International Journal of Creative and Arts Studies
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

123
(FIVE YEARS 32)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Institut Seni Indonesia Yogyakarta

2406-9760, 2339-191x

2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 25-33
Author(s):  
Ayu Soraya ◽  
Yusup Sigit Martyastiadi

The Covid-19 pandemic requires us to carry out physical and social distancing. It is undeniable, this also has an impact on government policy to close tourist destinations, including museums. Currently, sophisticated 3D visualization technology provides the potential for the development of virtual museums. The virtual museums were developed for giving the experience of the visiting museum in the digital world as a distance learning. This application can provide immersion through interactivity while exploring virtual museums. Basically, this article explains the aesthetic investigations in some virtual museums. The researchers describe the aesthetic of each sampled virtual museums projects. The literature synthesis of several virtual museums projects is expected to be able to give an idea of the potential development of virtual museums in Indonesia. The aesthetics of virtual elements could be used as a recommendation for museum conservator for the development of prospective Indonesian virtual museums. Furthermore, the aesthetics of virtual in digital museums provide opportunities to present virtual museums exploration experiences. Estetika Virtual: Peluang Perkembangan Museum Virtual di IndonesiaAbstrakPandemi Covid-19 mengharuskan kita melakukan jarak fisik dan sosial. Tak bisa dipungkiri, hal ini juga berdampak pada kebijakan pemerintah untuk menutup destinasi wisata, termasuk museum. Saat ini, teknologi visualisasi 3D yang canggih memberikan potensi untuk pengembangan museum virtual. Museum virtual dikembangkan untuk memberikan pengalaman mengunjungi museum di dunia digital sebagai pembelajaran jarak jauh. Aplikasi ini dapat memberikan immersion melalui interaktivitas sambil menjelajahi museum virtual. Pada dasarnya, artikel ini menjelaskan investigasi estetika di beberapa museum virtual. Para peneliti mendeskripsikan estetika dari setiap proyek museum virtual yang dijadikan contoh. Sintesis literatur dari beberapa proyek museum virtual diharapkan dapat memberikan gambaran tentang potensi perkembangan museum virtual di Indonesia. Estetika unsur virtual dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi konservator museum untuk pengembangan museum virtual Indonesia yang akan datang. Selain itu, estetika virtual dalam museum digital memberikan peluang untuk menghadirkan pengalaman eksplorasi museum virtual.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 1-12
Author(s):  
Angga Kusuma Dawami ◽  
Martinus Dwi Marianto ◽  
Suwarno Wisetrotomo

Wedha's Pop Art Portrait (WPAP) has become one of the most popular visual arts in Indonesia since Wedha Abdul Rasyid decided on this style in 2010. A decade later, WPAP became part of visual arts in Indonesia, used by many millennial designers, sheltered by the chapter community in regions; Jakarta chapter, Jogjakarta chapter, Surabaya chapter, etc. Visual arts-based on faces is a strong characteristic of WPAP. Only a few have achieved the WPAP form in accordance with the art form that Wedha first brought up. Economic motives became the biggest influence on the change in orientation from WPAP art to commodity. Therefore, the art form in WPAP tends to follow market trends. This paper tries to define the existing art in WPAP, with the formulation of the problem: what is the art form in WPAP in Indonesia? The formal approach to art is an important part of knowing art in WPAP. Through descriptive-analytic, an explanation of the art form in WPAP according to the Wedha’s experience is presented in this paper. The analysis is using an analysis of interactions between members of the WPAP community in several chapters which already have a "chapter" community. The art form in WPAP has almost the same characteristics as Wedha's work in the early appearance of WPAP. Wedha had a past that grapples with artwork; making illustrations, making magazine covers, making comics, and so on. The makers of WPAP in the WPAP community also have an art form in WPAP that is the same in pattern, because it is based on WPAP that was initiated by Wedha at the beginning of its appearance. The art form in WPAP has characteristics in color and line drawing. Bentuk Seni dari Wedha’s Pop Art Portrait (WPAP) Abstrak Wedha's Pop Art Portrait (WPAP) menjadi salah satu seni visual yang banyak digemari sejak Wedha Abdul Rasyid memutuskan gaya ini pada tahun 2010. Satu dekade berikutnya, WPAP menjadi bagian dari seni visual di Indonesia, digunakan oleh banyak desainer milenial, dinaungi oleh komunitas chapter yang ada di wilayah-wilayah; chapter Jakarta, chapter Jogjakarta, chapter Surabaya, dll. Seni visual berbasis pada wajah, menjadi ciri khas yang kuat pada WPAP. Hanya sedikit yang mencapai bentuk WPAP yang sesuai dengan bentuk seni yang Wedha munculkan pertama kali. Motif ekonomi menjadi pengaruh terbesar pada perubahan orientasi dari seni WPAP menjadi komoditi. Sehingga bentuk seni dalam WPAP cenderung untuk mengikuti tren pasar. Tulisan ini mencoba untuk mendefinisikan seni yang ada dalam WPAP, dengan rumusan masalah: Bagaimana bentuk seni dalam WPAP menurut komunitasnya di Indonesia? Pendekatan formal seni menjadi bagian penting untuk mengetahui seni dalam WPAP. Melalui diskriptif-analitik, penjelasan tentang bentuk seni dalam WPAP menurut komunitasnya disajikan dalam tulisan ini. Analisis yang digunakan adalah analisis interaksi antar anggota komunitas WPAP di beberapa chapter yang telah memiliki komunitas “chapter”. Bentuk seni dalam WPAP memiliki ciri khas yang hampir sama dengan karya Wedha pada awal-awal kemunculan WPAP pertama kali. Wedha memiliki masa lalu yang bergulat dengan pekerjaan seni; membuat ilustrasi, membuat cover majalah, membuat komik, dan lain sebagainya. Pembuat WPAP di komunitas WPAP juga memiliki bentuk seni dalam WPAP yang sama secara pola, karena memang berbasis pada WPAP yang dicetuskan oleh Wedha pada awal kemunculannya. Bentuk seni dalam WPAP memiliki ciri khas dalam warna, tarikan garis, pemilihan pallet, konstruksi wajah.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 51-69
Author(s):  
I Ketut Ardana

Balinese music has a variety of gamelan that develops in the community. Balinese gamelan is a central object in the development of Balinese musical knowledge. One of the most problematic is the harmony system. In the context of Balinese music knowledge, the harmony system is an element that is often discussed its existence. The 'harmony system' has been recognized through the dualistic concept. This concept is the source of the technique for playing the Balinese Gamelan. Knowledge of the harmony system with this dualistic concept is based on the object of research by Gamelan Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar is indeed very closely related to the dualistic system. However, this system is not relevant to several other Balinese Gamelan, one of which is the Gamelan Gambang. Therefore, knowledge of the harmony system in Balinese music needs to be updated. This update is an actualization of knowledge about gamelan harmony. The problems discussed in this article are what is Balinese Gamelan harmony, what is the roles of Balinese Gamelan harmony and the concept of Balinese musical harmony. This reaserch uses a mix method, namely qualitative and quantitative methods. Musicology approach as a qualitative method while sound physics as a quantitative method. Re-aktualisasi Harmoni Gamelan Bali untuk Pembaruan Pengetahuan Musik Bali Abstrak Karawitan Bali memiliki ragam gamelan yang berkembang di masyarakat. Gamelan Bali merupakan objek sentral dalam pengembangan pengetahuan karawitan Bali. Salah satu yang paling bermasalah adalah sistem harmoni. Dalam konteks pengetahuan karawitan Bali, sistem harmoni merupakan unsur yang sering dibicarakan keberadaannya. Sistem harmoni terepresentasi melalui konsep dualistik. Konsep inilah yang menjadi sumber teknik memainkan Gamelan Bali pada umumnya. Pengetahuan sistem harmoni dengan konsep dualistik ini berdasarkan objek penelitian Gamelan Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar memang sangat erat kaitannya dengan sistem dualistik. Namun sistem ini tidak relevan dengan beberapa Gamelan Bali lainnya, salah satunya Gamelan Gambang. Oleh karena itu, pengetahuan tentang sistem harmoni dalam karawitan Bali perlu dimutakhirkan. Pembaruan ini merupakan aktualisasi pengetahuan tentang harmoni gamelan. Permasalahan yang dibahas dalam artikel ini adalah apa yang dimaksud dengan harmoni Gamelan Bali, batasan harmoni Gamelan Bali dan model harmoni secara musikal gamelan Bali. Penelitian ini menggunakan mixmethode , yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan musikologi sebagai metode kualitatif sedangkan fisika bunyi sebagai metode kuantitatif.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 35-49
Author(s):  
Eslam Y Khalefa ◽  
Sri Nurhayati Selian

ABSTRACT Non-random sampling as a tool in data collection has widely become a prominent issue in art-related phenomena and is more complicated than ever due to the heterogeneity of the study population. However, the foremost justification of this paper was the identification of several gaps of literatures in the selection of samples that usually lead to misunderstanding. This is because literatures mostly are not related to arts. The misunderstanding includes sample design and representative sample selected size determination. Nevertheless, there is a wide variety of techniques, different styles and trends that influence the field of contemporary art. Confusion is created when many researchers rely on a random sampling strategy that relies heavily on artists rather than works of art. The aim of this study is to explain how to select a representative sample of a heterogeneous population in art-related research. The investigation provided a new vision to select samples of artists, art works and art lovers. This study used an inductive approach through reading books, articles, newspapers, and opinions of philosophers and scholars in the field of research methodology. The most important result of this paper is that non-random sampling is better and more effective than random sampling strategy in art-related studies as it provides beneficial results for heterogeneous populations especially with regard to artists, works of art and art lovers. Sampel Tidak Acak sebagai Alat Pengumpulan Data dalam Studi Terkait Seni Kualitatif ABSTRAKPengambilan sampel tidak acak sebagai alat dalam pengumpulan data telah menjadi isu yang menonjol dalam fenomena yang berkaitan dengan seni dan lebih rumit dari sebelumnya dikarenakan heterogenitas populasi penelitian. Namun justifikasi utama dari makalah ini adalah identifikasi beberapa gap literatur dalam pemilihan sampel yang biasanya menimbulkan kesalahpahaman. Hal ini karena kebanyakan literatur tidak berkaitan dengan seni. Kesalahpahaman mencakup desain sampel dan penentuan ukuran sampel yang dipilih secara representatif. Namun demikian, ada berbagai macam teknik, gaya dan tren berbeda yang mempengaruhi bidang seni rupa kontemporer. Kebingungan tercipta ketika banyak peneliti mengandalkan strategi pengambilan sampel acak yang sangat bergantung pada seniman daripada karya seni. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana memilih sampel yang representatif dari populasi yang heterogen dalam penelitian yang terkait dengan seni. Investigasi memberikan visi baru untuk memilih sampel seniman, karya seni dan pecinta seni. Penelitian ini menggunakan pendekatan induktif melalui membaca buku, artikel, surat kabar, dan pendapat filsuf dan sarjana dalam bidang metodologi penelitian. Hasil terpenting dari makalah ini adalah pengambilan sampel tidak acak lebih baik dan lebih efektif daripada strategi pengambilan sampel secara acak dalam studi terkait seni karena memberikan hasil yang bermanfaat bagi populasi yang heterogen terutama yang berkaitan dengan seniman, karya seni dan pecinta seni.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 13-23
Author(s):  
Tawipas Pichaichanarong

The rise of modern architecture styles has strongly impacted the younger generation globally in the current century. This research is designed to study the performance of working memory on understanding Lanna architecture with young adults at a large university in northern Thailand, that of Mae Fah Luang University in Chiang Rai Province, Thailand. In this study, the research focuses on studying the effectiveness of young adults’ working memory to discern Lanna architecture through site visits and mental visualization. The outcomes of this research can help improve architecture pedagogy in the future. For the methodology, questionnaires were used by collecting data from 412 university students from a university in northern Thailand. The data then were analyzed using mean, standard deviation, and p-value. This study concludes that the performance of working memory on the comprehension of Lanna architecture through site visits and mental visualization for young adults was positive. Kunjungan Situs vs Visualisasi Mental pada Arsitektur Lanna: Studi tentang Memori Kerja pada Anak Muda Abstrak Kemunculan gaya arsitektur modern memberi pengaruh kuat pada generasi muda di penjuru duina pada abad ini. Penelitian ini dirancang untuk mempelajari kinerja Memori kerja saat memahami arsitektur Lanna di kalangan anak muda pada sebuah universitas besar di Thailand utara, yaitu Universitas Mae Fah Luang di Provinsi Chiang Rai, Thailand. Dalam studi ini, penelitian berfokus pada bagaimana mempelajari efektivitas memori kerja anak muda untuk membedakan arsitektur Lanna melalui kunjungan situs dan visualisasi mental. Hasil dari penelitian ini dapat membantu meningkatkan pedagogi arsitektur di masa depan. Untuk metodologinya, kuesioner dikumpulkan dari 412 mahasiswa dari sebuah universitas di Thailand utara. Data kemudian dianalisis melalui rata-rata, standar deviasi, dan p-value. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja Memori kerja pada pemahaman arsitektur Lanna melalui kunjungan situs dan visualisasi mental pada anak muda memberi hasil yang positif.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 71-88
Author(s):  
Febriansyah Ignas Pradana

The mega construction of Yogyakarta International Airport aims to increase global interaction in Yogyakarta. The existence of an airport in a region should be important. Furthermore, the airport is also able to show the identity of a region itself. The airport can also be a landmark, which is able to represent the cultural values of people in a region. The Special Region of Yogyakarta, which is broadly known as a cultural and educational province, has thousand of cultural values in its local wisdom. This research aims to describe (1) the local wisdom contained in Yogyakarta International Airport, and (2) the values of that local wisdom. Earlier, we have identified the condition of Yogyakarta International Airport, in order to create a research plan for this research. However, we found the main data, namely local wisdom in the airport’s building. From that fact, we formed research questions and set the main theory to classify and analyze them. We collect the data under the method of Simak Catat. According to the data, we set Haryanto (2014) theory as the main theory. In order to collect valid and reliable data, we also conduct a deep interview with Andika as an interviewee from PT. Angkasa Pura I is the coordinator of Yogyakarta International Airport. The results show that there are eighteen local pearls of wisdom in Yogyakarta International Airport, and the values of that local wisdom are triggered by the socio-cultural aspect. Kearifan Lokal di Yogyakarta International AirportAbstrakPembangunan Bandar Udara Yogyakarta International Airport bertujuan untuk meningkatkan hubungan global yang selama ini telah dilaksanakan di Yogyakarta. Keberadaan dari sebuah bandar udara Internasional di Yogyakarta menjadi sangat vital. Bandar udara selain sebagai pusat dalam kegiatan penerbangan, turut menjadi identitas dari suatu daerah tempat bandar udara tersebut berada. Bandar udara dapat menjadi landmark bagi wilayah karena merepresentasikan kehidupan dan nilainilai budaya yang terkandung di dalam masyarakat. Daerah Istimewa Yogyakarta, yang juga dijuluki kota budaya, memiliki beragam kearifan lokal yang mampu menunjukkan identitas budaya pada sebuah bandar udara. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) kearifan lokal yang terdapat di bandar udara Yogyakarta International Airport, dan (2) nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut. Data utama dalam penelitian ini adalah kearifan lokal yang terdapat pada bandar udara Yogyakarta International Airport. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik simak catat. Pada proses analisis data yang turut mencakup proses pengklasifikasian data, selanjutnya data iklasifikasikan berdasarkan teori Haryanto (2014) yang membagi kearifan lokal dalam bentukbentuk atau kategori tertentu. Selanjutnya, data dianalisis secara deskriptif dengan pendekatan mixed-method yaitu pendekatan yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam satu waktu. Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi titik awal bagi terciptanya sarana dan prasarana yang tepat guna di sebuah bandar udara Internasional.


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 115-128
Author(s):  
Sari Wulandari ◽  
Guntur Guntur ◽  
Martinus Dwi Marianto

RajutKejut is a knitting community in Jakarta, Indonesia, that has been doing yarnbombing activities since 2014. In 2019, Jakarta Arts Council invited RajutKejut to collaborate with Kampung Air Baja residents in Penjaringan, North Jakarta, in a program called Young Curator Class: Titik Temu Gembira. The program combines forces between RajutKejut and urban village residents to explore life from a different perspective, specifically through art activism. This program’s spirit helps residents have joyful independent lives with dignity through art that encourages life’s passion. The RajutKejut Community shares its knowledge with residents on making necklaces from threads for their dance costumes. This research discusses how RajutKejut brings forward the passion of life through art activism. This research uses Alyce McGovern’s Craftivism method, which dissects craftivism in personal, community, and political aspects. It shows the relation of art to the residents, how art can influence and raise an individual’s potential. The community aspect shows the relation of art and the residents and how art can restore the spirit of togetherness and cooperation. On the political aspect, the art facilitates statements of empowerment from the residents. Through RajutKejut craftivism, the residents have the social capital to help them catch their breath for a while, stop their routines for a moment, and allow them to feel their existence as human beings who have expressions and feelings. Eksplorasi Eksistensi Diri melalui Kraftivisme RajutKejut: Studi Kasus di Hutan Penjaringan, Jakarta ABSTRAK RajutKejut adalah komunitas merajut di Jakarta, Indonesia yang telah melakukan kegiatan ‘bom-benang’ sejak tahun 2014. Pada tahun 2019, Dewan Kesenian Jakarta mengundang RajutKejut untuk berkolaborasi dengan warga Kampung Air Baja di Penjaringan, Jakarta Utara, dalam program Kelas Kurator Muda: Titik Temu Gembira. Program tersebut menggabungkan potensi komunitas RajutKejut dan warga kampung kota untuk mengeksplorasi kehidupan melalui perspektif yang berbeda, khususnya lewat aktivisme seni. Semangat program ini adalah membantu warga untuk memiliki kehidupan mandiri yang menyenangkan dan bermartabat, melalui seni yang mendorong gairah hidup. Komunitas RajutKejut berbagi pengetahuan kepada warga kampung kota, cara membuat kalung dari benang untuk kostum tari mereka. Penelitian ini membahas bagaimana RajutKejut mendorong gairah hidup melalui aktivisme seni. Penelitian ini menggunakan metode Craftivism Alyce McGovern, yang membedah craftivism dalam aspek personal, komunitas, dan politik. Penelitian menunjukkan relasi seni dengan warga kampung, bagaimana seni dapat mempengaruhi dan meningkatkan potensi individu. Dalam aspek komunitas, menunjukkan bagaimana seni berelasi dengan masyarakat dapat mengembalikan semangat kebersamaan dan kerjasama. Pada aspek politik, kesenian memfasilitasi pernyataan pemberdayaan dari warga kampung. Melalui kraftivisme RajutKejut, warga kampung memiliki modal sosial untuk membantu mereka mengatur napas sejenak, menghentikan rutinitas sejenak, dan memberi mereka kesempatan untuk merasakan keberadaannya sebagai manusia yang memiliki ekspresi dan perasaan.


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 137-143
Author(s):  
Gisela Anindita

Banten is one of the provinces in Indonesia. It is located in the westernmost of Java. Art Movement in Banten is not as famous as Jakarta, Yogyakarta, nor Bali. Being an Artist is not the most famous, not even an option for Banten's job or career. Being an artist in Banten is because the people are not familiar with the art, especially contemporary art. So being an artist in Banten means also being an educator for social change. Edi Bonetski and PengPeng, both are Banten born and raised artist, are trying to make an art movement in Banten. They are doing what I called "terror" in the two cities of Banten. Serang and Tangerang, through their artistic collaboration. The aim is to habituate people in Banten for seeing art. The more they make, the more people will get used to appreciate and live with art. They also made their artistic collaboration in the crowd area, so people can watch how art makes. This "terror" might be something common in Jakarta or Yogyakarta, but not in Banten. They change people's minds about art through their process demo and collaborate with anybody in the process. This practice is to engage people to learn art by doing an art activity. Pergerakan Seni dan Seniman di Banten Studi Kasus: Edi Bonetski X PengPeng ABSTRAK Banten adalah salah satu provinsi di Indonesia ysng terletak di paling barat Pulau Jawa. Gerakan Seni Rupa di Banten memang tidak terlalu terkenal dibanding Jakarta, Yogyakarta, atau Bali. Menjadi seniman bukanlah yang populerl, bahkan tidak menjadi pilihan pekerjaan atau karir di Banten. Perjuangan menjadi seniman di Banten disebabkan oleh masyarakat yang belum mengenal seni khususnya seni kontemporer. Menjadi seniman di Banten berarti juga sekaligus menjadi pendidik untuk perubahan sosial. Edi Bonetski dan PengPeng, merupakan dua seniman yang lahir dan besar di Banten, yang mencoba membuat gerakan seni di Banten. Mereka melakukan apa yang saya sebut dengan "teror" di dua kota Banten. Yakni Serang dan Tangerang, melalui kolaborasi seni mereka. Tujuannya adalah untuk membiasakan masyarakat Banten untuk melihat kesenian. Semakin banyak mereka membuat, semakin banyak orang yang terbiasa untuk mengapresiasi dan hidup dengan seni. Mereka juga berkolaborasi di area keramaian, sehingga masyarakat bisa menyaksikan bagaimana proses pembuatannya. "Teror" ini mungkin sudah biasa di Jakarta atau Yogyakarta, tapi tidak di Banten. Bagaimana mereka mengubah pikiran orang tentang seni melalui demo proses mereka, dan kolaborasi dengan siapa pun dalam prosesnya. Latihan ini mengajak masyarakat untuk belajar seni dengan melakukan aktivitas seni.


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 101-113
Author(s):  
Centaury Harjani

The most common inspiration used in the art of climate change is global warming. Indeed, the greenhouse effect that leads to a global temperature rise is the cause of global warming. This effect occurs due to increasing levels of carbon released into the air. Upon this, an artist needs to reduce carbon emissions for the sake of a better environment. One of the effective ways is by using the principles of environmentally friendly (low-carbon emissions) artwork. The way that can be chosen is upcycling in the making of an artwork. Upcycled is the upgraded version of Recycling. Upcycle will help reduce carbon emissions by utilizing old goods as materials to create an artwork. Upcycle does not use new materials, and it uses the method of material processing with a short phase compared to recycling. The contemporary art of climate change raises many issues on global warming as its inspiration. Therefore, it should pay attention to the material used in the making of environmentally friendly artwork. This paper will discuss the upcycle as a preference to produce that artwork. Practice-based research methods and literature studies are used in this study. This research will also discuss creative strategies in upcycling deadstock to become part of climate change contemporary artwork. The preliminary result from this study is that the upcycle will be optimal when combined with the principle of zero-waste. Upcycle: Preferensi Baru dalam Seni Perubahan Iklim ABSTRAK Inspirasi yang paling banyak digunakan pada seni perubahan iklim adalah pemanasan global. Sesungguhnya, efek rumah kaca adalah penyebab utama adanya peningkatan suhu secara global sehingga terjadi pemanasan global. Efek ini terjadi disebabkan oleh peningkatan jumlah karbon yang dilepaskan ke udara. Karena itu, seniman perlu berpartisipasi mengurangi jumlah gas buang karbon demi lingkungan yang lebih baik. Satu cara efektif yang dapat dilakukan adalah menggunakan prinsip karya seni ramah lingkungan yang tingkat gas buang karbonnya rendah. Cara yang dapat dipilih adalah melakukan upcycle dalam pembuatan karya seni. Upcylce ini adalah peningkatan versi dari Recycle. Upcycle akan membantu mengurangi gas buang karbon dengan memanfaatkan barang-barang lama sebagai bahan baku pada proses pembuatan karya seni. Upcycle tidak menggunakan material baru dan memiliki proses pengolahan material yang lebih pendek jika dibandingkan dengan metode recycle. Seni kontemporer terkait perubahan iklim mengangkat banyak isu mengenai pemanasan global. Karena itu, seni ini perlu memperhatikan bahan baku yang digunakan untuk memperoleh karya seni yang ramah lingkungan. Makalah ini akan membahas upcycle sebagai preferensi untuk menghasilkan karya seni tersebut. Metode penelitian berbasis praktik dan studi literatur digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga akan membahas strategi kreatif dalam melakukan upcycling bahan baku deadstock karya seni kontemporer perubahan iklim. Kesimpulan awal dari penelitian ini, penggunaan upcycle akan lebih optimal jika dipadukan dengan prinsip zero-waste.


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 129-135
Author(s):  
Donna Carollina

In the middle of March 2020, Indonesia declared a Covid-19 emergency. This pandemic has an impact on art activities, including the artistic world of graffiti. During this time, the activities of graffiti artists in public spaces were increasingly limited. However, this limitation does not dampen their spirit, especially in terms of organizing exhibitions. Where on May 17, 2020, they held a virtual exhibition titled "Youth Pandemics." This topic is interesting to discuss since organizing a virtual exhibition is a new thing for graffiti artists, especially in Indonesia. This research uses the descriptive qualitative method. This study's results reveal that implementing a virtual exhibition gave new alternative space for graffiti artists during a pandemic. Also, a virtual exhibition is a place to gather for graffiti artists amid their social limitations. Pameran Virtual Graffiti “Pandemic Youth” ABSTRAK Medio Maret 2020 Indonesia dinyatakan darurat Covid-19. Pandemik ini berdampak pada aktivitas seni termasuk di dalamnya dunia artistik graffiti. Selama pandemik, aktivitas artistik pelaku graffiti di ruang publik semakin terbatas. Namun batasan ini tidak menyurutkan semangat berkesenian sebagian pelaku graffiti, terutama dalam hal penyelenggaraan pameran. Dimana pada 17 Mei 2020 lalu mereka menyelenggarakan pameran virtual bertajuk “Pandemic Youth”. Topik ini menarik untuk dibahas mengingat upaya penyelenggaraan pameran virtual ini merupakan hal yang baru bagi pelaku graffiti khususnya di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini mengungkap bahwa penyelenggaraan pameran virtual menambah alternatif baru bagi ruang berekspresi para pelaku graffiti di tengah pandemik. Selain itu pameran virtual sekaligus menjadi wadah berkumpul bagi para pelaku graffiti di tengah keterbatasan sosial mereka.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document