scholarly journals Pemberdayaan Siswa sebagai Peer Educator Pencegahan Perilaku Seksual Beresiko di SMK Negeri 28 Kabupaten Tangerang:

2021 ◽  
Vol 5 (4) ◽  
pp. 459
Author(s):  
Bela Novita Amaris Susanto ◽  
Nofri Zayani ◽  
Maylinda Indah Sari

 Seksualitas merupakan salah satu resiko yang sering dihadapi oleh remaja. Perubahan gaya pacaran remaja yang lebih permisif terhadap seks seperti lebih suka menunjukkan rasa kasih sayang terhadap pasangannya, tidak hanya sebatas mengobrol saja namun lebih cenderung mengarah pada pergaulan bebas. Hal tersebut dapat memunculkan penyimpangan reproduksi, seperti seks pranikah, aborsi, dan HIV/AIDS. Namun untuk mencegah terjadinya penyimpangan seksual pada remaja, diperlukan upaya pemberian informasi yang benar pada remaja, Saat menghadapi kehidupan reproduksi remaja lebih banyak memilih teman sebagai sumber informasi. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk membentuk dan meningkatkan pengetahuan remaja peer educator. Metode yang digunakan yaitu bina suasana. Adapun kegiatan pengabdian meliputi 1) pengisian kuesioner, 2) Penyuluhan kesehatan terkait pencegahan perilaku seksual beresiko, 3) pelatihan sebagai peer educator dan melakukan role play, 4) melakukan focus group discussion (FGD) dengan pembahasan masalah yang sering terjadi pada remaja tentang perilaku seksual beresiko, 4) melakukan simulasi kepada teman sebaya. Hasil yang diperoleh adalah semakin meningkat pengetahuan peserta peserta, memahami mekanisme menjadi peer educator dan mampu mempraktekkan menjadi peer educator bagi teman sebayanya terkait pencegahan perilaku seksual beresiko.Kata kunci: peer educator; perilaku seksual beresiko; remajaEmpowering Students as Peer Educators to Prevent Risky Sexual Behavior at Public Vocational School 28 Tangerang Regency ABSTRACTSexuality is one of the risks often faced by adolescents. The dating habits of adolescents who are more focused on sexual behavior are more likely to express affection towards their partner and are more inclined towards free association behavior. There can lead to reproductive abnormalities, such as premarital sex, abortion, and HIV/AIDS. However, to prevent sexual misconduct in adolescents, it is necessary to provide the correct information in adolescents. The more preferred source of information in dealing with reproductive life is peers.There service activity aims to form and increase the knowledge of peer educators. The method used is atmosphere building. The service activities include 1) filling out a questionnaire, 2) health counseling related to the prevention of risky sexual behavior, 3) training as a peer educator and doing role play, 4) conducting focus group discussions (FGD) by discussing problems that often occur in adolescents about sexual behavior. at risk, 4) conducted simulations to peers. The results obtained are that the participants' knowledge increases, understand the mechanism of being a peer educator, and are can practice being a peer educator for their peers regarding the prevention of risky sexual behavior. Keywords: adolescent; peer educator; risky sexual behavior

1970 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 09
Author(s):  
Shinta Kristianti

Transmission of HIV-AIDS in Indonesia is growing fast, one of the triggers are due to risky sexual behavior, including sexual behavior in FSW’s clients. This study aimed to analyze the factors that influence the behavior of condom use on the FSW’s clients in Semampir Kediri. This study used quantitative methods to the design of explanatory research with cross sectional approach. A triangulation of qualitative data used to support the results of quantitative analysis were excavated from WPS and pimps as a cross check answers FSW’s clients, the means used was to in-depth interviews and FGDs (Focus Group Discussion) on the FSW and pimps. Sample size was 66 people. Univariate data analysis, with chi-square bivariate and multivariate logistic regression. Results showed most respondents (71.2%) behave consistent in using condoms.Variables related to condom use behavior in FSW were knowledge, perception of vulnerability, severity perceived, benefits perceived, barriers perceived and perceived ability to self (self-efficacy), the availability of condoms, condom regulation, support of friends and support of FSW. Support of friend was the most influential variable on the practice of using condoms to FSW’s clients and the OR value was 19.218.; Key words: female sex workers (FSW), FSW’s clients, condom, consistent 


2021 ◽  
Vol 9 (4) ◽  
pp. 439
Author(s):  
Suarnianti Suarnianti ◽  
Yusran Haskas

Intervensi perilaku sangat penting dilakukan dalam pencegahan HIV sebagai intervensi dalam upaya meningkatkan status kesehatan. Tujuan: Mengetahui bentuk intervensi perilaku untuk mengukur outcome dari pencegahan terjadinya HIV terutama pada kelompok berisiko. Metode:  Electronic database dari jurnal yang telah dipublikasikan melalui ProQuest, PubMed., dan ScienceDirect. Hasil: Review dari delapan jurnal yang telah dipilih menyatakan bahwa intervensi perilaku memberi pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS, konseling bagi kelompok dengan rIsiko tinggi seperti pada Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) dan juga pelaksanaan tes HIV atau yang dikenal dengan Voluntary Counseling and Testing (VST). Instrumen penelitian yang  digunakan untuk mengukur behavioral intervention pada penelitian kuantitaif yakni kuesioner, instrumen berbasis komputer dan internet seperti sosial media, sedangkan pada penelitian kualitatif menggali informasi dengann indepth interview dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguatan intervensi perilaku dalam pencegahan HIV memberi manfaat dalam peningkatan pengetahuan, persepsi dan perilaku pencegahan HIV positif, serta penurunan stigma bagi ODHA. Simpulan: Penguatan intervensi perilaku dapat mencegah terjadinya HIV pada kelompok berisiko sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan.Kata kunci: intervensi perilaku, pencegahan HIV, LSL


2019 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 55-66
Author(s):  
Pulung Siswantara ◽  
Oedojo Soedirham ◽  
Muthmainnah Muthmainnah

Proporsi populasi remaja di Indonesia mencapai seperempat dari total penduduk. Menurut Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, angka ini cukup besar dan perlu ada upaya yang spesifik dalam meningkatkan derajat kesehatan remaja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja saat ini sedang menghadapi globalisasi dan berpotensi melakukan perilaku berisiko. Penanganan permasalahan kesehatan remaja di Indonesia diupayakan oleh pemerintah melalui kerja sama lintas sektoral, pelayanan kesehatan dasar, dan pola intervensi. Harapannya strategi yang diterapkan telah disesuaikan dengan kebutuhan tahapan proses tumbuh kembang remaja.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikan persepsi remaja dalam keterlibatannya dalam pelaksanaan program kesehatan remaja dan mengidentifikasi kebutuhan dan harapan remaja terhadap pelaksanaan program kesehatan remaja. Subjek penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok peer educator dan kelompok user (sasaran program). Remaja dalam penelitian berasal dari berbagai setting promosi kesehatan, yaitu remaja sekolah dan remaja di luar sekolah. Remaja di luar sekolah berasal dari remaja komunitas dan remaja jalanan. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD).Hasil penelitian menunjukkan keterlibatan kelompok peer educator masih cenderung pasif karena wewenangnya hanya sebatas pada tahap pelaksanaan program, harapannya peer educator dilibatkan mulai dari perencanaan program. Sedangkan keterlibatan kelompok remaja di luar sekolah cenderung lebih sangat pasif bahkan ada yang belum terpapar program. Program kesehatan remaja seharusnya melibatkan remaja dari berbagai setting dan disesuaikan dengan kebutuhan kapasitas remaja. Remaja berharap dapat dilibatkan mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi program karena remaja sebagai prime mover dalam keberhasilan program kesehatan remaja.


2017 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 418
Author(s):  
Elfi Elfi ◽  
Yeni Fitrianingsih

Komunikasi orang tua tentang seksual adalah interaksi antara satu orang tua dan satu remaja di mana orang tua secara sadar berusaha untuk memberikan informasi tentang seksual atau kontrasepsi. Protektor yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja adalah individu, keluarga, teman sebaya, lingkungan sekolah dan komunitas/lingkungan sekitar. Komunikasi orang tua merupakan salah faktor protektif terhadap perilaku seksual remaja yang berisiko.Tujuan penelitian untuk mengetahui efektifitas Focus Group Discussion (FGD) dalam peranan komunikasi orang tua terhadap perilaku seksual remaja di SMAN 3 Kota Cirebon Tahun 2016. Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan pendekatan kuantitatif.Sampel terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kelompok perlakuan (FGD) 10 orang dan pada kelompok kontrol 10 orang Instrumen berupa kuesioner yang diadopsi dari penelitian Amran AA tahun 2010. Hasil diketahui bahwa sebagian besar peranan komunikasi orangtua terhadap perilaku seksual remaja adalah tinggi. Terdapat perilaku seksual berisiko tinggi sebanyak 3,7% dan terdapat peningkatan peranan komunikasi orangtua pada kedua kelompok. Hasil uji statistik independent t test didapatkan hasil yang signifikan (p


2018 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 213
Author(s):  
Darmayanti Darmayanti. Y ◽  
Sumitri Sumitri

<p><em>West Sumatera ranked 13<sup>th</sup>out of 33 provinces of HIV/AIDS cases in Indonesia by 2003. Bukittinggi occupied the second highest rank after Padang.HIV/AIDS cases  are dominated by the age of 20-29 years. In 2014, 188 case of HIV/AIDS recorded, in West Sumatera, 156 people died, 73people from Padang, 15 people from Bukittinggi, and 11 people from Agam Regency. This study aims to determine the factor wich cause Male sex behavior with another man(LSL) in Bukittinggi by 2016. This is a qualitative research. Informant consisted of 2 LSL men, 7 conselours, and 8 LSL.The data was gained from the in-depth interviews focus group discussion. The cause of LSL from parental upbringing using the three parenting patterns, authoritarian, permissi, and democratic. From the aspect of psychodynamics, they were closer to the older siter. The role of father in effective, lack of love, violence, to the were looking for father figure outside the house. Mother would prefer a daughter and impose her child to behave like a women. From social sexual aspects, the experience being sexualy a bused by the same sex in yunior and senior high school and also teacher. The cause of LSL from parental upbringing,  psychodynamics and sexual aspects.</em></p><p><em><br /></em></p><p>Pada tahun 2013 Provinsi Sumatra Barat menduduki rangking ke 13 dari 33 propinsi di Indonesia.  Kota Bukittinggi menduduki rangking kedua terbanyak kasus HIV/AIDS setelah kota Padang.  Kasus HIV/AIDS didominasi usia 20- 29 tahun. Pada tahun 2014  tercatat 188 kasus. Jumlah  HIV/AIDS  yang meninggal di Sumbar 156 orang  yang berasal dari Padang 73 orang, Bukittinggi 15 orang, Kabupaten Agam 11 orang.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab perilaku laki-laki suka berhubungan seks dengan laki-laki(LSL) di Kota Bukittinggi Tahun 2016. Metode penelitian adalah penelitian  kualitatif. Informan  adalah 2 orang laki-laki yang suka berhubungan seks dengan laki-laki  <em>(</em>LSL) 7 orang konselor, 8 orang LSL.  Tekhnik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam  dan diskusi kelompok terarah. Penyebab LSLdari pola asuh orangtua  menggunakan ketiga pola asuh yaitu otoriter, permisif dan demokratis. Dari aspek dinamika psikologis,lebih dekat kepada kakak perempuan. Peran ayah tidak efektif, kurang kasih sayang, kekerasan, sehingga mencari sosok ayah diluar rumah.Ibu lebih menginginkan anak perempuan dan  memberlakukan anaknya  seperti perempuan. Aspek pengalaman seksual, informan pernah mengalami kekerasan seksual dengan jenis kelamin sama waktu masih sekolah SMP,SMA serta guru. Penyebab perilaku laki-laki suka berhubungan seks dengan laki-laki adalah faktor pola asuh orangtua, dinamika psikologis dan pengalaman seksual.</p><p><em><br /></em></p>


2017 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
Author(s):  
Evie Ariadne Shintadewi ◽  
Suwandi Sumartias

Di Indonesia, cara penularan HIV-AIDS melalui Injecting Drug User (IDU) atau  Pengguna Narkoba Suntik(Penasun) yang merupakan populasi beresiko dan sulit dijangkau (hard to reach) mencapai angka 40,4%. Salah satunya penyebab mereka sulit dijangkau adalah  sikap menstigma oleh masyarakat, karena stigma dapat mempersulit upaya intervensi pemerintah (melalui promosi kesehatan) dalam pengendalian HIV-AIDS.Tujuan penelitian ini adalah  : 1) untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan penanggulangan HIV-AIDS oleh KPA Kabupaten Sumedang 2) untuk memperoleh gambaran mendalam tentang makna stigma bagi Penasun dan 3) untuk mengetahui makna promosi kesehatan dalam menghapuskan stigma bagi Penasun.Metode penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan Studi Kasus, serta teknikpengumpulandata melalui:a) wawancaramendalam(indepthInterview), b) observasi, c) studipustaka, dan d)focus   group   discussion. Hasil Penelitian menunjukkan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sumedang melaksanakan kegiatan promosi kesehatan sebagai upaya pencegahanpenularan HIV-AIDS menggunakan beberapa strategi secara simultan untuk sasaran yang berbeda. Di sisi lain, Penasun memaknai stigma secara positif dan negatif. Makna negatif melahirkan sikap menarik diri dari kehidupan sosial, masa bodoh, apatis, tidak peduli dan putus asa dalam menjalani sisa hidupnya, sedangkan makna postif justru memberikan sisa hidupnya untuk dapat berkontribusi di masyarakat dengan ikut menyampaikan informasi tentang bahayanya HIV-AIDS. Penasun juga memaknai kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan KPA Sumedang dalam tiga kategori, yaitu bagus untuk ranah kognitif, cukup untuk ranah afeksi dan masih kurang untuk ranah konasi. Kata Kunci : Stigma, Penasun, HIV-AIDS, Promosi Kesehatan.


Author(s):  
Fenny Etrawati ◽  
Evi Martha ◽  
Rita Damayanti

Adolescents aged 10-24 years old are susceptible group to premarital sex, drugs abuse, and HIV/AIDS infection. Papua is the largest contributor to AIDS/HIV number in Indonesia. To overcome such problem, Rutgers WPF formed Dunia Remajaku Seru!(DAKU!), an intervention program towards adolescent reproductive health at senior high school level. This study aimed to determine psychosocial determinants of risky sexual behavior among senior high school students in Merauke District through cross-sectional approach. Samples were 1,364 second grade students that got DAKU!Program and matching process wasconducted on schools that did not get DAKU!Program. Data analysis included univariate analysis, bivariate (chi square test) and multivariate (logistic regression test). Results showed that variables significantly related to adolescent risky sexual behavior were peer group with negative behavior, self-efficacy, parents’control, exposure to DAKU!Program and sex. Meanwhile, based on multivariate analysis, peer group with negative behavior (RP = 4.7 CI = 2.8 - 7.7) was the most dominant factor influencing risky sexual behavior.AbstrakRemaja usia 10-24 tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap perilaku seksual pranikah, penyalahgunaan narkoba dan infeksi HIV/AIDS. Papua merupakan penyumbang angka HIV/AIDS terbesar di Indonesia. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut Rutgers WPF membentuk suatu program intervensi kesehatan reproduksi remaja di tingkat sekolah menengah atas (SMA) yakni program Dunia Remajaku Seru! (DAKU!). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan psikososial perilaku seksual berisiko pada siswa SMA di Kabupaten Merauke dengan menggunakan pendekatan potong lintang. Sampel berjumlah 1.364 siswa SMA kelas dua yang mendapatkan program DAKU!dan dilakukan proses pencocokan pada sekolah yang tidak mendapat program DAKU!. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat (uji kai kuadrat) dan multivariat (uji regresi logistik). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang signifikan berhubungan dengan perilaku seksual berisiko remaja adalah kelompok teman sebaya dengan perilaku negatif, efikasi diri, kontrol orangtua, keterpaparandengan program DAKU!dan jenis kelamin. Sedangkan berdasarkan hasil analisis multivariat, kelompok teman sebaya dengan perilaku negatif merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi perilaku seksual berisiko.


2015 ◽  
Vol 9 (4) ◽  
pp. 382
Author(s):  
Argyo Demartoto

AbstrakDi tingkat nasional dan daerah telah terdapat kebijakan publik, program dan kegiatan untuk menanggulangi HIV/AIDS, namun jumlah kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas collaborative governance antarpemangku kepentingan dalam pelayanan komprehensif berkesinambungan untuk menanggulangi HIV/AIDS di Kota Surakarta. Penelitian ini merupakan studi kasus jenis exploratory. Informan ditentukan dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada 2 Juli – 2 September 2013 dengan wawancara mendalam, observasi, focus group discussion, dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberi dan penerima layanan berperan dalam penanggulangan HIV/AIDS sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Program pencegahan dan penjangkauan, layanan kesehatan, reduksi bahaya, dan pemberdayaan belum efektif karena komitmen terhadap tujuan dan sikap saling percaya antarpemangku kepentingan belum optimal, petugas lapangan kurang profesional, terdapat konflik laten antarpemangku kepentingan, kurang optimalnya koordinasi antaranggota Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta dan rendahnya anggaran untuk penanggulangan HIV/AIDS karena HIV/AIDS belum menjadi isu prioritas dalam pembangunan daerah. Disimpulkan bahwa kolaborasi governance antarpemangku kepentingan belum efektif. Untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas kolaborasi governance antarpemangku kepentingan, harus ada norma, struktur, dan proses yang jelas dalam menanggulangi HIV/AIDS.AbstractThere have been public policies, programs and activities to cope with HIV/AIDS in Indonesia at national and local level, but number of HIV/AIDScases is increasing every year. This study aimed to determine effectivity ofcollaborative governance between stakeholders in a sustainable comprehensive service to cope with HIV/AIDS in Surakarta City. This study was an exploratory study. Informants were selected using purposive sampling technique. Data collection was conducted on 2 July – 2 September 2013 using in-depth interview, observation, focus group discussion, and documentation. Technique of data analysis was an interactive analysis model. Results showed that service provider and receiver had taken roles in HIV/AIDS coping based on their own duty and function. Prevention and outreach, healthcare service, harm reduction and empowerment programs had not been yet effective because of less optimal commitment to purpose and mutual trust between stakeholders, less professional fieldworkers, latent conflict occurred between stakeholders, less optimal coordination between AIDS Coping Commission of Surakarta City members, and low budget for HIV/AIDS coping as HIV/AIDS is not yet a priority issue in regional development. In brief, collaborative governance between stakeholders is not yet efffective. To improve the quality and the collaborative governance effectivity between stakeholders, there should be any clear norm, structure and process in coping with HIV/AIDS.


2020 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 143-150
Author(s):  
Dian Permatasari ◽  
Emdat Suprayitno

Introduction : Perilaku remaja banyak yang berubah seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam kondisi semacam ini  remaja membutuhkan informasi mengenai kesehatan reproduksi, aktifitas yang bermanfaat dan menjadi kreatif. PIK Remaja BPMP & KB Kabupaten Sumenep merupakan tempat remaja mendapatkan informasi yang benar, tepat dan objektif tentang TRIAD KRR dengan informasi yang positif dan tempat peningkatan life skill yang bermanfaat bagi kehidupannya. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan pelaksanaan kegiatan Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya dalam upaya pencegahan TRIAD KRR di PIK Remaja dan faktor penyebab serta pendukungnya. Metode : Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang prosesnya dimulai dari pengumpulan data dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan. Subjek utama penelitian ini adalah Lima orang Pendidik Sebaya dan Lima orang Konselor Sebaya yang dipilih secara purposive sampling. Dengan pengumpulan data subjek utama dengan indepth interview  Subjek triangulasi adalah sepuluh teman dekat subjek utama dengan teknik Focus Group Discussion, Ketua dan Pembina PIK Remaja BPMP & KB Kabupaten Sumenep dengan indepth interview. Teori perilaku dari Lawrence Green digunakan sebagai kerangka konsep dalam penelitian dengan analisis data secara induktif. Hasil : Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya dalam upaya pencegahan TRIAD KRR sudah baik. Hal ini terjadi karena pengetahuan, persepsi, motivasi, pemberian materi, pengaruh teman dekat, dukungan keluarga dan supervisi Pembina yang baik. Adolescent behavior has changed much in line with technological developments. Under these conditions young people need information about reproductive health, activities that are beneficial and be creative. CICA RISMA is where adolescents get the right information, accurate and objective information about TRIAD ARH with a positive and a life skill enhancement for the benefit of life. The purpose of this study is to describe the implementation of Peer Educators and Peer Counsellors in the prevention TRIAD ARH in CICA RISMA as well as supporting factors. This study uses a descriptive qualitative approach of data collection process began and ended with inferences. The main subject of this study is Five Peer Educators and Peer Counsellors Five persons selected by purposive sampling. With the main subject of data collection by indepth interview . Triangulation subject is a close friend of ten major subject with Focus Group Discussion techniques, the Leader and Supervisor CICA with indepth interview with. Behavioral theory of Lawrence Green is used as a conceptual framework in research with inductive data analysis. The results of this study can be concluded that the implementation of Peer Educators and Peer Counsellors in the prevention TRIAD ARH is good. This happens because the knowledge, perception, motivation, provision of materials, the influence of a close friend, family support and supervision of a good coach.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document