christian faith.  The research results show three accommodations of Christian Scriptures to the problems of poverty and impoverishment, among others: Theism in Christian scriptures that embraces the poor, Messianism in Christian scriptures that embraces the poor, and Axiologism in Christian scriptures.Abstrak: Kemiskinan dan pemiskinan merupakan realitas sosial yang menjadi pergumulan sebagian besar masyarakat dunia sampai hari ini. Orang Kristen yang merupakan bagian dari masyarakat yang membentuk serabut sosial dengan steriotipe “penuh kasih” seharusnya memiliki kepedulian sosial terhadap masalah kemiskinan dan pemiskinan. Fakta menunjukkan bahwa  sebagian dari orang Kristen acuh dalam menghadapi pergumulan demikian. Penelitian  ini bertujuan untuk menunjukkan fakta bahwa kitab suci Kristen sesungguhnya mengakomodasi pergumulan kemiskinan. Penelitian ini menggunakan metodologi pendekatan kualitatif.   Sumber data didapatkan dari studi Alkitab dan literatur yang terdiri dari buku-buku, internet, artikel, serta data tertulis lain yang berkaitan dengan penelitian ini.  Secara spsesifik penelitian ini akan menerapkan metode Teologi Biblika mencakup pendekatan hermeneutik untuk pengkajian Alkitab dengan tujuan memahami makna teks   yang dalam penelitian ini dikaitkan dengan problema kemiskinan dan pemiskinan.  Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kitab suci Kristen pada dasarnya mengakomodasi problema kemiskinan dan pemiskinan yang merupakan fakta sosial yang menjadi bagian integral dalam kehidupan iman umat Kristen. Hasil penelitian menunjukan tiga akomodasi Kitab Suci Kristen terhadap problema kemiskinan dan pemiskinan antara lain: Teisme dalam kitab suci Kristen yang merangkul kaum miskin, Mesianisme dalam kitab suci Kristen yang merangkul kaum miskin, dan Aksiologisme dalam kitab suci Kristen yang merangkul kaum miskin.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 91-107
Author(s):  
Marthen Mau ◽  
Saenom Saenom ◽  
Ferdiana Fransiska

AbstractThe role of reading the Bible is indispensable because the Bible has changed the lives of evil people, people are willing to die for the Bible, the Bible is God's most accurate book, the Bible contains messages of freedom that transform human lives, and connects readers with the person of Jesus Christ as a person. the most important thing in history, that can be trusted by mankind or Christian children so that their spirituality will grow well. This study aims to explain the role of reading the Bible on children's Christian spiritual intelligence. The research method used in this research is descriptive qualitative method, with the approach of observation and interview methods as primary sources; and documentation as a secondary source. The result of this research is that formal Christian educators actually have to play a proactive role in encouraging Christian children to be more faithful in reading the Bible because the essence of the Bible is able to grow their spiritual intelligence. So Christian children are increasingly motivated to read, listen to God's words, and be active in fellowship with Jesus Christ, so their spirituality will grow better. AbstrakPeranan membaca Alkitab sangat diperlukan karena Alkitab telah mengubah kehidupan manusia yang jahat, orang-orang bersedia mati untuk Alkitab, Alkitab merupakan buku Allah yang paling akurat, Alkitab berisi tentang pesan kebebasan yang mengubahkan hidup manusia, dan menghubungkan para pembaca dengan pribadi Yesus Kristus sebagai sosok terpenting di sepanjang sejarah, yang dapat dipercayai umat manusia atau anak-anak Kristen supaya spiritualitasnya bertumbuh baik. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peranan membaca Alkitab terhadap kecerdasan spiritual anak Kristen. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif, dengan pendekatan metode observasi dan wawancara sebagai sumber primer; serta dokumentasi sebagai sumber sekunder. Hasil penelitian ini adalah sesungguhnya pendidik Kristen formal harus berperan proaktif untuk memberi semangat kepada anak-anak Kristen agar semakin setia dalam membaca Alkitab karena esensi dari Alkitab mampu menumbuhkan kecerdasan spiritualnya. Jadi anak-anak Kristen semakin diberikan motivasi untuk membaca, mendengarkan firman Tuhan, dan giat dalam persekutuan dengan Yesus Kristus, maka spiritualnya akan semakin bertumbuh baik.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 1-15
Author(s):  
David Eko Setiawan ◽  
Aniti Levina Taribaba ◽  
Dina Lorensa ◽  
Nopi Anastasia

AbstractThis study aims to find the point of contac in preaching the gospel to the Dayak Bumate people through the Manangeh tradition. It turns out that in this tradition there are rites that are relevant to the heart of the gospel message, namely the sacrifice of animal blood. By discovering the meaning of shedding animal blood in the Manangeh tradition, the writer makes it a bridge in communicating the gospel to the Bumate Dayak tribe. The research method used in this research is qualitative descriptive using a library research approach and interviews. The results of this study indicate that the rite of shedding animal blood in the Manangeh tradition contains ideas that are relevant to the meaning of the sacrifice of Christ on the cross for the salvation of mankind, so through this rite the gospel message becomes relevant to the culture of the Dayak Bumate tribe. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mencari point of contac dalam pemberitaan injil kepada suku Dayak Bumate melalui tradisi Manangeh. Ternyata didalam tradisi tersebut terdapat ritus yang relevan dengan inti berita injil yaitu korban pencurahan darah binatang. Dengan menemukan makna pencurahan darah binatang dalam tradisi Manangeh , penulis menjadikannya sebagai jembatan dalam mengkomunikasikan injil kepada suku Dayak Bumate. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitaif dekskritif dengan menggunakan pendekatan library reseach dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ritus pencurahan darah binatang dalam tradisi Manangeh  mengandung gagasan yang relevan dengan makna korban Kristus di atas kayu salib bagi keselamatan umat manusia, maka melalui ritus tersebut berita injil menjadi relevan dengan kebudayaan suku Dayak Bumate


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 16-30
Author(s):  
Iva Trifena Mayrina Wokas

AbstractAttitude to life is fundamental in the life of God's servant. This attitude to life helps servants of God in maintaining the purity of their vocation and avoiding the temptations that exist. Paul wrote 2 Timothy 2: 1-13 as an advice to Timothy to keep his vocation pure and not be influenced by heresy that existed at that time. This research aims to find out the attitude of life in the text of 2 Timothy 2: 1-13 and to find out its implications for God's servants today. This research is a qualitative research with a grammatical historical approach. The attitude of life from the text of 2 Timothy 2: 1-13 is strong in grace, trustworthy, heeding the Word of God, following Jesus' example in enduring suffering and being patient in enduring suffering. By maintaining the attitude of life, a servant of God can be an example for others and also case reports to God's servants can be minimal. Abstrak Sikap hidup merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan hamba Tuhan. Sikap hidup menolong hamba Tuhan dalam menjaga kemurnian panggilannya dan menghindarkan diri dari godaan yang ada. Paulus menuliskan surat 2 Timotius 2:1-13 sebagai nasihat kepada Timotius untuk menjaga kemurnian panggilannya dan tidak terpengaruh dengan ajaran sesat yang ada pada waktu itu. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan sikap hidup dalam teks 2 Timotius 2:1-13 dan mencari implikasinya bagi hamba Tuhan pada masa kini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan historikal gramatikal. Adapun sikap hidup dari teks 2 Timotius 2:1-13 adalah kuat dalam kasih karunia, dapat dipercaya, memperhatikan Firman Tuhan, mengikuti teladan Yesus dalam menanggung penderitaan dan sabar dalam menanggung penderitaan. Dengan menjaga sikap hidupnya seorang hamba Tuhan dapat menjadi teladan bagi orang lain dan juga berita kasus pada hamba Tuhan dapat minim terjadi.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 31-43
Author(s):  
Yosua Sibarani

AbstractIn the realities of everyday life, Christians often encounter various kinds of temptations to do things that are hated by God. Of the many temptations, dishonesty has become a struggle for all Christians, including Christian businessmen. This form of dishonesty is inflating funds or often known as mark-up. This paper discusses the practice of mark-up and how Christian businessmen react to it from a Christian ethical perspective. A Christian businessman should glorify God through his business activities by rejecting behavior that is contrary to Christian faith. As a follower of Christ, he must have a different attitude from society in general. The Bible as the word of God is the basis for studying the practice of inflating these funds so that Christian businessmen can apply it in their life in general and their business activities in particular. AbstrakDalam kenyataan hidup sehari-hari, tidak jarang orang Kristen berhadapan dengan berbagai macam godaan berbuat hal yang dibenci oleh Allah. Dari sekian banyak godaan, ketidakjujuran menjadi pergumulan semua kalangan Kristen, termasuk pebisnis Kristen. Bentuk ketidakjujuran tersebut adalah penggelembungan dana atau sering dikenal dengan istilah mark-up.  Tulisan ini membahas tentang praktek penggelembungan dana (mark-up) dan cara pebisnis Kristen menyikapinya berdasarkan perspektif etika Kristen. Seorang pebisnis Kristen seharusnya memuliakan Allah melalui aktivitas bisnis yang dilakukannya dengan menolak perilaku yang bertentangan dengan iman Kristen. Sebagai pengikut Kristus, ia harus memiliki sikap yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Alkitab sebagai firman Allah menjadi landasan untuk mengkaji praktek penggelembungan dana tersebut sehingga pebisnis Kristen dapat menerapkannya dalam hidupnya secara umum dan aktivitas bisnisnya secara khusus.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 44-60
Author(s):  
Desti Ratna Sari Halawa

AbstractThis paper examines the meaning of synergy in the ministry and life of believers according to 1 Corinthians 3: 4-9. Servants of God tend to leave the place of service because they are at odds with God or others. Among the Corinthians in the early church, there was strife among the members of the body of Christ. To deal with divisions, Paul talks about becoming partners with God (synergy). In the Orthodox  church this concept emphasizes how to achieve salvation but this concept is not emphasized in the world of ministry. Whereas in Protestant literature this concept is rarely even perhaps foreign to be discussed as something important, so that it is reflected in ministries within the church and outside the church which often cause divisions. The results show that only through synergy with God can humans synergize with one another (one with God and one with others remains strong). Synergize is to be partners with Allah who continue to exercise their free will according to God's will so that they are not easily tempted by the evil of sin. Remembering God dynamically produces union with God and gives the best service to others as Christ served. Of course, only synergy makes humans avoid fellowship and enmity between others. AbstrakTulisan ini meneliti makna sinergi dalam pelayanan dan kehidupan orang percaya menurut 1 Korintus 3:4-9. Pelayan Tuhan cenderung meninggalkan tempat pelayanan karena berselisih dengan Allah atau sesama. Di antara jemaat Korintus di masa gereja mula-mula perselisihan di antara anggota tubuh Kristus sudah terjadi. Untuk menghadapi perpecahan, Paulus berbicara bagaimana menjadi kawan sekerja Allah (sinergi). Dalam gereja Ortodoks konsep ini menekankan bagaimana mencapai keselamatan akan tetapi konsep ini tidak ditekankan dalam dunia pelayanan. Sedangkan dalam literatur Protestan konsep ini jarang bahkan mungkin asing dibahas sebagai sesuatu yang penting, sehingga tercermin dalam pelayanan-pelayanan dalam gereja maupun di luar gereja yang sering menimbulkan perpecahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya melalui sinergi dengan Allah manusia bisa bersinergi dengan sesamanya (menyatu dengan Allah dan persatuan dengan sesama tetap kokoh). Bersinergi adalah menjadi kawan sekerja Allah yang terus melatih kehendak bebasnya sesuai dengan kehendak Allah sehingga tidak mudah tergoda oleh kejahatan dosa. Mengingat Allah secara dinamis menghasilkan persatuan dengan Allah dan memberi pelayanan terbaik kepada sesama seperti Kristus melayani. Tentunya, hanya sinergilah yang membuat manusia terhindar dari persekutuan serta permusuhan di antara sesama.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 228-242
Author(s):  
Sri Lina Betty Lamsihar Simorangkir ◽  
Yonatan Alex Arifianto

AbstractThe meaning of life is an important element in mental health and the functions of human life. A person may experiences despair and lost the certainty of life when he does not have meaning, purpose and value of life. The meaning of Paul's life based on Philippians 1: 20-21 shows only to the person of Christ. Christ became the beginning of his life. The encounter that brought repentance and life under the guidance of the Holy Spirit became the basis of the meaning of Paul's life. With descriptive qualitative methods and analyzing the text of the verse, provide information on the purpose of writing and provide an understanding that Christ must be the center of the life of believers. Longing to glorify Christ, and prioritizing life for Christ, not feel ashamed to preach the gospel and realize that death in God is a profitable thing are the guidance in living a life focused on God. Keyword: Christ; the meaning of life; the Holy Spirit; the believer. AbstrakMakna hidup merupakan elemen penting dalam kesejahteraan atau kesehatan mental dan fungsi hidup manusia. Seseorang mengalami putus asa dan tidak memiliki kepastian hidup di saat tidak mempunyai makna, tujuan dan nilai hidup. Makna hidup Paulus berdasarkan Filipi 1:20-21 menunjukkan hanya kepada pribadi Kristus. Kristus menjadi awal dari kehidupannya  setelah  perjumpaan yang membawa pertobatan serta hidup dalam pimpinan Roh Kudus menjadi dasar dari makna hidup Paulus. Dengan metode kualitatif deskriptif dan menganalisa teks ayat tersebut, dapat memberikan informasi tujuan penulisan serta memberi pemahaman bahwa Kristus harus menjadi pusat kehidupan orang percaya. Kerinduan memuliakan Kristus, dan memprioritaskan hidup bagi Kristus, serta tidak merasa malu memberitakan Injil dan menyadari bahwa kematian dalam Tuhan adalah hal yang menguntungkan. Maka hal itu menjadi pegangan dalam menjalani hidup fokus kepada Tuhan. Keyword: Kristus; Makna Hidup; Roh Kudus; Orang Percaya


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 199-210
Author(s):  
Samuel Julianta Sinuraya, M.Th

AbstractSince his fall into sin, man has suffered from moral depravity and self-image damage before God. God took the initiative to restore the relationship with humans through the redemptive work of Christ. Through Christ's redemption, mankind who was originally sinful was justified by God's grace. James wrote the teaching that man who is justified by God through faith,   should have deeds according to their faith. This research is a qualitative research with a grammatical historical approach. The aim of this research is to find the meaning of being justified by faith and deeds according to James 2: 14-26 and to explain the implications for today's believers. For James, the true form of faith can be seen through works. This means that a person whose actions do not reflect Christ's righteousness is essentially dead.Keywords: Justification; Faith and Deeds; James. AbstrakSejak jatuh ke dalam dosa, manusia mengalami kerusakan moral dan citra diri di hadapan Allah. Allah berinisiatif memulihkan hubungan dengan manusia melalui karya penebusan Kristus. Melalui penebusan Kristus, manusia yang semula berdosa dibenarkan oleh anugerah Allah. Yakobus menuliskan ajaran bahwa manusia yang sudah dibenarkan Allah oleh iman seharusnya memiliki perbuatan yang sesuai dengan imannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan historikal gramatikal.  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menemukan makna dibenarkan oleh iman dan perbuatan menurut Yakobus 2:14-26 dan memaparkan implikasinya kepada orang percaya pada masa kini. Bagi Yakobus, bentuk iman yang sejati dapat dilihat melalui perbuatan.  Seseorang yang perbuatannya tidak mencerminkan kebenaran Kristus pada hakekatnya mati.Kata Kunci: Pembenaran; Iman dan perbuatan; Yakobus.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document