Insignia Journal of International Relations
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

67
(FIVE YEARS 28)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Jenderal Soedirman

2597-9868, 2089-1962

2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 87
Author(s):  
Teguh Puja Pramadya ◽  
Jusmalia Oktaviani

Budaya populer Gelombang Korea (Korean Wave/Hallyu) dari Korea Selatan telah menyebar hampir ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Produk budaya Korea Selatan seperti musik, film, tarian, drama televisi, hingga produk budaya lain seperti bahasa dan kuliner, banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, terutama generasi muda. Sebagai dampak globalisasi yang menyebarkan Gelombang Korea, kaum muda tentu saja mendapatkan porsi yang besar, karena mereka menjadi penikmat semua aspek budaya popular tersebut. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, penelitian yang membahas mengenai Korea Selatan, terutama mengenai Korean Wave-nya menjadi salah satu topik paling populer. Oleh karena itu, peneliti mengajukan pertanyaan penelitian: Bagaimana Pengaruh Korean Wave (Hallyu) Terhadap Persepsi Kaum Muda mengenai Korea Selatan di Indonesia, khususnya pada Mahasiswa Hubungan Internasional Fisip Unjani? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data menggunakan data focus group discussion, observasi, serta teknik dokumentasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa Gelombang Korea memang memiliki pengaruh yang cukup besar pada mahasiswa, sehingga para mahasiswa ini tertarik untuk mempelajari aspek-aspek budaya yang berasal dari Korea Selatan. Kata kunci: budaya pop Korea; pengaruh Korean Wave, mahasiswa Indonesia.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 71
Author(s):  
Prisilla Octaviani Winarto ◽  
Arfin Sudirman
Keyword(s):  

Terorisme diketahui sebagai salah satu bentuk kejahatan transnasional, dimana pergerakannya cenderung acak, dan seiring berjalannya waktu terus berkembang melalui perluasan wilayah. Keadaan terorisme yang sudah mulai memasuki kawasan Asia Tenggara, khususnya negara-anggota ASEAN, memberikan keresahan tersendiri. Bahkan, beberapa jaringan-jaringan teroris yang terdapat di beberapa wilayah di negara-anggota ASEAN menunjukkan adanya keterkaitan dengan kelompok terorisme besar lainnya. Beberapa aksi-aksi teror kerap terjadi di negara-anggota ASEAN, ditambah dengan adanya perubahan karakteristik maupun pola terorisme di ASEAN yang semakin mengkhawatirkan. Menyadari hal tersebut, Indonesia, dibawah ASEAN Defense Ministerial Meeting mengusulkan kerja sama keamanan Our Eyes Initiative dengan tujuan agar Our Eyes Initiative dapat mengurangi dan memberantas terorisme di negara-anggota ASEAN. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana cooperative security dapat diterapkan dalam Our Eyes Initiative. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini guna mengumpulkan data-data yang dapat didapatkan melalui jurnal-jurnal terdahulu, dokumen-dokumen penting maupun wawancara secara langsung. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Our Eyes Intiative dapat dikatakan sebagai cooperative security walaupun hanya terdapat tiga dari empat ring cooperative security yang ada di dalam Our Eyes Initiative, namun  hal tersebut perlu dilihat berdasarkan pengertian dari cooperative security dan fungsi tujuan dari Our Eyes Intiative juga. Our Eyes Initiative dapat memberantas terorisme melalui perlindungan individu masing-masing negara, saling menjaga keamanan masing-masing neagra, dan memberikan kesadaran terhadap aksi teror yang kian meresahkan.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 55
Author(s):  
Muslih Faozanudin ◽  
Shainima Islam

People’s mobility and international migration are quite interesting phenomena to discuss. Until now, there are still differences in views between industrialized countries and developing countries regarding the contribution of migration to development for both sending and receiving countries. This paper aims to analyze based on existing secondary data the linkage between migration and sustainable development. For analysis, this study uses a descriptive approach, with secondary data as the primary source. The analysis found that both sending and receiving countries - benefited from population mobility and international migration. The least developed countries in the economy and overall infrastructure are supplying countries for this migration process, and increasing remittances and skilled workers to help other countries. Although it is realized that this condition is the impact of the weak economic system of developing countries on the one hand and the demographic that occur in advanced industrialized countries on the other. To maintain the stability of the supply chain for economic development, international migration is included as one of the sustainable development programs that apply more humane values. Therefore, migrants should be seen as potential contributors to the growth of sending and receiving countries, and some even claim that they are heroes of foreign exchange. Keywords:  migration, remmitance, sustainable development Mobilitas masyarakat dan migrasi internasional merupakan fenomena yang cukup menarik untuk dibahas. sampai saat ini masih terdapat perbedaan pandangan antara negara industri dan negara berkembang, tentang  kontribusi migrasi terhadap  pembangunan, baik  bagi negara yang asal migrant maupun bagi negara penerima. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis berdasarkan data sekunder yang ada mengenai keterkaitan antara migrasi dan pembangunan berkelanjutan. Untuk analisis, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, dengan data sekunder sebagai sumber primer. Hasil analisis menemukan bahwa kedua negara-negara pengirim dan penerima - mendapat manfaat dari mobilitas penduduk dan migrasi internasional. Negara-negara kurang berkembang dalam ekonomi dan infrastruktur secara keseluruhan menjadi negara pemasok untuk proses migrasi ini, dan meningkatkan pengiriman uang dan pekerja terampil untuk membantu negara lain. Meskipun disadari bahwa kondisi ini merupakan dampak dari lemahnya sistem perekonomian negara berkembang di satu sisi dan faktor demografi dan kesuburan yang terjadi di negara industri maju di sisi lain. Untuk menjaga stabilitas rantai pasokan pembangunan ekonomi, migrasi internasional dimasukkan sebagai salah satu program pembangunan berkelanjutan yang menerapkan nilai-nilai yang lebih manusiawi. Oleh karena itu, para migran harus dilihat sebagai kontributor potensial bagi pertumbuhan negara pengirim dan penerima,  bahkan ada yang mengklaim bahwa mereka adalah sebagai pahlawan devisa. Kata kunci:  migrasi, pembangunan berkelanjutan, remiten


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 37
Author(s):  
Muhammad Rizky Pangestu

Tulisan ini akan mencoba menjelaskan mengapa Italia sebagai negara yang bisa membuat pesawat tempur secara domestik tetap melakukan pembelian F-35 dari Amerika Serikat. Padahal menurut infromasi yang beredar F-35 memiliki beberapa kelemahan fatal yang tentunnya bisa melemahkan kemampuan militer Italia dan mendapat pertentangan di dalam negeri mereka sendiri. Selain pembelian ini dipertanyakan sebab Italia adalah salah satu negara yang bisa membuat pesawat tempur mereka sendiri yaitu Eurofighter Typhoon yang cukup canggih. Dalam menjelaskan kasus ini penulis akan menggunakan konsep ketergantungan transfer senjata oleh David Kinsella. Menurut Kinsella ketika sebuah negara sudah mengalami ketergantungan transfer senjata, maka negara tersebut akan selalu bergantung kepada negara yang menyuplai senjata untuk memenuhi kebutuhan keamanannya. Ada dua indikator utama untuk menilai apakah negara sudah mengalami ketergantungan transfer senjata pertama adalah rendahnya kapasitas dan produksi senjata dalam negeri dan terfokusnya supplier senjata suatu negara dengan satu atau beberapa negara lain saja. Data yang akan digunakan unutk menganalisis kasus ini adalah data yang berasal dari sumber daring seperti jurnal akademik, buku, dokumen resmi dan portal berita yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hasil tulisan ini menunjukan bahwa Italia masih memiliki ketergantungan transfer senjata dengan Amerika Serikat sebab kemampuan industri pertahanan dalam negeri mereka yang belum memadai dan masih terfokusnya pembelian senjata mereka dengan Amerika Serikat. Kata kunci: Amerika Serikat, F-35, Italia, ketergantungan transfer senjata   This paper will try to explain why Italy, as a country that can make fighter aircraft domestically, continues to purchase F-35s from the United States.Because based on the information that is availvable, F-35 is having some critical flaws that can compromissed Italian defense, Italian decision to buy F-35 also creating domestic opposition regarding that act. This decision also raised some question because Italian is one of the countries that can domestically produce a rather sophisticated jet fighter, the Eurofighter Typhoon. In explaining this case the author will use the concept of arms transfer dependency by David Kinsella. According to Kinsella, when a country has experienced a dependency on arms transfers, that country will always depend on the country that supplies weapons to meet its security needs. There are two main indicators to assess whether a country has experienced a dependency on arms transfers. The first is the low capacity and production of domestic weapons and the focus on arms suppliers dari one country to one or several other countries. The data that is used in this paper will be based on online source such as academic journal, books, official documents and trusted news website. The results of this paper show that Italy still has a dependency on arms transfers with the United States because of the inadequate capability of their domestic defense industry and their weapons that is still based on United States import. Keywords: arms transfer dependence, F-35, Italy, United States


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Dewi Nawar Sri Juita ◽  
Baiq L. S. W. Wardhani

Kiribati merupakan salah satu negara yang terletak di Kepulauan Pasifik yang rentan dengan banjir karena kenaikan permukaan air laut dan diperkirakan akan tenggelam pada tahun 2050. Selain itu, Kiribati juga dihadapkan oleh permasalahan domestik, seperti pengangguran dan kemiskinan. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Kiribati berupaya untuk membentuk kebijakan yang dikenal dengan “migration with dignity” dengan meningkatkan program pendidikan dan keterampilan. Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah Australia sebagai negara tetangga Kiribati, memberikan bantuan berupa beasiswa kepada masyarakat Kiribati dalam bentuk program beasiswa pendidikan geratis di bidang keperawatan dan memberikan kesempatan bagi masyarakat Kiribati yang telah lulus program tersebut untuk bekerja langsung di Australia. Bantuan beasiswa ini dikenal dengan Kiribati Australia Nursing Initiative (KANI). Penelitian ini menjawab pertanyaan faktor-faktor yang menjadi motif Australia dalam membantu Kiribati. Penelitian ini berupa studi kepustakaan dengan menggunakan metode kualitatif, mengumpulkan data dari buku, internet, dan artikel ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KANI merupakan program beasiswa yang tidak saja menguntungkan Kiribati sebagai negara penerima, tetapi juga menguntungkan Australia sebagai negara pemberi bantuan luar negeri. Self-interest Australia yang dominan dalam program KANI adalah kebutuhannya pada kekurangan tenaga kerja pada sektor kesehatan akibat terbatasnya sumber daya manusia dalam memenuhi kebutuhan tersebut, sekaligus untuk memenuhi tugas regional Australia sebagai ‘big brother’ di Pasifik. Kata kunci: Australia, bantuan luar negeri, KANI, Kiribati Kiribati is a nation in the Pacific Island that is exposed to flooding due to rising sea levels and is expected to sink by 2050. In addition, Kiribati is also faced domestic problems such as unemployment and poverty. To solve the problems, Kiribati government seeks to establish a policy known as "migration with dignity" by improving education and skills programs. To support this policy, Australian government as a neighboring country of Kiribati, provides scholarship assistance to the Kiribati community in the form of free education scholarship programs in the field of nursing and provides opportunities for kiribati citizen who have passed the program to work directly in Australia. This scholarship assistance is known as Kiribati Australia Nursing Initiative (KANI). This study answers the question of Australia's motive in helping Kiribati. This research is in the form of literature studies using qualitative methods, collecting data from books, the internet, journals and scientific articles. The result showed that KANI is a scholarship program that not only benefits Kiribati as a receiving country, but also benefits Australa as a foreign aid provider. Australia's dominant self-interest in KANI program is its need for workforce shortages in the health sector due to limited human resources in meeting those needs, as well as to fulfill Australia's regional duty as a 'big brother' in the Pacific. Keywords: Australia, foreign aid, KANI, Kiribati


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 19
Author(s):  
Agus Subagyo

Wilayah perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia berada di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Provinsi Kalimantan Utara.  Wilayah ini sangat rawan terjadinya berbagai pelanggaran batas wilayah. TNI sebagai alat pertahanan negara wajib melakukan pengamanan terhadap wilayah perbatasan. Satgas Pamtas Yonif Raider 301/PKS merupakan satuan TNI AD yang diberikan tugas untuk mengamankan wilayah perbatasan darat Indonesia-Malaysia, dengan wilayah penugasan di Provinsi Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu, mulai 1 Maret 2019–30 November 2019. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apa saja peran Satgas Pamtas Yonif Raider 301/PKS dalam mengamankan wilayah perbatasan darat Indonesia-Malaysia. Kerangka teoritis yang digunakan adalah teori peran, dimana peran terbagi menjadi peran aktif dan peran partisipatif. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, melalui teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Satgas Pamtas Yonif Raider 301/PKS dalam mengamankan wilayah perbatasan darat Indonesia-Malaysia diwujudkan dengan peran aktif dan peran partisipatif. Peran aktif berupa pengamanan wilayah perbatasan dari ancaman militer dan non-militer, seperti pengamanan patok batas, pengamanan yang dilakukan satgas pamtas terhadap kejahatan transnasional, illegal logging, illegal mining, kejahatan narkoba, penyelundupan barang. Peran partisipatif berupa kegiatan sosial kemanusiaan (civic mission) yang dilakukan satgas pamtas dalam bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang sosial, dan bidang infrastruktur, sehingga sangat dirasakan oleh masyarakat di wilayah perbatasan. Kata kunci: peran, TNI, perbatasan darat, Indonesia-Malaysia The land border between Indonesia and Malaysia is in the Province of West Kalimantan, East Kalimantan, and North Kalimantan. This region is very prone to various violations of territorial boundaries. The Indonesian Military  as a means of national defense is obliged to carry out security against border areas. The task force of Raider Infantry Battalion 301/PKS is an army unit assigned to secure the Indonesia-Malaysia land border area, with assignment areas in West Kalimantan Province, specifically in Sanggau, Sintang, and Kapuas Hulu Regencies, starting March 1, 2019-30 November 2019. The purpose of this study is to analyze the role of the  task force of Raider Infantry Battalion in securing the Indonesia-Malaysia land border area. The theoretical framework used is role theory, where roles are divided into active roles and participatory roles. The study was conducted using qualitative methods, through data collection techniques in the form of interviews, observation, and documentation studies. The results showed that the role of the  task force of Raider Infantry Battalion 301/ PKS in securing the Indonesia-Malaysia land border area was realized with an active and participatory role. An active role in the form of securing border areas from military and non-military threats, such as security carried out by the task force for transnational crime, illegal logging, illegal mining, drug crimes, smuggling of goods. Participatory role in the form of humanitarian social activities (civic mission) carried out by the task force in the field of education, health sector, social field, and infrastructure, so it is very much felt by the people in the border areas. Keywords: border, Indonesian military, role, Indonesia-Malaysia


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 188
Author(s):  
Liliana Dea Jovita ◽  
Elisabeth Dewi

Krisis pengungsi merupakan permasalahan serius yang terus diperdebatkan dalam politik Eropa. Meningkatnya jumlah pengungsi yang masuk ke Eropa sejak tahun 2015 tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan ancaman terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat. Salah satu negara yang menerima jumlah pengungsi terbanyak adalah Jerman. Namun, di awal terjadi krisis pengungsi, Pemerintah Jerman tidak menganggap pengungsi sebagai ancaman, melainkan sebagai korban dari penindasan yang dialami di negara asalnya. Penolakan terhadap masuknya pengungsi ke Jerman justru datang dari partai sayap kanan di Jerman, yaitu Partai Alternative für Deutschland (AfD). Berbeda dengan Pemerintah Jerman, Partai AfD berpendapat bahwa pengungsi merupakan ancaman terhadap masyarakat Jerman. Artikel ini bertujuan untuk melihat bagaimana Partai AfD membentuk persepsi pengungsi sebagai ancaman, sekaligus upaya sekuritisasi yang dilakukan oleh partai. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme sosial, serta konsep keamanan non-tradisional dan konsep sekuritisasi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi Pustaka dan metode analisis yang digunakan adalah metode studi kasus, dengan kasus yang diteliti adalah krisis pengungsi di Jerman. Adapun hasil dari penelitian ini adalah Partai AfD membentuk persepsi bahwa pengungsi merupakan ancaman terhadap identitas kolektif masyarakat Jerman, demografi penduduk, perekonomian Jerman, serta keamanan internal maupun nasional. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Partai AfD memanfaatkan persepsi pengungsi sebagai ancaman tersebut untuk meraih dukungan suara dalam Pemilu Federal Jerman tahun 2017.


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 174
Author(s):  
Angga Nurdin Rachmat

ASEAN as a regional organization is currently in an effort to develop cooperation in the form of the ASEAN Community. The formation of the ASEAN Community is based on three pillars, where one of the pillars is the political-security pillar (ASEAN Political-Security Community / APSC) who faces the most dynamic challenges related to security issues in the Southeast Asia. This security issue certainly has an influence on interactions both among intra-regional states and with extra-regional states. This paper aims to analysis the challenges and opportunities faced by the ASEAN political-security community to strengthen cooperation in dealing with security issues in the Southeast Asian. This paper is based on a constructivism analysis of the formation of a security community. This paper will get an overview of the challenges and opportunities faced in the realization of cooperation to tackle security issues in the Southeast Asia region within the framework of the APSC. The description of these challenges and opportunities can be the basis for analyzing what strategies must be done to encourage the realization of the APSC in accordance with what is expected by the members states.


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 154
Author(s):  
Tia Maulida ◽  
Indra Kusumawardhana

This design/research on Vietnam's response to the IUU Fishing Indonesia "Sink the Vessels" policy which has sunk 272 Vietnamese vessels from 2014-2018, with the aim of providing an understanding of Vietnam's strategy in maintaining its relationship with Indonesia and the reasons why Vietnam responded to the policy it is not aggressive. This study uses defensive realism approach through four assumptions from Jeffrey W. Taliaferro. The method used is a qualitative research model that is descriptive in nature with literature study data collection techniques through the collection of data and information and reliable sources. The results show that based on the four basic assumptions of Taliaferro realism, namely Vietnam experiences a security dilemma that is not focused on Indonesia, the existence of complex water conflicts in the region, Vietnam's military capabilities under Indonesia and Vietnam's domestic politics which have a tendency to maintain good relations with Indonesia.


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 138
Author(s):  
Inova Collins ◽  
Isyana Adriani ◽  
Muhammad Sigit Andhi Rahman

Abstract This article examines the Indonesian language for Foreigners Programme (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing or BIPA) implementation in the internationalisation of the Indonesian language in Thailand. Based on Law No.24 of 2009 Article 44, the Government of Indonesia has a task to develop the role of the Indonesian language at the international stage. This effort has gained momentum recently with the establishment of the ASEAN Economic Community (AEC), where ASEAN citizens including Thais are encouraged to have foreign language skills. Thailand is one of the gateways to Southeast Asia. Many businesses and tourists come to Thailand first and then continue to other Southeast Asian nations.  This condition encourages Thai people to learn foreign languages, including the Indonesian language. This article utilises a qualitative approach method, particularly interview and observation as a data collection method, and uses the concept of cultural diplomacy as the theoretical framework. It examines the content of BIPA books, the classroom learning process, and alumni’s feedback toward the programme. The research findings show the high effectiveness of BIPA programme in Thailand. Moreover, BIPA becomes a means of Indonesia's cultural diplomacy, where the Indonesian language and culture serve as tools in creating Thai people's interest in Indonesia. Key Words: BIPA, Cultural Diplomacy, Indonesia, Internationalisation of Indonesian Language, Thailand Abstrak Makalah ini meneliti pelaksanaan program pengajaran ‘Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing’ (BIPA) dalam proses internasionalisasi Bahasa Indonesia di Thailand. Berdasarkan UU No. 24 tanggal 2009 Pasal 44, Pemerintah Indonesia memiliki tugas untuk mengembangkan peran bahasa Indonesia di panggung internasional. Upaya ini telah mendapatkan momentum baru-baru ini dengan ditetapkannya Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC), dimana warga negara ASEAN  termasuk warga Thailand didorong untuk memiliki kemampuan berbahasa asing. Thailand adalah salah satu pintu gerbang penting ke Asia Tenggara. Para pebisnis dan wisatawan datang ke Thailand dulu dan kemudian melanjutkan ke negara Asia Tenggara lainnya. Kondisi ini mendorong orang Thailand untuk belajar bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif, terutama wawancara dan observasi sebagai metode pengumpulan data, dan menggunakan konsep diplomasi budaya sebagai kerangka teoritisnya. Makalah ini meneliti konten buku pengajaran BIPA, proses pembelajaran kelas, dan umpan balik alumni terhadap program. Temuan penelitian menunjukkan tingkat efektivitas yang tinggi dalam pelaksanaan program BIPA di Thailand. Selain itu, BIPA menjadi sarana diplomasi budaya Indonesia, di mana bahasa dan budaya Indonesia menjadi perangkat diplomasi  dalam  menciptakan ketertarikan rakyat Thailand  terhadap Indonesia. Kata Kunci: Internasionalisasi Bahasa Indonesia, BIPA, Diplomasi Budaya, Indonesia, Thailand


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document