scholarly journals Hubungan antara Skor GCS dengan Skor NRS PTH Akut pada Pasien COT di RSUD Ulin Banjarmasin

2020 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 148-155
Author(s):  
Ilma Fi Ahsani Nur Alaina ◽  
◽  
Kenanga Marwan Sikumbang ◽  
Asnawati Asnawati ◽  
◽  
...  

Background and Objective: Traumatic brain injury (TBI) is an alteration in brain function caused by external physical forces that its severity can be assessed using the Glasgow Coma Scale (GCS) score. The secondary injury can develop in a few days and may trigger the appearance of acute Post Traumatic Headache (PTH). The severity of PTH can be assessed using the Numeric Rating Scale (NRS) score. The purpose of this study was to determine whether there is an association between GCS score and NRS score of acute PTH in TBI patients at Ulin General Hospital Banjarmasin. Subject and Methods: This study used an analytic observational method with cross sectional approach. A total of 40 samples were obtained with a distribution of 36 patients (90%) complained acute PTH. Results: Data analysis in this study using the one-way anova test showed p value = 0,558 on patients with operative management and p value = 0,732 on conservative management. Conclusion: It can be concluded that there is no association between GCS score with NRS score of acute PTH in TBI patients at Ulin General Hospital Banjarmasin.

2019 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 23
Author(s):  
Nur Masruroh ◽  
Nur Aini Fitri

Dismenore merupakan nyeri selama menstruasi yang disebabkan oleh adanya kejang pada otot rahim. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya dismenore, diantaranya yaitu asupan nutrisi yang terdiri dari Fe (zat Besi). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kejadian dismenorea dengan asupan Fe (zat Besi) pada remaja putri .  Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 112 yang diambil menggunakan teknik propostionate stratified random sampling. Data kejadian dismenore diperoleh dari kuesioner numeric rating scale dan data asupan zat gizi diperoleh dari form semi quantitative food frequency questionaire. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian remaja putri memiliki asupan Fe (zat Besi) kurang (50%). Sedangkan kejadian dismenorea yang dialami hampir setengahnya termasuk dalam kategori nyeri ringan (45,5%). Hasil analisis menggunakan uji rank sprearman menunjukkan bahwa ada hubungan kejadian dismenorea dengan asupan Fe (zat Besi) dengan nilai p-value = 0,014. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi asupan Fe (zat Besi), maka semakin rendah kejadian dismenorea yang dirasakan. Diharapkan remaja putri dapat mencegah dan mengurangi nyeri dengan mengkonsumsi makanan sumber Fe (zat Besi).


Author(s):  
Shiva Jehana Nahra ◽  
Husnah Husnah ◽  
Mohd Andalas

Derajat dismenore primer dipengaruhi salah satunya oleh asupan sumber kalsium dan magnesium yang mempengaruhi kontraksi dan relaksasi otot polos  uterus sehingga memperbaiki aliran darah pada uterus yang telah mengalami hipoksia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan sumber kalsium dan magnesium dengan derajat dismenore primer pada mahasiswi Pendidikan Dokter angkatan 2017. Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Unsyiah dari tanggal 1 sampai 20 November 2018 terhadap 80 mahasiswi dengan desain cross sectional. Metode sampling menggunakan non probability sampling dengan teknik total sampling.Penelitian menggunakan kuesioner karakteristik menstruasi, Numeric Rating Scale untuk mengukur skala nyeri, dan wawancara asupan kalsium dan magnesium menggunakan SFFQ beserta foto makanan.Data asupan diolah menggunakan SQ-FFQ PP13 Microsoft Excel dan dianalisa dengan uji Korelasi Spearman. Hasil analisis didapatkan responden dengan dismenore primer sebanyak 68 mahasiswi (85,0%), dengan derajat ringan sebanyak 29 mahasiswi (36,3%), derajat sedang 30 mahasiswi (37,5%) dan derajat berat 9 mahasiswi (11,3%). Sebanyak 73 mahasiswi (91,3%) memiliki asupan sumber kalsium kurang dan 61 mahasiswi (76,3%) memiliki asupan sumber magnesium kurang. Rata-rata asupan kalsium responden sebanyak 354,3625 mg/hari dan asupan sumber magnesium sebanyak 149,3 mg/hari. Hasil uji KorelasiSpearman antara asupan sumber kalsium dengan derajat dismenore primer menunjukkan p value 0,00 dan rs = -0,401 dan hubungan antara asupan sumber magnesium dengan derajat dismenore primer menunjukkan p value 0,008 dan rs = -0,297. Dapat disimpulkan bahwa semakin kurang asupan sumber kalsium dan magnesium, semakin berat derajat dismenore primer.


2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 164-170
Author(s):  
Dewi Nurlaela Sari ◽  
Aay Rumhaeni

ABSTRAK Sectio caesarea merupakan tindakan alternatif dalam proses persalinan untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ibu Bersalin dengan operasi sectio caesarea dilakukan pembedahan pada dinding abdomen dan dinding rahim. Dampak yang paling sering muncul dirasakan oleh postpartum dengan post operasi sectio caesarea adalah  nyeri. Nyeri akan berdampak pada bounding attachment terganggu, mobilisasi terbatas, Activity Daily Living (ADL) terganggu serta berpengaruh  terhadap Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Asuhan yang diberikan terbatas pada terapi farmakologi dibandingkan  non farmakologi. Foot massage adalah salah satu terapi non farmakologi yang dapat membantu menutup gerbang di posterior horns dari sumsum tulang belakang dan memblokir bagian dari nyeri ke sistem saraf pusat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh foot massage terhadap skala nyeri pada klien post operasi sectio caesarea di RS AMC. Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimen dengan pendekatan one group pre test post test design. Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 27 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah Numeric Rating Scale (NRS) dan prosedur kerja foot massage. Responden dilakukan foot massage selama 20 menit selama 2 hari. Data di analisis dengan menggunakan uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah klien post operasi sectio caesarea berada di skala nyeri 6 sebelum dilakukan foot massage dan hampir setengah memiliki skala nyeri 3 sesudah dilakukan foot massage dan didapatkan nilai p value = 0.000, sehingga disimpulkan ada pengaruh foot massage terhadap skala nyeri pada klien post operasi sectio caesarea. Diharapkan rumah sakit dapat menjadikan foot massage sebagai salah satu alternatif manajemen non farmakologi dalam penanganan nyeri.   Kata kunci: Foot Massage; Post Partum; Nyeri; Sectio Caesarea      


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 152
Author(s):  
Adi Antoni ◽  
Yanna Wari Harahap

Abstrak   Latar belakang: Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronik dan menjadi masalah global. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan dari DM adalah luka kaki diabetic. Langkah awal dalam perawatan luka kaki diabetic adalah mencuci luka. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektifan dari rebusan daun jambu biji sebagai cairan pencuci luka terhadap tingkat malodor pada luka kaki diabetic. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah quasy experiment dengan rancangan one group pretests-posttest only. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dengan jumlah sampel 16 orang. Kriteria sampel yang digunakan adalah klien luka kaki diabetic, tingkat malodor 1-10 dengan NRS. Alat ukur yang digunakan adalah Numeric Rating Scale (NRS). Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji paired t test. Hasil: tingkat malodor sebelum intervensi pencucuan luka menggunakan rebusan daun jambu biji rata-rata sebesar 4.40 dan sesudah intervensi sebesart 2.44 dengan p value < 0.001. Selisih tingkat malodor antara sebelum dan sesudah intervensi sebesar 1.96. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daun jambu dapat digunakan sebagai cairan pencuci luka dalam mengatasi tingkat malodor pada luka kaki diabetik. Kesimpulan : daun jambu biji dapat digunakan sebagai cairan pencuci luka pada luka kaki diabetic. Perawat diharapkan dapat memanfaatkan daun jambu biji sebagai salah satu alternatif dalam pencucian luka kronik khususnya luka kaki diabetik.   Kata kunci: Daun Jambu Biji, Tingkat Malodor, Luka Kaki Diabetik   Abstract   Background: Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease and a global problem. One of the complications that arise from DM is diabetic foot ulcer. The first step in treating diabetic foot ulcer is washing the wound. The purpose of this study was to determine the effectiveness of guava leaf decoction as a washing fluid for malodor levels in diabetic foot ulcer. Method: The research design used was quasy experiment with one group pretests-posttest only design. The sampling technique used was consecutive sampling with a sample of 16 people. Sample criteria used were diabetic foot ulcer clients, malodor level 1-10 with NRS. The measuring instrument used is the Numeric Rating Scale (NRS). Analysis of the data used in this study used paired t test. Results: the level of malodor before intervening in wound washing using guava leaf decoctions on average was 4.40 and after the intervention was 2.44 with p value <0.001. The difference in the level of malodor between before and after the intervention was 1.96. The results of this study indicate that guava leaves can be used as a washing fluid in dealing with malodor levels in diabetic foot ulcer. Conclusion: Guava leaves can be used as a washing fluid for diabetic foot wounds. Nurses are expected to be able to use guava leaves as an alternative in washing chronic wounds, especially diabetic foot injuries.   Key words: Guava Leaf, Malodor Level, Diabetic foot ulcer.


2021 ◽  
pp. 030089162199043
Author(s):  
Silvia Gonella ◽  
Dino S. Di Massimo ◽  
Marinella Mistrangelo ◽  
Gianmauro Numico ◽  
Paola Berchialla ◽  
...  

Introduction: Chemotherapy-induced nausea, vomiting, and retching (CINVR) remains a common side effect of treatment. Most previous studies have focused on vomiting control; nausea and retching have been less explored. This study aimed at describing the incidence, severity, and impact on daily life (IDL) of CINVR in the acute (0–24 hours), delayed (>24–120 hours), and overall (0–120 hours) postchemotherapy periods and beyond 120 hours (until next chemotherapy administration); and the pharmacologic and nonpharmacologic strategies adopted by patients to relieve symptoms. Methods: This was a single-center, cross-sectional study of 60 patients undergoing chemotherapy. Participants reported the frequency, severity, and IDL of CINVR from the day of chemotherapy administration up to 120 hours thereafter and nausea and vomiting that occurred beyond 120 hours, as well as pharmacologic and nonpharmacologic remedies used. Results: Forty-seven (78.3%, 95% confidence interval [CI] 66.4–86.9), 37 (61.7%, 95% CI 49.0–72.9), and 35 (58.3%, 95% CI 45.7–69.9) patients reported no nausea (Numeric Rating Scale ⩽1), vomiting, or retching in the acute, delayed, and overall periods, respectively. Nausea was more frequent, more severe, and had a greater IDL than did vomiting and retching across the overall observation period; beyond 120 hours, 11 (18.3%, 95% CI 10.6–29.9) patients reported nausea and none reported vomiting, with a median IDL of 1/10 (interquartile range: 0.75–5.00; 95% CI 0–7.6). Metoclopramide (n = 57 administrations), dexamethasone (n = 28), eating small servings of food (n = 13), and aloe (n = 11) were the most commonly used rescue therapies. Conclusions: Future studies should set hard outcomes, such as the absence of any symptoms, as a primary end point, and these should be assessed across and beyond the 120-hour period.


2020 ◽  
Author(s):  
Jofrid Kollltveit ◽  
Malin Osaland ◽  
Marianne Reimers ◽  
Magnus Berle

BackgroundPain is a subjective sensation; self-reporting is important for quantifying pain intensity. There are several different validated tools for this, such as Visual Analog Scale and Numeric Rating Scale. In the clinic, these terms are often used as equivalent. The objective of this study was to examine correlation and agreement between the pain registration tools in triage in an emergency department.Materials and MethodsThe study was performed in the Department of Emergency Medicine at Haukeland University Hospital in the period June-August 2019. We registered the pain score with two tools in 200 unselected patients in emergency admission with pain. In addition, we registrered gender, age, triage and general department affiliation.ResultsWe found a strong correlation between the pain registration tools by Spearmans correlation test (rho=0,930, p<0,001). There were no significant difference between the pain registration tools within the subgroups. Bland-Altman analysis show agreement between the two pain registration tools.ConclusionsIn an Emergency Department triage is it acceptable to use Visual Analog Scale and Numeric Rating Scale as equivalent, as long as the correct terminology is used.


2007 ◽  
Vol 25 (18_suppl) ◽  
pp. 19646-19646
Author(s):  
S. Subongkot ◽  
S. Khounnikhom ◽  
N. Pratheepawanit Johns ◽  
A. Sookprasert

19646 Background: Pain is among the most common symptoms encountered in cancer patients and remains the first priority of care. Methods: This cross sectional study aimed to explore a pattern of pain management at KKU Hospital by utilizing a numeric rating scale (0–10). Cancer pain patients were categorized based on prior analgesic exposure into two groups; Naïve group, and Routine group. Treatments were defined according to WHO as 1) drug treatment relevant to pain severity, 2) analgesics being prescribed as around-the- clock and 3) analgesics used for break-through pain for patients receiving strong opioid. Results: From Dec 2005 to Jul 2006, 261 patients were enrolled. 93.1% (n=243) were in advanced stages and 88.5% (n=231) were in moderate to severe pain. This pain interfered with patient’s daily life activities mildly to moderately as each pain score increased (p-value<0.01). In Naive group (n=159), 32.7% (n=52) were given analgesics following the WHO on both days 1 and day 3 of admission whereas 40.2% (n=64) patients were not. A decreased pain score was greater (2.61, SD±1.5) in a group following the WHO on day 1. Additionally, a decreased pain score was greater (3.91, SD±1.8) in a group following the WHO on day 3 (p-value <0.0001). This pain score decreased was also clinically significant as pain score reduced more than 3 points. In Routine group (n=102), 32 (31.4%) were given analgesics following the WHO guideline on both day 1 and day 3 of admission. In contrast, 36 (35.3%) were not. A decreased pain score was greater (2.59, SD±1.8) in a routine group following the WHO on day 1. Moreover, a decreased pain score was greater (3.95, SD±1.8) in a group following the WHO on day 3. The clinical significance of pain score reduced was also found on day 3. Of the 261 evaluable patients, the pattern of analgesics usage following the WHO guideline was increased in both groups comparing to at the beginning of the study. Conclusions: The results demonstrated that patients who received pain management following the WHO guideline reported significantly lower pain intensity than those not following the WHO. No significant financial relationships to disclose.


2019 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 135-142
Author(s):  
Priyanto Priyanto ◽  
Idia Indar Anggraeni

Nyeri dada merupakan keluhan utama yang sering dirasakan oleh penderita penyakit jantung koroner. Nyeri dada muncul karena suplai oksigen ke miokardium menurun. Terapi murottal Al-Qur’an merupakan terapi religi dimana seseorang akan diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an selama beberapa menit sehingga akan memberikan dampak positif bagi tubuh seseorang, salah satunya untuk mengurangi rasa nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri dada sebelum dan setelah dilakukan terapi murottal Al-Qur’an. Desain penelitian ini menggunakan metode pre-experimental dengan desain one group Pre-test dan Post-test. Metode sampling yang digunakan adalah accidental sampling, dan jumlah sampel sebanyak 17 responden. Instrument penelitian yang digunakana dalah Numeric Rating Scale untuk mengukur skala nyeri sebelum dan setelah terapi murottal Al-Qur’an, pemberiannya sekali selama 20 menit. Uji statistic yang digunakan adalah paired sample T test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna tingkat nyeri dada sebelum dan setelah dilakukan terapi murottal Al-Qur’an dengan nilai p-value 0,000 (p < α (0,05)). Terapi murottal Al-Qur’an dapat menurunkan skala nyeri dada pasien.   Kata kunci: nyeri dada, terapi murottal al-qur’an THE DIFFERENCE  BETWEEN CHEST PAIN LEVEL BEFORE AND AFTER MUROTTAL AL-QUR'AN THERAPY   ABSTRACT Chest pain is a major complaint that is often felt by people with coronary heart disease. Chest pain occurs because of decreased supply of oxygen to the myocardium. Murottal Al-Qur'an therapy is a religious therapy where someone will be heard verses of Al-Qur’an for a few minutes so it will have a positive impact on one’s body, one of them is to reduce pain. This study aims to find out the difference  between chest pain level before and after murottal Al-Qur'an therapy.This research design used pre-experimental method with one grouppre-test and post-test. The sampling method was accidental sampling, the number of sampling were 17 respondents. The research instrument used the Numeric Rating Scale to measure pain scale before and after murottal Al-Qur'an therapy, giving it once for 20 minutes. The test statistic used is paired sample T test.The results of this study indicate that there are significan differences in chest pain levels before and after murottal Al-Qur'an therapy with a p-value of 0.004 (p <α (0.05)).Murottal Al-Qur'an therapy can reduce the scale of patient's chest pain.   Keywords : chest pain, murottal al-qur’an therapy


2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Khairun Nuhan ◽  
Titi Astuti ◽  
Al Murhan

<p>Prevalensi persalinan <em>sectio caesarea </em>di Indonesia menurut WHO pada tahun 2015 adalah 15,3%. Pada pasien post operasi <em>sectio caesarea</em>setelah anestesi menghilang pasien akan merasakan nyeri, sehingga diperlukan terapi yang efektif dan aman dari efek samping. Terapi Al-Qur’an salah satu bentuk teknik distraksi (pengalihan) secara non farmakologi untuk menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan.Keberhasilan menggunakan murrotal 70 % dari penelitian terkait.Penelitian ini menggunakan desain<em>quasi exsperiment</em> dengan pendekatan <em>nonrandomized control grup pretest postests design</em>.Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik <em>accidental sampling</em> sebanyak 22 responden (11 responden kelompok perlakuan dan 11 responden kelompok kontrol).Pengumpulan data nyeri menggunakan instrumen <em>Numeric Rating Scale</em> (NRS).Uji statistik menggunakan Wilcoxon dan Mann-Withney. Hasil penelitian terdapat  perbedaan pengaruh terapi murottal Al-Qur’an terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi SC pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol p-value 0.001. Peneliti menyarankan agar pihak RS mempertimbangkan menggunakan terapi komplementer murottal Al-Qur’an untuk mempersiapkan ibu menghadapi operasi SC menggunakan SOP yang ada.</p>


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 71-76
Author(s):  
Yuni Tri Yustianti ◽  
Pusparini Pusparini

LATAR BELAKANG Dekade terakhir menunjukkan neck pain pada remaja semakin meningkat, bersamaan dengan meningkatnya penggunaan gawai (gadget). Seiring perkembangan zaman, gawai menjadi kebutuhan dan gaya hidup masyarakat luas. Pelajar menjadi pasar terbesar dalam penggunaan gawai sehubungan dengan kebutuhan belajar yang memerlukan akses Internet. Salah satu faktor penyebab neck pain pada pengguna gawai adalah intensitas penggunaan gawai yang mempengaruhi lamanya posisi fleksi pada otot leher. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan intensitas pemakaian gawai dengan neck pain pada usia 15-20 tahun. METODE Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain cross sectional yang mengikutsertakan 164 pelajar SMAN 28 Jakarta dan Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner yang meliputi usia, jenis kelamin, intensitas pemakaian gawai dan keluhan neck pain. Penilaian neck pain menggunakan NRS (Numeric Rating Scale). Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dengan tingkat kemaknaan p<0.05. HASIL Subjek perempuan berjumlah 121 orang (73.8%). Paparan gawai dengan intensitas >56 jam/minggu dijumpai pada 109 subjek (66.5%). Keluhan neck pain dijumpai pada 138 subjek (84.1%). Uji Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara intensitas penggunaan gawai dengan neck pain pada usia 15-20 tahun dengan nilai p=0.004. KESIMPULAN Terdapat hubungan yang bermakna antara intensitas penggunaan gawai dengan neck pain pada usia 15-20 tahun.    


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document