LOA: Jurnal Ketatabahasaan dan Kesusastraan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

48
(FIVE YEARS 48)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Badan Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa

2714-8653, 1907-073x

2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 110
Author(s):  
Hasnawati Nasution

AbstrakFabel merupakan cerita yang diperankan oleh hewan, tetapi karakteristik hewan tersebut adalah sifat manusia. Cerita fabel sering juga disebut cerita moral karena pesan yang ada di dalam cerita fabel berkaitan erat dengan moral. Sifat hewan tesebut juga berkaitan dengan bentuk fisik dan sifat hewan tersebut di alamnya. Penelitian ini bertujuan mengiterpretasikan karakter yang diperankan hewan dalam fabel dengan sifat sesungguhnya pada hewan tesebut. Kajian interpretasi pada fabel ini menggunakan toeri hermeneutika Gadamer yang menggabungkan dialektis dan histori. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dismpulkan bahwa ada hubungan dan persamaan antara karakter hewan di dalam fabel dengan sifat manusia yang diperankannya dalam cerita tersebut. Hewan buas memerankan karakter manusia yang kuat dan berkuasa bahkan terkadang menyakiti hewan yang lemah. Hewan kecil seperti kancil memerankan sifat dan karakter manusia yang cerdik yang terkadang sifat cerdiknya yang dapat mengalahkan hewan yang kuat. Oleh karena itu, karakter hewan disesuaikan dengan karakter manusia yang diperankannya. Hewan buas sebagai metafor manusia yang jahat dan hewan kecil dan cerdik sebagai metafor masyarakat biasa yang cerdas. AbstractFables are stories that are played by animals, but the characteristics of these animals are human nature. Fable stories are often called moral stories because the messages in fable stories are closely related to morals. The nature of the animal is also related to the physical form and nature of the animal in its nature. This study aims to interpret the characters played by animals in the fable with the real characteristics of these animals. The interpretation of this fable uses Gadamer's hermeneutic theory which combines dialectical and historical. Based on the analysis carried out, it can be concluded that there are relationships and similarities between the animal characters in the fable and the human nature they play in the story. Wild animals portray human characters who are strong and powerful, sometimes even hurting weak animals. Small animals such as the mouse deer portray the nature and character of a clever human who sometimes can beat strong animals.  


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 142
Author(s):  
Nur Bety

AbstrakPenelitian ini menelaah struktur fonotaktik fonem di dalam deret vokal dan deret konsonan bahasa Tunjung (Tonyooi). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan data yang diperoleh pada struktur fonotaktik fonem di dalam deret vokal bahasa Tunjung (Tonyooi) ditemukan 20 jenis deret vokal, yaitu /a.u/, /a.o/, /a.e/, /a.i/, /i.a/, /i.u/, /i.i/, /i.e/, /i.o/, /u.o/, /u.e/, /u.a/, /u.i/, /e.o/, /e.a/, /e.u/, /o,u/, /o.i/, /o.a/, dan /o.e/. Deret vokal dalam bahasa Tunjung (Tonyooi) dapat ditemukan pada posisi awal, tengah, dan akhir sebuah kata. Adapun deret konsonan dalam bahasa Tunjung (Tonyooi) ditemukan pada posisi awal, tengah, dan akhir. Bunyi-bunyi konsonan yang berderet, yaitu /h.t/, /k.b/, /k.k/, /kng.g/, /l.d/, /l.g/, /m.b/, /m.k/, /m.p/, /n.c/, /n.d/, /n.j/, /n.s/, /n.t/, /ng.k/, /r.b/, /r.c/, /r.d/, /r.j/, /r.k/, /r.m/, /r.ng/, /r.p/, /r.s/, /r.t/, /r.w/, /s.b/, /s.k/, /s.l/, /s.p/, /t.r/. Kata kunci: deret vokal, deret konsonan, dan bahasa Tunjung (Tonyooi) AbstractThis study examines the phonotactic structure of phonemes in the vowel and consonant series of Tunjung (Tonyooi) language. The method used in this study is a qualitative descriptive method. Based on the data obtained on the phonotactic structure of the phonemes in the Tunjung (Tonyooi) language vowel series, 20 types of vowel series were found, namely/au/, /ao/, /ae/, /ai/, /ia/, /iu/, /ii/, /ie/, /io/, /uo/, /ue/, /ua/, /ui /, /eo/, /ea/, /eu/, /o,u/, /oi/, /oa/, and /oe/. Vowel series in Tunjung language (Tonyooi) can be found at the beginning, middle, and end of a word. The consonant series in the Tunjung language (Tonyooi) are found in the initial, middle, and final positions. Consonant sounds that line up, namely /ht/, /kb/, /kk/, /kng.g/, /ld/, /lg/, /mb/, /mk/, /mp/, /nc/, /nd/, /nj/, /ns/, /nt/, /ng.k/, /rb/, /rc/, /rd/, /rj/, /rk/, /rm/, /r.ng /, /rp/, /rs/, /rt/, /rw/, /sb/, /sk/, /sl/, /sp/, /tr/.  Keywords: vowel series, consonant series, and Tunjung language (Tonyooi)  


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 168
Author(s):  
Nadia Indah Ratnafuri ◽  
Asep Purwo Yudi Utomo

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan frasa endosentrik pada Opini "Stop Melodrama" Surat Kabar Elektronik Media Indonesia Edisi 21 September 2020. Pendeskripsian tersebut meliputi, bentuk frasa endosentrik, pola frasa endosentrik. Penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif. Data pada penelitian ini bersumber pada Opini "Stop Melodrama" Surat Kabar Elektronik Media Indonesia Edisi 21 September 2020. Seluruh frasa endosentrik yang terdapat dalam Opini "Stop Melodrama" Surat Kabar Elektronik Media Indonesia Edisi 21 September 2020 merupakan objek penelitian dalam penelitian ini. Teknik pustaka, membaca, dan mencatat yang dianalisis dengan teknik analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah  frasa memiliki jenis yang beragam didalamnya. Dalam penelitian ini menganalisis jenis frasa endosentrik. Dan ditemukan frasa endosentrik didalamnya yaitu frasa endosentrik atributif, dan farsa endosentrik apositif. Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan teori sintaksis tentang frasa khususnya frasa endosentrik, dan penelitian ini menjadikan mahasiswa ataupun masyarakat biasa dapat menambah pengetahuan tentang frasa endosentrik.Kata kunci : frasa endosentrik, bentuk, pola.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 133
Author(s):  
Diah Iskafatmawati Saputri ◽  
Wihadi Admojo

AbstrakPenelitian ini membahas mengenai relasi makna leksikal lirik lagu pada kesenian rodad sekarwangi  yang terletak di desa Kendelban, Kecamatam Kemusu Kabupaten Boyolali. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan adalah teori dari I Dewa Putu Wijana dan Josh Daniel Parera. Pengumpulan data diperoleh dari dokumentasi dan  diperkuat dengan wawancara serta observasi. Analisis data dilakukan dengan (1) mengumpulkan data dari lirik lagu kesenian rodad, (2) melakukan klasifikasi dari data yang termasuk ke dalam bagian relasi makna leksikal, (3) menyajikan data dalam bentuk tabel dan analisis, kemudian (4) menyimpulkan temuan data. Hasil penelitian menunjukkan, dalam lirik lagu kesenian rodad terdapat relasi makna leksikal berupa, antonimi 12 data, sinonimi 32 data makna denotasi sebanyak 72 data dan konotasi 13 data. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa makna denotasi dominan guna mengetahu makna secara kongkrit sehingga merepresentasikan budaya masyarakat, agama masyarakat, kondisi bahasa, proses pembentukan kata dan penuturan yang berbeda. Kata kunci: semantik, relasi makna, rodad AbstractThis study discusses the relation of the lexical meaning of song lyrics in the Sekarwangi rodad art located in Kendelban village, Kemamatu Kemusu, Boyolali Regency. The type of research used is descriptive qualitative. The theory used is the theory of I Dewa Putu Wijana and Josh Daniel Parera. Data collection was obtained from documentation and strengthened by interviews and observations. Data analysis was performed by (1) collecting data from the lyrics of the rodad song, (2) classifying data included in the lexical meaning relation, (3) presenting data in tabular form and analysis, then (4) summarizing the data findings. The results showed, in the lyrics of the rodad art song there is a relation of lexical meaning in the form, antimony 12 data, synonym 32 data meaning denotation as much as 72 data and connotation of 13 data. So it can be concluded, that the meaning of the dominant denotation in order to find out the meaning concretely so that it represents the culture of the community, the religion of the people, the condition of the language, the process of word formation and different speech. Keywords: semantics, lexical relation, rodad  


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 119
Author(s):  
Aquari Mustikawati

Abstrak Penelitian ini mengungkapkan pandangan ekologi Korrie Layun Rampan sebagai pengarang tiga cerita pendek, yaitu "Teluk Par", Sungai Nyuatan", dan "Madu Lomuq" yang terdapat dalam Antologi Riam. Pandangan tersebut meliputi gambaran dan cara-cara hidup masyarakat berhubungan dengan alam. Masalah yang difokuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan ekologi Korrie yang terdapat dalam ketiga cerita pendek tersebut? Metode kualitatif digunakan untuk memecahkan masalah, yaitu dengan cara mendeskripsikan gambaran alam dan cara-cara ekologi masyarakat dalam kehidupan mereka. Dengan menggunakan teori ekokritik sastra, tulisan ini menganalisis pandangan-pandangan Korrie yang terbagi dalam kajian pastoral, apokaliptik, dan etika lingkungan. Hasil penelitian membuktikan/menunjukkan bahwa terdapat  kajian ekologi ssatra yang ditemukan dalam ketiga cerita pendek tersebut. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Korrie Layun Rampan adalah pengarang yang memiliki konsep ekologi dalan karya-karyanya.                                                                                         Kata kunci: pandangan, ekologi, Korrie, cerpen  Abstract This study reveals the ecological view of Korrie Layun Rampan as the author of three short stories, of "Teluk Par", Sungai Nyuatan", and "Madu Lomuq" from the Riam Anthology. These views include the description and ways of life of the community in relation to nature. The problem of  this research is how Korrie's ecological views are contained in the three short stories? Qualitative methods are used to solve the problem, by describing the picture of nature and the ecological ways of society in their lives. Using literary ecocritic theory, this paper analyzes Korrie's views are divided into pastoral, apocalyptic, and environmental studies. The results of the research prove/show that there is a literary ecology study found in the three short stories. From the results of the study it can be concluded that Korrie Layun Rampan is an author who has an ecological concept in his works. Keywords: views, ecology, Korrie, shorstories    


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 101
Author(s):  
Diyan Kurniawati

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala sosial yang terdapat dalam tiga cerpen Kalimantan Timur tahun 1980-an. Ketiga cepen tersebut berjudul “Kembali ke Desa”, Surat dari Kekasih”, dan “Keping Hati Menguak Badai”. Dengan teori sosiologi sastra, penelitian ini menganalisis berbagai gejala sosial yang terjadi dalam relasi tokoh dengan lingkungannya. Analisis menunjukkan bahwa gejala sosial yang terjadi pada ketiga cerpen tersebut berupa tokoh yang melakukan pertahanan eksistensinya dengan bermigrasi ke luar daerahnya. Di daerah baru tersebut tokoh mengalami konflik-konflik selama melakukan pertahanan eksistensi. Konflik-konflik yang terjadi menimbulkan tokoh mengambil keputusan untuk kembali ke daerahnya. Selain konflik-konflik, terdapat pula nilai-nilai sosial yang ditampilkan dalam relasi antarindividu. Nilai-nilai tersebut yaitu solidaritas dan empati. Analisis juga menunjukkan pula terdapat tujuan tokoh melakukan pertahanan eksistensi ke luar daerahnya bukan hanya untuk meningkatkan status ekokonomi dirinya, melainkan untuk kembali dan membangun daerahnya yang belum mengalami kemajuan. Tiga cerpen Kalimantan Timur tahun 1980-an menunjukkan gejala sosial manusia melalui pergulatan pertahanan eksitensi di luar daerahnya.Kata kunci: fenomena sosial, eksistensi, migrasiAbstract This study aims to determine the social phenomena in three East Kalimantan short stories in the 1980s. Those are “Kembali ke Desa”, “Surat dari  Kekasih”, and “Keping Hati Menguak Badai”. Using the theory of literature sociology, this research analyzes various social phenomena in characters’ relationship with their environment. The analysis shows that the social phenomena in those short stories are characters who defend their existence by migrating from his or her place.In their new environment, the characters experience conflicts while fighting for their existence. Those conflicts make them return to their old place. In addition, there are also social values portrayed in relationships between individuals, solidarity and empathy. The analysis also reveals that there is a purpose in defending their existence away from their home, not only to improve their economic status, but also to return and make their environment a better place. Those three short stories  show social phenomena through the struggle of defending existence away from their environment. Keywords: social phenomena, existence, migra


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 153
Author(s):  
Eka Susylowati ◽  
Rahmat Wisudawanto

AbstrakTujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk  maksim kesantunan berbahasa santri wanita di lingkungan Pesantren Modern Islam Assalaam dan Pesantren Islam Al-Mukmin Ngruki di Kabupaten Sukoharjo. Data dalam penelitian ini adalah tuturan santri wanita yang mengandung kesantunan dalam situasi formal dan informal di lingkungan Pesantren Modern Islam Assalaam dan Pesantren Islam Al-Mukmin Ngruki di Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa maksim kesantunan yang digunakan oleh santri wanita dalam berinteriksi adalah (1)  maksim kebijaksanaan (taxt maxim), (2) maksim kemurahan (generosity maxim), (3) maksim penerimaan (approbation maxim), (4) maksim kerendahatian (modesty maxim), (5) maksim kesepakatan (agreement maxim), (6) maksim kesimpatian (sympathy maxim), (7) maksim permintaan maaf (obligation of S to O maxim), (8) maksim pemberian maaf (obligation of O to S maxim) , (9) maksim perasaan (feeling recitence maxim), (10)  maksim berpendapat dan bersikap diam (opinion Reticente maxim).Kata kunci:  kesantunan berbahasa, santri wanita, pesantren AbstractThis study aims to describe the maxims used by female students in the Islamic Modern Boarding School of Assalaam and Islamic Boarding School Al-Mukmin Ngruki in Sukoharjo Regency. The data are the utterances that contain politeness of female students in formal and informal situations. The result indicates that female student use several maxims in interacting, namely (1) taxt maxim, (2) generosity maxim, (3) approbation maxim, (4) modesty maxim, 5) agreement maxim, (6) sympathy maxim, (7) obligation of S to O maxim, (8) obligation of O to S maxim , (9) feeling recitence maxim, (10)  opinion Reticente maxim. Keywords: language politenss, female student, Islamic boarding school   


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 85
Author(s):  
Ery Agus Kurnianto

Secara umum memiliki wajah cantik adalah idaman bagi perempuan. Hal tersebut disebabkan kecantikan menjadi pesona atau daya tarik tersendiri bagi kaum perempuan untuk mendapatkan perhatian dari laki-laki. Namun berbeda dengan tokoh perempuan yang terdapat dalam cerita rakyat Putri Pinang Masak. Bagi tokoh perempuan dalam cerita rakyat tersebut cantik telah membawa petaka. Berparas cantik memiliki konsekuensi yang sangat besar karena harus menerima penderitaan akibat kecantikan yang dimilikinya. Hal yang menarik minat untuk mengkaji cerita rakyat tersebut adalah terepresentasinya teks mendekonstruksi tentang wacana perempuan mengenai kecantikan yang dianggap sebagai anugerah tak ternilai dan membawa kebahagiaan bagi pemilikinya. Selain itu, sepengetahuan penulis belum ada kajian yang membahas tentang cerita rakyat tersebut yang terkait dengan masalah kecantikan. Penelitian ini adalah penelitain deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan bagaimana tokoh mengalami penderitaan lahir dan batin akibat kecantikan yang dimilikinya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan objektif. Data primer penelitian ini adalah cerita rakyat yang berasal dari Desa Senuro, Tanjung Batu, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecantikan yang dimiliki oleh tokoh perempuan mengakibatkan penderitaan yang luar biasa. Penderitaan tersebut disebabkan perempuan dijadikan objek dalam hal pengamatan, objek kekerasan seksual, dan objek kekuasaan serta kesewenang-wenangan. Kata kunci: cantik, petaka, cerita rakyat


2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 46
Author(s):  
Nurul Masfufah

AbstrakKajian terhadap bahasa Tonyooi sampai saat ini masih tergolong minim, khususnya kajian mikrolinguistiknya. Pada tataran sintaksis, termasuk di dalamnya relasi makna antarklausa belum banyak disentuh oleh para peneliti dan pemerhati bahasa Tonyooi.  Oleh karena itu, tulisan ini akan mengkaji atau mendeskripsikan relasi makna antarklausa dalam kalimat majemuk bahasa Tonyooi. Kajian ini menggunakan metode deskriptif. Sumber data berasal dari wacana tulis dan lisan yang menggunakan kalimat majemuk. Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi (studi pustaka) dan wawancara dengan teknik simak dan catat. Sementara itu, teknik analisis data yang digunakan, yaitu teknik analisis deskriptif. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh beberapa simpulan, yaitu Berdasarkan relasi antarklausanya, kalimat majemuk bahasa Tonyooi dibedakan atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Dalam kalimat majemuk setara ditemukan tiga relasi makna, yaitu makna penjumlahan,  pemilihan, dan pertentangan. Sementara itu, dalam kalimat majemuk bertingkat setidaknya memiliki sepuluh relasi makna antarklausa, yaitu makna kesyaratan, tujuan, penyebaban, hasil atau akibat, perbandingan, sangkalan, cara, alat, kewaktuan, dan atributif.  Konjungtor yang digunakan untuk menjalin hubungan antarklausa cukup variatif. Namun, jumlahnya tidak sebanyak dalam bahasa Melayu Kutai ataupun dalam bahasa Indonesia.Kata kunci: relasi makna, klausa, kalimat majemuk, bahasa Tonyooi AbstractThe study of the Tonyooi language is still relatively minimal, especially its microlinguistic studies. At the syntactic level, including the meaning relation between clauses, has not been touched by many researchers and observers of the Tonyooi language. Therefore, this paper will examine or describe the meaning relations between clauses in compound sentences in Tonyooi. This study uses a descriptive method. Sources of data come from written and oral discourses that use compound sentences. The data was collected using the documentation method (literature study) and interviews with the observation and note-taking technique. Meanwhile, the data analysis technique used is descriptive analysis technique. Based on the results of the study, several conclusions were obtained, namely based on the relation between the clauses, the Tonyooi language compound sentences are differentiated into equivalent compound sentences and multilevel compound sentences. In an equivalent compound sentence, three meaning relations are found, namely the meaning of addition, selection, and contradiction. Meanwhile, in multilevel compound sentences there are at least ten interlausal meaning relations, namely the meaning of requirements, goals, causes, results or consequences, comparisons, denials, means, tools, timing, and attributes. The conjunctor used to establish the relationship between clauses is quite varied. However, the numbers are not as high as in Kutai Malay or in Indonesian.Key words: meaning relation, clause, compound sentence, Tonyooi language


2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Erli Yetti ◽  
Erlis Nur Mujiningsih

AbstrakArtikel ini ditulis dengan tujuan melakukan pelacakan wilayah Jakarta dalam karya Bukan Pasar Malam, Keajaiban di Pasar Senen, Matias Akankari, dan Ali Topan Anak Jalanan. Pelacakan wilayah di dalam karya sastra ini menjadi penting untuk melengkapi pembuatan peta yang dilakukan oleh kartograf. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teori yang digunakan adalah sosiologi sastra dan kartografi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah wilayah-wilayah yang digambarkan dalam 4 karya sastra yang dibahas pada tahun 1950-an sampai 1960-an adalah wilayah Jakarta Pusat. Wilayah ini digambarkan sebagai sebuah tempat yang padat penduduknya, juga pusat peradaban atau pusat kebudayaan, secara khusus Pasar Senen. Jakarta pada masa itu merupakan kota yang ramai dan sudah penuh dengan debu, tetapi masih dikelilingi oleh dusun dan wilayah persawahan. Pada tahun 1970-an kondisi Jakarta sudah mulai berubah. Kota satelit Kebayoran Baru dikenal sebagai wilayah orang “gedongan”. Beberapa tempat wisata juga sudah ada yakni Bina Ria dan Taman Ria Senayan. Namun, ada yang menarik sejak tahun 1950-an sampai 1970-an kehidupan malam di kota Jakarta sudah ramai.Kata kunci: Jakarta, Kartografi, Jakarta Pusat, Kebayoran Baru AbstractIt aims to track literary works of Bukan Pasar Malam, Keajaiban di Pasar Senen, Matias Akankari, And Ali Topan Anak Jalanan in Jakarta. This tracing is important in order to complete the map-making by cartographers. It is qualitative research. The theories used are sociology of literature and cartography. The result reveals that Central Jakarta was the areas described in those four literary works in the 1950s to the 1960s. It was described as a densely populated place, as well as a center of civilization or cultural center, especially Pasar Senen. Jakarta at that time was a busy city and full of dust, but it was still surrounded by villages and rice fields. In the 1970s Jakarta had begun to change. The satellite city of Kebayoran Baru was known as the area of “gedongan” people. There were several tourist attractions, namely Bina Ria and Taman Ria Senayan. There was an interesting fact about the busy night life in Jakarta since the 1950s to the 1970s.Keywords: Jakarta, cartography, Central Jakarta, Kebayoran Baru.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document