Uji Aktivitas Antihiperglikemik Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) pada Mencit Induksi Aloksan

Author(s):  
Jena Hayu Widyasti ◽  
Fitri Kurniasari

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit dengan adanya gangguan sekresi insulin baik karena penurunan sensitifitas maupun kerusakan pada sel beta. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan ekstrak daun petai cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) memiliki aktivitas menurunkan kadar gula darah mencit hiperglikemik pada dosis yang efektif. Penelitian antihiperglikemik ini menggunakan mencit putih sebanyak 30 ekor. Pengujian aktivitas antihiperglikemik dilakukan pada 6 kelompok perlakuan yaitu kelompok I (kontrol normal), kelompok II (kontrol negatif, induksi aloksan 200 mg/kg BB dan akuades), kelompok III (induksi aloksan dan glibenklamida 10 mg/kg BB), kelompok IV (induksi aloksan dan ekstrak daun petai cina 200 mg/kg BB), kelompok V (induksi aloksan dan ekstrak daun petai cina 400 mg/kg BB), kelompok VI (induksi aloksan dan ekstrak daun petai cina 300 mg/kg BB). Semua kelompok perlakuan diberikan perlakuan tersebut selama 14 hari dan dilakukan pengukuran kadar gula darah pada hari ke-0, 3, 10, dan 17. Aktivitas antihiperglikemik ekstrak daun petai cina ditunjukkan dengan cara menghitung daya hipoglikemik masing-masing perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun petai cina mempunyai aktivitas antihiperglikemik pada mencit yang diinduksi aloksan. Pada dosis uji ekstrak etanol daun petai cina 600 mg/kg BB mempunyai aktivitas antihiperglikemik yang efektif dibanding dengan dosis 400 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB yang sebanding dengan kelompok kontrol positif.

2019 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 44
Author(s):  
Silvera Devi Sy ◽  
Musyima Rahmah Nst ◽  
Riryn Novianty

Enzim α-amilase dan α-glukosidase dalam proses pencernaan akan  menghidrolisis amilum menjadi glukosa dan apabila glukosa darah melebihi batas normal (>140 mg/dL), maka seseorang didiagnosa menderita diabetes melitus. Pengobatan diabetes melitus khususnya tipe 2 biasanya diatasi menggunakan obat akarbose yang akan menginhibisi aktivitas α-amilase dan α-glukosidase. Pada penelitian ini akan dianalisis kemampuan inhibisi infusa dari sampel segar dan kering buah petai cina (Leucaena leucocephala L de Wit), daun keji beling (Strobilanthes crispus BI) dan daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap ke 2 enzim ini. % inhibisi infusa terhadap aktivitas enzim α-amilase ditentukan menggunakan metode asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS) sedangkan untuk α-glukosidase menggunakan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG). Absorbansi hasil reaksi diukur menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 530 nm untuk α-amilase dan 410 nm untuk α-glukosidase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa % inhibisi infusa sampel kering lebih baik dibandingkan sampel segar  dalam menghambat aktivitas enzim α-amilase dengan persentase sebagai berikut: infusa buah petai cina kering 92,54+1,11%, infusa daun keji beling kering 99,79+6,92% dan infusa daun tempuyung kering 87,63+3,95%, nilai ini tidak berbeda nyata dengan akarbose 93,89+ 0,02%. Sedangkan % inhibisi terhadap aktivitas enzim α-glukosidase dari semua sampel memiliki perbedaan yang nyata dengan akarbose (P<0,05) dengan nilai inhibisi 97,99+ 0,19%. Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga tanaman tersebut berpotensi sebagai antidiabetes terutama dalam menginhibisi aktivitas enzim α-amilase.


2009 ◽  
Author(s):  
P. Heras ◽  
A. Hatzopoulos ◽  
K. Kritikos ◽  
P. Kazakopoulos ◽  
M. Mantzioros

2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 55-58
Author(s):  
Havizur Rahman ◽  
Teresia Anggi Octavia

Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif kronis yang apabila tidak ditangani dengan tepat, lama kelamaan bisa timbul berbagai komplikasi, ini cenderung menyebabkan pasien mendapatkan banyak obat dalam satu resep yang dapat menimbulkan interaksi antar obat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui persentase terjadinya interaksi obat metformin secara teori serta mengkaji efek yang mungkin timbul dan solusinya. Teknik pengambilan data dengan purpossive sampling, yaitu resep pasien rujuk balik yang menderita diabetes mellitus yang menggunakan metformin. Data yang diperoleh ditemukan bahwa obat yang berinteraksi dengan metformin dengan tingkat keparahan minor ialah sebesar 60%. Kemudian untuk tingkat keparahan moderat ialah sebesar 20%. Sedangkan untuk tingkat keparahan mayor tidak ditemukan. Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa terdapat 4 obat yang saling berinteraksi dengan metformin, sedangkan untuk obat yang tidak saling berinteraksi dengan metformin terdapat 9 obat. Jumlah obat yang berinteraksi secara teori sebesar 6,85% dan yang tidak berinteraksi 93,15%. Terdapat interaksi obat metformin dengan beberapa obat yaitu furosemid, lisinopril, acarbose dan ramipril.   Kata kunci: interaksi obat, metformin, diabetes mellitus   STUDY OF METFORMIN INTERACTION IN MELLITUS DIABETES PATIENTS   ABSTRACT Mellitus is a chronic degenerative disease which if not handled properly, over time can arise various complications, this tends to cause patients to get many drugs in one recipe that can cause interactions between drugs. The purpose of this study is to determine percentage of metformin drug interactions in theory and examine the effects that may arise and solutions. Data collection techniques using purposive sampling, which is a recipe for reconciliation patients who suffer from diabetes mellitus using metformin. The data obtained it was found that drugs that interact with metformin with minor severity were 60%. Then for moderate severity is 20%. Whereas the major severity was not found. From the table above it can also be seen that there are 4 drugs that interact with metformin, while for drugs that do not interact with metformin there are 9 drugs. The number of drugs that interacted theoretically was 6.85% and 93.15% did not interact. An interaction of the drug metformin with several drugs namely furosemide, lisinopril, acarbose and ramipril.   Keywords: drug interaction, metformin, diabetes mellitus


2018 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Supriyadi . ◽  
Nurul Makiyah ◽  
Novita Kurnia Sari

<p><em>Buerger Allen Exercise</em> mampu meningkatkan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga glukosa dalam darah dapat menurun, dapat membantu mencegah terjadinya penyakit arteri perifer, serta meningkatkan aliran darah ke arteri dan berefek positif pada metabolisme glukosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai <em>ankle brachial index</em>pada penderita diabetes melitus tipe 2setelah melakukan <em>Buerger Allen exercise</em>. Jenis penelitian ini adalah <em>quasy-experiment </em>dengan<em> pre-post test design with control group</em><em>.</em> Jumlah sampel 60 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan <em>purposive sampling</em>, dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Responden kelompok perlakuan diberikan intervensi <em>Buerger Allen exercise</em> sebanyak 12 kali  selama 15 hari.Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Kecamatan Nganjuk.Data hasilpengukuran nilai <em>ankle brachial index</em>berupa ratio dan diuji statistik dengan <em>Paired Samples Test</em>. Didapatkan <em>p value</em> 0.001 untuk kelompok perlakuan (<em>p value</em>&lt; 0.05) yang menunjukkan bahwa adanya perubahan bermakna secara statistik nilai <em>ankle brachial index</em> sesudah melakukan <em>Buerger Allen exercise</em>. Dapat disimpulkan bahwa nilai <em>ankle brachial index</em>pada penderita diabetes melitus tipe 2 meningkat sesudah melakukan <em>Buerger Allen exercise</em>.</p><p> </p><p> <strong>Kata kunci :penderita diabetes melitus tipe2, <em>Buerger Allen Exercise, Ankle brachial index</em></strong></p><p> </p>


2017 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
Author(s):  
Niken Sukesi

Penyakit Diabetes Melitus dapat menyebabkan komplikasi yang sangat berat. Komplikasi dari Diabetes Melitus ini meliputi jantung iskemik, serebrovaskuler, gagal ginjal, ulkus pada kaki, gangguan penglihatan. Komplikasi yang paling sering terjadi adanya perubahan patologis pada anggota gerak bawah yang disebut kaki diabetik. Salah satu jenis olahraga yang dianjurkan dengan diabetes mellitus adalah senam kaki. Senam kaki merupakan latihan yang dilakukan bagi penderita DM atau bukan penderita untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh senam kaki terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus. Desain dalam penelitian ini adalah Quasy Eksperiment dengan rancangan Pre and Post Test Without Control. Teknik pengambilan sampel menggunakan Consecutive sampling. Alat pengumpul data yang digunakan instrument observasi senam kaki untuk menilai senam kaki, dan alat menilai kadar gula darah yaitu glucometer, kapas dan jarum. Rata-rata kadar gula darah sebelum dan setelah dilakukan senam kaki mengalami penurunan dan ada pengaruh kadar gula darah sebelum dengan sesudah dilakukan senam kaki pada pasien diabetes melitusKata Kunci: Senam Kaki, Kadar Gula Darah THE EFFECT OF GYMNASTIC FEET TOWARD THE BLOOD SUGAR LEVEL FOR THE DIABETICSDiabetes Mellitus causes the complication case. It concludes the heart iskemik, serebrovaskuler, cronic kidney disease, ulcus on the feet, and the impairment of sight. The complication often causes the changing of pathological in certain place such as feet. The one of recommended sport for diabetics is gymnastic feet. Gymnastic feet is an experience for diabetics or not in order to prevent the wound and launch the blood circulation. The research objective is to analyze the effect of gymnastic feet to blood sugar level for diabetics. The research design is using experiment quasy with pre and post test without control. It is using consecutive sampling as the sample of collecting technique, and using observation of gymnastic feet as the collecting data technique to assess the blood sugar level, those are glucometer, cotton, and needle. The average of blood sugar level is decrease after doing the gymnastic feet. Moreover, there is differences between after and before doing the gymnastic feet for diabetics.Key Words : Gymnastic Feet, Blood sugar level


2016 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 138-144
Author(s):  
Ina Edwina ◽  
Rista D Soetikno ◽  
Irma H Hikmat

Background: Tuberculosis (TB) and diabetes mellitus (DM) prevalence rates are increasing rapidly, especially in developing countries like Indonesia. There is a relationship between TB and DM that are very prominent, which is the prevalence of pulmonary TB with DM increased by 20 times compared with pulmonary TB without diabetes. Chest X-ray picture of TB patients with DM is atypical lesion. However, there are contradictories of pulmonary TB lesion on chest radiograph of DM patients. Nutritional status has a close relationship with the morbidity of DM, as well as TB.Objectives: The purpose of this study was to determine the relationship between the lesions of TB on the chest radiograph of patients who su?er from DM with their Body Mass Index (BMI) in Hasan Sadikin Hospital Bandung.Material and Methods: The study was conducted in Department of Radiology RSHS Bandung between October 2014 - February 2015. We did a consecutive sampling of chest radiograph and IMT of DM patients with clinical diagnosis of TB, then the data was analysed by Chi Square test to determine the relationship between degree of lesions on chest radiograph of pulmonary TB on patients who have DM with their BMI.Results: The results showed that adult patients with active pulmonary TB with DM mostly in the range of age 51-70 years old, equal to 62.22%, with the highest gender in men, equal to 60%. Chest radiograph of TB in patients with DM are mostly seen in people who are obese, which is 40% and the vast majority of lesions are minimal lesions that is equal to 40%.Conclusions: There is a signifcant association between pulmonary TB lesion degree with BMI, with p = 0.03


2018 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 63-70 ◽  
Author(s):  
R. Obour

Broussonetia papyrifera is an exotic tree widely grown for paper production. Due to its prolific regeneration it has invaded forestcanopy gaps and degraded farmlands and has now become an invasive species in Ghana. In enhancing its value for use the plantwas evaluated as potential forage for grazing animals vis-à-vis other two existing forage plants: Ficus exasperata and Leucaenaleucocephala.The study assessed the palatability and preference of Broussonetia papyrifera using sheep and goats for the wet anddry seasons.The species were assessed in indoor pen feeding trials using eight-unit (3×3 m) pens with the cafeteria method.The amount of forage offered was 100g (fresh material) in all instances for each species and for ten minutes. Adesign basedon 3×2×2 factorial in Randomized Complete Block Design (RCBD) was used to test the differences in palatability betweenthe three forage species.Results revealed that palatability was higher (P<0.05) in Leucaena leucocephala compared with Ficusexasperata and Broussonetia papyrifera for sheep and goats across seasons. The trend shown might be the result of the effectsof familiarity with the Leucaena leucocephala since animals tend to select plants that are familiar than newly introduced andunfamiliar plants. The study also revealed high level of condensed tannin (CT) in Broussonetia papyrifera which might haveinterfered with forage intake by the animals.There were no significant differences in palatability of Broussonetia papyrifera forgoat in both dry and wet season interactions and Ficus exasperata for goat in both dry and wet season interactions (P>0.05).Thestudy concluded that Broussonetia papyrifera could be a potential feed for both sheep and goats across seasons.The researchrecommended that livestock farmers should incorporate Broussonetia papyrifera feed into their programmes for both sheep andgoats and should be introduced to animals from infancy so that it may become a familiar feed for them.


2018 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 28
Author(s):  
EKAJAYA AMANDARI

Penyakit diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah melebihi batas normal. <em>World Health Organization</em> (WHO) menyebutkan bahwa jumlah penderita DM di Indonesia mengalami peningkatan dari 8,4 juta penderita pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030, dimana 90% diantaranya merupakan penderita DMT2. Patofisiologi dari penyakit DMT2 adalah suatu proses yang kompleks dan melibatkan banyak faktor. Konsep <em>ominous octet</em> yang dikemukakan oleh Ralph DeFronzo memegang peranan penting untuk menjelaskan patofisiologi dari DMT2. Ginjal merupakan organ yang memiliki peran signifikan untuk mengendalikan glukosa darah agar tetap dalam batas yang normal, sehingga dipertimbangkan untuk menjadi target terapi obat baru. <em>Sodium  glucose co-transporters</em> (SGLTs) diantaranya SGLT-2 memfasilitasi reabsorbsi glukosa kedalam plasma. Farmakokinetika dari SGLT-2 inhibitor secara umum menunjukkan bioavailabilitas yang baik saat diberikan melalui oral. Diabetes melitus merupakan faktor risiko terjadinya penyakit ginjal kronik (PGK) dan penyakit kardiovaskuler (PKV). Adanya mekanisme penghambatan pada SGLT-2 akan memberikan manfaat terhadap sistem reno-kardiovaskuler melalui penurunan glukosa darah, berat badan, dan tekanan darah. Penghambat SGLT-2 memiliki beberapa efek tambahan yang menguntungkan untuk sindrom metabolik, seperti penurunan berat badan, penurunan tekanan darah (terutama sistolik), serta penurunan asam urat serum


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document