scholarly journals Hubungan Pengetahuan Gizi, Asupan Makanan dengan Status Gizi Siswi Mts Darul Ulum

2020 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 73-80
Author(s):  
Puji Lestari

Pengetahuan gizi merupakan landasan perilaku gizi seseorang, yang akan berefek pada asupan makanan dan status gizi siswi. Tujuan penelitian ialah mengetahui hubungan pengetahuan gizi dan asupan makanan dengan status gizi. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Subjek penelitian ini sebanyak  51 siswi Mts Darul Ulum kelas 8 dan 9. Penelitian dilakukan bulan September 2019-Februari  2020. Uji hubungan menggunakan uji  Pearson dan uji Sperman’s rho. Uji korelasi pengetahuan gizi dan asupan energi p=0,103;  protein p=0,556; lemak p= 0,570; karbohidrat p=0,261; vitamin A p=0,036; vitamin D p=0,745; vitamin E=0,506; vitamin K p=0,590; vitamin C p=0,534; natrium p=0,491; kalsium p=0,640; zat besi p= 0,323. Hasil uji korelasi asupan energi dengan status gizi p=0,021; karbohidrat p=0,107; protein p=0,020; lemak p=0,32; vitamin A p=0,242; vitamin D p=0,491; vitamin E p=0,587; vitamin K p= 0,600; vitamin C p=0,069; natrium p=0,031; kalsium p=0,077; zat besi p=0,018. Ada hubungan pengetahuan gizi dan makanan dengan status gizi.

2015 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Ratna D Siregar ◽  
Nur Indrawati Lipoeto ◽  
Yuliarni Syafrita

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi vitamin A, vitamin C, vitamin E, zink dan selenium dari makanan dengan fungsi kognitif pada lanjut usia. Metoda penelitian adalah cross sectional study terhadap 145 lansia umur ≥ 60 tahun, pada dua kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatra Barat. Wawancara konsumsi antioksidan menggunakan Food Frequency Questionnaires (FFQ), fungsi kognitif diperiksa dengan Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina), Aβ40 dan Aβ42 plasma diperiksa dengan metode ELISA. Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney dan Chi-square. Pada hasil penelitian ditemukan 83 orang (57,2%) lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi vitamin C (p<0,049) dan vitamin E (p<0,037) tetapi tidak terdapat hubungan signifikan antara vitamin A, zink dan selenium dengan fungsi kognitif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi antioksidan dengan tingkat Aβ40 dan Aβ42 serta antara tingkat Aβ40 dan Aβ42 dengan fungsi kognitif masing-masing (p<0,058 dan p<0,350). Kesimpulan hasil penelitian ini didapatkan hubungan antara konsumsi vitamin C dan vitamin E dari makanan dengan fungsi kognitif. Tetapi tidak terdapat hubungan antara konsumsi antioksidan dengan Aβ40 dan Aβ42 plasma dan Aβ40 dan Aβ42 dengan fungsi kognitif.Kata kunci: antioksidan, beta-amyloid, fungsi kognitif, lanjut usiaAbstractThe objective of this study was to determine the relationship between consumption of vitamin A, vitamin C, vitamin E, zinc and selenium from foods with cognitive function in elderly. This was a cross-sectional study that was conducted to 145 elderly with age ≥ 60 years, in two districts in West Sumatra, in Lima Puluh Kota city. Interview antioxidant intake using a Food Frequency Questionnaires (FFQ), cognitive function was checked by Montreal Cognitive Assessment Indonesian version (MoCA-Ina), plasma Aβ40 dan Aβ42 were examined by ELISA while the data were analyzed by using the Mann-Whitney and Chi-square test. Results : Eighty three elderly people (57.2%) were found with impaired cognitive function. There was a significant association between the consumption of vitamin C (p < 0.049) and vitamin E (p < 0.037) but there was no signifikan association between vitamin A, zinc and selenium with cognitive function. There was no significant association between consumption of the antioxidant and both plasma Aβ40 and Aβ42 levels. There was no significant between levels of Aβ40 and Aβ42 and cognitive function (p < 0.058 and p < 0.350, respectively).Conclusion : There is a association between the consumption of vitamin C and vitamin E from food and cognitive function, but there is no association between the consumption of the antioxidant and levels of plasma Aβ40 and Aβ42 and between levels of plasma Aβ40 and Aβ42 and cognitive function.Keywords: antioxidants, amyloid-beta, cognitive function, elderly


Author(s):  
Jamaluddin Jamaluddin ◽  
Putri Amelia ◽  
Agustinus Widodo

Ikan sidat (Anguilla marmorata (Q.) Gaimard) memiliki keunggulan gizi atau nutrisi yang tinggi seperti vitamin A, vitamin B, vitamin C, vitamin D, vitamin E, protein, mineral, dan asam lemak yang baik bagi kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar asam lemak, dan membandingkan komposisi asam lemak dari ikan sidat fase yellow eel asal sungai Palu dan danau Poso. Penelitian ini menggunakan metode kromatografi gas dengan mengubah ekstrak lemak menjadi metil ester asam lemak. Hasil analisis komposisi asam lemak daging ikan sidat (Anguilla marmorata (Q.) Gaimard) fase yellow eel asal sungai Palu dan Danau Poso menunjukan kadar asam lemak jenuh masing-masing 2,766g/100g dan 0,275g/100g; asam lemak tak jenuh tunggal 4,029g/100g dan 0,276g/100g; dan asam lemak tak jenuh ganda 0,541g/100g dan 0,102g/100g. Terdapat perbedaan secara statistik (p<0.05) komposisi dan kadar asam lemak antara daging ikan sidat fase yellow eel asal sungai Palu dan danau Poso. Komposisi asam lemak ikan sidat fase yellow eel asal sungai Palu dan danau Poso masing-masing adalah 23 dan 18 jenis. Asam lemak yang ditemukan pada daging ikan sidat sungai Palu dan tidak ditemukan pada ikan sidat danau Poso adalah asam heneikosenoat, asam miristoleat, Cis-10-pentadekanoat, asam gamma linoleat, dan Cis-11,14,17-eikosatrinoat.


Author(s):  
Riya Purwaningtyastuti ◽  
Esti Nurwanti ◽  
Nurul Huda

<p><strong>ABSTRACK</strong></p><p><em><strong>Background:</strong> High sugar levels in people with diabetes mellitus causes changes in the body. One of its detrimental process called oxidation reaction that causes the increased formation of harmful substances called free radicals. Antioxidant vitamin A, C, and E helpful to reduce oxidative damage in people with diabetes mellitus and prevent complications.</em></p><p><em><strong> Objectives:</strong> The know relationship intake antioxidant with blood glocuse level outpatient type 2 diabetes mellitus in RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.</em></p><p><em><strong> Methods:</strong> This study was observasional with of cross sectional. The subjects in this study were outpatients with diabetes mellitus type 2 with sampels of 89 respondents. Purposive sampling technique. Data consumption pattern of antioxidant, used semi quantitative food frequency (SQFFQ) laboratories to examination and blood glucose levels. Data analysis used Fisher’s Exact Test. </em></p><p><em><strong>Results:</strong> There is significant association between vitamin C intake with blood sugar levels in patients diabetes mellitus the value of p = 0.004. The existence of a no signifi cant association between vitamin E intake with blood sugar levels in patients diabetes mellitus the value of p = 0.073 and there is no signifi cant association between vitamin A intake with blood sugar levels in patients diabetes mellitus the value of p = 0.252. </em></p><p><em><strong>Conclusion:</strong> There is a relationship between vitamin C intake with blood sugar levels, while the intake of vitamin A and E are not related to blood sugar levels</em></p><p><em><strong> KEYWORDS:</strong> type 2 diabetes mellitus, blood glucose level, vitamin C intake, vitamin A intake, vitamin E intake. </em></p><p><strong>ABSTRAK </strong></p><p><em><strong>Latar Belakang :</strong> Kadar glukosa yang tinggi pada penderita kencing manis/DM menyebabkan berbagai perubahan di dalam tubuh. Salah satu proses merugikan dinamakan reaksi oksidasi yang menyebabkan peningkatan pembentukan zat berbahaya yang disebut radikal bebas. Antioksidan vitamin A,C dan E bermanfaat dapat menurunkan kadar glukosa darah.</em></p><p><em><strong> Tujuan:</strong> Untuk mengetahui hubungan antara asupan antioksidan dengan kadar glukosa darah pada pasien rawat jalan DM tipe 2 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.</em></p><p><em><strong> Metode:</strong> Penelitian ini bersifat observasional dengan pendekatan cross-sectional. Subyek dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 dengan jumlah sampel 89 responden. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Data asupan antioksidan menggunakan semi quantitative food frequency (SQFFQ) dan hasil pemeriksaan laboratorium untuk kadar glukosa darah. Analisis data menggunakan Fisher’s Exact Test. </em></p><p><em><strong>Hasil :</strong> Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan vitamin C dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan p value 0,004, tidak ada hubungan asupan vitamin E dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan p value 0,073 dan tidak ada hubungan asupan vitamin A dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan nilai p value 0,252. </em></p><p><em><strong>Kesimpulan:</strong> Ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar glukosa darah sedangkan vitamin A dan E tidak ada hubungan dengan kadar glukosa darah. </em></p><p><em><strong>KATA KUNCI:</strong> diabetes melitus tipe 2, kadar glukosa darah, vitamin A, vitamin E dan vitamin C</em></p>


2020 ◽  
Vol 4 (3) ◽  
pp. 250
Author(s):  
Sri Sumarmi

ABSTRACTBackground: The Covid-19 pandemic in Indonesia has been running since March 2020. Efforts to break the chain of transmission of the disease caused by the new SARS-CoV 2 coronavirus are by avoiding contact by practicing social & physical distancing and improving personal hygiene, and increase immunity or body defense against the corona virus.Purpose: This article discusses the role of macro nutrients and micronutrients that have the potential to increase immunity such as omega-3 fatty acids, several water soluble vitamins such as vitamin B6, vitamin C, as well as fat soluble vitamins such as vitamin A, vitamin D and vitamin E. as well as several minerals such as Fe, Zn, Se. The mechanisms of innate immunity and adaptive immunity that involve these nutrients will be discussed in depth, as well as how the cellular mechanism fights the corona virus.Discussion: The mechanism for the entry of the corona virus into the cell is through a mechanism called endocytosis, in which the virus is captured by the receptors on the surface of the cell, then drawn into the cell. Spike protein (protein S) facilitates the entry of viruses into target cells, especially lung cells.Conclusion The body's defense mechanisms against the corona virus are: 1) strengthening the body's frontline defenses or innate immunity; 2) stimulates the production of IgM and IgG immunoglobulins in the circulation; 3) blocking the virus from binding to the ACE-2 receptor; 4) reduce the intensity of cytokine storms; 5) reduce the speed of virus replication. ABSTRAKLatar Belakang: Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berjalan sejak bulan Maret 2020. Upaya untuk memutus rantai penularan penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru SARS-CoV 2 adalah dengan menghidari kontak dengan cara mempraktekkan social & physical distancing dan meningkatkan kebersihan diri, serta meningkatkan imunitas atau pertahanan tubuh terhadap virus corona. Tujuan: Artikel ini membahas peran zat gizi makro dan zat gizi mikro yang berpotensi untuk meningkatkan imunitas seperti asam lemak omega-3, beberapa vitamin larut air seperti vitamin B6, vitamin C, juga vitamin larut lemak seperti vitamin A, vitamin D dan vitamin E, serta beberapa mineral seperti Fe, Zn, Se. Mekanisme innate immunity dan adaptive immunity yang melibatkan zat gizi tersebut akan dibahas secara mendalam, serta bagaimana mekanisme selular melawan virus corona. Ulasan: Mekanisme masuknya virus corona ke dalam sel adalah melalui mekanisme yang disebut endositosis, yaitu virus ditangkap oleh reseptor yang terdapat di permukaan sel, kemudian ditarik masuk ke dalam sel. Spike protein (protein S) bertugas memfasilitasi masuknya virus ke dalam sel target, terutama sel paru.Kesimpulan Mekanisme pertahanan tubuh melawan virus corona adalah: 1) menguatkan pertahanan tubuh garis depan atau innate immunity; 2) menstimulasi produksi immunoglobulin IgM dan IgG di dalam sirkulasi; 3) memblokir agar virus tidak terikat oleh receptor ACE-2; 4) menurunkan intensitas badai sitokin; 5) menurunkan kecepatan replikasi virus.


2001 ◽  
Vol 4 (6a) ◽  
pp. 1317-1323 ◽  
Author(s):  
Javier Aranceta ◽  
Lluís Serra-Majem ◽  
Carmen Pérez-Rodrigo ◽  
Juan Llopis ◽  
José Mataix ◽  
...  

AbstractObjective:To describe vitamin intakes in Spanish food patterns, identify groups at risk for inadequacy and determine conditioning factors that may influence this situation.Design:Pooled-analysis of eight cross-sectional regional nutrition surveys.Subjects:Ten thousand two hundred and eight free-living subjects (4728 men, 5480 women) aged 25–60 years. Respondents of population nutritional surveys carried out in eight Spanish regions (Alicante, Andalucía, Balearic Islands, Canary Islands, Catalunya, Galicia, Madrid and Basque Country) from 1990 to 1998. The samples were pooled together and weighted to build a national random sample.Methods:Dietary assessment by means of repeated 24-hour recall using photograph models to estimate portion size. Adjusted data for intra-individual variation were used to estimate the prevalence of inadequate intake. A Diet Quality Score (DQS) was computed considering the risk for inadequate intake for folate, vitamin C, vitamin A and vitamin E. DQS scores vary between 0 (good) and 4 (very poor). Influence of lifestyle (smoking, alcohol consumption and physical activity) was considered as well.Results:Inadequate intakes (<⅔ Recommended Dietary Intake) were estimated in more than 10% of the sample for riboflavin (in men), folate (in women), vitamin C, vitamin A, vitamin D and vitamin E. More than 35% of the sample had diets classified as poor quality or very poor quality. Factors identified to have an influence on a poor-quality diet were old age, low education level and low socio-economical level. A sedentary lifestyle, smoking, usual consumption of alcohol and being overweight were conditioning factors for a poor-quality diet as well.Conclusion:Results from The eVe Study suggest that a high proportion of the Spanish population has inadequate intakes for at least one nutrient and nearly 50% should adjust their usual food pattern towards a more nutrient-dense, healthier diet.


2008 ◽  
Vol 25 (No. 1) ◽  
pp. 1-16 ◽  
Author(s):  
J. Velíšek ◽  
K. Cejpek

This review article gives a survey of the generally accepted biosynthetic pathways that lead to fat-soluble vitamins (vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, the corresponding provitamins, and the closely related ubiquinones and plastoquinones) in animals, plants, and microorganisms. Extensively used are reaction schemes, sequences, and mechanisms with the enzymes involved, with detailed explanations using chemical principles and mechanisms.


Vitamins Introduction 94 Vitamin A (retinol) and carotenoids 94 Vitamin E 98 Vitamin D (calciferols) 100 Vitamin K 102 Vitamin C (ascorbic acid) 104 Riboflavin (vitamin B2) 106 Niacin (nicotinamide, nicotinic acid, vitamin B3) 108 Thiamin (vitamin B1) 110 Folate (folic acid) 112 Vitamin B6 ...


2020 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 314
Author(s):  
Dwi Astuti ◽  
Ummi Kulsum

ABSTRAKLatar Belakang: Anemia adalah keadaan di mana terjadi penurunan jumlah massa eritrosit yang ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Sintesis hemoglobin memerlukan ketersediaan besi dan protein yang cukup dalam tubuh. Protein berperan dalam pengangkutan besi ke sumsum tulang untuk membentuk molekul hemoglobin yang baru. Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. Remaja putri memiliki risiko 10 lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Di Indonesia terdapat empat masalah gizi remaja yang utama yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI), dan Kurang Vitamin A (KVA).  Anemia gizi merupakan masalah gizi yang paling utama di Indonesia, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Anemia gizi dapat disebabkan karena kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin yaitu besi, protein, Vitamin C, Piridoksin, Vitamin E. Tujuan: Untuk mengetahui Hubungan pola Menstruasi dengan terjadinya anemia pada remaja putri di MA Yassin Kebonagung Demak. Metode: Penelitian ini menggunakan analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan sampel sebanyak 36 orang. Hasil : Sebagian besar responden mempunyai pola menstruasi normal sebanyak 25 orang (69,4%) dan pola menstruasi tidak normal sebanyak 11 orang (30,6%), sebagian besar responden tidak mengalami anemia sebanyak 17 orang (47,2%), dan paling anemia berat sebanyak 0 orang (0%). Kesimpulan : Setelah dilakukan tabulasi silang, maka dilakukan analisis dengan menggunakan Rank Spearman dan diperoleh nilai p value sebesar 0,001 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi, ada hubungan pola menstruasi dengan terjadinya anemia pada remaja putri di SMK Kesuma Margoyoso Pati tahun 2019. Kata kunci                     : Pola Menstruasi, anemia, remaja putri  ABSTRACT Background: Anemia is a condition in which a decrease in the number of erythrocyte mass is shown by a decrease in hemoglobin levels, hematocrit, and erythrocyte count. Hemoglobin synthesis requires the availability of sufficient iron and protein in the body. Proteins play a role in transporting iron to the bone marrow to form a new hemoglobin molecule. Young women are one group that is prone to anemia. Young women have a greater risk of suffering from anemia compared to young men. This is because girls experience menstruation every month and are in their infancy so they need more iron intake. In Indonesia there are four main adolescent nutritional problems namely Protein Energy Deficiency (PEM), Iron Nutrition Anemia (AGB), Iodine Deficiency Disorders (IDD), and Vitamin A Deficiency (KVA). Nutritional anemia is the most important nutritional problem in Indonesia, which is caused by iron deficiency. Nutritional anemia can be caused due to lack of nutrients that play a role in the formation of hemoglobin, namely iron, protein, Vitamin C, pyridoxine, Vitamin E. Objective: To determine the relationship between menstrual patterns and the occurrence of anemia in young women in the Yassin Kebonagung Demak MA. Method: This study uses analytical correlation with a cross sectional approach with a sample of 36 people. Results: Most respondents have a normal menstrual pattern as many as 25 people (69.4%) and abnormal menstrual patterns as many as 11 people (30.6%), most of the respondents did not experience anemia as many as 17 people (47.2%), and most anemia is severe as many as 0 people (0%). Conclusion: After cross tabulation, analysis is performed using Rank Spearman and p value is obtained at 0.001 <0.05, so Ho is rejected and Ha is accepted. So, there is a relationship between menstrual patterns and the occurrence of anemia in young women in SMK Kesuma Margoyoso in 2019.Keywords             : Menstruation pattern, anemia, young women 


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 6-11
Author(s):  
Aas Asiah ◽  
Gurdani Yogisutanti ◽  
Asep Iwan Purnawan

Latar belakang: Anak stunting beresiko mudah sakit, untuk itu diperlukan asupan zat gizi yang dapat meningkatkan respon imun tubuh agar dapat meningkatkan kekebalan tubuhnya. Zat gizi tersebut bisa didapatkan dalam vitamin dan mineral yang seimbang;Tujuan: Mengetahui hubungan antara asupan mikronutrien dengan riwayat penyakit infeksi pada balita stunting;Metode: : Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional di UPTD Puskesamas Limbangan Sukaraja Sukabumi, jumlah sampel 74 balita stunting usia 12-59 bulan, dipilih dengan proportional random sampling dari 4 desa. Data yang dikumpulkan meliputi: asupan mikronutrien yang diperoleh dari formulir recall 2 x 24 jam dan kuesioner riwayat penyakit infeksi, seperti: diare, ISPA dan kecacingan. Data dianalisis dengan uji analisis univariat, analisis bivariate menggunakan uji chi-square;Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan mikronutrien pada balita stunting termasuk dalam kategori kurang. Balita yang menderita infeksi sebesar 78,4%. Hasil analisis statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara asupan vitamin A, vitamin C, zat besi, zinc dan tembaga (p<0,05) dan tidak ada hubungan antara asupan vitamin B1, B6, B9 dan vitamin E dengan kejadian infeksi balita stunting (p>0,05). Semakin baik asupan mikronutrien pada balita stunting, maka kejadian infeksi semakin menurun. Simpulan: Kejadian infeksi pada balita stunting berhubungan dengan intake mikronutrien yang diperlukan untuk mempertahankan kekebalan tubuh.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document