Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

378
(FIVE YEARS 204)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas Tarumanagara

2579-6356, 2579-6348

2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 529
Author(s):  
Usman Alhudawi ◽  
Ernawati Simatupang ◽  
Fazli Rachman

Participating in State Defense is one of the important mandates contained in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. State Defense needs to be done by all responsible holders in creating Indonesia as a smart and prosperous nation. State Defense becomes important because national defense and security activities are not only left entirely to TNI and POLRI institutions.Therefore, various efforts are needed to reach all elements of Indonesian citizens who are dynamic and varied in their knowledge. The village community as a distinctive entity for Indonesian citizenship has not been properly touched with regard to efforts to instill awareness of defending the country. This article will discuss in detail the potential for the involvement of local wisdom values in the development of awareness of state defense in rural communities. Local wisdom is part of the strategy of a particular community group in order to achieve their needs. The research method used is qualitative. This research was conducted by studying literature with qualitative data collection techniques in the form of a literature study (literature). Meanwhile, the data analysis process used is data reduction, data display, verification, and conclusion. The results show that the approach to the value of local wisdom has an influence on the awakening of awareness of state defense in rural communities. The nature of the approach based on the valuesof local wisdom which is closely related to the habits of community life has implications for the awakening of awareness of state defense in such levels of society. Ikut serta dalam Bela Negara merupakan salah satu amanat penting yang termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bela Negara perlu dilakukan oleh seluruh pemegang tanggung jawab dalam menciptakan Indonesia sebagai bangsa yang cerdas dan sejahtera. Bela Negara menjadi penting karena aktivitas pertahanan dan keamanan nasional tidak hanya diserahkan sepenuhnya kepada institusi TNI dan POLRI. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai upaya dalam dalam menjangkau seluruh elemen warga negara Indonesia yang dinamis dan variatif dalam pengetahuannya. Masyarakat desa sebagai suatu entitas khas kewarganegaraan Indonesia belum tersentuh dengan baik terkait upaya-upaya menanamkan kesadaran bela negara. Artikel ini akan mengulas dengan rinci potensi pelibatan nilai kearifan lokal dalam pembangunan kesadaran bela negara di tatanan masyarakat pedesaan. Kearifan lokal merupakan bagian dari strategi suatu kelompok masyarakat tertentu dalam rangka mencapai kebutuhan hidupnya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan studi literatur dengan teknik pengumpulan data kualitatif berupa studi pustaka (literatur). Sementara itu, proses analisis data yang digunakan adalah reduksi data, display data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Hasil menunjukan bahwa pendekatan nilai kearifan lokal memberikan pengaruh atas terbangunnya kesadaran bela negara masyarakat pedesaan. Sifat pendekatan berbasis nilai kearifan lokal yang lekat dengan kebiasaan kehidupan masyarakat, berimplikasi pada terbangunnya kesadaran bela negara pada lapisan masyarakat demikian. 


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 590
Author(s):  
Puti Andini Pradipta ◽  
Monty Prawiratirta Satiadarma ◽  
Untung Subroto

Suicide was the third leading cause of death in adolescents in the world in 2016 with a mortality rate of about 136,000 cases. Reasons teenagers commit suicide include family financial problems, psychological distress, low self-esteem, lack of confidence, and depression. In addition, the difficulty of professional help and social support from the surrounding environment also opens up opportunities for adolescents to commit suicide. Suicidal behavior is often associated with nonsuicidal self-injury (NSSI). NSSI is an act of self-injury with no intention to commit suicide, but according to the Interpersonal Theory for Suicide by Joiner (2005), NSSI’s actions are considered to be one of the factors increasing the ability to commit suicide attempts (acquired capability). This study is aimed at exploring the relationship between NSSI and acquired capability for suicide by meta-analysis study. Eight studies from 119 articles involving the term NSSI and acquired capability were studied using the random-effects model. A total of 3398 samples were included in the study. The results showed that the effect size between NSSI and acquired capability was (r = .208), which means that NSSI is positively correlated with acquired capability and has a weak relationship. The results of this study also show that this study has a high heterogeneity value (I2 = 91,48) and there is no publication bias. Bunuh diri adalah penyebab kematian nomor tiga pada remaja di dunia pada tahun 2016 dengan angka kematian sekitar 136.000 kasus. Alasan remaja melakukan bunuh diri antara lain adalah masalah-masalah keuangan keluarga, distres psikologis, rendahnya harga diri, kurang percaya diri, dan depresi. Selain itu, sulitnya pertolongan tenaga profesional dan dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya juga membuka peluang para remaja untuk melakukan percobaan bunuh diri. Perilaku bunuh diri sering dihubungkan dengan Nonsuicidal Self-Injury (NSSI). NSSI merupakan tindakan perusakan diri dengan tanpa adanya keinginan untuk bunuh diri, namun menurut teori Interpersonal Theory for Suicide oleh Joiner (2005), tindakan NSSI dianggap menjadi salah satu faktor meningkatnya kemampuan seseorang untuk melakukan percobaan bunuh diri (acquired capability). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara NSSI dan acquired capability dengan studi meta-analisis. Delapan artikel korelasional dari 119 artikel yang melibatkan istilah NSSI dan acquired capability dipelajari menggunakan random-effect models. Sebanyak 3398 sampel dilibatkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan nilai effect size antara NSSI dan acquired capability adalah sebesar (r = .208), yang berarti NSSI berkorelasi positif dengan acquired capability dan memiliki hubungan yang lemah. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa studi ini memiliki nilai heterogenitas yang tinggi(I2 = 91,48) dan tidak terdapat bias publikasi.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 485
Author(s):  
Christina Christina ◽  
Sri Tiatri ◽  
Pamela Hendra Heng

Reading readiness is one of the skills given to early childhood through playing while learning. Kindergarten children are given assignments in the form of worksheets and the teacher will ask those children to read and then mention the words back on their worksheet. If the learning system to read like this were practiced repeatedly, the child will get bored. Reading readiness can be done through telling stories and using flash cards. One of the behaviors that show the child is in the reading readiness stage is when a child who is able to use spoken language to express an object. This can be realized through the show and tell method, which is a method that provides opportunities for children to learn new things through storytelling and listening to stories from their friends. This study aims to see the application of the show and tell method on reading readiness of kindergarten children. Participants in this study were 16 TK B students in PAUD FL which were divided into two groups, namely EG (Experiment Group) and CG (Control Group). Participants will be provided with an adapted Reading Readiness Assessment test kit and an Expressive Vocabulary Test as additional analysis given at the beginning and end of the study. The data analysis used an independent sample t-test which resulted that the method show and tell was ineffective for the reading readiness of kindergarten children (t = 1,678; p = 0.114) but the method show and tell was effective in increasing the number of children’s word to describe something (t = 4.961; p = 0.001) and children's vocabulary (t = 4,797; p = 0.002). Kesiapan membaca merupakan salah satu keterampilan yang diberikan kepada anak usia dini melalui kegiatan bermain sambil belajar. Anak TK diberikan tugas dalam bentuk lembar kerja dan meminta anak untuk membaca lalu menuliskan kembali kata yang ada pada lembar kerja tersebut. Apabila sistem belajar membaca seperti ini dilakukan berulang, maka anak akan merasa jenuh. Kesiapan membaca dapat dilakukan dengan cara bercerita, mendongeng dan penggunaan media flash card. Salah satu perilaku yang menunjukkan anak berada dalam tahap kesiapan membaca adalah anak mampu menggunakan bahasa lisan untuk menceritakan suatu objek. Hal ini dapat diwujudkan dalam metode tunjukkan dan ceritakan, yaitu metode yang memberikan peluang bagi anak untuk belajar hal baru melalui kegiatan bercerita dan mendengarkan cerita teman sekelompoknya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas penerapan metode tunjukkan dan ceritakan terhadap kesiapan membaca anak TK. Partisipan pada penelitian ini adalah 16 murid TK B di PAUD FL yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu KE (Kelompok Eksperimen) dan KK (Kelompok Kontrol). Partisipan akan diberikan alat tes Reading Readiness Assessment yang telah diadaptasi serta Expressive Vocabulary Test sebagai analisis tambahan yang diberikan pada awal dan akhir penelitian. Analisis data menggunakan uji beda yang menunjukkan hasil bahwa metode tunjukkan dan ceritakan tidak efektif terhadap kesiapan membaca anak TK (t = 1.678; p = 0.114) namun metode tunjukkan dan ceritakan efektif untuk meningkatkan jumlah kata anak (t = 4.961; p = 0.001) dan jumlah kosakata anak (t = 4.797; p = 0.002).


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 521
Author(s):  
Nabilah Umami ◽  
Rita Markus Idulfilastri ◽  
Meike Kurniawati

Celebrities, especially those who appointed to promote certain products must have high credibility in order to effectively influence consumer purchase intentions and purchase decisions. Celebrity’s credibility is the ability of celebrities  to convince  consumers and create effective promotions to increase consumer purchases of certain products. Purchase intention is a measurable psychological drive in an individual to determine the possibility of someone buying a product/service. This study aims to examine the effect of celebrity’s credibility on purchase intention for ready-to-drink tea products in early adulthood. This study involves 436 participants consisting of 10 men and 426 women. This research uses quantitative research methods with sampling techniques that are non probability sampling. The measuring instruments used are The Source Credibility Scale (Ohanian, 1990) adapted by Stephanie et. al (2013), Purchase Intention Scale by Osei-frimpong (2019). The results of data analysis used a simple linear regression technique whose regression equation was Celebrity’s Credibility = 3,416 + 0,623 Purchase Intention, R2 = 38,7% with p = 0,000 < 0,05. These results indicate that celebrity’s credibility affects purchase intention with a determination (R2) 38,7. In other words, the celebrity’s credibility influences purchase intention in ready-to-drink tea products for early adulthood. Selebriti, terutama yang ditunjuk untuk mempromosikan produk tertentu harus memiliki kredibilitas yang tinggi agar dapat dengan efektif memengaruhi minat beli konsumen. Kredibilitas selebriti merupakan kemampuan selebriti untuk meyakinkan konsumen dan membuat promosi yang dilakukan efektif untuk meningkatkan pembelian konsumen terhadap produk tertentu. Minat beli adalah dorongan psikologis pada individu yang dapat diukur untuk mengetahui kemungkinan seseorang untuk membeli suatu produk atau jasa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kredibilitas selebriti terhadap minat beli produk teh siap minum pada dewasa awal. Penelitian ini melibatkan 436 partisipan yang terdiri dari 10 laki-laki dan 426 perempuan.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik sampling yaitu non probability sampling. Alat ukur yang digunakan adalah The Source Credibility Scale (Ohanian, 1990) yang diadaptasi oleh Stephanie et.al (2013) dan Purchase Intention Scale oleh Osei-frimpong (2019). Hasil analisis data menggunakan teknik regresi linear sederhana yang persamaan regresinya yaitu Kredibilitas Selebriti = 3,416 + 0,623 Minat Beli, R2=38,7% dengan p = 0,000 < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa kredibilitas selebriti mempengaruhi minat beli dengan determinasi (R2) sebesar 38,7. Dengan kata lain, kredibilitas selebriti mempengaruhi minat beli produk teh siap minum pada dewasa awal.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 549
Author(s):  
Verisca Marciana Kesuma ◽  
Ediasri Toto Atmodiwirjo ◽  
Rita Markus Idulfilastri

WHO called suicide become a global phenomenon. There are at least 800,000 people who commit suicide each year or at least one death every 40 seconds. In fact, 79% of suicide occur in low and middle income countries from ages 15-29. Suicides have also increased in Indonesia at least in January to September 2019 by 302 cases. According to Beck et al. individuals who want to commit suicide are preceded by the suicide ideation so its appropriate to assess suicide in predicting suicide risk later in life. According to Beck et. al. it’s appropriate to assess suicide ideation to predicting suicide risk in the future. Scale For Suicide Ideation (BSS) is one of the measuring tools to assess someone’s suicide ideation by Beck et al. Some researchers in Indonesia use or refer to indicators in BSS. There are 4 studies that use BSS. 2 of them, use three indicators, 1 of them use five indicators, and other only use BSS without mentioning the indicator. Based on this, researchers want to test the factor structure of the construct in BSS. Participants in this study were 158. The results obtained from testing the factor structure are that there are 3 indicators with the model classified as fit. The first indicator has 10 significant items, the second indicator has 6 significant items, while the third indicator has 3 significant items. WHO menyebutkan bunuh diri menjadi suatu fenomena yang global. Terdapat setidaknya lebih dari 800 ribu orang yang melakukan bunuh diri tiap tahunnya atau setidaknya 1 kematian setiap 40 detik. Faktanya 79% bunuh diri terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah dari usia 15-29 tahun. Kasus bunuh diri juga bertambah di Indonesia setidaknya pada Januari sampai September 2019 sebanyak 302 kasus. Menurut Beck et al. individu yang ingin bunuh diri didahului oleh ide untuk bunuh diri sehingga tepat untuk menilai bunuh diri dalam memprediksi risiko bunuh diri di kemudian hari.  Scale for Suicide Ideation (BSS) merupakan salah satu alat ukur untuk menilai ide bunuh diri seseorang yang disusun oleh Beck et al. Beberapa peneliti di Indonesia menggunakan atau mengacu pada indikator dalam BSS. Terdapat 4 penelitian yang menggunakan BSS, 2 diantaranya menggunakan tiga indikator, 1 peneliti menggunakan lima indikator dan yang lainnya hanya menggunakan alat ukur BSS tanpa menyebutkan indikator yang digunakan. Berdasarkan hal ini, peneliti ingin menguji struktur faktor pada konstruk BSS. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak 158 partisipan. Hasil yang didapatkan dari pengujian struktur faktor adalah terdapat 3 indikator dengan model yang tergolong fit. Indikator pertama memiliki 10 butir yang signifikan, indikator ke 2 memiliki 6 butir yang signifikan, sedangkan indikator ke 3 memiliki 3 butir yang signifikan.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 510
Author(s):  
Aurelia Suprestia Djuanto ◽  
Jessica Aditya ◽  
Kevin Laurentius ◽  
Roswiyani Roswiyani

Survivors of COVID-19 are vulnerable to trauma as a result of experiencing social isolation during treatment, with fear and loneliness that can have long-term impacts on mental health. In this review, some related literature will be identified and evaluated, using a qualitative-based literature review to research yoga as an alternative treatment to reduce PTSD symptoms, alleviate, or even cure PTSD in COVID-19 survivors. Articles screening from several journals was carried out by tracing PubMed’s journal publication database throughout the last five years and also categorizing two keywords as a reference for reviewing articles. The result of this literature review confirms that COVID-19 has a psychological effect on survivors, especially concerning PTSD when viewed from the largest indication. In addition, based on the results of ongoing research, yoga has shown a significant and promising impact in reducing PTSD symptoms. From this, it can be concluded that although there has been no research that directly examines the causality of the related review, yoga can be an alternative treatment to minimize symptoms and relieve PTSD in COVID-19 survivors. Based on the results of the review, there are many aspects that need to be investigated further, such as the influence of frequency and duration of yoga. More literature review and further research are essential for this topic, especially testing yoga programs as an intervention for COVID-19 survivors to determine its effectiveness and whether it can be implemented as a whole in the society, especially those who are COVID-19 survivors. Penyintas COVID-19 tergolong rawan terhadap trauma akibat mengalami isolasi sosial selama perawatan, dengan rasa takut dan kesepian yang dapat memberikan dampak berjangka panjang pada kesehatan mental. Dalam tinjauan kali ini akan dilakukan identifikasi, serta pengevaluasian beberapa literatur terkait, menggunakan tinjauan literatur berbasis kualitatif untuk meneliti yoga sebagai terapi alternatif dalam menurunkan gejala PTSD, meringankan, atau bahkan menyembuhkan PTSD pada penyintas COVID-19. Penyaringan artikel dari beberapa jurnal dilakukan dengan menelusuri database publikasi jurnal PubMed dari lima tahun terakhir dan juga dilakukan kategorisasi dua kata kunci sebagai acuan peninjauan artikel. Hasil tinjauan pada literatur ini menegaskan bahwa COVID-19 memiliki dampak psikologis pada penyintas, terutama PTSD apabila dilihat dari indikasi terbesar. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah berlangsung, yoga menunjukkan dampak yang signifikan dan menjanjikan dalam mengurangi gejala PTSD. Dari sini dapat disimpulkan bahwa walaupun belum ada penelitian yang secara langsung meneliti kausalitas dari peninjauan terkait, yoga dapat menjadi salah satu alternatif terapi untuk meminimalisir gejala dan meringankan PTSD pada penyintas COVID-19. Berdasarkan hasil peninjauan, banyak aspek yang perlu diteliti lebih lanjut seperti pengaruh dari frekuensi dan durasi yoga. Dibutuhkan lebih banyak peninjauan literatur dan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini, terutama pengujian program yoga sebagai intervensi pada penyintas COVID-19, untuk mengetahui tingkat keefektifannya dan apakah dapat diimplementasikan secara utuh pada masyarakat, terutama yang merupakan penyintas COVID-19.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 539
Author(s):  
Kevin Leo Nelsen ◽  
Riana Sahrani

The year 2020 begins with the COVID-19 pandemic, because of the sudden pandemic, many individuals are unable to adapt to the situation, moreover, the COVID-19 pandemic has an impact on many fields, from the health sector (medical) to the field. offices. COVID-19 spreads very quickly and caused panic. The government is doing its best to reduce the number of positive cases of COVlD19 in Indonesia. Some people are worried about the invisible threat of COVID-19. From this excessive anxiety, a new phenomenon has emerged, namely the fear of COVID-19. The purpose of this study is to provide an overview of the fear of COVID-19 among employees who work offline during the pandemic in the Jakarta area. Convenience sampling was used to collect data, and involved 173 participants who filled out questionnaires online. These participants are employees or workers from various professions who still have to work outside the home with an age range of 17-49 years. The results of data analysis in this study indicate that employees who work offline during the pandemic are 36 people (20.8%) classified as having a low level of fear of COVID-19, 109 people (63%) are classified as moderate, and 109 people are classified as high. 28 people (16.2%). So, it can be said that the level of fear of COVID-19 of employees working offline during the pandemic in the Jakarta area is fairly moderate. Tahun 2020 diawali dengan pandemi COVID-19, karena pandemi yang datang secara tiba-tiba, banyak sekali individu yang tidak dapat beradaptasi dengan situasi, terlebih, pandemi COVID-19 berdampak pada banyak sekali bidang, mulai dari bidang kesehatan (medis), hingga bidang perkantoran. COVID-19 menyebar dengan sangat cepat dan sempat membuat kepanikan. Pemerintah melakukan yang terbaik untuk menekan jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia. Sebagian orang merasa cemas akan ancaman COVID-19 yang tidak terlihat. Dari rasa cemas yang berlebihan itu, munculah fenomena baru, yaitu fear of COVlD19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran umum fear of COVID-19 pada pegawai yang bekerja secara luring (luar jaringan) selama pandemi di daerah Jakarta. Teknik pengambilan data dilakukan dengan convenience sampling, dan melibatkan 173 partisipan yang mengisi kuisioner secara online. Partisipan ini adalah pegawai atau pekerja dari berbagai profesi yang tetapharus bekerja di luar rumah dengan rentang umur 17-49 tahun. Hasil analisis data pada penelitian ini menunjukan bahwa pegawai yang bekerja secara luring selama pandemi yang tergolong memiliki tingkat fear of COVID-19 rendah berjumlah 36 orang (20.8%), partisipan yang tergolong sedang berjumlah 109 orang (63%, dan partisipan yang tergolong tinggi berjumlah 28 orang (16.2%). Jadi, dapat dikatakan bahwa tingkat fear of COVID-19 para pegawai yang bekerja secara luring selama pandemi di daerah Jakarta terbilang sedang.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 502
Author(s):  
Riana Sahrani

In December 2019, an outbreak of coronavirus or known as Coronavirus Diseases-19 (COVID-19) first occurred in Wuhan, China. The outbreak is affecting the entire world including Indonesia. Therefore, workers or employees who work in government and private sector carry out almost all work from home or known as work from home (WFH). Not spared with the world of education. Learning is usually done face-to-face, changing to a system in network (online) or online.This affects self-regulation as well as self-confidence that must adapt to the new environment. The purpose of this study was to examine the role of self-efficacy in self-regulated learning in students working during the COVID-19 pandemic. Self-regulated learning is a learning ability that uses aspects of metacognition, motivation, and behavior as persistently as possible, with their means and beliefs to achieve the goals set. Self-efficacy is a person's belief that he or she can carry out a task at a certain level that affects. This research was conducted at College X and the University of X Jakarta. This study involved 232 students who worked during the COVID-19 pandemic. The sampling technique used was the purposive sampling technique. Data analysis was performed using multiple regression (multiple regression) using Statistical Product and Service Solutions (SPSS). The results show that self-efficacy plays a role in self-regulated learning by 9,8 %. It can be concluded that there is a positive role of self-efficacy in self-regulated learning. The higher the self-efficacy, the higher the self-regulated learning. Pada bulan Desember 2019, terjadi sebuah wabah virus Corona atau yang dikenal dengan Coronavirus Diseases-19 (COVID-19) pertama kali terjadi di Wuhan, Cina. Wabah tersebut menyerang seluruh dunia termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, para pekerja atau karyawan yang bekerja di pemerintahan dan swasta melaksanakan hampir semua pekerjaan dari rumah atau yang dikenal dengan work from home (WFH). Tak luput dengan dunia pendidikan. Pembelajaran yang biasa dilakukan tatap muka, berubah ke sistem dalam jaringan (daring) atau online. Hal ini berpengaruh pada regulasi diri serta keyakinan diri yang harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran dari self-efficacy terhadap self-regulated learning pada mahasiswa yang bekerja di masa pandemi COVID-19. Self-regulated learning adalah kemampuan belajar yang menggunakan aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku dengan sekuat dan segigih mungkin, dengan cara dan keyakinan sendiri untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Self-efficacy merupakan keyakinan seseorang bahwa dia dapat menjalankan suatu tugas pada suatu tingkat tertentu yang mempengaruhi tingkat pencapaian tugasnya. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Tinggi X, dan di Universitas X Jakarta. Penelitian ini melibatkan 232 mahasiswa yang bekerja di masa pandemic COVID-19. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Pengolahan data menggunakan regresi linear menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Hasil penelitian menunjukan bahwa self-efficacy berperan dalam self-regulated learning sebesar 9.8%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peran positif self-efficacy terhadap self-regulated learning. Semakin tinggi self-efficacy maka dapat meningkatkan self-regulated learning.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 440
Author(s):  
Moody R Syailendra

Technological developments give rise to various kinds of influences in human life. This influence not only has a positive impact, but also has a negative impact because of the misuse of technology. One of the recent incidents is the widespread distribution of pornographic videos (sex tapes) played by artists or ordinary people, for the benefit of the spreader or as a medium for extorting objects in photos/videos. This paper aims to look at forms of legal protection against the ownership of personal data containing pornography and to see steps that private owners can take to protect their personal data. In this paper, the author uses a legal research method, which is a know-how activity (finding how), not just know-about (searching about). As a know-how activity, legal research is conducted to solve legal issues faced. In this study, it can be concluded that the Electronic Personal Data containing pornography can be protected by law as a scope for the personal interests of the object in the photo/video itself. However, the data must be maintained and stored so that there is no access from other parties who can disseminate the data. The owner of personal data has personal rights to his electronic personal data, if the personal data is in the hands of another person, then the right holder has the authority to do something or not to do something to his personal data. One of the protection measures that can be taken is the destruction of personal data to prevent data misuse. Perkembangan teknologi memunculkan berbagai macam pengaruh di dalam kehidupan manusia. Pengaruh tersebut tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga turut berkembang pula pengaruh negatif Sebagai dampak penyalahgunaan teknologi. Salah satu kejadian yang marak belakangan ini adalah maraknya penyebaran video porno (sex tape) yang diperankan oleh kalangan artis atau masyarakat biasa, demi keuntungan penyebar atau sebagai media pemerasan kepada objek di dalam foto/video. Tulisan ini memiliki tujuan untuk melihat bentuk perlindungan hukum terhadap kepemilikan data pribadi bermuatan pornografi dan melihat langkah yang dapat diambil pemilik pribadi untuk melindungi data pribadi miliknya. Pada tulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum, yaitu suatu kegiatan know-how (mencari bagaimana), bukan sekadar know-about (mencari tentang). Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Data Pribadi Elektronik bermuatan pornografi dapat dilindungi oleh hukum sebagai lingkup untuk kepentingan pribadi objek di dalam foto/video sendiri. Namun data tersebut haruslah dijaga dan disimpan agar tidak ada akses dari pihak lain yang dapat menyebarluaskan data tersebut. Pemilik data pribadi memiliki hak pribadi terhadap data pribadi elektroniknya, apabila data pribadi tersebut berada di tangan orang lain, maka sebagai pemegang hak memiliki wewenang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu terhadap data pribadinya. Salah satu upaya perlindungan yang dapat dilakukan dengan pemusnahan data pribadi untuk mencegah penyalahgunaan data.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 580
Author(s):  
Mia Hadiati ◽  
Lis Julianti ◽  
Moody R Syailendra ◽  
Luthfi Marfungah ◽  
Anggraeni Sari Gunawan

LPD as one of the MicroFinance Institutions is very rapidly growing in Bali Province. LPD is said to be the business center of the informal sector. The existence of LPD as a credit institution in the village has been recognized based on customary law. In 2020 LPD in Bali amounted to about 1,433 LPD from a total of 1,485 Indigenous Villages in Bali which more served loans for villagers for various purposes. Therefore, in the management of LPD must be managed properly, correctly, transparency so that there is no misuse of LPD in its management and designation. The research method used in this research is normative-empirical legal research. This research is a blend of normative legal research and empirical legal research. Normative legal research is legal research that uses secondary data, while empirical legal research is legal research that uses primary data.  Based on the results of this pre-study can be concluded the occurrence of criminal acts of corruption committed both the Board and lpd managers cause disputes. Disputes conducted by lpd managers and managers cause conflicts of interest either between the manager with customary karma or between managers and managers both in the duties and functions of their authority. Disputes over customary issues in the Village within the scope of LPD either indicated that cause village losses or violations of applicable laws and regulations are often resolved through national law compared to customary law that applies in an LPD area. LPD sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro sangatlah berkembang pesat di Provinsi Bali. LPD dikatakan sebagai pusat usaha sektor informal. Eksistensi LPD sebagai lembaga perkreditan di desa telah diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat. Tahun 2020 LPD di Bali berjumlah sekitar 1.433 LPD dari total 1.485 Desa Adat di Bali yang lebih banyak melayani pinjaman bagi masyarakat desa untuk berbagai keperluan. Oleh karena itu didalam pengurusan LPD haruslah dikelola dengan baik, benar, transparansi agar tidak terjadi penyalahgunaan LPD di dalam pengelolaan dan peruntukannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian ini merupakan perpaduan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang menggunakan data sekunder, sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang menggunakan data primer.  Berdasarkan hasil pra penelitian ini dapat disimpulkan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan baik itu Pengurus dan pengelola LPD menimbulkan sengketa. Sengketa yang dilakukan oleh Pengurus dan pengelola LPD menimbulkan konflik kepentingan baik antara pengurus dengan karma adat atau antar pengurus dan pengelola baik dalam tugas dan fungsi kewenangannya. Sengketa permasalahan adat di Desa dalam ruang lingkup LPD baik itu terindikasi yang menimbulkan kerugian desa ataupun pelanggaran Peraturan Perundang Undangan yang berlaku seringkali sengketa tersebut diselesaikan melalui hukum Nasional dibandingkan dengan hukum adat yang berlaku di suatu wilayah LPD.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document