scholarly journals PENGARUH SEBARAN VEGETASI TERHADAP SUHU DAN KELEMBABAN PADA TAMAN WISATA ALAM (TWA) PUNTI KAYU KOTA PALEMBANG

2019 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 68
Author(s):  
Yuli Rosianty ◽  
Delfy Lensari ◽  
Pini Handayani

Taman Wisata (TWA) Punti Kayu mempunyai peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan iklim Kota Palembang melalui kemampuan dalam menyerap dan menyimpan karbon. Keberadaan dari vegetasi di TWA dapat mempengaruhi kondisi iklim setempat, mampu merubah suhu dan kelembaban udara.   Tujuan penelitian ini  untuk mengetahui pengaruh sebaran vegetasi terhadap suhu dan kelembaban  yang  ada di TWA Punti  Kayu dilakukan dengan menggunakan metode survey dengan teknik purposive sampling dari luas Hutan wisata Alam Punti Kayu. Data yang diambil meliputi jenis data vegetasi, suhu udara dan kelembaban udara. selanjutnya akan dihitung nilai INP dan suhu serta kelembabannya. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa Taman Wisata Alam (TWA) memiliki 18 jenis vegetasi pohon yaitu Pinus (Pinus mercusii), Talok (Muntingia calabura), Mahoni (Swietenia macrophylla), Akasia (Acacia mangium, Jarak (Jatropha curcas), Sungkai (Peronema canescen), Kelapa (Cocos nucifera), Angsana (Pterocarpus indicus), Jambu Eropa (Syzygium sp), Ketapang (Terminalia catappa), Salam (Syzygium polyanthum), Sonokeling (Dalbergia latifolia), Pulai (Alstonia scholaris), Bengkal (Albizia procera), Balam (Palaquiun qutta), Aren (Arenga pinnata), Sengon (Albizia chinensis ) dan Bungur (Lagerstroemia speciosa),. Taman Wisata Alam Punti Kayu terdapat tiga zona yaitu Zona Pemanfaatan, Zona Perlindungan, Zona Rawa, Zona perlindungan dengan luas 4,5 ha memiliki sebaran vegetasi yang lebih beragam dibanding zona pengelolaan lainnya, ditemukan 12 jenis pohon yang di dominasi oleh bungur (Lagerstroemia Sp) dan pinus (pinus mercusii) dengan kerapan relatif tertinggi pinus mencapai kelembaban yang lebih tinggi ( 85,50% ) dengan suhu paling rendah ( 28,60OC) dibandingkan dengan Zona pengelolaan lainnya. Pada Zona pemanfaatan dengan luas 39,90 Ha memiliki sebaran vegetasi didominasi jenis pinus, mahoni dan akasia yang sudah tertata dan banyak ditemukan obyek wisata dan wahana permainan memiliki kelembaban rata-rata 74,7% dengan suhu rata-rata 30,62 OC. Sedangkan zona rawa dengan luas 5,60 Ha memiliki kelembaban paling rendah dan suhu paling tinggi dibanding dua zona lainnya (53,33% dan 33,28OC), hal ini dikarenakan pada zona rawa banyak ditemukan lahan terbuka dengan vegetasi yang sedikit dan didaminasi oleh rerumputan.

2019 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 96-104
Author(s):  
I Dewa Putu Darma ◽  
Arief Priyadi ◽  
Rajif Iryadi

The Ethnobotany study of society advantage knowing plant species that be used and this usefulness. This study purpose identification plant’s utilization and local wisdom in Bedugul area. This method is purposive sampling that based profession with interview to Dukun, Baten, housewife, Farmer, craftsmen and builder. Filed data were processed with quantitative to get the benefit index (BI) on 181 species. Top ten species have been the highest of BI such as: Musa paradisiaca (0.026718), Arenga pinnata (0.022901), Artocarpus integer (0.015267), Cocos nucifera (0.015267), Colocasia esculenta (0.015267), Curcuma domestica (0.015267), Schizostachyum brachyckadum (0.015267), Moringa oleifera (0.01145), Aleurites moluccanus (0.01145) & Allium sativum (0.01145). Four of them have rare status i. e: Borassus flabellifer, Alstonia scholaris, Eeucresta horsfieldii & Saurauia bracteosa. Bali culture which has reserved with conservation education (Tumpek Wariga ceremony, Wana Kertih & Danau Kertih) makes the environment sustainability.  


2018 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Hafiizh Prasetia ◽  
Rony Riduan ◽  
Nova Annisa

Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kelurahan Komet sangat diperlukan keberadaannya. Jumlah, jenis dan distribusi vegetasi yang sudah ada perlu diketahui untuk membuat perencanaan RTH taman kota dan taman lingkungan yang dibutuhkan di Kota Banjarbaru. Oleh sebab itu, selain untuk menginventarisir RTH taman kota dan taman lingkungan yang ada, juga perlu dilakukan analisis variasi kemampuan serapan CO2 atmosfir beberapa jenis pohon penyusun ruang terbuka hijau Kota Banjarbaru, khususnya Kelurahan Komet. Tata hijau yang digunakan dalam lansekap kawasan taman menggunakan pohon yang bertajuk lebar dan didominansi pohon seperti akasia (Acacia mangium), jambu air (Eugenia aquea), mangga (Mangifera indica), sawo (Manilkara zapota), rambutan (Nephelium lappaceum), jambu biji (Psidium guajava), angsana (Pterocarpus indicus), mahoni berdaun lebar (Swietenia macrophylla), dan ketapang (Terminalia catappa). Penyerapan tertinggi tercatat pada pohon angsana (Pterocarpus indicus) yaitu sebesar 720 kg.tahun-1, sedangkan yang terendah pada pohon jambu biji (Psidium guajava), dan mahoni berdaun lebar (Swietenia macrophylla) yaitu sebesar 61 kg.tahun-1. Kata Kunci: Banjarbaru, serapan CO2, taman. The existence of green open space in Comet Village is indispensable. The number, type and distribution of existing vegetation should be known to make urban park planning and environmental parks needed in Banjarbaru City. Therefore, in addition to the inventory green open space park city and environmental parks that exist, it is also necessary to analyze the variation of atmospheric CO2 absorption capacity of several types of trees making up green open space Banjarbaru City, especially Comet Village. The green streets used in the landscape of the park area use wide-brim and tree-dominated such as Acacia mangium, Eugenia aquea, Mangifera indica, Manilkara zapota, Nephelium lappaceum, Psidium guajava, Pterocarpus indicus, Swietenia macrophylla and Terminalia catappa. The highest absorption was recorded in Pterocarpus indicus tree which was 720 kg.year-1, while the lowest in Psidium guajava and Swietenia macrophylla tree was 61 kg.year-1.Keyword : Banjarbaru, CO2 absorption, park.


2019 ◽  
Author(s):  
Ruhil Pahala Kusuma

Permasalahan lingkungan perkotaan meliputi peningkatan suhu, pencemaran udara akibat kendaraan bermotor, serta peningkatan kebisingan sehingga menciptakan kondisi kurang nyaman bagi masyarakat. Pengelolaan jalur hijau menjadi salah satu alternatif mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menentukan keanekaragaman dan kategori pohon untuk fungsi ekologis di jalur hijau serta mempelajari kondisi iklim dan tingkat kebisingan di jalur hijau kawasan permukiman Kotabaru. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2018. Penelitian dilaksanakan pada 20 ruas jalan lokal di Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, dengan purposive sampling, analisis KPI (Key Performance Index), Indeks Keanekaragaman Vegetasi, dan uji Anova. Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks keanekaragaman spesies sebesar 2,14 dengan kategori sedang. Vegetasi di kawasan permukiman Kotabaru yang memiliki karakteristik morfologi sangat baik dan baik sebagai peredam kebisingan sebesar 21,84% dan 51,84%; sebagai peneduh 4,21% dan 26,05%; sebagai kontrol kelembaban 8,42% dan 60%; serta sebagai penahan angin 20,26% dan 68,42% dari total pohon sampel. Pohon dengan nilai tertinggi kategori sangat baik untuk fungsi peredam kebisingan adalah tanjung (Mimusops elengi), fungsi peneduh adalah ketapang (Terminalia catappa), fungsi kontrol kelembaban adalah kelapa gading (Cocos nucifera), serta fungsi penahan angin adalah biola cantik (Ficus lyrata). Kondisi kebisingan di Kotabaru lebih bising dan kondisi suhu lebih panas dibandingkan standar kenyamanan ekologis, sedangkan kondisi kelembaban dan kecepatan angin memenuhi standar kenyamanan ekologis.


2016 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 50-67
Author(s):  
Ismaila O. Saheed ◽  
Folahan A. Adekola ◽  
Gabriel A. Olatunji

2019 ◽  
Vol 2 (02) ◽  
pp. 46-57
Author(s):  
Risa Umami ◽  
Hasyim As’ari ◽  
Tristi Indah Dwi Kurnia

Pemanfaatan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinan merupakan kegiatan turun temurun yang telah dipraktikkan oleh Suku Using Kabupaten Banyuwangi. Suku Using memanfaatkan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinan menjadi beranekaragam jenis konstruksi bangunan dan produk kerajinan yaitu atap, pintu, jendela, kusen, lantai, tiang, plafon, reng, bekisting, ukiran, peralatan/perabot rumah tangga, hiasan, alat musik, anyaman, pewarna tekstil dan seni barong, untuk mendukung kegiatan pemanfaatan tanaman perlu adanya identifikasi mengenai potensi tanaman berguna. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanamanyang berpotensi sebagai bahan bangunan dan kerajinan, mengetahui pengetahuan masyarakat Suku Using Banyuwangi tentang pemanfaatan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinandengan jumlah responden yaitu 390 orang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif dengan teknik survei lapangan dan wawancara dari narasumber yang berprofesi sebagai ketua adat, tukang bangunan, pengrajin kerajinan khas banyuwangi dan masyarakat Suku Using. Data yang diambil meliputi data keanekaragaman tanaman yang digunakan masyarakat Using sebagai bahan bangunan dan kerajinan.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2018 di lima kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yaitu meliputi Kecamatan Glagah, Kecamatan Giri, Kecamatan Kabat, Kecamatan Singojuruh dan Kecamatan Rogojampi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 33 spesies yang dimanfaatkaan sebagai bahanbangunan dan kerajinan oleh masyarakat Using terdiri atas 18 familia. Spesies yang paling dominan digunakan adalah jati (Tectona grandis), kelapa (Cocos nucifera), bambu (Gigantochloa apus), mahoni (Swietenia mahagoni), nangka (Artocarpus heterophyllus), pulai (Alstonia scholaris), kopi (Coffea sp.), rotan (Calamus javanensis), dan bendo (Artocarpus elasticus).  


Author(s):  
Deli Sukardi umbu Tamu ◽  
Yanti Daud ◽  
Apriliana Ballo

Tanaman obat merupakan jenis tumbuhan yang dapat memberikan manfaat medis bagi manusia, jenis tanaman ini banayak ditemukan dilingkungan sekitar maupun dihutan. Penelitian tentang tanaman obat di Taman Hutan Raya Prof.Ir Herman Yohanes Desa Kotabes berlangsung selama satu bulan yaitu bulan Februari-Maret 2019. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis tanaman obat yang berpotensi sebagai obat trdisional bagi masyarakat Desa Kotabes. Manfaat dari penelitian ini yaitu seabagai informasi bagi masyarakat Nusa Tenggra Timur secara khususnya dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Manfaat lain yaitu sebagai data keanekaragaman tanaman obat Nusantara khususnya di TAHURA Kupang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode belt transek (transek sabuk) dengan transek kuadran. Hasil penelitian dianalisis berdasarkan pada buku Tanaman obat Andriani & Arisandi 2008, buku Flora Van Stenis 2008 dan jurnal. Analisis keanekaragaman jenis tanaman obat menggunakan rumus Shannon-Wiener. Adapun spesies tanaman obat yang ditemukan yakni: Arange pinnate, Plectocomiopsis mira, Strobilantes crispus, Annona muricata, Chromolaena odorata, Alstonia scholaris, Garnicia cf.bancana, Ceiba pentandra, Swietenia macrophylla, Piper caducibra cteum, Morinda citrifolia, dan sterculia quadrifa. Ke-sebelasan spesies tergolong dalam famili : Araceae, Acantahceae, Annonaceae, Asteraceae, Apocynaceae, Gutiferae, Malvaceae, Meliaceae, Piperaceae, Rubiaceae, dan Sterculiaceae. Indeks keanekaragaman tanaman obat pada setiap stasiun yaitu pada stasiun 1dengan H’= 0,87, stasiun 2 dengan H’= 0,71, dan pada stasiun 3 dengan H’= 0,78 yang diperoleh di Taman Hutan Raya Prof.Ir Herman Yohanes dan tergolong dalam indeks keanekaragaman rendah. Dari penelitian ini diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui kandungan kimia dan pemakaian dosis agar terjamin keamanan kesehatan pengguna.


Author(s):  
Md. Shahariar Jaman ◽  
Ishrat Jahan ◽  
Mahbuba Jamil ◽  
Md. Golam Jilani Helal ◽  
Md. Shariful Islam ◽  
...  

Plants are an important feature of urban ecosystems which provide numerous environmental and ecosystem benefits such as defenses against noise and air pollution and conservation of biodiversity. The aim of this study was to investigate the structure and composition of urban vegetation in different urban habitats like roadsides, parks, gardens and playgrounds in Dhaka South City area. Stratified random sampling method was used in this study. A total of 221 plant species belonging to 63 families were identified and recorded. Among all plant species Swietenia macrophylla, Polyalthia longifolia, Cocos nucifera, Samanea saman, and Artocarpus heterophyllus are recorded as the most dominant. Most of the tree and shrub population were found between 6-9 m and 1-3m height classes whereas most of tree and shrub population were found in between 10-15cm dbh classes. Highest IVI was found for Swietenia macrophylla (193.22%) followed by Polyalthia longifolia (184.59%), Samanea saman (138.37%), Cocos nucifera (79.9%) and Delonix regia (68.27%) respectively. Average frequency, density, dbh and basal area were found 46.82%, 138.28 tree ha-1, 458.59 cm ha-1 and 12.33 m2 ha-1 respectively. Findings of this study reveals that structural attributes of plant represent quite young and still developing vegetation. This research will help to plan for future green infrastructure which will maintain ecosystem function, therefore, providing longer term benefits for the city dwellers.


Author(s):  
Leonardo Rodrigues da Silva ◽  
Isabelle Maria Jacqueline Meunier ◽  
Ângela Maria De Miranda Freitas

Neste trabalho foram reconhecidas 87 morfoespécies de árvores, arvoretas e palmeiras nos sete parques urbanos de Recife, com a observação de 2808 exemplares. As espécies de árvores e arvoretas mais abundantes foram Clitoria fairchildiana, Mangifera indica, Tecoma stans, Terminalia catappa e Tabebuia impetiginosa. Entre as palmeiras destacaram-se Dypsis lutescens, Roystonea oleracea, Cocos nucifera, Acrocomia intumescens e Elaeis guineensis. A maior abundância foi verificada no Parque Treze de Maio, com 981 exemplares e 58 espécies. O Parque da Jaqueira apresentou 773 indivíduos e 68 espécies, sendo o parque com maior riqueza de espécies. O parque menos arborizado e com menor riqueza florística foi o Robert Kennedy, com 122 indivíduos e 18 espécies, e os que apresentaram piores condições de densidade foram Arraial Novo do Bom Jesus e Santana (41,7 e 56,7 indivíduos/ha, respectivamente). O potencial paisagístico da flora local foi mal aproveitado nos parques urbanos de Recife, privilegiando-se o plantio de espécies exóticas ou nativas de outros biomas brasileiros. As densidades de árvores, arvoretas e palmeiras foram consideradas baixas em quatro dos sete parques, que precisam receber novos plantios de espécies arbóreas, preferencialmente nativas, contribuindo para amenização climática e conservação e valorização de flora nativa.


2012 ◽  
Vol 28 (1) ◽  
Author(s):  
Blanca Patricia Castellanos-Potenciano ◽  
Elia Ramírez Arriaga ◽  
Juan Manuel Zaldivar-Cruz

Se estudiaron 40 muestras de miel de Apis mellifera L. con métodos melisopalinológicos, correspondientes a cuatro subregiones del estado de Tabasco. El polen de 29 taxa, la mayoría pertenecientea la flora nativa, fueron importantes (≥10%): Avicennia germinans (Acanthaceae); Borreria verticillata (Rubiaceae); Bursera simaruba (Burseraceae); Cecropia obtusifolia (Moraceae); Coccoloba aff.diversifolia (Polygonaceae), Conocarpus sp. (Combretaceae), Rumex sp. 1. (Polygonaceae), Eleocharis sp. 1 (Cyperaceae); Eragrostis sp. (Poaceae), Asteraceae sp. 1 y sp. 2. (Asteraceae), Andira sp. (Fabaceae), Diphysa carthagenensis (Fabaceae), Erythrina sp. 1(Fabaceae), Haematoxylum campechianum (Fabaceae), Heliocarpus appendiculatus (Tiliaceae), Machaerium sp. (Fabaceae); Mimosa albida (Fabaceae); Mimosa pigra var. berlandieri (Fabaceae); Phyla nodiflora (Verbenaceae); Piper sp. 1, sp. 2 y sp. 3. (Piperaceae), Quercus oleoides (Fagaceae); Spondias mombin (Anacardiaceae); Spondias radlkoferi (Anacardiaceae); Cocos nucifera (Arecaceae), Muntingia calabura (Elaeocarpaceae) y Zea mays (Poaceae). En general, se caracterizaron 14 mieles como monoflorales, 7 biflorales y 19 multiflorales. El mayor número de mieles fue del grupo II, conteniendo de 20,000 a 100,000 granos de polen en diez gramos de miel. Con base a los parámetros ecológicos, la explotación de recursos por A. mellifera fue más homogénea cuando se presentó una mayor diversidad de especies botánicas y un comportamiento de recolecta heterogéneo que coincidió con índices de diversidad bajos. Se encontró correlación entre algunas subregiones por la presencia de Mimosa albida, Bursera simaruba y Cecropia obtusifolia.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document