Buletin Anatomi dan Fisiologi
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

154
(FIVE YEARS 77)

H-INDEX

2
(FIVE YEARS 0)

Published By Institute Of Research And Community Services Diponegoro University (Lppm Undip)

2541-0083, 2527-6751

2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 138-145
Author(s):  
Christina Horowidi ◽  
Hermalina Sinay ◽  
Ritha Lusian Karuwal ◽  
Lona Parinussa

 Perbedaan lokasi tumbuh dapat mengakibatkan perbedaan penampilan fenotipik tanaman yang dapat diamati secara morfologi dan anatomi seperti struktur anatomi sel sekretori. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur sel sekretori daun jeruk kalamansi di pulau Ambon. Metode jelajah dilakukan pada 13 lokasi di Pulau Ambon untuk koleksi sampel, dan pada setiap lokasi diambil 3 tanaman sebagai 3 ulangan. Tiap tanaman diambil 5 daun pada setiap sisi pohon tanaman jeruk kalamansi dengan ukuran panjang 5-7 cm dan warna hijau tua. Pembuatan preparat mengikuti metode free hand section. Pengamatan menggunakan kamera Optilab pada mikroskop Olympus dengan perbesaran 400x. Pengukuran diameter sel menggunakan fitur measure pada software Image Ruster. Data kualitatif berupa struktur sel sekresi daun jeruk Kalamansi ditampilkan dalam bentuk gambar dan dideskripsikan sesuai hasil yang terlihat, sedangkan data hasil pengukuran diameter sel sekresi adalah rerata 3 ulangan dan ditampilkan sebagai mean ± standar deviasi (SD). Hasil penelitian menunjukkan adanya sel sekretori yang berjumlah satu sel. Struktur sel sekretori terdiri dari sel epitel, sel selubung, dan rongga sekretori. Bentuk sel sekresi ada yang bulat dan lonjong. Diameter rongga sekretori berkisar antara 106,08-167,60 µm.  Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa sel sekresi pada daun jeruk kalamansi pada lokasi-lokasi berbeda di Pulau Ambon bervariasi baik bentuk maupun ukurannya. Differences in habitat can induce differences in the phenotypic appearance of plants that can be observed morphologically and anatomically such as the anatomical structure of secretory cells. The purpose of this study was to determine the structure of the secretory cells in the leaves of Calamansy citrus in Ambon island. Tracking method was done for sample collections, and at each location 3 plants were taken as replicates. Each plant was taken 5 leaves with a length of 5-7 cm and dark green color. Prior to be observed, the fresh sample was done with free-hand section method.   Microscopy observations were done by a light microscope at 400x magnification. Measurement of cell diameter was done by the measure feature in Image Ruster software.  Qualitative data such as secretory cell structures of Calamansy citrus leaves were shown in form of images and described according to the results, while the data of the measurement of secretory cell diameters is the average of 3 replications and was shown as mean ± standard deviation (SD).  The results showed the presence of secretory cells which amounted to one cell. The secretory cell structure is composed of epithelial cells, sheath cells, and secretory cavities. Cell shapes vary, including round and oval. The diameter of the secretory cell cavity ranges from 106.08-167.60 µm.   


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 203-211
Author(s):  
Muhammad Ni'amul Albab

Anggrek dikenal sebagai tanaman hias populer yang dimanfaatkan bunganya. Bunga anggrek sangat indah dan variasinya hampir tidak terbatas. Eksploitasi tanpa pembudidayaan menyebabkan penurunan potensi anggrek alam sebagai tetua persilangan. Selain itu, pengetahuan mengenai sifat-sifat penurunan karakter anggrek alam masih sedikit diulas dan diketahui sehingga pemanfaatan anggrek spesies sebagai induk persilangan belum maksimal. Peningkatan mutu pada tanaman anggrek juga terkendala pada teknik persilangan dan perbanyakan biji hasil persilangan. Kegiatan persilangan banyak menggunakan varietas-varietas dengan tetua yang sama sehingga menyebabkan variasi genetik pada hibrida yang terbentuk menjadi terbatas. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengetahui karakteristik bunga tetua anggrek dengan variasi berbeda serta bunga pada anggrek hibrida hasil persilangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara morfologi melalui pengamatan langsung kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Batasan penelitian ini menggunakan anggrek spesies dari genus Dendrobium yang digunakan sebagai indukan dan anggrek hibrida hasil persilangan yang telah berbunga kemudian diamati bentuk bunga, warna bunga, bentuk dan warna sepal serta petal. Hasil yang diperoleh adalah anggrek hibrida hasil persilangan yang telah berbunga memiliki morfologi bunga yang mirip seperti kedua tetua persilangannya seperti ukuran bunga, warna bunga, bentuk dan warna sepal maupun petal, dan warna dari labellum tergantung dari karakteristik bunga yang terdapat pada kedua tetua persilangannya.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 131-137
Author(s):  
Devi Ermawati ◽  
Erma Prihastanti ◽  
Endah Dwi Hastuti

Simplisia merupakan bahan alami sebagai bahan pembuatan obat yang belum mengalami pengolahan. Pengirisan merupakan salah satu tahap penting dalam pembuatan bahan simplisia untuk mempermudah dalam proses pengepakan, penyimpanan dan penggilingan. Pengirisan dapat dilakukan secara melintang atau membujur. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh arah dan tebal irisan rimpang terhadap rendemen flavonoid, berat kering dan performa simplisia umbi garut (Maranta arundinaceaL.) setelah pengeringan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium BSF Tumbuhan UNDIP. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2X2 dengan perlakuan kombinasi ketebalan (3 mm dan 5 mm) dan arah irisan (membujur dan melintang). Parameter penelitian meliputi berat kering dan performa simplisia yang meliputi warna, kekerasan, dan aroma pada simplisia kering. Analisis data menggunakan Anova dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan arah irisan berpengaruh terhadap berat kering simplisia, sedangkan interaksi antara tebal dan arah irisan tidak berpengaruh terhadap berat kering simplisia umbi garut. Arah irisan berpengaruh terhadap berat kering dan performa simplisia umbi garut, tebal irisan berpengaruh terhadap rendemen flavonoid. Crude simplisia is natural material for making medicine, which has not undergo processing, packing, drying and saving. Slicing is an important step in making medicine because in this process the loss of some parts could ease the process of packing and milling. Slicing could be done diagonally or longitudinally. A Different way of slicing could affect this simplisia. This study aimed to examine the influence of slicing direction, the thickness of slices, and its combination on the dry weight and the performance of arrowroot. This research was conducted in the Laboratory of BSF Tumbuhan UNIDIP. The design used was Completely Randomized Design with combination treatment of thickness (3mm and 5mm) and slice direction (diagonally and longitudinally). The parameter of this research used dry weight by weighing after the drying process and the performance (by measuring color, hardness, and the aroma of dried simplisia). The data analysis used Analysis of Variance. The findings showed that slice direction influenced the weight loss on simplisia, but the interaction did not influence on the dry weight of arrowroot simplisia. Slice direction affects dry weight and performance of arrowroot simplicia, slice thickness affects flavonoid yield. 


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 124-130
Author(s):  
Rasyid Abdulaziz ◽  
Sri Widodo Agung Suedy ◽  
Munifatul Izzati

Selasih (Ocimum basilicum L.) memiliki kandungan minyak atsiri yang dapat digunakan dalam industri kosmetik, parfum, dan medis. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan usia panen dengan biomassa dan produksi minyak atsiri pada organ daun serta batang selasih. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, dengan faktor pertama usia panen (1; 1,5; dan 2 bulan), dan faktor kedua organ tanaman (daun dan batang). Media tanam menggunakan tanah dan kompos (1:1) yang dimasukkan dalam polibag ukuran 30cm x 30cm, dan diberi naungan paranet 25%. Parameter yang diamati: data pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun dan cabang primer), biomassa, dan produksi minyak atsiri. Analisis data menggunakan Anaylysis of Variance (ANOVA) dan Duncan's Multiple Range Test(DMRT) pada taraf kepercayaan 95 %. Penelitian menunjukkan hasil bahwa tanaman yang dipanen pada umur lebih tua menunjukkan pertumbuhan, biomassa dan produksi minyak atsiri yang lebih tinggi. Pada usia 1,5 bulan, biomassa meningkat 114,485% dibanding usia 1 bulan, sedangkan pada usia 2 bulan, peningkatan biomasa 91,410%  dibanding usia1,5 bulan. Produksi minyak atsiri tertinggi dihasilkan oleh organ daun pada usia panen 2 bulan sebesar 0,273g, dan 0,023g pada organ batang. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa usia panen berbeda berpengaruh nyata terhadap biomassa dan produksi minyak atsiri tanaman selasih. Basil (Ocimum basilicum L.) contains essential oils that can be used in the cosmetic, perfume, medical industries. This study aims to determine the relationship between harvest age and biomass and essential oil production in basil leaves and stems. The study used a completely randomized design (CRD) with a factorial pattern, with the first factor being harvest age (1; 1.5; and 2 months), and the second factor being plant organs (leaves and stems). The planting medium used soil and compost (1:1) which was put in 30cm x 30cm polybags and was given a 25% para net shade. Parameters observed: growth data (plant height, number of leaves, and primary branches), biomass, and essential oil production. Data analysis used Analysis of Variance (ANOVA) and Duncan's Multiple Range Test (DMRT) at a 95% confidence level. Research shows that plants harvested at an older age show higher growth, biomass, and essential oil production. At the age of 1.5 months, biomass increased by 114.485% compared to the age of 1 month, while at the age of 2 months, the increase in biomass was 91.410% compared to the age of 1.5 months. The highest essential oil production was produced by leaf organs at 2 months of harvesting at 0.273g, and 0.023g in stem organs. The conclusion of this study showed that different harvest ages had a significant effect on the biomass and essential oil production of basil plants.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 154-160
Author(s):  
Helena Chika Valencia Hanisa ◽  
Tyas Rini Saraswati ◽  
Silvana Tana

Kunyit mengandung senyawa kurkumin yang dapat digunakan sebagai zat antiinflamasi dan membantu memperbaiki sel-sel yang rusak. Tujuan dari penelitian ini menganalisis pengaruh serbuk kunyit dan kurkumin pada jumlah dan ukuran sel spermatogonium; spermatosit primer; dan spermatosit sekunder; bobot testis serta diameter tubulus seminiferus Mus musculus yang diberi minuman beralkohol. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan 12 ekor Mus musculus jantan yang dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan dan 3 kali ulangan. R0 merupakan kontrol, R1 kontrol alkohol, R2 pemberian serbuk kunyit sebanyak 0,1 mg/hari, R3 pemberian kurkumin sebanyak 0,01 mg/hari. Perlakuan diberikan selama 30 hari. Data penelitian dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0.05) pada jumlah spermatogonium dan ukuran sel (spermatogonium, spermatosit primer, dan spermatosit sekunder), namun terdapat perbedaan bermakna pada (P<0,05) pada bobot testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel (spermatosit primer, dan spermatosit sekunder). Turmeric contains curcumin compounds that can be used as anti-inflammatory substances and help repair damaged cells. The purpose of this study was to analyze the effect of turmeric powder and curcumin on the number and size of spermatogonia cells; primary spermatocytes; and secondary spermatocytes; testicular weight and diameter of the seminiferous tubules of Mus musculus given alcoholic beverages. This study is an experimental study with a completely randomized design (CRD), using 12 male Mus musculus which were divided into 4 treatment groups and 3 replications. R0 is control, R1 is alcohol control, R2 is 0.1 mg/day of turmeric powder, R3 is 0.01 mg/day of curcumin. The treatment was given for 30 days. The research data were analyzed using analysis of variance (ANOVA) at the 95% confidence level. Based on the results obtained, it can be concluded that there is no significant difference (p>0.05) in the number of spermatogonia and cell size (spermatogonia, primary spermatocytes, and secondary spermatocytes), but there is a significant difference (P<0.05) in testicular weight, diameter of the seminiferous tubules and the number of cells (primary spermatocytes, and secondary spermatocytes).


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 167-174
Author(s):  
Muhammad Alvin Gibran ◽  
Muhammad Anwar Djaelani ◽  
Kasiyati Kasiyati ◽  
Sunarno Sunarno

Kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman fungsional yang mengandung nutrisi dan antioksidan. Daun tanaman ini digunakan sebagai bahan pakan karena nutriennya yang lengkap. Tujuan penelitian adalah mengkaji pengaruh substitusi tepung daun kelor dalam pakan itik pengging periode layer pada bobot karkas dan ukuran serabut muskulus pektoralis. Rancangan penelitian menggunakan 60 ekor itik dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan. Pengulangan tiap perlakuan dilakukan 3 kali dengan 4 ekor itik setiap ulangan. Kelompok perlakuan terdiri atas kontrol (K0) menggunakan pakan standar; K1 menggunakan 97,5% pakan standar dan 2,5% tepung daun kelor; K2 menggunakan 95% pakan standar dan 5% tepung daun kelor; K3 menggunakan 92,5% pakan standar dan 7,5% tepung daun kelor; K4 menggunakan 90% pakan standar dan 10% tepung daun kelor. Analisis data menggunakan one-way Analysis of Variance (ANOVA). Hasil penelitian didapatkan bahwa substitusi pakan dengan tepung daun kelor tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap bobot karkas, bobot muskuli pektoralis, dan ukuran serabut. Kesimpulan penelitian ini adalah substitusi tepung daun kelor pada pakan itik pengging periode bertelur tidak memberikan dampak pada bobot karkas, muskulus pektoralis, dan diameter serabut otot. Nutrien lebih banyak diarahkan untuk produksi telur daripada sintesis karkas.Moringa (Moringa oleifera) is a functional plant that contains lots of nutrients and antioxidants. The leaves on this plant are often used as a feed ingredient because of their potential to increase growth and cells development. The objective of the study is to examine moringa leaf inclusion meal on carcass weight and size of pectoral musculus fibrils of sexually mature laying ducks. The study used a completely randomized design (CRD) consisting of 5 treatments. Treatment was repeated 3 times. Feeding were carried out at 07.00 WIB and 16.00 WIB. Treatment Control (K0) used standard feed; treatment 1 (K1) used 97.5% standard feed and 2.5% moringa leaf meal; treatment 2 (K2) used 95% standard feed and 5% Moringa leaf meal; treatment 3 (K3) used 92.5% standard feed and 7.5% Moringa leaf meal; treatment 4 (K4) used 90% standard feed and 10% moringa leaf meal. Data analysis used Analysis of Variance (ANOVA) and regression test using SPSS version 25. The results showed that feed substitution on Moringa leaves did not have a significant effect on carcass weight and fibril size of treated and control ducks. In conclusion, substitution of Moringa leaf meal in pengging ducks feed on layer period had no impact of carcass and pectoral muscles weight, and could not change the diameter of pectoral muscles fibril. Nutrient and energy leads to egg production than carcass synthesis.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 104-114
Author(s):  
Nia Nur Insani ◽  
Sri Darmanti ◽  
Endang Saptiningsih

Cabai merah keriting (C. annum L.) merupakan salah satu komoditas holtikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Musim penghujan di Indonesia menyebabkan lahan pertanian tergenang sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan hasil panen cabai. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh durasi penggenangan terhadap pertumbuhan vegetatif dan waktu berbunga cabai merah keriting (C. annum L.) varietas Jacko. Perlakuan terdiri dari kontrol, penggenangan durasi 1 hari, 3 hari, dan 10 hari. Masing-masing perlakuan menggunakan 5 ulangan. Desain penelitian menggunakan RAL satu faktor yaitu durasi penggenangan. Analisis data setelah perlakuan penggenangan menggunakan uji T taraf signifikansi 5% dan analisis data setelah periode pemulihan 30 hari menggunakan one-way ANOVA yang dilanjutkan ke uji LSD taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan panjang akar, jumlah daun, ukuran daun, perubahan warna daun, tinggi tanaman, bobot segar akar, dan bobot segar tajuk tanaman setelah perlakuan penggenangan. Diakhir periode pemulihan terjadi peningkatan pertumbuhan vegetatif pada semua perlakuan. Peningkatan durasi penggenangan menurunkan pertumbuhan vegetatif tanaman dan menunda waktu pembentukan tunas bunga. Pertumbuhan akar dan jumlah daun selama periode pemulihan merupakan faktor penting dalam adaptasi tanaman terhadap penggenangan. Capsicum annum L. is a horticultural commodity that has high economic value. The rainy season in Indonesia caused agricultural land to be flooded, which affected chili pepper's growth and yield. The purpose of this study was to examine the effect of flooding duration on vegetative growth and flowering time of C. annum L. var. Jacko. The treatments consisted of control, flooding duration of 1 day, three days, and ten days. Each treatment used five replications. The research design used one-factor RAL, namely the duration of flooding. Data analysis after flooding treatment used the T-test with a significance level of 5%, and data analysis after the recovery period used one-way ANOVA followed by the LSD test with a significance level of 5%. The results showed a decrease in root length, leaf number, leaf size, leaf color change, plant height, root fresh weight, and shoot fresh weight after flooding treatment. At the end of the recovery period, there was an increase in vegetative growth in all treatments. Increasing the duration of flooding reduces the vegetative growth of plants and delays the time of flower bud formation. Root growth and number of leaves during the recovery period are important factors in plant adaptation to flooding. 


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 146-153
Author(s):  
Aida Ridwanah Yusuf ◽  
Silvana Tana ◽  
Tyas Rini Saraswati

Ciu merupakan salah satu minuman beralkohol yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Konsumsi Ciu dapat merusak jaringan dan organ tubuh, karena hasil metabolisme alkohol merupakan molekul reaktif yang berupa Reactive Oxygen Species (ROS). Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh konsumsi Ciu terhadap perubahan histomorfologi ren. Penelitian menggunakan 15 ekor mencit jantan dengan Desain Rancangan Acak Lengkap dengan 3 kelompok perlakuan dan 5 ulangan, yaitu T0: mencit tidak diberikan perlakuan Ciu, T1: mencit diberi perlakuan Ciu 1 x 0,2ml/hari, dan T2: mencit diberi perlakuan Ciu 2 x 0,2ml/hari. Parameter pengukuran antara lain bobot ren, diameter glomerulus, lebar ruang Bowman, ukuran sel epitel dan diameter lumen tubulus kontortus proksimal, dan ukuran sel epitel dan diameter lumen tubulus kontortus distal. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Analysis of Variance (ANOVA), dilanjutkan dengan uji Duncanpada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Ciu memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot ren, ukuran sel epitel tubulus kontortus proksimal, dan diameter lumen tubulus kontortus distal. Kesimpulan, pemberian Ciu pada mencit dapat merubah histomorfometri dan menurunkan bobot ren. Ciu is one of an alcoholic beverages that widely consumed by Indonesian people. Ciu consumption could damage body tissues and organs, because the result of alcohol metabolism is a reactive molecule that forms Reactive Oxygen Species (ROS). The study aims to analyze the effect of Ciu consumption on ren histomorphometry changes. The study used 15 male mice with Completed Random Design with 3 treatment groups and 5 repetitions, i.e. T0: mice were not given Ciu treatment, T1: mice were treated with Ciu 1 x 0,2ml/day, T2: mice were treated with Ciu 2 x 0,2ml/day. The measurement parameters are ren weight, glomerular diameter, Bowman space width, epithelial cell size and lumen diameter of proximal tubules, and epithelial cell size and lumen diameter of distal tubules. Data obtained were analyzed using the Analysis of Variance (ANOVA) test, followed by Duncan’s test at 95% confidence level. The result of the study showed that giving Ciu had a significant effect on ren weight (P<0,05), epithelial cell size of proximal tubule, and lumen diameter of distal tubule. In conclusion, Ciu given to mice could change the histomorphometry and decrease weight of its ren.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 183-192
Author(s):  
Kencana Ayudya Prabahandari ◽  
Kasiyati Kasiyati ◽  
Muhammad Anwar Djaelani ◽  
Sunarno Sunarno

 Daun kelor (Moringa oleifera) merupakan bagian tanaman yang mengandung nutrisi pendukung pertumbuhan tulang ekstremitas ayam jantan, meliputi protein dan mineral kalsium. Atas dasar potensi tersebut, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pakan tambahan tepung daun kelor pada pertumbuhan tulang ekstremitas ayam jantan. Parameter uji penelitian ini meliputi panjang sayap, panjang tibiotarsus, panjang tarsometatarsus, panjang badan, dan panjang paruh. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan meliputi P0 (pakan standar 100%), P1, P2, P3 dan P4 berturut-turut mendapat tambahan tepung daun kelor 1%, 2%, 3%, dan 4% dengan pakan standar 99%, 98, 97%, dan 96%, tiap perlakuan diulang 3 kali. Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut Duncan Multi Range Test(DMRT) (P<0,05). Hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian tepung daun kelor berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan panjang sayap dan panjang tarsometararsus, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan panjang tibiotarsus, panjang badan, dan panjang paruh. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penambahan tepung daun kelor pada pakan berpotensi meningkatkan panjang tulang sayap dan tulang tarsometatarsus yang merupakan bagian dari tulang ekstremitas ayam jantan Moringa leaf (Moringa oleifera) is part of plant that contains nutrients that support rooster extremity bone growth, including protein and calcium minerals. Base on this potential, doing research to analyzing  effect of supplemented Moringa meal on growth of rooster extremity bones. The test parameters of this study include wing length, tibiotarsus length, tarsometatarsus length, body length, and beak length. The research used completely randomized design (CRD) which consisted of 5 treatments including P0 (standard feed 100%), P1, P2, P3, and P4, respectively, received moringa leaf additions of 1%, 2%, 3%, and 4% with standard feed of 99%, 98, 97%, and 96%, each treatment was repeated 3 times. Data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and Duncan Multi Range Test (DMRT) advanced test (P <0.05). The results showed that supplementation of Moringa meal was significantly different (P<0.05) of the wing and tarsometatarsal length. However, it was not significantly different (P>0.05) in tibiotarsal length, body length, and beak length. Supplementation of Moringa leaf meal on the diet of rooster did not increase extremity bones at grower phase. The conclusion was addition of Moringa leaf meal in diet potentially increase wing and tarsometatarsal bone length which are part of rooster extremity bones.


2021 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 161-166
Author(s):  
Savira Amelia Putri ◽  
Riche Hariyati ◽  
Tri Retnaningsih Soeprobowati

Pertumbuhan mikroalga Botryococcus braunii Kutzing dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa salinitas, suhu, pH, oksigen terlarut (DO), intensitas cahaya dan nutrisi pada media kultivasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh salinitas dan limbah cair tahu terhadap pertumbuhan mikroalga B. braunii. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu konsentrasi limbah cair tahu 10% dengan salinitas 15‰ (L10S15); limbah cair tahu 10% dengan salinitas 20‰ (L10S20); limbah cair tahu 10% dengan salinitas 25‰ (L10S25); limbah cair tahu 20% dengan salinitas 15‰ (L20S15); limbah cair tahu 20% dengan salinitas 20‰ (L20S20); limbah cair tahu 20% dengan salinitas 25‰ (L20S25); limbah cair tahu 30% dengan salinitas 15‰ (L30S15); limbah cair tahu 30% dengan salinitas 20‰ (L30S20); dan limbah cair tahu 30% dengan salinitas 25‰ (L30S25). Pengamatan yang dilakukan meliputi kepadatan sel dan faktor lingkungan berupa salinitas, suhu, pH, oksigen terlarut, serta kadar N dan P total. Data yang diperoleh diolah menggunakan metode analisis sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan kepadatan sel tertinggi didapatkan pada perlakuan L10S25 dengan rata-rata kepadatan sel 313x104sel/ml. Secara umum, semakin tinggi limbah cair tahu yang diberikan maka kepadatan sel mikroalga akan semakin rendah.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document