Jurnal Wanita dan Keluarga
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

23
(FIVE YEARS 23)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Gadjah Mada

2746-430x

2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 103-116
Author(s):  
Nadira Tatyana

Sejak terjadinya pandemi COVID-19, kekerasan seksual online anak di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya paparan terhadap internet dan teknologi digital, sehingga berakibat buruk bagi berkembangan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh COVID-19 terhadap kekerasan seksual anak serta pengaturan dan perlindungan hukum atas kekerasan seksual online anak. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis normatif dan menggunakan data sekunder. Analisis data menggunakan metode kualitatif dengan menganalisis dokumen dari data sekunder, sehingga bersifat deskriptif-analitis yang menggambarkan suatu gejala sosial. Penelitian ini menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, COVID-19 berpengaruh terhadap kenaikan tingkat kekerasan seksual online terhadap anak dikarenakan tingginya paparan internet dan teknologi digital terhadap anak. Kedua, pemerintah telah meratifikasi Convention on the Rights of the Child dan optional protocol terkait serta Undang-Undang Perlindungan Anak. Hal yang perlu dikritisi antara lain peningkatan pengawasan orang tua atas aktivitas berinternet anak dan penegakkan hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. === Ever since COVID-19 hit, the rate of online sexual violence against child in Indonesia has risen tremendously along with the increasing exposure to the internet and digital technology, hence would adversely affect child development. This research aims to find the impacts of COVID-19 towards online sexual violence against child as well as regulations and legal protections of online sexual violence against child. This research is normative juridical research. This research uses secondary data. The data analysis used in this research is qualitative method by analyzing collected secondary data, therefore this research is descriptive-analytical which explains a social phenomenon. There are two conclusions in this research. First, COVID-19 impacts the rising rate of online sexual violence against child due to the high exposure of internet and digital technology usage. Second, government has ratified Convention on the Rights of the Child and its related optional protocol and Child Protection Law. There are criticized matters regarding this research, inter alia strengthening parents’ surveillance on child’s internet activities and the law enforcement on Child Protection Law.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 127-138
Author(s):  
Rafif Pamenang Imawan

Kajian ini akan mengeksplorasi kekerasan berbasis gender dengan mengeksplorasi pengaturan data pribadi dan solusi dominasi patriarki dalam masalah media online. Dengan menggunakan tinjauan pustaka sistematis, tujuan dari penelitian ini adalah memberikan peta kompleksitas dalam masalah pemanfaatan media sosial online. Harapan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang masalah hakikat kekerasan berbasis gender online dengan memberikan peta permasalahan sosial di Indonesia. Selain itu, secara akademis, tulisan ini akan mengeksplorasi teori postmodernisme tentang gender, ruang media sosial dan online serta masalah pola pikir struktural terkait kekerasan berbasis gender. Dalam ranah yang lebih praktis, tulisan ini akan memberikan landasan dasar bagi para pemangku kepentingan untuk merumuskan kebijakan terkait kekerasan berbasis gender secara online. === The COVID-19 forces people to isolate themselves to prevent the spread of the virus. COVID-19 increases the online activities of individuals to meet all their needs and obligations. Not only service-based applications that increased user activity, but also social media applications, which is Twitter. With the various features that Twitter offers, it not only makes it easier for individuals to communicate with people they know, but also opens up opportunities to interact with other users without any restrictions. Twitter allows its users to upload selfies and allows other users to comment on those selfies/uploads. In this research, authors analyzed sexually comments on @dododid_ selfies during the 2020 period. Using Norman Fairclough's critical discourse analysis method, authors found 3 major discourses related to selfies of men with feminine gender expression, that are beautiful discourse = women, objectification discourse and stigma and stereotypes. Through this study the author also found that online-based gender violence can be experienced by anyone in various forms.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 117-126
Author(s):  
Nara Garini Ayuningrum

Pandemi COVID-19 memaksa masyarakat untuk mengisolasi diri mereka masing-masing demi mencegah penyebaran virus. Hal ini meningkatkan aktivitas daring para individu demi memenuhi segala kebutuhan dan kewajiban. Tidak hanya aplikasi berbasis jasa yang mengalami peningkatan aktivitas pengguna, tetapi juga aplikasi media sosial, salah satunya adalah Twitter. Dengan berbagai fitur yang ditawarkan, Twitter tidak hanya mempermudah individu untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang dikenalnya, tetapi juga membuka peluang untuk berinteraksi dengan pengguna lain tanpa adanya batasan. Twitter memungkinkan penggunanya untuk mengunggah swafoto dan membiarkan pengguna lain untuk mengomentari swafoto/unggahan tersebut. Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis komentar-komentar bernada seksual yang ada pada swafoto akun @dododid_ selama periode tahun 2020. Dengan menggunakan metode analisis wacana kritis Norman Fairclough, peneliti menemukan 3 wacana besar terkait swafoto laki-laki berekspresi gender feminin, yaitu wacana cantik = perempuan, wacana objektifikasi dan stigma dan stereotipe. Melalui penelitian ini penulis juga menemukan bahwa kekerasan  gender berbasis online bisa dialami oleh siapa saja dalam bentuk yang bermacam-macam. === The COVID-19 forces people to isolate themselves to prevent the spread of the virus. COVID-19 increases the online activities of individuals to meet all their needs and obligations. Not only service-based applications that increased user activity, but also social media applications, which is Twitter. With the various features that Twitter offers, it not only makes it easier for individuals to communicate with people they know, but also opens up opportunities to interact with other users without any restrictions. Twitter allows its users to upload selfies and allows other users to comment on those selfies/uploads. In this research, authors analyzed sexually comments on @dododid_ selfies during the 2020 period. Using Norman Fairclough's critical discourse analysis method, authors found 3 major discourses related to selfies of men with feminine gender expression, that are beautiful discourse = women, objectification discourse and stigma and stereotypes. Through this study the author also found that online-based gender violence can be experienced by anyone in various forms.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 89-102
Author(s):  
Idha Saraswati

Jumlah kasus kekerasan berbasis gender online atau KBGO selama masa pandemi dilaporkan meningkat. Penambahan jumlah pengguna internet serta kian masifnya tranformasi digital selama masa pandemi dipandang berkontribusi dalam peningkatan kasus KBGO tersebut. Kekerasan berbasis gender yang selama ini sudah marak terjadi di ranah offline menemukan ruang baru di dunia online sehingga kian mengancam keamanan, kesehatan dan keselamatan perempuan. Dalam kasus KBGO, dua pihak yang paling banyak dibicarakan adalah pelaku dan korban. Namun, pembicaraan tersebut melupakan pihak lain yang juga berpengaruh penting dalam terjadinya kekerasan, yakni platform digital yang menjadi wadah maupun memfasilitasi peristiwa kekerasan. Platform digital seperti media sosial tercatat menjadi salah satu medium terjadinya KBGO. Tulisan ini memaparkan peran platform digital sebagai perantara dalam kasus kekerasan, khususnya KBGO, dengan menerapkan kerangka contextual integrity yang diajukan Nissenbaum (2010) pada kasus penyebaran video intim non-konsensual yang menimpa GA dan GL. Tulisan ini menunjukkan bahwa melalui sistem dan kebijakan layanannya, pihak perantara turut berperan dalam mendorong terjadinya  KBGO. === The number of online gender based violence (OGBV) cases in Indonesia are reportedly increasing during the pandemic. The increasing number of internet users and the massive digital transformation during the pandemic has contributed to the escalation in OGBV cases. Gender-based violence has found a new space in the online world, thus threatening women’s security, health, and safety. In the OGBV case, the two parties that has been discussed the most were the perpetrators and the victims. However, the discussion forgot about the other party that also had an important influence, namely the digital platform. Digital platfarm like social media has become the medium for OGBV.This paper describes the role of the digital platform as an intermediary party for communication exchange in the cases of online violence, especially OGBV, by applying the contextual integrity framework proposed by Nissenbaum (2010) in the dissemination of non-consensual intimate videos of GA and GL cases. This paper shows that through its system and policies, digital platforms play significant role in facilitating OGBV.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 65-74
Author(s):  
Bergita P. Pricelia Lejo

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa kerentanan perempuan terhadap Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) di dalam ruang digital. Studi ini menggunakan konsep kapitalisme pengawasan/surveillance capitalism dan symbolic violence sebagai dasar untuk memahami logika ekonomi dan juga kekerasan yang berlangsung dalam ruang digital. Ruang digital sebagai alat ekonomi tidak hanya menghasilkan “behavioral surplus” sebagai material baru tetapi juga menjadi ruang bagi terbentuknya “dominant habitus” tentang siapa itu perempuan dan bagaimana seharusnya perempuan merepresentasikan dirinya. Dominant habitus yang senantiasa direproduksi mampu menciptakan kebutuhan ekonomi bagi perempuan melalui komodifikasi dan bahkan eksploitasi terhadap tubuh perempuan yang terepresentasi dalam teks gambar, dan video di dalam platform digital. Melalui proses-proses ini, perempuan mengalami kekerasan simbolik yang terus-menerus direproduksi dalam dominant habitus. Dengan demikian, bekerjanya surveillance capitalism dan menguatnya dominant habitus di dalamnya menjadi kondisi yang membuka ruang bagi berlangsungya KGBO terhadap perempuan. Dengan menggunakan perspektif kritis dalam memandang KGBO tulisan ini hendak mendalami proses-proses yang mengkondisikan kerentanan perempuan di dalam ranah digital. Pemahaman akan hal-hal tersebut menjadi basis penting untuk memikirkan secara tepat posisi perempuan di dalam ruang digital yang saat ini secara luas diterima sebagai condition sine qua non yang di dalamnya berbagai bentuk relasi berlangsung. Dengan demikian, tulisan ini memberikan pijakan dasar untuk mendorong dan merumuskan beberapa agenda perubahan. === This paper aims to analyze women's vulnerability to Online-Based Gender Violence (KGBO) in the digital platform. This study uses the concept of surveillance capitalism and symbolic violence as a basis for understanding the economic logic and violence that takes place in today's digital platform. Digital platform as an economic tool not only produces a "behavioral surplus" as a new material, but also becomes a space for the formation of a "dominant habitus"; who is women are and how women should represent themselves. Dominant habitus which is always reproduced is able to create economic needs for women through commodification and even exploitation of women's bodies which are represented in text, images and videos on digital platforms. Throughout these processes, mostly women suffer from symbolic violence which persistently reproduced by the dominant habitus. It obviously reflects the vulnerability of woman as the victim of KGBO. By using a critical perspective in looking at KGBO, this paper intends to explore the process that put women’s vulnerability in the digital arena. Understanding of these matters becomes an important basis for thinking about the exact position of women in the digital space which is currently widely accepted as a condition sine qua non in which various forms of relations take place. Thus, this paper provides a basic basis for encouraging and formulating several agendas for change.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 75-88
Author(s):  
Fitria Cita Dirna

Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) merupakan salah satu jenis kasus baru dalam Kekerasan Berbasis Gender yang saat ini mulai banyak dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Kekerasan ini dapat terjadi karena difasilitasi oleh internet serta teknologi. Instagram merupakan media sosial yang memiliki banyak jumlah pengguna sehingga menjadi salah satu wadah terjadinya kasus KBGO. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh media sosial instagram terhadap kasus KBGO di masa pandemi COVID-19 serta menganalisis upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam menangani kasus KBGO. Metodologi yang digunakan dengan pendekatan deskriptif analisis telaah pustaka sebanyak 21 literatur yang berkaitan dengan KBGO, media sosial, instagram, dan masa pandemi COVID-19 di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa instagram berpengaruh terhadap peningkatan kasus KBGO di masa pandemi COVID-19. Adapun upaya yang dilakukan untuk menangani kasus KBGO seperti membuat akun khusus di instagram, sebagai wadah untuk korban KBGO berbagi kisah yang pernah dialaminya, melakukan seminar daring (webinar) di masa pandemi COVID-19, dan membuat kampanye dengan poster di instagram. Secara keseluruhan, Peristiwa pelecehan dengan komentar kasar serta pelanggaran privasi merupakan jenis kasus KBGO yang banyak terjadi di instagram. === Online Gender-Based Violence (KBGO) is a new type of case in Gender-Based Violence, which is currently being reported to Komnas Perempuan. This violence can occur because it is facilitated by the internet and technology. Instagram is a social media that has a large number of users so that it is one of the places for the KBGO case to occur. The purpose of writing this article is to analyze the influence of social media Instagram on KBGO cases during the COVID-19 pandemic and to analyze what efforts can be made in dealing with KBGO cases. The methodology used is a descriptive approach to analyzing literature review as much as 21 literature related to KBGO, social media, instagram, and the COVID-19 pandemic in Indonesia. The results of the analysis show that Instagram has an effect on the increase in KBGO cases during the COVID-19 pandemic. Efforts are being made to handle the KBGO case, such as creating a special account on instagram as a forum for KBGO victims to share stories they have experienced, conducting online seminars (webinars) during the COVID-19 pandemic, and creating campaigns with posters on Instagram. Overall, incidents of harassment with harsh comments and violations of privacy are the most common types of KBGO cases on Instagram.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 52-64
Author(s):  
Ina Yosia Wijaya ◽  
Lidya Putri Loviona

Tulisan ini—dengan merujuk kepada tema besar “Kekerasan Gender Berbasis Online di Era Pandemi”—mencoba memaparkan bagaimana kontribusi sistem kapitalisme, budaya patriarki, dan globalisasi dalam mendukung lestarinya kekerasan gender secara daring yang sedang marak terjadi di tengah pandemi. Temuan pada tulisan menunjukkan bahwa sistem kapitalisme memegang peranan kunci dalam mendorong terciptanya budaya patriarki dan globalisasi, yang pada akhirnya mendorong langgengnya kekerasan berbasis gender. Berangkat dari perspektif marxist-feminism dengan premis utama bahwa sistem kapitalisme melakukan aksi eksploitasi atas kaum proletar dengan melegalkan segala cara termasuk membangun kesadaran palsu—false consciousness, temuan pada tulisan akan dielaborasikan lebih lanjut melalui tiga bahasan utama. Pertama, akan dipaparkan temuan bahwa opresi terhadap kaum wanita di tengah lingkungan yang patriarki merupakan salah satu upaya manifestasi elit kapitalis untuk melanggengkan sistem kapitalisme. Kedua, komodifikasi wanita—seperti isu human trafficking— dipercaya sebagai konsekuensi dari sistem kapitalis yang memberikan kebebasan komodifikasi atas segala sumber daya. Terakhir, akan dipaparkan fenomena globalisasi—sebagai salah satu produk liberalisme-kapital—yang dipercaya telah mendorong masifnya aksi human trafficking berbasis daring. Pada akhirnya, melalui temuan dan bahasan terkait kapitalisme sebagai sistem kunci yang telah melanggengkan kekerasan berbasis gender, diharapkan akan muncul kesadaran publik sehingga muncul aksi emansipasi dalam mendorong runtuhnya sisi eksploitatif sistem kapitalisme secara umum dan kekerasan berbasis gender secara khusus. ===== This paper—referring to the big theme of “Online-Based Gender Violence in the Pandemic Era”—tries to explain the contribution of the capitalist system, patriarchal culture, and globalization in supporting the sustainability of gender-based violence that is currently rife in the midst of a pandemic. The findings in this paper show that the capitalist system plays a key role in encouraging the creation of a patriarchal culture and globalization, which in turn encourages the perpetuation of gender-based violence. Departing from the perspective of marxist-feminism with the main premise that the capitalist system exploits the proletariat by legalizing all means, including building false consciousness, the findings in this paper will be further elaborated through three main topics. First, the findings will be presented that the oppression of women in a patriarchal environment is one of the manifestations of the capitalist elite to perpetuate the capitalist system. Second, the commodification of women—such as the issue of human trafficking—is believed to be a consequence of the capitalist system that provides freedom for the commodification of all resources. Finally, we will describe the phenomenon of globalization—as one of the products of capital-liberalism—which is believed to have encouraged the massive action of online-based human trafficking. In the end, through findings and discussions related to capitalism as a key system that has perpetuated gender-based violence, it is hoped that public awareness will emerge so that emancipation actions emerge in encouraging the collapse of the exploitative side of the capitalist system in general and gender-based violence in particular.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 41-51
Author(s):  
Imara Pramesti Normalita Andaru

Kita ketahui bahwa semakin maju dan berkembangnya teknologi tentu akan memiki dampak positif dan negatifnya juga. Dari segi positif, internet atau media sosial dapat memberikan berbagai informasi dan pengetahuan, demikian juga dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa bertatap muka. Namun dari sisi negatif, kehadiran internet atau media sosial ini dapat menimbulkan berbagai tindak modus kejahatan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Salah satu tindak kejahatan yang meningkat di era pandemi adalah Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dalam bentuk cyber grooming. Adanya pandemi Covid-19 menyebabkan cyber grooming pada anak semakin meningkat, dikarenakan selama pandemi masyarakat lebih banyak melakukan kegiatan di rumah, terutama anak-anak banyak menggunakan gadget dan disalahgunakan. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data dan jenis penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cyber grooming pada anak meningkat di era pandemi Covid-19, apa yang menjadi penyebab adanya cyber child grooming dan bagaimana dampaknya. ===== We know that the more advanced and developed technology, of course, will have positive and negative impacts as well. From the positive side, the internet or social media can provide a variety of information and knowledge as well as can  communicate with other people without meeting face to face. However, from the negative side, the presence of the internet or social media can lead to various modes of crime by taking advantage of technological advances. One of the increasing crimes in the pandemic era is Online Gender Based Violence (OGBV) specifically here is cyber grooming. The existence of the Covid-19 pandemic has caused cyber grooming in children to increase, because during the pandemic the community did more activities at home, especially children using gadgets a lot and sadly not being used properly. This research will use qualitative methods with data collection techniques and descriptive analytical research type. This study aims to find out how cyber child grooming has increased in the era of the Covid-19 pandemic, and what causes cyber child grooming also  how its impact.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 32-40
Author(s):  
Almyra Luna Kamilla

Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi secara eksplisit melarang keras pembuatan konten yang mengandung pornografi, namun disisi lain, Penjelasan Pasal 4 ayat (1) pada Undang-Undang tersebut secara implisit memberikan hak bagi masyarakat untuk membuat materi pornografi selama ditujukan untuk diri sendiri dan demi kepentingan sendiri. Hal ini membuat adanya perdebatan yang dipengaruhi juga oleh nilai-nilai dasar bangsa Indonesia sebagai negara yang beradab dan beragama. Dalam prakteknya, Pasal 4 ayat (1) UU No. 44 Tahun 2008 tidak jarang disalahgunakan untuk menjadikan korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) sebagai tersangka dalam kasus pornografi. Melalui pendekatan feminis dan berorientasi korban, Penelitian ini akan membahas bagaimana UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dimanfaatkan baik sengaja atau tidak sengaja, sebagai senjata dalam reviktimisasi perempuan korban KBGO. Penulis menggunakan pendekatan yuridis-normatif dimana Penelitian ini didasari atas analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia serta studi literatur. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pada UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi terdapat perbedaan norma yaitu antara Pasal 4 ayat (1) dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (1). Selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa perbedaan norma tersebut disertai dengan pendekatan penegak hukum di Indonesia yang cenderung konservatif, memicu fenomena dimana korban KBGO yang seharusnya dilindungi justru dikriminalisasi ===== Law No. 44 of 2008 on Pornography explicitly condemned the creation of pornographic content, on the other hand, the Elucidation of Art. 4 (1) of the Law implicitly grants the right for the people to create pornographic material so long as it is intended for oneself and one’s interest. This issue has caused a debate that is also influenced by the fundamental values of Indonesia as a nation that is civilized and religious. In practice, Art. 4 (1) of Law No. 44 of 2008 on Pornography is often misused to cause victims of Online Gender-based Violence into suspects of cases of pornography. Using the feminist approach and victim-oriented perspective, this Research will discuss how Law No. 44 of 2008 on Pornography is utilized, on purpose or otherwise, as a weapon in revictimizing women who are victims of Online Gender-based Violence. The Author used the juridical-normative method in which the Research is constructed based on the analysis of Indonesian laws and regulations as well as literature studies. The results of this Research found that there are contradicting norms within Law No. 44 of 2008 on Pornography specifically between Art. 4 (1) and its Elucidation. Furthermore, it can be concluded that such contradicting norms complemented with the approach of Indonesian law enforcers which tends to be conservative, precipitated a phenomenon in which victims of Online Gender-based Violence who are supposed to be protected ended up criminalized.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 1-11
Author(s):  
Annisa Hafizhah ◽  
Lamsumihar Andjelina Panggabean

Hukum diciptakan manusia untuk melindungi dan menertibkan masyarakat. Sayangnya, hukum yang dibuat manusia memiliki keterbatasan saat berhadapan dengan perubahan zaman. Pola kehidupan masyarakat terus berkembang dan  hukum dituntut untuk selalu bisa menyeleraskan diri padahal proses menciptakan hukum tidak mudah. Perlu pemikiran dan waktu yang cukup untuk merumuskan peraturan yang baik sementara masyarakat tidak bisa menunggu hukum terlalu lama untuk menyelesaikan berbagai fenomena yang terjadi, termasuk online grooming. Online grooming adalah kekerasan berbasis gender yang dilakukan secara online untuk memperdaya korban agar menyerahkan foto atau video yang memuat atribut seksualnya. Saat ini belum ada peraturan yang secara khusus mengatur online grooming, namun ada beberapa metode tertentu yang bisa digunakan agar peraturan perundang-undangan yang ada saat ini bisa dipakai untuk menjerat pelaku online grooming. ===== Law was created by humans to protect and order society. Unfortunately, human-made laws have limitations when facing the massive development. The pattern of people's culture continues to develop and the law is expected to always be relevant even though the process of creating laws is not easy. It takes a lot of concern and time to formulate good rules, while society cannot wait too long for the law to resolve various phenomena that occur, including online grooming. Online grooming is an online gender-based violence that is carried out to trick victims into submitting photos or videos that contain their sexual attributes. Currently there are no regulations that specifically regulate online grooming, but there are certain methods that can be used so that the existing laws and regulations can be used to arrest online grooming criminals.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document