Abstrak Desa Kepuhsari Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, sudah sejak lama dikenal sebagai sentra produksi wayang kulit tatah sungging. Proses pembuatannya yang rumit dengan bahan kulit dan tanduk berkualitas dikemas menjadi produk yang ekslusif. Hasil tatah sunggingnya terkenal tebal, rapi, dan halus sehingga menjadi salah satu produk unggulan dari Kabupaten Wonogiri. Bahkan, pada tahun 2014 pemerintah telah memberi identitas pada Desa Kepuhsari sebagai ‘Kampung Wayang’. Melalui penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif, dianalisa dengan metode analisis model interaktif, serta divalidasi dengan triangulasi data ini, mampu menemukenali beberapa potensi di Desa Kepuhsari berupa potensi SDM, alam, wisata budaya dan religi, anyaman bambu, cinderamata, kelompok seni pertunjukan, serta utamanya berupa kerajinan wayang kulit tatah sungging. Kemudian juga menemukan upaya internal yang sudah dilakukan oleh pengelola Kampung Wayang dan pemerintah setempat berupah pembentukan Pokdarwis Tetuko, pengelolaan Kampung Wayang, serta pengembangan industri kreatif untuk perajin wayang tatah sungging. Berdasar temuan data menyoal potensi dan upaya internal tersebut maka dapat dirumuskan beberapa strategi dalam upaya penguatan branding Desa Kepuhsari sebagai Destinasi Wisata Kampung Wayang Tatah Sungging agar keberadaannya tetap eksis dan makin dikenal oleh masyarakat luas baik dalam maupun luar negeri. Kata kunci: industri kreatif, branding, destinasi wisata, kampung wayang, kewirausahaan Abstract Kepuhsari Village of Manyaran Sub District, Wonogiri Regency, Central Java has been long known as wayang kulit tatah sungging production centre. Its elaborate production process with high-quality leather and animal horn material is packaged into exclusive product. Its tatah sungging product is neat, thick, and fine, thereby becoming one of superior products in Wonogiri Regency. Even in 2014 the government had identified Kepuhsari Village as “Kampung Wayang (Puppet Village). Through research conducted with descriptive qualitative approach, analyzed by interactive model analysis method, and validated by triangulation data, we able to identify some potency in Kepuhsari Village in the form of human resource potential, nature, cultural and religious tourism, woven bamboo, souvenir, performance art, and especially wayang kulit tatah sungging production. Another finding is the internal efforts that have been done by the manager of Wayang Village and the local government in form of Pokdarwis Tetuko, the management of Wayang Village, and the development of creative industries for tatah sungging artists. Based on the findings of the data questioning the potential and internal efforts can be formulated several strategies in efforts to strengthen the branding of Kepuhsari Village as a Tatah Sungging Tourism Village and retain its existence and to be widely known by the public both domestic and foreign. Keywords: creative industry, branding, tourist destination, puppets village, entrepreneurship