Al-Iqra Medical Journal : Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

36
(FIVE YEARS 34)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Publikasi Jurnal Ilmiah Akademik Universitas Muhammadiyah Makassar

2549-225x

2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 31-39
Author(s):  
Rudiansyah Harahap

Distal Femur fractures are rare, with the literature reporting a prevalence of 0.5% of all fractures1. Incidence rates of distal femur fractures have only been reported in a small number of studies2,3. Fractures of the distal femur is described as a classic fragility fracture, with the mean age of patients reported as 67.3 years and the vast majority of fractures (83%) occurring in women1,4.A study shows an incidence of distal femur fractures is 8.7/100,000/year. After the age of 60 years, a rapid increase in the incidence of distal femoral fractures was observed for both genderswith a considerable female predominance5. Nowdays, the surgical management of distal femur fracture is evolving. This review will discuss about the incision approach on distal femur approaches.           


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 19-25
Author(s):  
Sri Handayani Bakri

Abstrak Pembangunan kesehatan dalam periode 2015-2019 difokuskan pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek Penelitian ini bertujuan untuk menilai besar perbedaan perubahan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan susudah pemberian makanan tambahan pada ibu hamil KEK. Jenis penelitian desain Quasi Eksperimental dengan rancangan pretest- postest control group design. Sampel dalam penelitian ini ibu hamil Kurang energi kronis (KEK) yang mengkonsumsi biskuit makanan tambahan dan tablet tambah darah (Fe) sebanyak 22 orang (kelompok intervensi) dan ibu hamil KEK yang hanya mengkonsumsi tamblet tambah darah (Fe) sebanyak 22 orang (kelompok kontrol) selama 3 bulan. Analisis data menggunakan uji Paired T Test dan uji independent test. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan peningkatan berat badan dan kadar albumin antara kelompok intervensi dan kontrol sebelum dan sesudah pemberian biskuit makanan tambahan dan tablet Fe dengan p value=0,096 dan p=0,066. Ada perbedaan kadar hemoglobin antara kelompok intervensi dan kontrol sebelum dan sesudah pemberian biskuit makanan tambahan dan tablet Fe dengan nilai p= 0,021  Kata kunci: Biskuit makanan tambahan, ibu hamil kurang energy kronis peningkatan Berat badan, kadar hemoglobin dan albumin  AbstractHealth development in the period 2015-2019 is focused on four priority programs namely decreasing maternal and infant mortality, decreasing prevalence of short toddler. This study aims to investigate the changes between the two groups of chronic energy deficient pregnant mothers (intervention and control) before and after the introduction to suplememntary food. The research is set in quais-experimentation with pretest and posttest design of control group design. The samples are 22 pregnant mothers having chrionic energy deficient consuming supplementary food of biscuits and blood boosting tablet (Fe) (intervention) and other 22 pregnant mothers of similar condition were given blood boosting tablet only (control). The data were analyzed with Paired T Test and Independent test. The study indicates that no significant difference in weight gain and albumin level between the intervention and the control group before and after meal and the pill with the values=0.96 and=0.066 respctively. There is a significant difference in the hemoglobin level in the two groups before and after the supplementary food and Fe pills with a value of p=0.021  Keywords: Supplementary food biscuits, chronic energy deficient pregnant mothers, body weight, hemoglobin and albumin level


Author(s):  
Agung Bagus Sista Satyarsa ◽  
Dwi Kristian Adi Putra

Salah satu masalah yang dialami pada lansia adalah Terganggunya kapasitas intelektual yang berhubungan dengan fungsi kognitif pada lansia. Faktor nutrisi adalah faktor yang dapat menentukan keadaan kognitif lansia dan untuk mencegah potensi penurunan kognitif pada lansia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan status kognisi pada lansia. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan penelitian studi cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werda Wana Seraya, Denpasar. Penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dilakukan pada lansia dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan berdasarkan tinggi lutut dan Status kognisi ditentukan dengan menggunakan kuisioner abbreviated mental test (AMT). Data yang diperoleh di analisis secara univariat dan bivariat dengan uji korelasi Rank Spearman. Terdapat 22 responden termasuk dalam penelitian ini dengan rerata umur 76,5±4,56 tahun. Prevalensi penurunan fungsi kognitif lansia diperoleh 77,3%. Dari 17 lansia dengan penurunan fungsi kognitif, sebanyak 58,8% mengalami gizi kurang, 35,3% mengalami gizi baik dan 5,9% mengalami gizi lebih. Berdasarkan uji korelasi diperoleh hubungan yang cukup kuat antara indeks massa tubuh dengan status kognisi (r = 0,436; p=0,043). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara IMT dengan status kognitif pada lansia.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 1-8
Author(s):  
Qanita Adzkia Novindra ◽  
Fildzah Ghaisani Alifah ◽  
Nadia Alfi Syariafah

Parkinson disease (PD) merupakan salah satu penyakit neuro degeneratif yang tidak dapat disembuhkan dengan manifetasi klinis berupa gangguan pada gerak motorik. Saat ini diagnosis pada penyakit parkinson masih didasarkan pada gejala motorik yang timbul. Deteksi dini pada PD dibutuhkan sehingga pasien akan mendapat penanganan sejak dini untuk mencegah patogenesis kerusakan neuron di substansia nigra. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa gejala berupa disfungsi usus muncul 5-7 tahun sebelum terjadi gangguan motorik pada pasien PD. Timbulnya disfungsi usus ini memiliki keterkaitan dengan ketidak seimbangan komposisi mikrobiota usus (GM). Tujuan dari literatur review ini adalah melakukan studi literatur mengenai hubungan antara komposisi GM dengan patogenesis parkinson disease sebagai dasar deteksi dini parkinson disease. Metode yang digunakan dalam proses literature review ini adalah metode PRISMA, dimana dari 261 sumber awal yang sudah penulis dapatkan sesuai dengan keyword menggunakan metode Boolean, terdapat 229 sumber yang di eksklusi karena tidak memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan penulis. Dari hasil dan pembahasan didapatkan bahwa disbiosis bakteri pada gastrointestinal tract adalah proses yang mengawali patogenesis dari PD. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan dua kali lipat konsentrasi Indoxyl Sulfat urin (indikator disbiosis mikroba) pada pasien. Terdapat pola unik perubahan komposisi mikroba saluran pencernaan, yaitu perubahan β- diversity, peningkatan pertumbuhan koloni bakteri genus Akkermansia, Genus Lactobacillus, dan Famili Enterobacteriaceae;dan penurunan pertumbuhan Genus Faecalibacterium, dan Genus Provotella. Kesimpulan yang didapatkan adalah perubahan komposisi bakteri di saluran pencernaan merupakan salah satu pemicu yang mengawali patogenesis PD dan bahwa pola unik perubahan komposisi gut microbial memiliki potensi untuk dijadikan deteksi dini Parkinson Disease.


Author(s):  
Putu Aprilyanti Aristadewi ◽  
Adrian Wiryanata Gorintha ◽  
Andrea Ivena

Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang meningkat lebih cepat daripada gangguan neurologis lainnya. Saat ini pengobatan Parkinson menggunakan dopamine agonist dan levodopa, namun pengobatan ini memiliki efek samping seperti menurunkan nafsu makan dan tidak berfokus pada pencegahan kematian neuron. Salah satu protein yang berperan dalam patogenesis dari Parkinson adalah protein α-synuclein, di mana agregasi dan misfolding dari protein ini bersifat toksik pada neuron sehingga mendukung progresi Parkinson. Antisense oligonucleotide (ASO) yang dikombinasikan dengan amido-bridge nucleic acid (AmNA) diketahui memiliki efek untuk menekan ekspresi mRNA α-synuclein namun hanya sebagian kecil dosis yang terdistribusi ke jaringan target sehingga diperlukan karier yang stabil. Polyamidoamine (PAMAM) Dendrimer menjadi pilihan dengan kemampuan menembus Blood Brain Barrier dan menarget organ secara spesifik. Secara khusus, PAMAM Dendrimer Generasi 4 (PAMAM G4) dapat menghambat agregasi protein α-synuclein. Oleh karena itu, mengombinasikan potensi yang dimiliki oleh AmNA-ASO dengan PAMAM Dendrimer Generasi 4 menggunakan larutan HEPES buffer diharapkan mampu menjadi terapi Parkinson yang menjanjikan.


Author(s):  
Muftia Jauristika Sarifuddin ◽  
Nurul Annisa

Ginkgo Biloba adalah Salah satu tanaman yang tergolong sebagai fitofarmaka atau obat-obatan yang berasal dari tanaman ialah Ginkgo biloba Tanaman G.biloba (Gb) termasuk dalam familia Ginkgoceae. Di dalam ekstrak G.biloba terdapat antioksidan, antivirus, antiinflamasi, dan juga antikarsinogenik. Dan juga telah dinyatakan bahwa ekstrak G.biloba mempunyai efek yang baik terhadap fungsi SSP (sistem saraf pusat). Untuk mengetahui manfaat G.biloba dalam penanganan gangguan neurologis. Dibuat dengan menggunakan metode studi pustaka untuk mengumpulkan referensi yang valid mengenai tanaman Ginkgo Biloba yang dapat digunakan sebagai penanganan gangguan Neurologi. Hasil literature review berdasarkan studi pustaka yang dilakukan menunujukkan bahwa tanaman Ginkgo Biloba yang dapat digunakan sebagai penanganan penyakit neuorologis dengan kandungan dan efek terhadap tubuh. Dalam literature review ini didapatkan tanaman  Ginkgo Biloba yang dapat digunakan sebagai penanganan gangguan neurologis


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1-9
Author(s):  
Clevia Revi Maretha Mahendrani ◽  
Mohammad Subkhan ◽  
Annisa Nurida ◽  
Kartika Prahasanti ◽  
Yelvi Levani

Tuberculosis (TB) is caused by bacteria (Mycobacterium tuberculosis) that most often affect the lungs. The incidence of tuberculosis in Indonesia is high because the success rate of tuberculosis treatment has decreased which causes the chain of transmission continues to occur. The main government programs to decrese the incidence and increasing the success treatment with the Directly Observed Treatment (DOTS) program. One important indicator of the DOTS program to assessing the success of tuberculosis treatment is the conversion of positive AFB sputum to negative at the end of the intensive phase of treatment. AFB sputum conversion to negative at the end of the intensive phase of treatment is influenced by several internal factors such as level of education and income, gender, adherence, patient's nutritional status, and comorbidities. Then external factors can also influence the AFB sputum conversion in anti-tuberculosis treatment such as environmental conditions, smear positivity, drug taking supervisors (PMO), and availability of drugs in health facilities.


Author(s):  
Putri Windiana Rahman ◽  
Safira Qalbissilmi

Migrain adalah penyakit yang dirasakan seumur hidup, sering berulang dan menghambat aktivitas penderitanya. Patogenesis migrain dispekulasikan berada pada sistem trigeminal dengan aktivitas neurotransmitter seperti CGRP, glutamat, serotonin dan nitrit oksida, vasodilatasi arteri serebri serta inflamasi neurogenic. Tata laksana migrain dengan konsumsi triptan didapatkan efek samping yang tak terduga antara penggunaan obat tersebut dengan kejadian iskemik serebrovaskular, jantung coroner dan hipertensi berat. Saat ini, telah ditemukan tata laksana terbaru dan sudah diakui untuk penyakit migrain. Pengobatan yang berhubungan dengan CGRP dan senyawa magnesium menawarkan manfaat yang cukup besar dibandingkan obat-obatan yang sudah ada. 


Author(s):  
Jonathan Ricardo Hamonangan ◽  
Michael Nobel Simanjuntak ◽  
Leonardus Yodi Giovanni

Stroke adalah penyebab kematian tertinggi kedua di dunia. Stroke iskemik terjadi pada 88% kasus stroke, sedangkan stroke pendarahan terjadi pada 12% kasus. Baik pada dewasa maupun anak-anak, stroke dapat menyebabkan kecacatan sehingga memengaruhi produktivitas penderita. Namun, pengobatan stroke iskemik secara farmakologis merupakan tantangan bagi dunia kedokteran karena patologi stroke iskemik yang kompleks. Sebagai intervensi mutakhir, Sovateltide (IRL-1620/PMZ-1620) hadir sebagai agonis endothelin B receptors (ETBR) selektif yang prospektif dengan memberikan efek neuroprotektif dan angiogenesis pada stroke iskemik. Meskipun masih dalam uji coba klinis, belum ada studi pustaka yang membahas mengenai potensi Sovateltide sebagai neuroprotektif stroke iskemik. Sebagai solusinya, studi pustaka ini bertujuan untuk mengetahui potensi Sovateltide sebagai obat neuroprotektif mutakhir stroke iskemik. Studi pustaka secara sistematis ini merupakan hasil analisis dan sintesis dari berbagai referensi yang relevan dengan topik di Pubmed dan Google Scholar, dicari menggunakan berbagai kata kunci, dan jangka waktu tidak lebih dari 10 tahun. Sovateltide merupakan agonis ETBR yang paling selektif sehingga mampu memberikan efek neuroprotektif dengan meningkatkan proliferasi, survival rate, diferensiasi, neurogenesis, fusion mitokondria, dan perkembangan sel saraf. Selain itu, Sovateltide juga mampu meningkatkan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) sehingga menyebabkan angiogenesis pada pembuluh darah otak yang mengalami oklusi. Berdasarkan penelitian, pemberian Sovateltide pada sampel tikus dewasa dan anak- anak dengan middle cerebral arteries occlusion (MCAO) berpotensi menjadi obat neuroprotektif stroke iskemik fase akut dan subakut. Sovateltide memiliki potensi yang baik sebagai obat neuroprotektif mutakhir stroke iskemik. 


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 10-16
Author(s):  
Yelvi Levani ◽  
Aldo Dwi Prastya

Typhoid fever is an acute infectious disease of the digestive system caused by the bacteria Salmonella typhi or Salmonella paratyphi. Typhoid fever is a global infectious disease in which an estimated 26.9 million cases of typhoid fever are found worldwide. Typhoid fever is especially common in developing countries because it is associated with poor sanitation. Clinical manifestations of typhoid fever that arise can vary from mild to severe symptoms. Symptoms of typhoid fever that are often found are fever, malaise, abdominal pain and constipation. Culture examination is a gold standard examination in establishing the diagnosis of typhoid fever. But this examination is rarely done. The first-line treatment option for typhoid fever is chloramphenicol. However, as the bacterial resistance to chloramphenicol increases, the main therapeutic choice for typhoid fever is the fluoroquinolone antibiotic.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document