scholarly journals Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-23 Bulan

2017 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 361
Author(s):  
Enggar Kartika Dewi ◽  
Triska Susila Nindya

Background: Stunting is a cronic malnutrition that affects linear growth. The main cause of malnutrition is the adequacy of micronutrients in the process of linear growth. Micronutrients that relate to stunting are iron and zinc, because both of that micronutrient have necessary role in linear growth of toddlers age 6 -23 months. Objectives: The purpose of this study was to analyze correlation between iron and zinc adequacy level with stunting incidence in toddlers age 6 -23 months. Methods:  This study was an analytical study with cross sectional design. The sample size were 55 children spread over 25 Posyandu in Suci Village. The data collected using of food recall 3x24 hours, height measurement with microtoice for stunting status, and the questionnaire characteristics of children and mothers. The data were analyzed by using Fisher's Exact test. Result: The results showed 14.5% of toddlers age 6 – 23 months were stunted. 33.3% of children were given inadequate iron intake and 35.7% of children were given inadequate zinc intake. The analysis test showed there was a significant correlation between levels of iron and zinc adequacy with the incidence of stunting with p=0.02 and p=0.018. Conclusion: The proportion of stunting will increase if the toddler were given inadequate of iron and zinc. Education about the adequacy levels of iron and zinc for toddler age 6-23 months were adjusted to reduce and avoid stunting.ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan masalah gizi akibat kekurangan gizi jangka panjang yang berdampak pada pertumbuhan linier. Salah satu zat gizi mikro yang erat kaitannya dengan stunting adalah zat besi dan seng, sebab kedua zat mikro tersebut memiliki peran penting dalam pertumbuhan linier balita 6-23 bulan.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat asupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting pada balita 6-23 Bulan.Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel terdiri dari 55 anak yang tersebar di 25 Posyandu di Desa Suci. Pengumpulan data menggunakan food recall 3x24 jam, pengukuran tinggi badan dengan mikrotoa untuk mengetahui status stunting, dan kuesioner karakteristik anak dan ibu. Data dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 14,5% balita usia 6-23 bulan mengalami stunting, 33,3% anak memilliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang dan 35,7% anak memiliki tingkat kecukupan seng yang kurang. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting dengan p=0,02 dan p=0,018.Kesimpulan: Proporsi stunting akan meningkat jika tingkat kecukupan zat besi dan seng inadekuat. Sebaiknya dilakukan peningkatan edukasi tentang tingkat kecukupan zat besi dan seng untuk balita usia 6-23 bulan yang bertujuan untuk mengurangi dan mencegah stunting.

2017 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 361
Author(s):  
Enggar Kartika Dewi ◽  
Triska Susila Nindya

Background: Stunting is a cronic malnutrition that affects linear growth. The main cause of malnutrition is the adequacy of micronutrients in the process of linear growth. Micronutrients that relate to stunting are iron and zinc, because both of that micronutrient have necessary role in linear growth of toddlers age 6 -23 months. Objectives: The purpose of this study was to analyze correlation between iron and zinc adequacy level with stunting incidence in toddlers age 6 -23 months. Methods:  This study was an analytical study with cross sectional design. The sample size were 55 children spread over 25 Posyandu in Suci Village. The data collected using of food recall 3x24 hours, height measurement with microtoice for stunting status, and the questionnaire characteristics of children and mothers. The data were analyzed by using Fisher's Exact test. Result: The results showed 14.5% of toddlers age 6 – 23 months were stunted. 33.3% of children were given inadequate iron intake and 35.7% of children were given inadequate zinc intake. The analysis test showed there was a significant correlation between levels of iron and zinc adequacy with the incidence of stunting with p=0.02 and p=0.018. Conclusion: The proportion of stunting will increase if the toddler were given inadequate of iron and zinc. Education about the adequacy levels of iron and zinc for toddler age 6-23 months were adjusted to reduce and avoid stunting.ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan masalah gizi akibat kekurangan gizi jangka panjang yang berdampak pada pertumbuhan linier. Salah satu zat gizi mikro yang erat kaitannya dengan stunting adalah zat besi dan seng, sebab kedua zat mikro tersebut memiliki peran penting dalam pertumbuhan linier balita 6-23 bulan.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat asupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting pada balita 6-23 Bulan.Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel terdiri dari 55 anak yang tersebar di 25 Posyandu di Desa Suci. Pengumpulan data menggunakan food recall 3x24 jam, pengukuran tinggi badan dengan mikrotoa untuk mengetahui status stunting, dan kuesioner karakteristik anak dan ibu. Data dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 14,5% balita usia 6-23 bulan mengalami stunting, 33,3% anak memilliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang dan 35,7% anak memiliki tingkat kecukupan seng yang kurang. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting dengan p=0,02 dan p=0,018.Kesimpulan: Proporsi stunting akan meningkat jika tingkat kecukupan zat besi dan seng inadekuat. Sebaiknya dilakukan peningkatan edukasi tentang tingkat kecukupan zat besi dan seng untuk balita usia 6-23 bulan yang bertujuan untuk mengurangi dan mencegah stunting.


2017 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 117
Author(s):  
Nathania Helsa F. Losong ◽  
Merryana Adriani

  Background: Stunting is a chronic nutritional problem in children cause growth retardation which caused by poor parenting and inadequate intake. Low intake of macro nutrient and micro nutrient can affect to stunting in toddler. Intake of iron and zinc affect the incidence of stunting because iron and zinc affect growth hormone. In addition, low iron intake can affect hemoglobin levels in the body Objectives: The purpose of this study was to analyze the differences of hemoglobin level, iron and zinc intake in stunting and non stunting toddler. Methods: The research was an observational analytic with cross sectional design. The sample of this study were 42 toddler12-24 months in Tambak Wedi Public Health Center, Kenjeran  Sub-district, Surabaya, 21 toddler each stunting and non stunting. The data were collected by measuring height, food recall 2x24 hours, and blood sampling for hemoglobin measurement with cyanmethemoglobin method. The data were analyzed using chi square test and fisher test. Results: The result of this study showed there was difference of hemoglobin level (p=0.009), iron intake (p=0.004), and zinc intake (p=0.000) Conclusion: Stunting toddler have a lower hemoglobin level, iron and zinc intake more than non stunting toddler. Mother of toddler should have to increase the variant food source iron and zinc to prevent stunting in the future. ABSTRAK Latar belakang: Stunting merupakan masalah gizi kronis pada anak-anak yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan linear anak dan diakibatkan oleh pola asuh dan asupan yang rendah.Rendahnya asupan zat gizi makro maupun mikro dapat mempengaruhi kejadian stunting pada balita. Asupan zat besi dan zinc dapat mempengaruhi kejadian stunting karena zat besi dan zinc mempengaruhi hormon pertumbuhan. Selain itu, asupan zat besi yang rendah dapat mempengaruhi kadar hemoglobin dalam tubuh. Tujuan: Menganalisis perbedaan kadar hemoglobin dan asupan zat besi serta zinc dari makanan pada balita stunting dan non stunting.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel terdiri dari 42 balita berusia 12-24 bulan di wilayah Kerja Puskesmas Tambak Wedi Kecamatan kenjeran Surabaya, balitastunting dannonstunting masing-masing sebesar 21 sampel.Pengumpulan data menggunakan pengukuran tinggi badan, food recall 2x24 jam, dan pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar hemoglobin menggunakan metode cyanmethemoglobin. Data dianalisis menggunakan chi square test dan fisher test.Hasil: Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kadar hemoglobin (p=0,009), asupan zat besi (p=0,004), dan zinc (p=0,000) pada anak stunting dan non stunting.Kesimpulan: Balita stunting memiliki kadar hemoglobin dan asupan zat besi dan zinc yang lebih rendah daripada balita non stunting. Ibu balita sebaiknya meningkatkan variasi asupan sumber zat besi dan zinc agar dapat mencegah terjadinya stunting di masa yang akan datang.


2017 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 117
Author(s):  
Nathania Helsa F. Losong ◽  
Merryana Adriani

  Background: Stunting is a chronic nutritional problem in children cause growth retardation which caused by poor parenting and inadequate intake. Low intake of macro nutrient and micro nutrient can affect to stunting in toddler. Intake of iron and zinc affect the incidence of stunting because iron and zinc affect growth hormone. In addition, low iron intake can affect hemoglobin levels in the body Objectives: The purpose of this study was to analyze the differences of hemoglobin level, iron and zinc intake in stunting and non stunting toddler. Methods: The research was an observational analytic with cross sectional design. The sample of this study were 42 toddler12-24 months in Tambak Wedi Public Health Center, Kenjeran  Sub-district, Surabaya, 21 toddler each stunting and non stunting. The data were collected by measuring height, food recall 2x24 hours, and blood sampling for hemoglobin measurement with cyanmethemoglobin method. The data were analyzed using chi square test and fisher test. Results: The result of this study showed there was difference of hemoglobin level (p=0.009), iron intake (p=0.004), and zinc intake (p=0.000) Conclusion: Stunting toddler have a lower hemoglobin level, iron and zinc intake more than non stunting toddler. Mother of toddler should have to increase the variant food source iron and zinc to prevent stunting in the future. ABSTRAK Latar belakang: Stunting merupakan masalah gizi kronis pada anak-anak yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan linear anak dan diakibatkan oleh pola asuh dan asupan yang rendah.Rendahnya asupan zat gizi makro maupun mikro dapat mempengaruhi kejadian stunting pada balita. Asupan zat besi dan zinc dapat mempengaruhi kejadian stunting karena zat besi dan zinc mempengaruhi hormon pertumbuhan. Selain itu, asupan zat besi yang rendah dapat mempengaruhi kadar hemoglobin dalam tubuh. Tujuan: Menganalisis perbedaan kadar hemoglobin dan asupan zat besi serta zinc dari makanan pada balita stunting dan non stunting.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel terdiri dari 42 balita berusia 12-24 bulan di wilayah Kerja Puskesmas Tambak Wedi Kecamatan kenjeran Surabaya, balitastunting dannonstunting masing-masing sebesar 21 sampel.Pengumpulan data menggunakan pengukuran tinggi badan, food recall 2x24 jam, dan pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar hemoglobin menggunakan metode cyanmethemoglobin. Data dianalisis menggunakan chi square test dan fisher test.Hasil: Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kadar hemoglobin (p=0,009), asupan zat besi (p=0,004), dan zinc (p=0,000) pada anak stunting dan non stunting.Kesimpulan: Balita stunting memiliki kadar hemoglobin dan asupan zat besi dan zinc yang lebih rendah daripada balita non stunting. Ibu balita sebaiknya meningkatkan variasi asupan sumber zat besi dan zinc agar dapat mencegah terjadinya stunting di masa yang akan datang.


e-CliniC ◽  
2016 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Marianne C. Jacobus ◽  
Max F.J Mantik ◽  
Adrian . Umboh

Abstract: Haemoglobin is the main component of red blood cells that serves as a transporter of oxygen and carbon dioxide in the blood. The normal range of haemoglobin values can be used to determine the degree of anemia according to age and gender. Geographical condition such as altitude influences the haemoglobin value. This study aimed to obtain the difference of haemoglobin levels between teenagers with good nutrition status who live at the highland and those at the seaside. This was an observational analytical study with a cross sectional design. Samples were students with good nutrition status of SMPN 3 Tomohon (living at the highland) and those of SMP Kristen Nazaret Tuminting (living at the seaside). There were 60 students who met the inclusion criteria as follows: adolescent, good nutrition status, healthy, aged 13-15 years, lived at the highland or at the seaside ≥ 6 month, and willing to be performed blood examinations, and had been approved by their parents. The Mann-Whitney test for the difference between haemoglobin levels of the two groups showed a p value < 0,001. Conclusion: There was a very significant difference between haemoglobin levels of good nutrition teenagers who lived at the highland and at the seaside. Keywords: haemoglobin levels, good nutrition, teenagers, highland, seaside  Abstrak: Hemoglobin merupakan komponen utama sel darah merah dan berfungsi sebagai transporter oksigen dan karbon dioksida dalam darah. Batas normal nilai hemoglobin dapat digunakan untuk menetapkan derajat anemia, dengan distribusi usia dan jenis kelamin spesifik didasarkan pada sampel referensi sehat. Kondisi geografis, seperti ketinggian tempat dari permukaan laut menjadi faktor pertimbangan dalam distribusi nilai normal hemoglobin. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbedaan kadar hemoglobin antara remaja gizi baik yang tinggal di pegunungan dengan yang tinggal di tepi pantai. Jenis penelitian ini analitik-observasional dengan desain potong lintang. Sampel penelitian yaitu remaja gizi baik yang tinggal di pegunungan yaitu siswa SMPN 3 Tomohon dan yang di tepi pantai yaitu siswa SMP Kristen Nazaret Tuminting. Subjek penelitian berjumlah 60 remaja yang memenuhi kriteria inklusi yaitu gizi baik, sehat, berumur 13-15 tahun, berdomisili di pegunungan atau tepi pantai ≥6 bulan, bersedia dilakukan pemeriksaan darah, dan telah disetujui oleh orang tua. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney dengan bantuan program SPSS. Hasil uji Mann-Whitney mengenai perbedaan kadar hemoglobin antara kedua kelompok menunjukkan nila p <0,001. Simpulan: Terdapat perbedaan yang sangat bermakna kadar hemoglobin remaja gizi baik yang tinggal di pegunungan dengan di tepi pantai.Kata kunci: kadar hemoglobin, remaja gizi baik, pegunungan, tepi pantai


2020 ◽  
Vol 4 (3) ◽  
pp. 100-111
Author(s):  
Vita Camelia ◽  

Stunting is a children growth problem that occurs a result of chronic malnutrition in the first 1000 days of life. The indicator of stunting is using the height measurement according to age HFA (Height for Age) under -2 SD based on the WHO growth standard curve according to sex. The impacts of stunting are the occurrence of growth disorders, barriers to development and the risk of metabolic disorders in adulthood. One of the risk factors for stunting is history of quality and quantity Antenatal Care (ANC). This study aimed to determine the relationship between quality and quantity history of ANC visits and stunting in toddlers aged 24-59 years in Pujon District Malang Regency. The method used in this research was observational analytic by using cross-sectional design. The population of this study was all mothers who have children aged 24-59 months that were conducted in January 2020. Ninety eight respondents taken by purposive sampling as the sample of the research. The data was obtained by filling out questionnaires and KIA books, then analyzed with chi-square test (α = 0.05). The results showed that there was a significant relationship in quality (p-value = 0.004) and quantity (p-value = 0.003) toward stunting.


2018 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 82
Author(s):  
Fajriansyah Fajriansyah

Es campur merupakan salah satu makanan jajanan yang sangat umum dimasyarakat. Es campur yang dijual bebas dipasar mempunyai kandungan zat warna yang sangat berbahaya bagi masyarakat. Rendahnya pengetahuan pedagang serta tindakan mereka berdampak negatif bagi konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur hubungan pengetahuan dan tindakan pedagang es campur terhadap penggunaan bahan kimia di Kota Banda Aceh. Penelitian menggunakan desain potong lintang yang dilakukan pada 23 pedagang es campur di Kota Banda Aceh. Data yang dikumpulkan meliputi data pengetahuan, tindakan dan data penggunaan bahan kimia. Pengumpulan data dlakukan secara wawancara dan pengujian laboratorium. Uji statistik yaitu fisher ecxact test pada CI95%. Hasil penelitian menunjukan rendahnya pengetahuan (60,9%) dan tindakan (69,6%) pada pedagang, serta tingginya kandungan Rhodamin pada es campur (52,2%). Pengentahuan dan tindakan pedagang mempunyai hubungan signifikan dengan tingginya kandungan bahan kimia pada es campur (p < 0,05). Kesimpulan, rendahnya pengetahuan dan kurang baiknya tindakan pedagang sangat signifikan terhadap tingginya kandungan bahan kimia Rhodamin B pada es campur. Saran, perlu penyuluhan dan pembinaan secara rutin kepada pedagang tentang bahaya zat warna non pangan dan akibatnya terhadap kesehatan. Kata Kunci : Pengetahuan, tindakan, Rhodamin B, es campur  Ice mix is one of the most common food snacks in the community. The mixed free-mixed ice on the market has a very dangerous dye content for the community. The low knowledge of traders, as well as their actions, have a negative impact on consumers. This study aims to measure the correlation of knowledge and action of the merchant of mixed ice against the use of chemicals in Banda Aceh. The study used a cross-sectional design performed on 23 ice-mix traders in Banda Aceh City. The data collected includes data on knowledge, action, and data on the use of chemicals. Data collection was conducted by interview and laboratory testing. The statistical test is Fisher exact test at CI95%. The results showed low knowledge (60.9%) and action (69.6%) on traders, as well as the high content of Rhodamine on mixed ice (52.2%). Trader's knowledge and actions have a significant relationship with the high chemical content in the mixed ice (p <0.05). Conclusion, low knowledge and lack of merchant action are very significant to the high content of Rhodamin B chemicals on the mixed ice. Advice, need counseling and guidance on a regular basis to the trader about the dangers of non-food dyes and the consequences on health. Keywords: Knowledge, action, Rhodamine B, mixed ice


e-CliniC ◽  
2019 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
Author(s):  
Jibrando Tumilaar ◽  
Pieter L. Suling ◽  
Nurdjannah J. Niode

Abstract: Pityriasis versikolor is a skin fungal infection that is quite common in Indonesia as a tropical country with a hot and humid climate, especially if the personal hygiene is not good enough. This study was aimed to evaluate the relationship between personal hygiene and the incidence of pityriasis versicolor among male students of the Faculty of Medicine, Sam Ratulangi University. This was a descriptive analytical stuudy with a cross-sectional design. Subjects were 42 medical students of batch 2015-2018. Personal hygiene was determined by using questionnaires and diagnosis of pityriasis versicolor was confirmed based on clinical and Wood lamp examinations. The results showed that pityriasis versicolor was diagnosed in two subjects (4.8%). The Fisher’s exact test obtained a significancy value of 0.003 which indicated that there was a significant relationship between personal hygiene and pityriasis versicolor. Conclusion: There was a significant relationship between personal hygiene and the occurence of pityriasis versicolor. Poor personal hygiene was a risk factor of pityriasis versicolor.Keywords: pityriasis versicolor, personal hygiene, students Abstrak: Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur kulit yang cukup banyak ditemukan di Indonesia yang merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene kurang sempurna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui higiene personal terhadap kejadian pitiriasis versikolor pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jenis penelitian ialah deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Subjek penelitian ialah 42 mahasiswa Kedokteran Umum angkatan 2015-2018. Tingkat higiene personal diambil dari kuesioner dan diagnosis pitiriasis versikolor ditegakkam berdasarkan pemeriksaan klinis dan lampu Wood. Hasil penelitian memperlihatkan kejadian pitiriasis versikolor pada dua subyek penelitian (4,8%). Uji Fisher’s exact test mendapatkan nilai signifikansi 0,003 yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara higiene personal dan pitiriasis versikolor. Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara higiene personal dan pitiriasis versikolor. Higiene personal yang buruk merupakan faktor risiko terjadinya pitiriasis versikolor.Kata kunci: pitiriasis versikolor, higiene personal, mahasiswa


2018 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 21
Author(s):  
Fitri Widyacahya

Prelimanary survey result showed the employee job involvement rate of Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya reached 65,26%. It meant that employee job involvement rate was low (standard 80%) . Job involvement consist of three factors there are support from co-workers, employee participation in decision making, and the dependence of the tasks.The aim of this study was to analyze the influence supervision and working condition to employee job involvement. Observational analysis was used in this research with the cross sectional design. The data was obtained through questionnaire with simple random sampling involving 62 employees as the sample of the research. The obtained data were analyzed using logistic regression test univariate (α=0,05) to examine the influence of supervision and working condition toward the employee’s job involvement. The test result indicated that supervision significantly influenced employee job involvement at significance value was0,000201. Better supervison made better employee job involvement. On the other hand, working condition did not influence the employee job involvement (significance value was0,097), but crosstabulation result indicated that better working condition made better employee job involvement. It canbe concluded that supervision affects job involvement while working condition does not affect the job involvement.  Keywords: job involvement, supervision, working condition 


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Welan Mauli Angguna

ABSTRACT: THE EFFECTS OF PERSONALITY TRAITS ON PHYSICAL ACTIVITY Indonesia was considered as a country who has low physical activity. Hence, it was necessary to promote physical activity in order preventing degenerative disease and death in young adults. Personality traits were good predictors of physical activity. The purpose of this study was to examine the effects of personality traits on physical activity. This is a survey analytical study cross-sectional design on 33 samples aged 18-26 years old. The study found that personalities traits influenced physical activity with contribution 32% (p≤0,05), especially of extraversion, agreeableness, and openness. There was significant difference of physical activity based on gender and exercise routine, this should be a consideration for further research.  Keywords: Personality Traits, Physical Activity, Gender.  Indonesia dianggap sebagai negara dengan aktivitas fisik yang cukup rendah, sehingga diperlukan promosi aktivitas fisik untuk pencegahan terhadap penyakit degeneratif dan kematian di usia muda. Trait kepribadian dianggap sebagai faktor psikologis kuat dalam identifikasi aktivitas fisik. Penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross-sectional pada 33 sampel usia 18-26 tahun yang rutin dan tidak rutin berolahraga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa trait kepribadian berkontribusi sebesar 32% (p≤0,05) terhadap aktivitas fisik, khususnya trait ekstraversi, agreeableness, dan openness. Adanya perbedaan signifikan aktivitas fisik dan trait kepribadian antar gender dan rutinitas berolahraga, hal ini disarankan menjadi pertimbangan untuk penelitian lanjutan. Kata Kunci: Trait Kepribadian, Aktivitas Fisik, Gender.


2021 ◽  
Vol 7 (4) ◽  
pp. 139-144
Author(s):  
Chevin Ramadhan Hadiwijaya ◽  
Muhammad Imam Zan Zabiyla Analuddin ◽  
Ayikacantya Sudayasa ◽  
Muhammad Hoki Akbar ◽  
Lilyana Aritonia Ahmad ◽  
...  

Background: Adequate health systems and effective strategies are needed to increase trust and acceptance in vaccines. Generation Z is more concerned with environmental issues related to the pandemic situation.Objective: This study aimed to assess the acceptance of the COVID-19 vaccine in Generation Z.Methods: This was an observational analytical study with a cross-sectional design on generation Z in Southeast Sulawesi, Indonesia, from May to July 2021. The samples were taken by cluster sampling using faculty classification. Data was collected using a questionnaire with a google form, included the characteristics, knowledge regarding COVID-19 and vaccine, and the media information.Results: There were 396 participants. Most of them were 20 years (52.6%), female (74.8%), and Muslim (93.7%). About 61.6% live outside the city and had insurance (77.3%). Half of the participants knew the COVID-19 symptoms (51.26%), some participants were hesitant (11.8%) and did not even know (0.76%). Almost all participants were aware of the COVID-19 vaccination program (99.2%), benefits (95.2%), side effects (84.1%), and knew the contents of the COVID-19 vaccine (62.1%). Most of them were willing to take the COVID-19 vaccine (77.8%). However, 17.93% were hesitant, and 4.29% were unwilling to participate. Most participants were not trusting vaccines (43.9%), did not feel the need (29.3%), and felt access was not easy (26.8%). Most of them used social media to get information about COVID-19 (89.1%).Conclusion: Generation Z has a good acceptance of the COVID-19 vaccine, even though there are still doubts and rejects. Accurately and sustainable information is needed.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document