Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

169
(FIVE YEARS 38)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT)

1410-9409, 1410-9409

2019 ◽  
Vol 17 (3) ◽  
Author(s):  
Lamhot P. Manalu

Crop drying is essential for preservation in agricultural applications. It is performed either using fossil fuels in an artificial mechanical drying process or by placing the crop under the open sun. The first method is costly and has a negative impact on the environment, while the second method is totally dependent on the weather. The drying process requires a lot of energy in relation to the amount of water that must be evaporated from the product. It is estimated that 12% of the total energy used by the food industries and agriculture absorbed in this process. Due to the limitation of energy resources, it is important to keep researching and developing of diversification and optimization of energy This study aims to assess the use of energy for cocoa drying using solar energy dryer and bin-type dryer, as well as to determine the drying efficiency of each type of dryer. The results showed that the efficiency of the solar dryer drying system ranges between 36% to 46%, while the tub-type dryers between 21.7% to 33.1%. The specific energy of solar dryer ranged from 6.17-7.87 MJ / kg, while the tub-type dryers 8.58-13.63 MJ / kg. Dryer efficiency is influenced by the level of solar irradiation and the amount of drying load, the higher the irradiation received and more cocoa beans are dried, the drying efficiency is also higher and the specific energy further down.Proses pengeringan memerlukan banyak energi sehubungan dengan banyaknya air yang harus diuapkan dari bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan pengering mekanis berbahan bakar fosil atau dengan menempatkan produk di bawah matahari terbuka. Metode pertama adalah mahal dan memiliki dampak negatif pada lingkungan, sedangkan metode kedua sangat tergantung pada cuaca. Diperkirakan bahwa 12% dari total energi yang dipergunakan oleh industri pangan dan pertanian diserap untuk proses ini. Mengingat semakin terbatasnya sumber energi bahan bakar minyak maka usaha diversifikasi dan optimasi energi untuk pengeringan perlu terus diteliti dan dikembangkan. Salah satunya adalah pemanfaatan energi surya sebagai sumber energi terbarukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan energi untuk pengeringan kakao dengan memakai pengering energi surya dan pengering tipe bak, serta untuk mengetahui efisiensi pengeringan dari masing-masing tipe pengering. Hasil kajian menunjukkan bahwa efisiensi total sistem pengeringan alat pengering surya berkisar antara 36% dan 46%, sedangkan pengering tipe bak antara 21.7% dan 33.1%. Kebutuhan energi spesifik alat pengering surya berkisar antara 6.17-7.87 MJ/kg, sedangkan alat pengering tipe bak 8.58-13.63 MJ/kg. Efisiensi alat pengering dipengaruhi oleh tingkat iradiasi surya dan jumlah beban pengeringan, semakin tinggi iradiasi yang diterima pengering serta semakin banyak biji kakao yang dikeringkan, maka efisiensi pengeringan juga semakin tinggi dan kebutuhan energi spesifik semakin turun.Keywords: energy, efficiency, cocoa, solar dryer, bin-type dryer.


2019 ◽  
Vol 17 (3) ◽  
Author(s):  
Putri Sundari ◽  
Bayu Rudiyanto ◽  
Budi Hariyono

This research discusses an energy and exergy analysis of a 112,45 MW gas turbine power generation system. The exergy of a material stream is divided into physical and chemical exergyand evaluated on each state. The results of this study reveal that the highest exergy destruction occurs in combustion chamber (65,81%), where the large temperature difference is the major source of the irreversibility. The exergy destruction in turbine gas and compressor was found 26,62% and 7,57% respectively. The effect of various gas turbine load and ambient temperature to the system’s performance were also studied. The result shows that increasing gas turbine loadgives positif effecton the exergy efficiency of the cycle as well as the components compressor and combustion chamber. Increasing ambient temperature givesnegatif effect, bywhich exergy efficiency of cycle was decreasing. Accordingly, cooling of the compressor inlet air is considered as the solution to this problem.Penelitian ini membahas analisis energi dan eksergi pada sistem pembangkit listrik tenaga gas berkapasitas 112,45 MW. Laju aliran eksergi dibagi menjadi dua komponen yaitu eksergi fisik dan eksergi kimia yang dievaluasi pada masing-masing keadaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemusnahan eksergi terbesar terjadi di ruang bakar (68,61%), dimana perbedaan temperatur yang besar merupakan sumber utama terjadinya irreversibilitas. Sedangkan pemusnahan eksergi pada turbin gas dan kompresor masing- masing sebesar 26,62% dan 7,57%. Pada penelitian ini juga membahas pengaruh dari tingkat pembebanan dan suhu udara lingkungan untuk mengetahui perubahan performa yang dihasilkan. Hasil dari variasi pembebanan menunjukkan bahwa peningkatan beban turbin gas berpengaruh positif terhadap efisiensi siklus maupun komponennya, yaitu kompresor dan ruang bakar. Peningkatan suhu udara lingkungan berdampak sebaliknya, dimana efisiensi siklus mengalami penurunan pada suhu udara lingkungan yang lebih tinggi. Sehingga untuk mengendalikan faktor tersebut dapat dilakukan dengan pendinginan suhu udara masuk kompresor.Keywords: energy, exergy, exergy efficiency, Gas Turbine Power Plant.


2019 ◽  
Vol 17 (3) ◽  
Author(s):  
Prakoso Bhairawa Putera ◽  
Wati Hermawati ◽  
Ishelina Rosaira Poerbosisworo

Biomass gasification in one of the modern technology that was developed by thermochemical conversion. This technology has been developed in many countries. This paper gives an emphasis on developments and trends in the use of gasification technology in some countries (Finland, Denmark, Thailand, Sri Lanka, Cambodia), and learning for Indonesia as well. At least there are five things that could be the key to the success of implementation, namely the ongoing and continuous research and development, the involvement of all actors in research and development activities, the implementation focuses on a small scale first, the roadmap plans into the action with a strong financial support, and the human resources support at national and local levels.Gasifikasi biomassa merupakan salah satu teknologi modern yang dikembangkan melalui konversi termo kimia. Teknologi ini telah banyak dikembangkan di berbagai negara. Makalah ini memberikan penekanan pada perkembangan dan kecenderungan penggunaan teknologi gasifikasi di beberapa negara (Finlandia, Denmark, Thailand, Sri Langka, Kamboja), dan pembelajaran bagi Indonesia. Setidaknya ada lima hal yang dapat menjadi kunci keberhasilan implementasi, yaitu riset dan pengembangan berkelanjutan dan berkesinambungan, pelibatan semua aktor dalam aktivitas riset dan pengembangan, implementasi pada skala kecil dahulu, perencanaan peta jalan hingga aksi dengan dukungan pendanaan yang kuat, dan dukungan sumber daya manusia di tingkat nasional dan lokal.Keywords: biomass gasification, technology trends,comparative study.


2019 ◽  
Vol 17 (3) ◽  
Author(s):  
Prawoto ◽  
Ihwan Haryono

This paper describes performance and durability test results of three parallel stationary diesel engine using fatty acid methyl ester biodiesel blend fuel with composition B10 (10% biodiesel FAME), B15 (15% biodiesel FAME), and B0 (100% regular diesel fuel) as a baseline. Each engine was tested during 1000 hours. Performance and smoke test without generator was conducted on engine dynamometer before and after durability according to the National Standard of Indonesia. Performance test with variable load also conducted with generator attached using lamps as dummy load. Test result showed that all of three engines with difference fuel have relatively identical performance and not seen any significant decrease in performance during 1000 hour endurance test. Comparing to the B0, fuel consumption of B10 and B15 was higher in average of 1.4 % and 2.4 %, where are smoke emission decrease in order of 4.5% to 22.5%. For setting the engine at standard conditions, the best performance obtained for a mixture of 10% biodiesel (B10).Pada Makalah ini disampaikan hasil penelitian uji unjuk kerja dan ketahanan pada tiga mesin diesel stasioner (generator set) secara paralel dengan menggunakan bahan bakar campuran biodiesel-solar dengan komposisi B10 (10% biodiesel FAME), B15 (15% biodiesel FAME), dan B0 (100% solar) sebagai pembanding, masing-masing diuji selama 1000 jam. Uji unjuk kerja dan emisi gas asap mesin tanpa generator dilakukan pada engine dynamometer baik sebelum maupun sesudah uji ketahanan. Pengujian unjuk kerja dengan variasi beban dan generator terpasang juga dilakukan dengan menggunakan lampu sebagai beban. Hasil uji menunjukkan bahwa ketiga mesin dengan bahan bakar berbeda mempunyai unjuk kerja yang relatif identik dan tidak terlihat adanya penurunan unjuk kerja yang berarti selama uji ketahanan 1000 jam. Secara rata rata dibandingkan dengan B0, konsumsi bahan bakar Genset dengan B10 dan B15 lebih tinggi masing-masing sebesar 1,4 % dan 2,4 %, sedangkan emisi gas asap menurun antara 4,5 % sampai dengan 22,5 %.Untuk setting mesin pada kondisi standar, kinerja terbaik untuk campuran biodiesel 10% (B10).Keywords: Biodiesel, engine performance, durability, exhaust gas emission.


2019 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Hasmana Soewandita

The objective of this study is to analiisis biophysical particular soil fertility, water resource availability and suitability of land for the development of food crops Jemaja Island. The method used in this study is a field survey with the soil sampling with grid method. The results showed that soil fertility in some locations indicate soil fertility has a moderate to high nutrient content even though some land units there are still terkenda nutrient retention. The texture of the sand is also an obstacle to the development of several blocks of land units so the location is not feasible textured sand. Availability of surface water in the presence of several rivers and also the presence of the Weirs Dapit is support for the development of land for irrigated rice paddy. The area of study is about 700 hectares in the island Jemaja, ready to be developed into a regional agricultural area is certainly some land units still constrained by limiting faktors such as low soil pH, drainage, nutrient retention, rooting depth and soil texture. The limiting faktor is still possible to be repaired except as soil texture. Development of crop farming region is divided into several clusters each cluster region consists of several blocks or land units that reflect the grouping location. Cluster cluster region is Bukit Padi, Telaga Dungun, Pasiran, Mampok, Teluk Bayur, Risan, Padang Melang, Talipuk, Dapit, Air Jenang Air Semawang, Batu Berapit, Kelikai, Air Tengah-Gunung Kuta.Tujuan dari kajian ini adalah melakukan analiisis biofisik lahan khususnya kesuburan lahan, ketersediaan sumberdaya air dan kesesuaian lahan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan di Pulau Jemaja. Metoda yang digunakan dalam studi ini adalah survey lapang dengan sampling tanah dengan metoda grid. Hasil kajian menunjukkan bahwa kesuburan tanah dibeberapa lokasi kajian menunjukkan kesuburan tanahnya mempunyai kandungan hara sedang hingga tinggi meskipun dibeberapa satuan lahan ada yang masih terkenda retensi hara. Tekstur pasir juga menjadi kendala pengembangan pada beberapa blok satuan lahan sehingga lokasi yang bertekstur pasir tidak layak. Ketersediaan air permukaan dengan adanya beberapa sungai dan juga adanya Bendung Dapit merupakan dukungan bagi lahan untuk pengembangan padi sawah dengan irigasi teknis. Dari luasan wilayah yang dikaji yaitu sekitar 700 Ha yang berada di pulau Jemaja, kawasan ini siap dikembangkan menjadi kawasan pertanian tentunya dibeberapa satuan lahan masih terkendala oleh faktor pembatas seperti pH tanah yang rendah, drainase, retensi hara, kedalaman perakaran dan tekstur tanah. Faktor pembatas masih memungkinkan untuk diperbaiki kecuali seperti tekstur tanah. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan ini dibagi dalam beberapa klaster wilayah yang masing masing klaster terdiri dari beberapa blok atau satuan lahan yang mencerminkan pengelompokan lokasi. Klaster klaster wilayah tersebut adalah Bukit Padi, Telaga Dungun, Pasiran, Mampok, Bayur Selubung, Risan, Padang Melang, Talipuk, Dapit, Air Jenang Air Semawang, Batu Berapit Air Dalam, Kelikai, Air Tengah-Gunung Kuta.Keywords: soil fertility, irrigation, land suitability


2019 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Anton Gunarto

The objective of this research is to collect and analyze data for composing Agro Technology Park model based on energy crops as regional development instrument of Baron Technology Park. Data analysis method conducted by using planning framework approach or Gold (1980) supply analysis and data collecting through Focus Group Discussion. The concept of Baron Agro Technology Park is an integrated agricultural model which produce energy crop as raw material for biofuel, biodiesel and biogas. It can also be used as edu-agrotourism that provide knowledge/education on culture, post harvest, processing and utilization of energy crops. Agro Technology Park design based on energy crops agrotourism that suitable with culture technical requirement, function and aestethic value would give comfort, satisfaction and good impression from the tourists without damaging research and culture of energy crops.Tujuan penelitian adalah untuk mengumpulkan dan menganalisis data dalam rangka menyusun konsep model Taman Teknologi Agro berbasis agrowisata tanaman energi sebagai instrumen pengembangan wilayah Taman Teknologi Baron. Metode analisis data melalui pendekatan kerangka kerja perencanaan atau analisis suplai Gold (1980) dan pengumpulan data melalui diskusi kelompok terarah. Konsep Taman Teknologi Agro Baron merupakan suatu tempat mengembangkan model pertanian terpadu yang menghasilkan tanaman energi sebagai sumber bahan baku nabati penghasil biofuel, biodiesel dan biogas, sekaligus dijadikan sebagai agrowisata edukatif yang dapat memberikan pengetahuan/edukasi kepada masyarakat tentang kegiatan budidaya, pasca panen, pengolahan produk serta profil tanaman energi dan pemanfaatannya. Penataan ATP berbasis agrowisata tanaman energi yang sesuai persyaratan teknis budidaya, fungsi dan nilai estetika, akan memberikan kemudahan, kenyamanan, kepuasan dan kesan positif bagi rekreasi pengunjung, tanpa harus mengganggu riset dan budidaya juga merusak tanaman energinya.Keywords: Renewable Energy, Agro Techno Park, Energy Crops agro tourism.


2019 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Daru Mulyono

The objectives of the research are to evaluate the suitability of land for sugarcane growth and give recommendation through land fertilization for optimal sugarcane cultivation. Furthermore, the impacts of this action are to increase the planting area of sugarcane and productivity. The research use Geographical Information System (GIS) in Brebes Regency, starting from June until October 2003. The results of the research showed that the suitable, conditionally suitable, and not suitable land for sugarcane cultivation in Brebes Regency reach to a high of 40,148 ha, 7,555 ha, and 124,071 ha respectively. Based on the soil condition with low contents of N, P and K, the dosage calculation of N, P, and K fertilizers for optimal sugarcane cultivation reach to a high of: N (ZA) = 575 kg/ha, P (SP-36) = 170 kg/ha, and K (KCl) = 600 kg/ha.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesesuaian lahan untuk pertumbuhan tebu dan memberikan rekomendasi melalui pemupukan lahan untuk budidaya tebu yang optimal. Selain itu, dampak dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan luas tanam tebu dan produktivitasnya. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS) di Kabupaten Brebes, mulai dari bulan Juni sampai Oktober 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah yang cocok, cocok bersyarat, dan tidak cocok untuk budidaya tebu di Kabupaten Brebes mencapai 40.148 ha, 7.555 ha, dan 124.071 ha. Berdasarkan kondisi tanah dengan kandungan rendah N, P dan K, perhitungan dosis pupuk N, P, dan K untuk budidaya tebu secara optimal mencapai: N (ZA) = 575 kg/ha, P (SP 36) = 170 kg/ha, dan K (KCl) = 600 kg/ha.Keywords: sugarcane, cultivation, fertilizers, land, suitability


2019 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Maryadi

This article explained the development in rural area as a result of relationships between rural and urban regions. In Indonesia the realtionships particularly influenced by agricultural activities in rural areas. As we know majority of rural people in Indonesia are still work in agricultural sector meanwhile production factors provided by urban people. It is also widely recognized that there exists an economic, social and environmental interdependence between urban and rural areas and a need for balanced and mutually supportive approach to development of the two areas. The discrete consideration of rural development as completely distinct from urban development is no longer valid. A new perspective, referred to as the rural-urban linkage development approach, is increasingly becoming the accepted approach. Rural-urban linkage generally refers to the growing flow of public and private capital, people (migration and commuting) and goods (trade) between urban and rural areas.Tulisan ini mencoba untuk menjelaskan pembanguan wilayah pedesaan sebagai akibat adanya hubungan antara wilayah pedesaan dengan perkotaan. Di Indonesia hubungan itu lebih disebabkan oleh adanya kegiatan di bidang pertanian mengingat sebagian besar penduduk pedesaan masih bekerja di sektor pertanian, sementara faktor produksi yang diperlukan berada di wilayah perkotaan. Seperti diketahui pada saat ini terdapat saling ketergantungan ekonomi, sosial dan lingkungan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Oleh karena itu diperlukan adanya pendekatan yang seimbang dan saling mendukung untuk pembangunan kedua daerah itu. Pemikiran bahwa pembangunan pedesaan berbeda dari pembangunan perkotaan sudah tidak berlalu lagi. Perspektif baru menyebutkan pembangunan pedesaan akan lebih cepat bila hubungan antara perdesaan-perkotaan semakin erat. Hal ini berkaitan dengan fakta ekonomi yang berkembang dalam bentuk pergerakan barang, orang serta modal yang terjadi antara daerah perkotaan dan perdesaan.Keywords: Inequality, development, village, town


2019 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
CB. Herman Edyanto

Coastal city is a city that is growing rapidly, because the infrastructure is supported by sufficient sea. The potential beauty of the sea make the sea as porches and windows coastal city. This potential drives offer promising investment for the development of economic activities in coastal areas. But what is often forgotten is that the coastal city is inseparable from the problem of disasters, especially tsunamis. Analysis on coastal protection components suggests that coastal vegetation that have adapted to the coastal environment can serve as a coastal defense system in the form of non-structural mitigation. Application of the system of protection as it has financing relatively easy and inexpensive. On the other hand, to further strengthen the protection of tsunami waves and overtopping, structural mitigation remains necessary. The combination of these two systems provide double the power to safeguard the coastal city. This study is a qualitative approach to analyze the non-structural mitigation systems and structural mitigation. A mix of these two systems were able to reduce disaster risk.Kota pantai merupakan kota yang bertumbuh dengan cepat, oleh karena didukung oleh sarana dan prasarana laut yang cukup. Potensi keindahan laut menjadikan laut sebagai serambi dan jendela kota pantai. Potensi ini yang mendorong tawaran investasi yang menjanjikan bagi pembangunan kegiatan ekonomi di kawasan pantai. Namun yang sering terlupakan adalah bahwa kota pantai tidak terlepas dari permasalahan bencana, khususnya tsunami. Analisis terhadap komponen perlindungan pantai memberikan gambaran bahwa vegetasi pantai yang telah beradaptasi dengan lingkungan pantai dapat berfungsi sebagai sistim pertahanan pantai dalam bentuk mitigasi non struktural.Penerapan sistim perlindungan seperti ini memiliki pembiayaan yang relatif mudah dan murah. Disisi lain, untuk lebih memperkuat perlindungan dari gelombang dan limpasan tsunami, mitigasi struktural tetap dibutuhkan. Kombinasi dari kedua sistem memberikan kekuatan ganda bagi upaya perlindungan kota pantai. Pendekatan studi ini bersifat kualitatif dengan menganalisis sistem mitigasi non struktural dan mitigasi structural.Perpaduan antara kedua sistem ini mampu untuk mengurangi risiko bencana.Keywords: protection, defense, coastal, coastal city, vegetation, tsunami


2019 ◽  
Vol 17 (3) ◽  
Author(s):  
Herry Supriyanto

Several advantages can be obtained when the fuel is replaced or converted to fuels of coal water mixture. Among them, saving fuel economically and expand energy diversification and to overcome the problems of transport, distance, pollution, operational and environmental costs. The goal is to provide the raw material in the form of slurry for industrial purposes. With a low ash content (1.31% ash), the calorific value of about 6000kcal / kg, and HGI is quite high (64), the coal from acids, South Kalimantan enough to give a good prospect as a raw material for making CWF. CWF with conditions such as the content of coal: 60% additive: 0.30% Another advantage is the facility as the generator combustion chamber, the combustion chamber to produce steam and heat will save the cost or the price of oil is no longer affordable. Replacement of oil to coal water mixture can be done ketikaciri-physical characteristics approaching the physical characteristics of the oil. Such features can be achieved by destroying the coal into a fine powder of less than 75 micron mixed with water and additives MCM (methy Carboxy Cellulose), thus producing the desired fluid and durable stability of the mixture.Beberapa keuntungan dapat diperoleh ketika BBM diganti atau dikonversi dengan bahan bakar campuran batubara air. Diantaranya, penghematan bahan bakar minyak secara ekonomis dan memperluas diversifikasi energi dan untuk mengatasi permasalahan angkutan, jarak jauh, polusi, biaya oprasional dan lingkungan. Tujuannya untuk menyediakan bahan baku dalam bentuk slurry untuk keperluan industri. Dengan kandungan abu yang rendah (1,31% abu), nilai kalor sekitar 6000kcal/kg, dan HGI yang cukup tinggi (64), batubara dari Asam-asam, Kalimantan Selatan cukup memberi prospek yang baik sebagai bahan baku pembuatan CWF. Dengan kondisi CWF seperti kandungan batubara: 60% penambahan aditif : 0,30% Keuntungan lainnya adalah pada fasilitas ruang pembakaran seperti pada generator, ruang pembakaran menghasilkan uap dan panas akan menghemat biaya atau harga minyak yang tidak lagi terjangkau. Penggantian minyak ke bahan campuran batubara air dapat dilakukan ketikaciri-ciri fisiknya mendekati ciri-ciri fisik minyak. Fitur tersebut dapat dicapai dengan menghancurkan batubara menjadi bubuk halus kurang dari 75 micron dicampur dengan air dan aditif MCM (Carboxy Methy Cellulose), sehingga menghasilkan cairan yang diinginkan dan stabilitas campuran tersebut tahan lama.Keywords: additive, coal, water, technology using an eco-friendly, fuel.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document