scholarly journals PENGARUH AKTIVITAS FISIK DAN USIA MENARCHE DENGAN KEJADIAN PREMENSTRUAL SYNDROME PADA REMAJA PUTRI

2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 160
Author(s):  
Ziah Datul Kamilah ◽  
Budi Utomo ◽  
Baksono Winardi

Abstrak Latar Belakang: Premenstrual syndrome merupakan munculnya gejala yang dirasakan baik fisik, emosi maupun perilaku sehingga berakibat adanya stres yang dapat berulang setiap adanya fase sebelum menstruasi. Efek dari PMS tersebut dapat sampai mengganggu aktivitas dan konsentrasi belajar terutama pada siswi yang masih sekolah. Studi pendahuluan yang sudah dilakukan di SMP Negeri 29 Surabaya diketahui data dari catatan perbulan UKS bahwa terdapat siswi yang masuk UKS dikarenakan mengeluh sakit perut, pusing dan mual sebelum menstruasi, setelah dilakukan wawancara sebanyak 15 siswi terdapat 15 yang mengalami gejala premenstrual syndrome dengan tingkatan yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara aktivitas fisik dan usia menarche dengan kejadian premenstrual syndrome. Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 206 siswi sesuai dengan kriteria inklusi. Sampling dilakukan dengan simple random sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah aktivitas fisik dan usia menarche, sedangkan variabel dependennya adalah kejadian premenstrual syndrome. Cara mengetahui tingkat signifikan, data yang sudah terkumpul diuji dengan uji statistik Chi-square pada tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebesar 57,6% remaja putri melakukan aktivitas fisik dengan kategori rendah, 29,8% remaja putri mengalami menarche dini, dan sebesar 71,2% remaja putri mengalami premenstrual syndrome ringan. Hasil: Hasil penelitian setelah dilakukan uji Chi-square diperoleh untuk aktivitas fisik nilai p = 0,030 (p≤0,05) yang berarti ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian premenstrual syndrome, dan untuk usia menarche nilai p = 0,073 (p≥0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara usia menarche dengan kejadian premenstrual syndrome. Kesimpulan: Kebiasaan untuk beraktivitas fisik yang tepat dan rutin serta mengurangi stres dapat mengatasi dan mengurangi keluhan premenstrual syndrome yang dialami.Abstract Background: Premenstrual syndrome (PMS) is the symptoms that are felt both physically and emotionally as well as behaviorally, resulting in stress that can recur at every phase before menstruation. The effects of PMS can interfere in learning activity and concentration of female students who are still at school. Preliminary studies conducted at SMP Negeri 29 Surabaya and monthly data records from its UKS revealed that there were students who entered UKS because they experienced abdominal pain, dizziness and nausea before menstruation. After conducting an interview to 15 female students, there were 15 students who experienced symptoms of premenstrual syndrome at different levels. This research aims to study the relationship between physical activity and age of menarche with premenstrual syndrome. Method: This study was an observational analytic study with a cross sectional approach. The total sample was 206 students according to the inclusion criteria. Sampling is done by using simple random sampling. The independent variable in this research is physical activity and age of menarche, while the dependent variable is the phenomena of premenstrual syndrome. The significant level can be found out by testing the collected data using Chi-square statistical test with the significant level α = 0.05. The results showed that 57.6% of female adolescents did physical activity in a low category, 29.8% of female adolescents had early menarche, and 71.2% of female adolescents had mild premenstrual syndrome. Results: The results of the Chi-square test showed that physical activity’s value p = 0.030 (p≤0.05) means that there is a relationship between physical activity and the phenomena of premenstrual syndrome, and age of menarche’s value p = 0.073 (p≥0, 05) means that there is no relationship between age of menarche and the phenomena of premenstrual syndrome. Conclusion: Habits for proper and routine physical activity and reducing stress can overcome and reduce the symptoms of premenstrual syndrome. 

2021 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 204
Author(s):  
Rim Kosim ◽  
Gatut Hardianto ◽  
Kasiati Kasiati

Abstrak Latar belakang: Dismenorea merupakan gangguan menstruasi berupa nyeri perut bawah sesaat atau bersamaan dengan permulaan menstruasi. Menstruasi merupakan kejadian fisiologis dalam tubuh wanita dan dapat disertai beberapa gangguan salah satunya dismenorea. Kejadian dismenorea bagi remaja dapat mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk sekolah. Di Indonesia dari hasil penelitian PIK-KRR kejadian dismenorea pada remaja putri sebesar 72,89%. Faktor-faktor yang terkait dismenorea meliputi usia dibawah 20 tahun, status gizi, usia menarche, riwayat keluarga dengan dismenorea, dan merokok. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan status gizi dan usia menarche dengan kejadian dismenorea. Metode: Menggunakan metode analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 100 responden dengan tehnik simple random sampling. Pengumpulan data berupa data primer dari responden. Analisis data menggunakan uji chi square. Hasil: Terdapat hubungan antara status gizi dan usia menarche dengan kejadian dismenorea pada remaja putri SMAN 19 Surabaya (uji chi square status gizi dengan kejadian dismenorea p value = 0,023 serta usia menarche dengan kejadian dismenorea p value = 0,047). Kesimpulan: Status gizi dan usia menarche merupakan faktor risiko yang memiliki hubungan  bermakna dengan kejadian dismenorea pada remaja putri.Abstract Introduction: Dysmenorrhea is a menstrual disorder in the form of lower abdominal pain before or right with the onset of menstruation. Menstruation is a physiological event in a woman's body and can be accompanied by several disorders, one of which is dysmenorrhoea. The incidence of dysmenorrhea for adolescents can disrupt daily activities including school. In Indonesia, the results of PIK-KRR’s study shows the incidence of dysmenorrhoea in young women was 72.89%. Factors related to dysmenorrhea including age under 20 years, nutritional status, age of menarche, family history of dysmenorrhea, and smoking. This study aims to analyze the relationship between nutritional status and age of menarche with the incidence of dysmenorrhea. Method: This study used an observational analytic method with a cross sectional study design. The sample used is 100 respondents using simple random sampling method. Data is collected in the form of primary data from respondents. Data analysis used the chi square test. Result: There is a relationship between nutritional status and age of menarche with the incidence of dysmenorrhea in female adolescents of SMAN 19 Surabaya (chi square test of nutritional status with incidence of dysmenorrhoea p = 0.023 and age of menarche with incidence of dysmenorrhea p = 0.047). Conclusion: Nutritional status and age of menarche are risk factors that have a significant relationship with the incidence of dysmenorrhea in female adolescents.


Author(s):  
Lela Kania Rahsa Puji ◽  
Nurwulan Adi Ismaya ◽  
Tri Okta Ratnaningtyas ◽  
Nur Hasanah ◽  
Nada Fitriah

Masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh wanita dalam masyarakat adalah gangguan mestruasi. Di Indonesia 260 wanita usia subur 95% mengalami minimal satu gejala Premenstrual syndrom(PMS) , antara gejala sedang sampai berat sebanyak 3,9%. Dari studi pendahuluan di STIKes Kharisma Persada Pamulang didapatkan 66,7% wanita mengalami gejala ringan dari premestrual syndrome (PMS), sedangkan 33,3% wanita mengalami gejala sedang sampai gejala berat dari premenstrual syndrome (PMS). Tujuan : menganalisis aktivitas fisik, stres, dan pola tidur terhadap Premenstrual Syndrome (PMS) kepada mahasiswi PRODI D3 farmasi STIKes Kharisma Persada Pamulang. Metode kuantitatif dengan cross sectional. Sampel sebesar 97 secara simple random sampling. Kuesioner diisi oleh responden melalui google form, analisa data menggunakan uji chi square. Hasil penelitian didapatkan terdapat hubungan bermakna di setiap variabel aktivitas fisik, stres dan pola tidur terhadap kejadian Premenstrual syndrom(PMS) .


2020 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 125
Author(s):  
Rina Wahyu Andani

Background: Premenstrual syndrome (PMS) is a group of symptoms consisting of physical, psychological, and behavioral disorders that can occur in women before menstruation and can be triggered or aggravated by factors such as their degree of stress and physical activity. Purpose: This research aimed to analyze the relationship between degree of stress and physical activity and premenstrual syndrome occurrence in female students. Method: This study used analytical observational research with a cross-sectional research design. Female students of the S1 Public Health class of 2016-2019 were used as the sample (n = 93) in this research. Sampling was conducted via the simple random sampling technique. A bivariate analysis was conducted using chi-square testing. The research was conducted between August and September of 2019 at the Faculty of Public Health, Universitas Airlangga. Results: Severe to extreme symptoms felt most often by respondents were muscle and joint pain, abdominal pain, and irritability. The prevalence of premenstrual syndrome with moderate to severe symptoms in female students of the S1 Public Health class was 46.24% and the prevalence of stressed female students was 70.97%. Statistical test results showed a relationship between the degree of stress and premenstrual syndrome occurrence (p = 0.01) and a relationship between physical activity and premenstrual syndrome occurrence (p = 0.04). Statistical tests also showed no relationship between the age of menarche and premenstrual syndrome occurrence (p = 0.50). Conclusion: There was a significant relationship between degree of stress and physical activity and premenstrual syndrome occurrence.


2019 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 1-7
Author(s):  
Tiffani Tantina

Premenstrual syndrome is quite high, with almost (75%) of women of childbearing age around the world experiencing premenstrual syndrome. Country of Indonesia itself the number of events around (70-90%), which occurs in women of childbearing age and more often found in women aged 20-40 years. This figure indicates that Premenstrual Syndrome in Indonesia is quite a lot that needs to be done countermeasures to stay and overcome it. Low knowledge of the various forms of adolescents have risky behavior / action. The purpose of this study was to analyze the relationship between the variables studied and knowledge with Premenstrual Actions Syndrome. This research method uses pure quantitative in cross sectional approach. The research subjects were female teenagers residing in the new village of Pancur Batu sub-district, which faced 90 people who were 12-16 years old. Random sampling technique by simple random sampling. Data analysis was done by Chi-Square test with multiple Linear regression test. The result of the study was no correlation between end result of age, education, first menstruation with action of overcoming premenstrual syndrome , the most dominant and significant variable is age, and knowledge also has a significant relationship with the action of overcoming premenstrual syndrome.


2019 ◽  
Vol 11 (4) ◽  
pp. 251-260
Author(s):  
Putra Agina Widyaswara Suwaryo ◽  
Wahyu Tri Widodo ◽  
Endah Setianingsih

Stroke adalah suatu penyakit cerebrovascular dimana terjadinya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak. Seperempat dari seluruh kejadian stroke adalah stroke. Faktor yang mempengaruhi stroke diantaranya kebiasaan meminum kopi, perilaku merokok, kurangnya aktifitas fisik, tidak melakukan kontrol tekanan darah secara rutin,  dan stres. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian stroke di RS PKU Muhammadiyah Sruweng. Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 38 pasien yang diambil secara simple random sampling. Instrumen berupa lembar kuesioner. Data dianalisa menggunakan analisa deskriptif dan korelatif menggunakan uji chi square. Hasil penelitian didapatkan tidak ada pengaruh kebiasaan meminum kopi dan merokok dengan kejadian stroke. Ada pengaruh pengaruh aktifitas fisik, kontrol tekanan darah secara rutin, dan stres dengan kejadian stroke. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan melakukan penelitian intervensi seperti memberikan penyuluhan terkait cara meningkatkan aktifitas fisik, dan menurunkan stres serta keteraturan minum obat.  Kata kunci: faktor risiko, aktifitas fisik, tekanan darah, stres, stroke THE RISK FACTORS THAT INFLUENCE THE INCIDENCE OF STROKE   ABSTRACT Stroke is a cerebrovascular disease in which the occurrence of brain function disorders associated with vascular disease that supplies blood to the brain. A quarter of all stroke events are strokes. Factors affecting stroke include coffee drinking habits, smoking behavior, lack of physical activity, not exercising routine blood pressure control, and stress. The purpose of this study was to determine the risk factors that influence the incidence of stroke in PKU Muhammadiyah Sruweng Hospital. This study uses a correlational method with a cross-sectional approach. The sample in this study was 38 patients taken by simple random sampling. The instrument was in the form of a questionnaire sheet. Data were analyzed using descriptive and correlative analysis using chi square test. The results showed there was no effect of the habit of drinking coffee and smoking with the incidence of stroke. There is an influence of physical activity, routine blood pressure control, and stress with the incidence of stroke. Further research can be developed by conducting intervention studies such as providing counseling related to how to increase physical activity, and reduce stress and regular medication.  Keywords: risk factors, physical activity, blood pressure, stress, stroke


2019 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 1-7
Author(s):  
Tiffani Tantina

Premenstrual syndrome is quite high, with almost (75%) of women of childbearing age around the world experiencing premenstrual syndrome. Country of Indonesia itself the number of events around (70-90%), which occurs in women of childbearing age and more often found in women aged 20-40 years. This figure indicates that Premenstrual Syndrome in Indonesia is quite a lot that needs to be done countermeasures to stay and overcome it. Low knowledge of the various forms of adolescents have risky behavior / action. The purpose of this study was to analyze the relationship between the variables studied and knowledge with Premenstrual Actions Syndrome. This research method uses pure quantitative in cross sectional approach. The research subjects were female teenagers residing in the new village of Pancur Batu sub-district, which faced 90 people who were 12-16 years old. Random sampling technique by simple random sampling. Data analysis was done by Chi-Square test with multiple Linear regression test. The result of the study was no correlation between end result of age, education, first menstruation with action of overcoming premenstrual syndrome ,the most dominant and significant variable is age,and knowledge also has a significant relationship with the action of overcoming premenstrual syndrome.


2016 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
Author(s):  
Fitrah Umi Mutasya ◽  
Edison Edison ◽  
Hasnar Hasyim

AbstrakMenarche (menars) adalah haid pertama dari uterus yang merupakan awal dari fungsi menstruasi dan tanda telah terjadinya pubertas pada remaja putri. Pada dekade terakhir menunjukkan kecenderungan pergeseran usia menars ke arah umur yang lebih muda. Tujuan penelitian ini adalah menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menars. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dalam bentuk rancangan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMP Adabiah kelas VII dan VIII tahun ajaran 2012/2013. Jumlah sampel sebanyak 72 siswi yang diambil secara Simple Random Sampling. Data dikumpulkan dengan angket dan pengukuran tinggi dan berat badan responden. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dan analisis dengan uji chi-square pada α = 0,05. Hasil penelitian didapatkan bahwa usia menars rata-rata siswi SMP Adabiah adalah 12,29 ± 0,49 tahun. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendapatan per kapita dan status gizi dengan usia menars sedangkan tingkan pendidikan orang tua dan paparan media massa tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan usia menars.Kata kunci: usia menars, pendapatan per kapita, status gizi AbstractMenarche is the first menstruation or bleeding of the uterus that is the beginning of the menstrual function and mark the occurrence of puberty in young girls. In the past decade shows a shift in the age of menarche trend toward younger age. The objective of this study was to determine the associated factors to age of menarche. This type of research is observational analytic with cross sectional study design. The population in this study were all junior high school students of class VII and VIII academic year 2012/2013. The total sample of 72 student were taken by simple random sampling. Data were collected by questionnaire and measurement of height and weight. Data was analyzed  by chi-square test at α = 0,005. The result showed that the average age of menarche Adabiah junior high school student was 12.29 ± 0.49 years. There is a significant correlation between the level of per capita income and nutritional status with age of menarche, while the level of parental education and exposure to mass media have no significant correlation with age of menarche.Keywords:  menarche age, per capita income, nutritional status


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 73
Author(s):  
Anandita Mega Kumala ◽  
Ani Margawati ◽  
Ayu Rahadiyanti

Latar belakang: Beberapa studi menunjukkan terdapat hubungan antara screen-time viewing, aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja. Penggunaan gadget yang berlebihan pada remaja berkaitan dengan status gizi. Screen-time yang tinggi, tingkat aktivitas fisik rendah, dan pola makan menjadi tidak sesuai dengan rekomendasi sehingga dalam jangka panjang dapat mempengaruhi status gizi.Metode: Desain studi observasional dengan rancangan cross-sectional yang melibatkan remaja usia 13-15 tahun di Kendal. Pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan 61 responden. Status gizi ditentukan berdasarkan z-score indeks massa tubuh terhadap umur (IMT/U). Data durasi penggunaan alat elektronik (gadget) diperoleh dari kuesioner terstruktur yang telah divalidasi, data aktivitas fisik diperoleh dari kuesioner International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) dan data pola makan diperoleh melalui wawancara dan kuesioner Semi-Quantitative Food Frequency Questionnare (SQ-FFQ) yang ditentukan berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang (PGS). Analisis data menggunakan uji Chi-Square serta Fisher Exact.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 72,1% responden memiliki durasi penggunaan alat elektronik (gadget) yang tinggi. Selain itu, ditemukan 14,8% responden dengan aktivitas fisik rendah. Pola makan pada 80,3% responden sudah sesuai dengan anjuran PGS, tetapi 96,7% responden tidak memenuhi anjuran konsumsi sayur. Status gizi pada responden berdasarkan Z-score IMT/U ditemukan sebanyak 6,6% responden dengan kategori kurus dan 14,8% gemuk. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara durasi penggunaan alat elektronik (gadget), aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi (p<0,05).Simpulan: Terdapat hubungan antara durasi penggunaan alat elektronik (gadget), aktivitas fisik dan pola makan dengan status Gizi pada remaja usia 13-15 tahun (p<0,05).


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 8-14
Author(s):  
Chairina Azkya Noor ◽  
Lie Tanu Merijanti

LATAR BELAKANGSeiring dengan meningkatnya jumlah lansia khususnya di Indonesia, semakin meningkat pula permasalahan penyakit akibat proses degeneratif. Tiga puluh dua koma empat persen lansia di Indonesia mengalami gangguan pada fungsi kognitifnya. Fungsi kognitif merupakan salah satu bagian terbesar yang diatur oleh otak. Penuaan menyebabkan terjadinya banyak perubahan pada otak yang dapat mengarah pada kemunduran fungsi neurokognitif. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif, salah satunya adalah aktivitas fisik. Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia. METODEJenis penelitian ini merupakan observational analitic dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan November 2015. Sampel diambil secara simple random sampling pada 60 lansia di Posyandu Lansia X, Jakarta. Seluruh lansia yang memenuhi kriteria inklusi dinilai aktivitas fisiknya dari pengisian kuesioner Rapid Assessment of Physical Activity (RAPA), sedangkan nilai fungsi kognitif diperoleh dengan wawancara berdasarkan Mini Mental State Examination (MMSE). Analisis data dilakukan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia digunakan uji Chi-square. HASILTerdapat hubungan bermakna secara statistik antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia (p=0.000). KESIMPULANAktivitas fisik dapat mempengaruhi fungsi kognitif pada lansia. Lansia dengan aktivitas fisik golongan regular sampai dengan active memiliki nilai fungsi kognitif yang normal dibandingkan lansia tanpa aktivitas fisik atau termasuk ke dalam golongan under-active.


2016 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
Author(s):  
Dina Athanmika

<p>Merokok adalah perilaku penggunaan .Wabah tembakau atau rokok telah meracuni dan membunuh 4 juta penduduk dunia setiap tahunnya.  Berdasarkan laporan WHO tahun 2008 ditemukan 24,1% remaja pria Indonesia adalah perokok. Konsumsi rokok di Indonesia meningkat lebih cepat dibandingkan negara-negara lain. Pada kelompok umur 10-14 tahun, jumlah perokok meningkat dari 0.3% menjadi 1.4% dalam kurun waktu 18 tahun (1995-2013), dan pada kelompok umur 15-19 tahun terjadi peningkatan dari 7,1% ke 18,3%.  Hasil Riskesdas 2013, menunjukkan bahwa terdapat 30,3% perokok aktif di Sumatera Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok didalam rumah Kelurahan Tarok Kecamatan Payakumbuh Utara Tahun 2014.Penelitian menggunakan desain <em>cross sectional</em>. Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga  perokok yang berada di Kelurahan Tarok Kecamatan Payakumbuh   Utara   dengan   jumlah   sampel   162   responden   dan   dipilih menggunakan teknik Simple Random Sampling. Pengolahan data menggunakan analisis univariat dan bivariat (Uji Chi-Square).Hasil analisis univariat didapatkan sebagian besar (89,5 %)  responden mempunyai perilaku merokok, 62,3% responden memiliki sikap negatif, terdapat 51,2% responden memiliki <em>perceive behavioral </em>yang tinggi, dan 56,8 % responden memiliki peran ibu rumah tangga yang tidak optimal. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peran ibu rumah tangga (p = 0,032 ; OR = 3,6), tidak ada hubungan sikap (p = 0,958 ; OR =1,18) dan <em>perceive behavioral </em>(p = 0,152 ; OR = 2,5) dengan perilaku merokok didalam rumah.penelitian ini disimpulkan bahwa ada hubungan peran ibu rumah tangga terhadap perilaku merokok. menjalin kerjasama dengan tokoh masyarakat   dalam memberikan informasi dan pengetahuan kepada warga berupa penyuluhan kesehatan tentang merokok agar dapat menghentikan kebisaan merokok didalam rumah.</p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document