JURNAL BIOS LOGOS
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

134
(FIVE YEARS 58)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas Sam Ratulangi

2656-3282, 2088-9569

2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 147
Author(s):  
Siska Esperanza Sinulingga ◽  
Loraetta Brety Sebayang ◽  
Samuel Sihotang

(Article History: Received August 27, 2021; Revised Sept 17, 2021; Accepted Sept 26, 2021) ABSTRAKInovasi bahan dasar yang dapat dijadikan teh herbal adalah jantung pisang, karena memiliki metabolit sekunder berupa flavonoid, kumarin dan golongan fenolik. Penelitian ini bertujuan untuk membuat teh herbal jantung pisang dan mengetahui standar mutunya. Pembuatan teh herbal dilakukan dengan variasi suhu pengeringan 50°C; 90°C; 110°C dan waktu pengeringan 110; 130; 150 menit kemudian dilakukan uji standar mutu dan skrining serbuk teh herbal. Hasil uji persyaratan mutu teh herbal:  kadar air (7,1%; 6,8%; 2,3%), kadar ekstrak dalam air (5,96%; 8,6%; 5 0,76%), kadar abu total (7,4%; 6,2%; 3,9%), kadar abu larut air (4,62%; 7,88%; 10,09%), kadar abu tidak larut asam (0,93%; 0,7%; 0,47%), kandungan flavonoid total 0,0002543 mg QE/g ekstrak dan cemaran mikroba 3,3×104 koloni/ml. Pembuatan teh jantung pisang dengan tambahan pemanis alami stevia memenuhi standar mutu produk teh herbal.Kata kunci: Teh herbal; jantung pisang; daun stevia; variasi suhu  ABSTRACTBasic ingredient innovation that can be used as herbal tea is banana blossom, because of its secondary metabolites such flavonoids, coumarins and phenolic groups. This study aims to make banana blossom herbal tea and determine the quality standard. Formulation of herbal tea by varying drying temperature of 50°C; 90°C; 110°C and drying time 110; 130; 150 minutes, the quality standard test and herbal tea powder screening were carried out. Results of herbal tea quality: water content (7.1%; 6.8%; 2.3%), extract content in water (5.96%; 8.6%; 5 0.76%), ash content total (7.4%; 6.2%; 3.9%) water soluble ash content (4.62%; 7.88%; 10.09%) acid insoluble ash content (0.93%; 0, 7%, 0.47%, total flavonoid content 0.0002543mg QE/g extract, microbial contamination 3.3×104 colonies/ml. Formulation of banana blossom tea with the addition of natural sweetener stevia meets the quality standards of herbal tea products,Keywords: Herbal tea; banana blossom; stevia leaf; temperature variation


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 139
Author(s):  
Loraetta Brety Sebayang ◽  
Ahmad Syukur Hasibuan

(Article History: Received August 25, 2021; Revised Sept 17, 2021; Accepted Sept 20, 2021) ABSTRAKVirgin coconut oil merupakan minyak kelapa murni.VCO mengandung Medium Chain Fatty Acid (MCFA) yang memiliki pengaruh dalam meningkatkan sistem imunitas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek imunomodulator VCO terhadap aktivitas fagositosis dan nilai titer antibodi pada tikus jantan. Kelompok uji bersihan karbon dibagi menjadi 5 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 tikus yaitu kelompok suspensi CMC Na 0,5%, Imboost dosis 30 mg/kgBB, virgin coconut oil 5 ml/KgBB, 10 ml/KgBB,15 ml/KgBB. Perlakuan diberikan sehari sekali selama tujuh hari dan hari ke delapan dilakukan uji imunomodulator dengan metode bersihan karbon. Kelompok perlakuan uji titer antibodi sama seperti di atas selain kontrol positif menggunakan levamisole dosis 25 mg/kgBB diberikan secara oral selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VCO 5 ml/KgBB, 10 ml/KgBB, 15 ml/KgBB meningkatkan aktivitas fagositosis sel makrofag dibandingkan dengan Na-CMC 0,5% (P<0,05) dan berpengaruh secara signifikan meningkatkan pembentukan antibodi sel imun tikus jantan.Kata Kunci: Virgin coconut oil; imunomodulator; fagositosis; titer antibodi ABSTRACTVirgin coconut oil (VCO) is pure coconut oil. VCO contains Medium Chain Fatty Acid (MCFA) which has an influence increased immune system. This study was to determine the immunomodulatory effect of VCO on phagocytic activity and antibody titer values in male rats.The carbon clearance test group was divided into 5 groups with 5 rats each of 0.5% CMC Na suspension, Imboost dose of 30 mg/kgBW, Virgin coconut oil 5 ml/KgBW, 10 ml/KgBW, 15 ml/KgBW. The treatment was given once a day for seven days, on the eight day immunomodulatory test was performed use carbon clearance method. The antibody titer test treatment group was same, except for the positive control, levamisole at a dose of 25 mg/kgBW orally for 14 days. The results showed that VCO 5 ml/KgBB, 10 ml/KgBB, 15 ml/KgBB significantly increased macrophage cell phagocytic activity compared to 0.5% Na-CMC (P<0.05) and could increase cell antibody formation immunity of male mice significantly.Keywords: Virgin coconut oil; immunomodulator; phagocytosis; antibody titer


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 134
Author(s):  
Marlin Bernadet Taariwuan ◽  
Jantje Ngangi ◽  
Yermia Mokosuli ◽  
Sukmarayu Gedoan

(Article History: Received June 28, 2021; Revised August 30, 2021; Accepted Sept 3, 2021) ABSTRAKDalugha (Cyrtospera merkusii (Hassk.)Schott) merupakan tanaman endemik Sulawesi Utara yang digunakan sebagai pangan alternatif (penganti beras). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan spesies daluga di Kepulauan Talaud dan Minahasa Selatan menggunakan DNA barcode gen rbcL (ribulose 1,5 bisphosphate carboxylase large). Perbandingan barcode DNA yang dilakukan pada empat sampel yang berbeda lokasi tersebut keduanya menghasilkan tingkat kesamaan 100% (identik). Dengan demikian, tidak ada variasi intra spesies yang ditemukan dari semua sampel yang ada. Selanjutnya, kemiripan sampel-sampel ini telusuri kemiripannya dengan kerabat terdekat yang tercatat di GenBank menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool).  Tanaman dalugha dalam penelitian ini memiliki kemiripan 99,82% dengan tumbuhan Anaphyllopsis americana (AM905753.1), dan kemiripannya 99,63% dengan Cyrtosperma macrotum (AM905750.1), Lasimorpha senegalensis (AM905755.1), Pycnospatha arietina (AM905751.1), dan Podolasia stipitata (AM905752.1). Belum ada rekor sekuens DNA gen rbcL dari spesies ini yang dibisa dibandingkan di GenBank.Kata Kunci: Dalugha; DNA barcoding; gen rbcL ABSTRACTDalugha (Cyrtospera merkusii (Hassk.) Schott) is an endemic plant in North Sulawesi that is used as alternative food (substitute for rice). This research aimed to compare the DNA barcode of dalugha in Talaud Islands and in South Minahasa using rbcL (ribulose 1,5 bisphosphate carboxylase large) gene. The DNA barcoding comparison of all four samples in both area resulted in 100% similarity (identical). Therefore, there is no intraspecific variation found in all samples. Furthermore, the similarity of these samples were conducted with BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) to compare with its closest relatives in GenBank. The closest relatives of this plant, based on similarity information, are 99.82% with Anaphyllopsis americana (AM905753.1) and all 99.63% with Cyrtosperma macrotum (AM905750.1), Lasimorpha senegalensis (AM905755.1), Pycnospatha arietina (AM905751.1), and Podolasia stipitata (AM905752.1).  There is no record yet of rbcL gene sequence of C. merkusii in GenBank for comparison.Keywords: Dalugha; DNA barcoding; rbcL gene


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 114
Author(s):  
Nurkapita Nurkapita ◽  
Riza Linda ◽  
Zulfa Zakiah

(Article History: Received February 18, 2021; Revised April 27, 2021; Accepted May 19, 2021) ABSTRAKPerkembangbiakan anggrek secara generatif alami membutuhkan bantuan jamur mikoriza untuk perkecambahan biji, sedangkan usaha perbanyakan konvensional memerlukan waktu lama untuk memperoleh tanaman dalam jumlah banyak. Salah satu alternatif untuk perbanyakan anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) adalah melalui multiplikasi tunas anggrek secara in vitro. Tujuan penelitian adalah untuk membuktikan pengaruh pemberian NAA (Naphthalene Acetic Acid) dan ekstrak biji jagung (Zea mays) terhadap multiplikasi tunas anggrek hitam. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah NAA terdiri dari 5 taraf konsentrasi yaitu A0 (0 M/ kontrol) A1 (10-7 M), A2 (10-6 M), A3 (5x10-7 M) dan A4 (5x10-6 M ) dan faktor ekstrak biji jagung (B) dengan 5 taraf konsentrasi yaitu B0 (0%), B1 (2,5%), B2 (5%); B3 (7,5%) dan B4 (10%). Pemberian kombinasi NAA dan ekstrak biji jagung berpengaruh nyata terhadap semua parameter yaitu jumlah tunas, jumlah daun, dan tinggi tunas. Hasil terbaik rerata jumlah tunas pada perlakuan A4+B4 yaitu 5x10-6M NAA+10% ekstrak biji jagung. Hasil terbaik pada rerata jumlah daun pada perlakuan A2+B2 yaitu 5x10-7M NAA+5% ekstrak biji jagung dan hasil terbaik pada rerata tinggi tunas pada perlakuan A1+B1 yaitu 10-7M NAA+2,5% ekstrak biji jagung.Kata Kunci: multiplikasi; tunas anggrek hitam; ekstrak biji jagung; NAA. ABSTRACTGenerative reproduction of orchid plants it takes a requires the help of mycorriza mushrooms for seed germination, whereas conventional propagation business takes a long time to obtain large quantities of plants. One alternative to the propagation black orchids (Coelogyne pandurata Lindl.) is required through tissue culture techniques. The purpose of this study is to find the influence and concentration corn seed extract (Zea mays) and NAA (Naphthalene Acetic Acid) on the multiplication black orchids. This research was conducted in the tissue culture laboratory Biology Department Faculty of Mathematics and Natural Sciences Tanjungpura University Pontianak. The study used a Complete Randomized Design (RAL) of factorial patterns with two treatment factors. The first factor is that the NAA consists of 5 concentration levels  A0 (0 M) A1 (10-7 M), A2 (10-6 M), A3 (5x10-7 M) and A4 (5x10-6 M ) and the second factor is that corn seed extract of 5 levels concentratio B0(0%), B1 (2,5%), B2 (5%); B3 (7,5%) and B4 (10%). The administration NAA and corn seed extract in combination has a real effect on all parameters namely the number shoots, the number leaves, and the height shoots. The best results where the average number of shoots in the treatment of A2+B2 namely 5x10-6M NAA + 10% corn seed extract. The best results average number of leaves in the treatment  A2+B2 namely 5x10-7M NAA + 5% corn seed extract and in the best results for shoot height in the treatment of A1+B1 namely 10-7M NAA + 2.5% corn seed extract.Keywords: Multiplication; black orchid’s shoot; corn  seed extract; NAA


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 109
Author(s):  
Felly Andariyusti ◽  
Dewi Indriyani Roslim

(Article History: Received January 16, 2021; Revised April 6, 2021; Accepted April 13, 2021) ABSTRAKStudi mengenai stress pada tumbuhan semakin banyak didasarkan pada ekspresi gen. Gen penyandi 18S rRNA merupakan salah satu anggota dari gen housekeeping yang umum digunakan sebagai kontrol internal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sekuens DNA penyandi 18S rRNA pada tumbuhan cocor bebek (K. x laetivirens). Metode penelitian meliputi ekstraksi DNA total dari daun segar menggunakan Mini Kit Genomic DNA Mini Kit Plant (Geneaid). Data sekuen DNA diolah menggunakan program BioEdit, BLASTn dan MEGA 6. Sekuen DNA parsial dari gen penyandi 18S rRNA K. x laetivirens telah diperoleh dengan ukuran 419pb. Sekuen tersebut memiliki kemiripan sebesar 99,28% dengan K. daigremontiana. Kalanchoe x laetivirens membentuk satu kelompok dengan sesama anggota dari famili Crassulaceae dan terpisah dari famili lainnya yang diteliti. Primer 18S rRNA spesifik terhadap cocor bebek telah dirancang, yaitu forward 5’- CAA ATT ACC CAA TCC TGA CA -3’ dan reverse 5’- CCA ACG TAA ATA GGA TCG AA -3’. Sekuen yang diperoleh pada penelitian ini berpotensi sebagai gen referensi setelah dilakukan validasi.Kata kunci: 18S rRNA; gen housekeeping; Kalanchoe x laetivirens; kontrol internal; PCR ABSTRACTPlant stress studies are based on gene expressions. This study aims to analyze the DNA sequence of 18S rRNA in cocor bebek (K. x laetivirens). Methods being out are total DNA isolation using Mini Kit Genomic DNA Mini Kit Plant (Geneaid). The DNA sequence was analyzed utilizing BioEdit, BLASTn and Mega 6 programs. Partial DNA sequence of 18S rRNA in K. x laetivirens has been obtained with 419 bp length. The DNA sequence has 99.28% similarity to K. daigremontiana. Kalanchoe x laetivirens formed one group with another species from the same family, Crassulaceae, based on the DNA sequence of 18S rRNA. A primer pair specific to K. x laetivirens for amplifying 18S rRNA has been designed such as forward 5’- CAA ATT ACC CAA TCC TGA CA -3’ and reverse 5’- CCA ACG TAA ATA GGA TCG AA -3’. This DNA sequence is potentially being employed as an internal control once the validation process completed.Keywords: 18S rRNA; housekeeping gene; internal control; Kalanchoe x laetivirens; PCR


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 94
Author(s):  
Silvester Selno ◽  
Zulfa Zakiah ◽  
Rikhsan Kurniatuhadi

(Article History: Received February 1, 2021; Revised March 8, 2021; Accepted April 7, 2021) ABSTRAK Upaya produksi gaharu budidaya umumnya menggunakan inokulan dari jenis Fusarium sp., namun mahalnya inokulan biakan murni menjadi faktor pembatas untuk produksi gaharu budidaya. Bioinokulan dapat menjadi solusi bagi petani gaharu karena dibuat dari bahan yang mengandung mikroorganisme patogen dan tidak membutuhkan proses pembiakan murni. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis mikroorganisme dan konsentrasi bioinokulan yang tepat digunakan untuk menghasilkan kualitas gaharu yang baik serta mengetahui kualitas gaharu yang dihasilkan dengan menggunakan bioinokulan dari fermentasi batang pisang yang terkena penyakit layu fusarium. Metode penelitian lapangan dengan melakukan inokulasi bioinokulan dari fermentasi batang pisang yang terkena penyakit layu fusarium pada pohon Aquilaria sp. Setiap konsentrasi diinokulasikan pada pohon yang berbeda. Pada ketinggian 30 cm dari permukaan tanah, pohon dibuat lubang sebanyak 5 buah secara vertikal dengan menggunakan bor dengan jarak antar lubang 50 cm. Inokulan diinokulasikan melalui lubang yang telah dibuat dengan metode infus. Hasil penelitian diperoleh tiga jenis mikroorganisme yang terdapat pada bioinokulan yaitu kelompok genus Aspergillus, Fusarium dan Saccharomyces. Perlakuan dengan konsentrasi bioinokulan 140 ml memberikan hasil yang terbaik terhadap bobot kayu gaharu, warna, aroma dan kadar resin gaharu yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas gaharu yang dihasilkan setelah 4 bulan inokulasi menghasilkan mutu gaharu kelas kemedangan. Kata Kunci: Aquilaria sp., Bioinokulan, Fusarium sp., Gaharu, Inokulasi ABSTRACT Efforts to produce cultivated agarwood generally use inoculants of the type Fusarium sp. however the high cost of pure culture inoculants is a limiting factor for cultivated agarwood production. Bioinoculants can be a solution for agarwood farmers because they are made from materials containing pathogenic microorganisms and do not require a pure breeding process. The research aims to determine the kind of microorganisms and the proper concentration of bioinoculants to produce good quality agarwood and determine the quality of aloes produced by using bioinoculants from fermented banana stem affected by fusarium wilt disease. The method of field research was by conducting inoculation of bioinoculants from the fermentation of banana stems affected by fusarium wilt on Aquilaria sp. Each concentration was inoculated on a different tree. At a height of 30 cm from the ground, 5 holes are made vertically using a drill with a distance of 50 cm between the holes. The inoculant is inoculated through the hole that has been made by the infusion method. The results showed that there were three types of microorganisms found in bioinoculants, namely the Aspergillus, Fusarium and Saccharomyces genus groups. Treatment with a concentration of 140 ml of bioinoculant gave the best results on the weight of agarwood, color, aroma and content of the resulting agarwood resin. Based on this research, it can be concluded that the quality of aloes produced after 4 months of inoculation resulted in the quality of agarwood in the kemedangan class.Keywords: Agarwood, Aquilaria sp., Bioinoculants, Fusarium sp., Inoculation


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 102
Author(s):  
Putri Istiqoma Kaharu ◽  
Agustina Monalisa Tangapo ◽  
Susan Marlein Mambu

(Article History: Received March 4, 2021; Revised March 31, 2021; Accepted April 7, 2021) ABSTRAKPemanfaatan kembali limbah pertanian sebagai pupuk organik memiliki prospek yang baik dalam meningkatkan produktivitas lahan melalui perbaikan sifat biologi tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek pemberian amelioran pupuk organik dari limbah jagung (Zea mays L.) terhadap peningkatan jumlah populasi mikroba tanah dan pertumbuhan tanaman jagung. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan tiga kali ulangan: AA (Amelioran  pupuk organik jagung 40 kg/ha), AB (Amelioran pupuk organik jagung 80 kg/ha), UR (Urea 40 kg/ha), dan K (tanpa amelioran atau urea). Perhitungan jumlah koloni mikroba tanah menggunakan metode hitungan cawan. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan amelioran pupuk organik berpengaruh signifikan terhadap populasi mikroba tanah dan pertumbuhan tanaman jagung pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun. Perlakuan amelioran pupuk organik jagung tidak menunjukkan pengaruh terhadap diameter batang. Kata kunci: Amelioran; mikroba tanah; pupuk organik; Zea mays L. ABSTRACTThe reuse of agricultural waste as organic fertilizer has good prospects in increasing land productivity by improving soil biological properties. The aims of this study was to analyze the effect of using ameliorant organic fertilizer application from corn waste to increase the number of soil microbial populations and the growth of maize plants (Zea mays L.). The method was using CRD (Complete Random Design), which consist of 4 treatments with three repetitions: AA (Ameliorant corn organic fertilizer 40 kg/ha), AB (Ameliorant corn organic fertilizer 80 kg/ha), UR (Urea 40 kg/ha), and K (without ameliorant or urea). Calculation of the number of soil microbials colonies was using the plate count method. The results showed that the treatment of ameliorant organic fertilizer had a significant effect on soil microbials population and growth of maize on the parameters of plant height and number of leaves. The treatment of organic fertilizer ameliorant showed no effect on stem diameter.Keywords: Ameliorant; Soil microbes; Organic fertilizer; Zea mays L.


2021 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 82
Author(s):  
Dewi Lestari ◽  
Roni Koneri ◽  
Pience Veralyn Maabuat

(Article History: Received January 12, 2021; Revised March 8, 2021; Accepted April 7, 2021) ABSTRAKTanaman obat merupakan tanaman yang memiliki komponen aktif dan diyakini oleh masyarakat dapat menyembuhkan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman dan pemanfaatan tanaman obat pada pekarangan di Dumoga Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Pemilihan responden dilakukan dengan metoda snowball sampling. Hasil penelitian didapatkkan sebanyak 25 famili, yang terdiri dari 46 spesies dan 2691 individu tanaman obat. Famili yang banyak ditemukan jumlah spesies dan individunya adalah Zingeberaceae, merupakan famili yang banyak ditemukan jumlah spesies dan individunya. Spesies yang memiliki kelimpahan tertinggi adalah Sauropus androgynus, kemudian Zingiber officinale dan Curcuma longa. Indek kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan spesies tertinggi pada pekarangan Suku Jawa. Bentuk hidup tanaman obat yang paling banyak ditemukan adalah herba dan perdu. Daun merupakan bagian tanaman yang banyak dimanfaatkan untuk tanaman obat dan proses pengolahan umumnya dengan cara direbus.  Pemanfaatan tanaman obat pekarangan oleh masyarakat dapat digunakan untuk mengobati 18 jenis penyakit.Kata kunci: Tanaman obat; Zingiberaceae, Sauropus androgynus, herba.  ABSTRACTMedicinal plants are plants that have active components and are believed by the community to cure diseases. This study aims to analyze the diversity and utilization of medicinal plants in the yard in North Dumoga, Bolaang Mongondow Regency, North Sulawesi. The sampling method used was purposive sampling. The selection of respondents was carried out using the snowball sampling method. The results of the study were 25 families, consisting of 46 species and 2691 individual medicinal plants. The family with the highest number of species and individuals was Zingeberaceae, which was the family with the highest number of species and individuals. The species with the highest abundance were Sauropus androgynus, then Zingiber officinale and Curcuma longa. The highest index of species richness, diversity and evenness was in the Javanese tribe. The most common forms of medicinal plant life are herbs and shrubs. Leaves are part of a plant that is widely used for medicinal plants and in general processing by boiling. The use of yard medicinal plants by the community can be used to treat 18 types of diseases.Key words: Medicinal plants; Zingiberaceae, Sauropus androgynus, herb.


2021 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 75
Author(s):  
Siti Marfuah ◽  
Beivy Jonathan Kolondam ◽  
Trina Ekawati Tallei

(Article History: Received January 6, 2021; Revised February 12, 2021; Accepted February 28, 2021) ABSTRAK Hilangnya spesies dan adanya spesies invasif dalam suatu habitat dapat menjadi ancaman bagi spesies asli dalam satu ekosistem. Untuk itu diperlukan teknik terkini yang mampu mendeteksi keberadaan suatu organisme. Salah satu teknik yang dapat mendeteksi organisme target di lingkungan secara cepat dan akurat yaitu environmental DNA (e-DNA).Tujuan dari ulasan artikel ini yaitu untuk mengeksplorasi kemampuan e-DNA secara ekogenomik untuk pemantauan dan konservasi keanekaragaman hayati. Ulasan artikel ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai database yang berbasis dalam jaringan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa dengan menggunakan pendekatan e-DNA pemantauan dan konsevasi keanekaragaman hayati dapat dideteksi sesuai dengan taksonomi organisme dan penanda molekuler. Penanda molekuler Cytochrome c Oxidase subunit 1 (COI) mampu mendeteksi berbagai spesies baik langka dan invasif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan e-DNA dapat dijadikan sebagai metode untuk pemantauan dan konsevasi keanekaragaman hayati pada berbagai ekosistem.Kata - kata kunci: environmental DNA; keanekaragaman hayati dan konservasi; penanda molekuler  ABSTRACTThe loss of species and the presence of invasive species in a habitat can be a threat to native species in an ecosystem. So we need the latest techniques that are able to detect the presence of an organism. One technique that can detect target organisms in the environment quickly and accurately is environmental DNA (e-DNA). The purpose of this review article is to explore the ecogenomic ability of e-DNA for monitoring and conservation of biodiversity. This article reviews using secondary data obtained from various network-based databases. The results of the analysis show that by using the e-DNA approach, monitoring and conservation of biological diversity can be detected according to the taxonomy of organisms and molecular markers. Cytochrome c Oxidase subunit 1 (COI) molecular markers are capable of detecting a variety of both rare and invasive species. Thus it can be concluded that the e-DNA approach can be used as a method for monitoring and conservation of biological diversity in various ecosystems.Keywords: environmental DNA; biodiversity and conservation; molecular markers


2021 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 54
Author(s):  
Vanda Evanglin Tobondo ◽  
Roni Koneri ◽  
Dingse Pandiangan

(Article History: Received January 14, 2021; Revised February 15, 2021; Accepted February 28, 2021) ABSTRAK Pekarangan merupakan sebidang tanah yang di atasnya terdapat bangunan tempat tinggal dan dapat dibudidayakan berbagai spesies tanaman. Penelitian ini bertujuan menganalisis keanekaragaman dan pemanfaatan tanaman pekarangan di Desa Taripa, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Pengambilan sampel berdasarkan luas pekarangan yaitu kategori sempit (100-200 m2), sedang (300-400 m2) dan luas (500-600 m2). Pada setiap kategori diambil 10 sampel pekarangan dan dicatat seluruh spesies tanaman yang terdapat pada pekarangan tersebut. Pemanfaatan tanaman ditentukan berdasarkan alasan penanaman dengan wawancara langsung dengan pemilik pekarangan.  Analisis data meliputi kelimpahan, indek kekayaan, indek keanekaragaman dan indek kemerataan spesies tanaman. Hasil didapatkan sebanyak 64 famili yang terdiri dari 155 spesies dan 1265 individu. Famili yang banyak ditemukan jumlah spesiesnya adalah Araceae.  Spesies yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu Garcinia mangostana dan Curcuma longa. Kelimpahan spesies tertinggi pada lahan pekarangan katagori luas. Keanekaragaman dan kekayaan spesies tanaman tertinggi pada lahan pekarangan kategori sempit, sedangkan kemerataan pada lahan kategori sedang. Habitus tanaman yang banyak dimanfaatkan adalah herba. Organ tanaman yang dimanfaatkan umumnya daun, sedangkan pemanfaatan tanaman pekarangan banyak digunakan sebagai sumber pangan. Kata kunci: Keanekaragaman; Garcinia mangostoma; herba; daun. ABSTRACTYard is a plot of land on which there are residential buildings and various plant species can be cultivated. This research aims to analyze the diversity and utilization of garden plants in Taripa Village, East Pamona District, Poso Regency, Central Sulawesi. Sampling was based on the area of the yard, namely the narrow (100-200 m2), medium (300-400 m2) and broad (500-600 m2). In each category, 10 samples of the yard were taken and recorded all plant species found in the yard. The use of plants is determined based on the reasons for planting by direct interviews with the owners of the yards. Data analysis includes abundance, Richness index, diversity index and index evenness of plant species. The results obtained were 64 families consisting of 155 species and 1265 individuals. The family with the most number of species found is Araceae. The species that had the highest abundance were Garcinia mangostana and Curcuma longa. The highest species abundance was in the large yard area. The highest diversity and richness of plant species was in the narrow category land, while evenness was in the medium category. Plant habitus that is widely used is herbaceous. The plant organs that are used are generally leaves, while the use of garden plants is widely used as a food source.  Key words: Diversity; Garcinia mangostoma; herb; leaf.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document