Damianus: Journal of Medicine
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

41
(FIVE YEARS 41)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Atma Jaya Catholic University Of Indonesia

2656-4971, 2086-4256

2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 9-17
Author(s):  
Monica Oktaviana ◽  
Johannes C Prihadi ◽  
Lucky H. Moehario

Introduction: : Practicing hand hygiene is a way to control an infection. The recent COVID-19 pandemic, hand hygiene has become the necessity. Using antiseptic which contain chemical active ingredients causes skin problem. Camellia sinensis is a natural ingredient which its antimicrobial properties is due to the presence of catechin. The study was aimed to determine the effectivity of ethanol extract of Camellia sinensis tea leaves as hand antiseptic. Methods: This research was a comparative experimental analytic to 32 respondents conducted in the Microbiology Laboraroty of Faculty Medicine and Health Sciences–Atma Jaya Jakarta Catholic University of Indonesia. Sampling was carried out by taking bacterial swabs on the right palms. Followed by dilution using serial dilution method and inoculated onto nutrient agar using the spread plate technic. After incubation at 37oC overnight the bacterial colonies were calculated using colony counter within a range of 30-300 colonies per plate. Wilcoxon and Mann-Whitney was used for data analysis. Results: The total number of bacterial colonies after sanitizing using 50% ethanol extract of Camellia sinensis tea leaves was reduced by 55.04% (p=0.003). Meanwhile, 70% alcohol curb the bacterial colonies by 76.84% (p=0.000). The comparison of the effectivity of 50% ethanol extract of Camellia sinensistea leaves versus 70%  alcohol as hand antiseptic was insignificance (p=0.300). Conclusion: 50% ethanol extract of Camellia sinensis tea leaves showed activity against hand’s microorganisms. However, the percentages of Camellia sinensis extract might be increased so as to achieve the effectivity of 70% alcohol.


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 72-88
Author(s):  
Patricia Angelika ◽  
Felicia Kurniawan ◽  
Bryany Titi Santi

Pendahuluan: Plasmodium knowlesi merupakan agen malaria yang mulanya hanya menginfeksi kera, yakni kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan kera ekor babi (Macaca nemestrina). P. knowlesi  telah berkembang untuk menginfeksi secara zoonotik, yaitu ditransmisikan dari hewan kepada manusia oleh vektor nyamuk Anopheles betina. Sejak kejadian endemik malaria knowlesi pertama pada tahun 2004 di Serawak, Malaysia, jumlah kasus infeksi P. knowlesi meluas dan meningkat hingga hampir ke seluruh wilayah di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Peningkatan kasus infeksi P. knowlesi merupakan hasil interaksi yang kompleks antara manusia, agen, dan lingkungan. Faktor individu dan lingkungan merupakan faktor risiko malaria knowlesi. Siklus hidup P. knowlesi sangat singkat dan cenderung menginfeksi semua jenis eritrosit bersama dengan spesies Plasmodium lainnya (infeksi campuran). Morfologi dan gejala klinis P. knowlesi sangat mirip dengan spesies Plasmodium lain, membuatnya sulit didiferensiasi dan turut memengaruhi peningkatan kasus infeksi. Diagnosis malaria knowlesi dengan teknik molekuler PCR merupakan metode yang paling akurat saat ini. Pengobatan terhadap malaria knowlesi harus segera dilakukan untuk mencegah progresivitas menjadi malaria berat hingga kematian. Tujuan: Artikel ini bertujuan untuk mempelajari epidemiologi, faktor risiko, siklus hidup, morfologi, gejala klinis, diagnosis dan tatalaksana terbaru terhadap kasus malaria knowlesi, terutama di Indonesia. Metode: Penulisan artikel menggunakan metode tinjauan pustaka dari berbagai literatur mengenai malaria knowlesi.     Diskusi: Pengetahuan akan epidemiologi, faktor risiko, siklus hidup, morfologi, gejala klinis, diagnosis, dan tatalaksana terhadap kasus malaria knowlesi dapat menambah informasi untuk perkembangan penelitian terhadap distribusi dan pengendalian kasus malaria knowlesi. Artikel ini diharapkan dapat membantu mempercepat target eliminasi malaria di Indonesia pada tahun 2030. Kata Kunci: Infeksi, malaria knowlesi, manusia, Plasmodium knowlesi


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 63-71
Author(s):  
Francisca Jessyca ◽  
Poppy Kristina Sasmita

Latar belakang. Stroke merupakan penyakit kerusakan otak yang disebabkan karena komplikasi vaskuler dan dapat menyebabkan kematian. Dalam upaya penurunan angka kematian dan peningkatan kesejahteraan kesehatan masyarakat perlu adanya pengetahuan tentang definisi, tanda dan gejala, faktor risiko, dan komplikasi dari penyakit stroke. Melalui tingkat pendidikan yang semakin tinggi dan pengalaman yang dimiliki diharapkan mangalami peningkatan pengetahuan tentang penyakit stroke. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan pengalaman dengan pengetahuan stroke pada penduduk Kelurahan Poris Jaya 2020. Hasil. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan (p<0,05). Terdapat pula hubungan antara pengalaman menderita stroke (p=0,01) dan pengalaman merawat orang stroke (p=0,03) terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan yang paling banyak ditamatkan adalah SLTA. Rerata tingkat pengetahuan berdasarkan hasil pengisian kuesioner adalah 68,667. Modalitas terbanyak yang digunakan untuk memperoleh informasi adalah internet. Kesimpulan. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dan pengalaman dengan pengetahuan stroke pada penduduk Kelurahan Poris Jaya tahun 2020. Kata Kunci: Pendidikan, pengalaman, pengetahuan stroke


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 26-32
Author(s):  
Kendrick Klaudius Hartedja ◽  
Ricky Yue ◽  
Lucky H. Moehario

Introduction: Deep neck abscess is a pus accumulation in the space and tissue of the cervical fascia caused by an infection and has the potential for several complications. Appropriate use of antibiotics can prevent these complications, but long culture time has been a main concern. Diabetes and oral hygiene are identified as commonly found risk factors for deep neck abscess. This study aims to analyze patients’ characteristics and the usage of antibiotics in treating deep neck abscess patients in Atma Jaya Hospital as well as assessing the effect of diabetes and oral hygiene as the causes for deep neck abscess. Methods: This was a cohort retrospective, descriptive analytic study. The samples were from 23 deep neck abscess patients undergoing treatment in Atma Jaya Hospital and met the inclusion and exclusion criteria. Chi square and Fisher exact test were used to determine the significance effect of diabetes and higiene oral in relation to deep neck abscess. Results: There were more male patients than female patients with age range 20-30 years old. Streptococcus viridans and Streptococcus pyogenes were the most common bacteria causing deep neck abscesses. Metronidazole, gentamicin and ceftriaxone were the most widely used antibiotics and it had shown great compatibility to fight against germs found in this disease. Statistical test results on the effect of oral hygiene oral to submandibular abscesses, peritonsillar, and Ludwig’s angina were p(AS)=0.605, p(AP)=1.000, and p(LA)=1.000, while of diabetes were p(AS)=0.685, p(AP)=0.657, and p(LA)=1.000. Conclusion: Deep neck abscess tends to occur in male patients of productive age. Metronidazole, gentamicin and ceftriaxone were the recommended empiric antibiotics. There was no significant relationship between oral hygiene and diabetes on the occurrence of deep neck abscesses.


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 40-45
Author(s):  
Dhany Pratama Tindage ◽  
Rita Dewi ◽  
Jojor L. Manalu

Latar Belakang: Hiperlipidemia merupakan salah satu masalah kesehatan global dengan jumlah penderita yang semakin meningkat setiap tahunnya. Secara global, satu per tiga penyakit jantung iskemik disebabkan oleh  kadar kolesterol tinggi termasuk kolesterol LDL. Secara keseluruhan, hiperkolesterolemia diperkirakan menyebabkan 2,6 juta kematian. Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsumsi teh memiliki efek yang baik untuk kesehatan. Teh hijau dan teh hitam dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif dalam menurunkan kadar kolesterol LDL pada penderita hiperlipidemia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo. Penelitian ini menggunakan 16 tikus Rattus norvegicus galur Sprague dawley yang telah diinduksi menjadi hiperlipidemia dengan minyak babi dan kuning telur puyuh dan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok teh hijau dan teh hitam. Intervensi dilakukan selama 17 hari dan perhitunganan kolesterol LDL darah dilakukan pada awal dan akhir intervensi menggunakan rumus Friedewald dari kadar HDL, kolesterol total, trigliserida yang diukur menggunakan alat dan cholesterol strip test Lipid Pro. Data dikumpulkan dan dianalisis menggunakan uji Saphiro-Wilk, Wilcoxon Matched-Pair Signed-Ranks Test, Mann-Whitney U Test. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal (uji Saphiro-Wilk p>0,05). Pemberian teh hijau dan teh hitam selama 17 hari menyebabkan terjadinya penurunan kadar kolesterol LDL yang signifikan (uji Wilcoxon Matched-Pair Signed-Ranks Test p<0,05), namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada penurunan kadar kolesterol LDL antar kelompok perlakuan (Uji Mann-Whitney U Test p>0,05).      Kesimpulan: Pada penelitian ini, tidak terdapat perbedaan efektivitas pemberian teh hijau dibandingkan dengan teh hitam  dalam  menurunkan kadar kolesterol LDL Rattus norvegicus hiperlipidemia dengan minyak babi dan kuning telur puyuh, namun pemberian keduanya memberikan penurunan kadar kolesterol LDL tikus yang bermakna.


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 18-25
Author(s):  
Jennifer Wiranatha ◽  
Robby Makimian ◽  
Rita Dewi

Introduction: Dengue hemorrhagic fever is one of the most common infectious diseases in Indonesia. The vector of this disease is Aedes aegypti (Ae. aegypti). Dengue hemorrhagic fever can be controlled by a few measures, one of them is using insecticide. However, frequent use of chemical insecticide could lead to resistance and is harmful to non-target organisms. One of the solutions for this problem is the use of bioinsecticide derived from lemongrass (Cymbopogon citratus or C. citratus) leaves extract. Methods: The design of this study is true experimental post-test only control group. The population used are adult Ae. aegypti mosquitoes. For each experiment, 10 mosquitoes are required and given the extract of C. citratus in 2%, 10%, and 20% concentrations, and negative control respectively.The lethal effect of the extract is observed in 10, 30, 60 minutes and 6, 12, 18, 24 hours. Results: There is a significant difference in the lethal effect of Ae. aegypti mosquitoes with variations in duration of exposure to the C. citratus leaves extract (p = 0.007), but no significant difference with variations in extract concentration given (p = 0.281). Conclusion: C. citratus leaves extract has bioinsecticidal effect on Ae. aegypti mosquitoes. The optimal result of mosquito mortality is achieved by using the extract in 20% concentration with duration of 12 hours.


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 33-39
Author(s):  
Irene Rusli ◽  
Ellen Wijaya ◽  
Diandra Tatiana Gunawan ◽  
Andy Setiawan ◽  
Felicia Kurniawan

Latar Belakang: Tingginya perilaku penggunaan gawai dan media sosial mempengaruhi aktifitas fisik pada anak dan remaja. Terjadi kecenderungan peningkatan penggunaan internet bahkan pada anak usia sekolah dasar. Fenomena ini mengakibatkan rendahnya aktivitas fisik yang merupakan faktor risiko terjadinya gizi lebih pada anak yang dapat berdampak terjadinya gangguan metabolik saat dewasa. Tujuan : Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas pada anak sekolah dasar (SD) kelas 4-6 dengan penggunaan gawai. Metode: Analitik observasional dengan pendekatan potong lintang pada anak sekolah dasar negeri (SDN) kelas 4-6 di Jakarta Utara. Pengambilan sampel secara konsekutif. Aktivitas fisik diketahui dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik. Status gizi berdasarkan pemeriksaan tinggi badan, berat badan dan perhitungan index massa tubuh. Analisis dilakukan dengan uji korelasi Spearman. Hasil : Terdapat 322 anak  dari 3 SDN di Jakarta Utara yang terdiri dari 42.2% subjek perempuan dan 57.8% laki-laki.Sekitar 47.5%  subjek tidak mendapat pendampingan dan 16.8% subjek tidak pernah mendapat edukasi berkaitan penggunaan gawai. Anak dengan aktivitas fisik rendah 79.5% , sedang 18.9% , tinggi1.6% dengan anak Indeks massa tubuh lebih 34.5%. Lamanya penggunaan gawai per hari, tidak memiliki korelasi dengan IMT (p >0,05) namun memiliki korelasi dengan aktifitas fisik dengan (p<0.05). Kesimpulan: Sebagian anak sekolah dasar tidak mendapatkan pendampingan dari orang tua saat penggunaan gawai. Penggunaan gawai berkorelasi positif dengan rendahnya aktivitas fisik yang merupakan salah satu faktor risiko anak memiliki gangguan tumbuh kembang. Kata kunci: aktivitas fisik, Indeks massa tubuh, gawai


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 55-62
Author(s):  
Anthea Casey ◽  
Herlina Uinarni ◽  
Eva Suryani ◽  
Dharmady Agus

Latar Belakang: Jumlah remaja yang depresi dan merokok di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tajam. Literatur-literatur menunjukkan bahwa remaja yang merokok memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami depresi dan remaja yang depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk merokok. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara depresi dan merokok pada siswa SMPN 273. Metode: Penelitian analitik cross-sectional ini dilakukan di SMPN 273, Jakarta Pusat. Responden adalah 407 siswa SMPN 273 kelas 7, 8, dan 9 (47.9% siswa laki-laki dan 52.1% siswa perempuan) yang mengisi kuesioner depresi dan merokok. Depresi dinilai dengan menggunakan kuesioner BDI-II yang telah divalidasi ke dalam bahasa Indonesia, sedangkan merokok dinilai dengan satu pertanyaan yang membagi responden menjadi 4 kelompok yaitu perokok setiap hari, perokok kadang-kadang, mantan perokok, dan bukan perokok. Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara depresi dan merokok pada siswa SMPN 273 (p = 0.000, OR = 2.502). Dari 30.2% siswa yang mengalami depresi, 2.5% siswa adalah perokok setiap hari, 5.4% siswa adalah perokok kadang-kadang, 10.8% siswa adalah mantan perokok, dan 11.5% siswa adalah bukan perokok. Kesimpulan: Depresi meningkatkan risiko remaja untuk merokok sebesar 2.5 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa pencegahan merokok pada remaja perlu disertai dengan pencegahan dan tatalaksana terhadap depresi.


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 1-8
Author(s):  
Andreas Hartanto Santoso ◽  
Caesar Rio Julyanto Putra ◽  
Josephine Rasidi ◽  
Hoo Felicia Davina Hadi Gunawan ◽  
Joshua Henrina Sundjaja ◽  
...  

Introduction: Coronary Artery Calcification (CAC) score may give information in cardiovascular risk stratification asymptomatic individuals. Profiles and distribution of CAC scores are still scarce in Indonesia. This study aimed to evaluate the distribution of CAC based on age and gender in asymptomatic patients. Methods: Subjects were asymptomatic Asian above 40 years-old undergoing cardiovascular check-up, including Computed Tomography (CT) CAC at Siloam Heart Institute, from April 2018 to August 2019. Data were obtained retrospectively and analyzed statistically with IBM SPSS version 22. Results: A total of 1640 patients were enrolled, with males slightly more than half. The mean age was 55,6 ± 9,6 years, with age group of 50-59 years as the majority (35,9%). Almost half of the subjects had zero CAC score. Around two-thirds of females, particularly below 50 years old, had zero CAC scores. CAC scores >400 were more prevalent in males across all age groups. The majority of healthy males had a CAC score between 0-99. There was a positive correlation between age and CAC scores in both genders. Females with CAC score >400 were found mostly after 70 years old, ten years older than males. CAC score >1000 was more prevalent in older males compared to females. Conclusion: The distribution of CAC score is remarkably affected by age and gender. Zero CAC score is found predominant in our subjects. CAC scores of ≥400 are common in males across all age groups. CAC score >1000 is more exclusively found in the elderly male


2021 ◽  
Vol 20 (1) ◽  
pp. 46-54
Author(s):  
Valerie Michaela Wilhelmina ◽  
Eva Suryani ◽  
Yunita Maslim

Introduction: Coronary Heart Disease (CHD) accounts for the largest proportion of cardiovascular diseases. CHD patients may experience depressive symptoms or major depressive disorder. Patient Health Questionnaire (PHQ-9) Score has good sensitivity and specificity for patients with CHD. Negative illness perception is significantly associated with more severe levels of depression. The aim of this study is to understand the characteristics of the perception of illness and PHQ-9 scores in patients with CHD at Atma Jaya Hospital, Jakarta. Methods: A cross-sectional research was done on CHD patients in the clinic of Internal Medicine and Cardiac Sub-Specialist clinics, Cosmas outpatient unit in Atma Jaya Hospital over the course of September-October 2015. The Brief Illness Perception Questionnaire (BIPQ) and PHQ-9 were used to assess the characteristics of illness perception and determine the level of depression in patients with CHD. Univariate analysis were used to process the data. Results: 42 patients met the inclusion criteria. 62% of subjects had a positive perception of the disease and 38% had a negative perception. The highest average score of B-IPQ was the illness concern. Majority of the subjects 48.8% had minimal depression and none of the subject had severe depression. Conclusion: B-IPQ scores indicated positive illness perception and PHQ-9 shows minimal depression in most of CHD patients


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document