Indonesia's success at the World Trade Organization (WTO) in demanding the European Union (EU) to drop its biodiesel anti-dumping policy in 2018, as well as EU’s compliance with the decision, is a unique case when faced with the perception that international institutions tend to be inclined towards developed countries and disadvantaging developing countries. Utilizing Robert O. Keohane's liberal institutional functionalism theory, this paper describes how the WTO acted as a facilitator in resolving biodiesel disputes between the two parties. This paper argues that the WTO not only provides a dispute settlement mechanism and helps balance information biases, but also raises the cost of reputation and credibility that EU must pay if it chooses to defect the ruling. This research is not intended to show that the WTO, or international institutions and regimes in general, is an antidote for any disputes between developed and developing countries, or that it can always successfully mediate disputes between countries in general. Instead, this paper shows that international institutions can provide a platform for developing countries when facing developed countries, as long as the said actor acts rationally and makes careful calculations about its bargaining position and possible steps to be taken by its opponent.Keywords: WTO, European Union, Indonesia, anti dumping, liberal institutions, international regime, biodiesel. Kemenangan Indonesia di World Trade Organization (WTO) terhadap tuntutan penghapusan bea masuk anti dumping biodiesel Uni Eropa pada tahun 2018, serta kepatuhan Uni Eropa pada keputusan WTO tersebut, dapat dikatakan sebagai sebuah anomali ketika dihadapkan pada persepsi bahwa institusi internasional cenderung condong kepada negara maju dan merugikan negara berkembang. Tulisan ini menjabarkan bagaimana WTO berperan sebagai fasilitator dalam upaya penyelesaian sengketa biodiesel di antara kedua pihak, dengan menggunakan teori fungsionalisme institusi liberal Robert O. Keohane. WTO tidak hanya memberikan platform dan menyeimbangkan bias informasi lewat mekanisme penyelesaian sengketanya, namun juga menaikkan biaya reputasi dan kredibilitas yang harus dibayarkan Uni Eropa jika ia mengabaikan putusan institusi perdagangan internasional tersebut. Penelitian ini tidaklah ditujukan untuk menunjukkan bahwa WTO, atau institusi dan rezim internasional secara umum, dapat menjadi penawar bagi tiap-tiap pertikaian antara negara maju dan negara berkembang, atau menengahi pertikaian antar negara secara umum. Tulisan ini menunjukkan bahwa institusi internasional dapat memberikan wadah bagi negara berkembang ketika dihadapkan dengan negara maju, selama aktor bertindak rasional dan membuat perhitungan yang matang mengenai posisi tawarnya serta langkah-langkah yang akan ditempuh oleh lawannya.Keyword: WTO, Uni Eropa, Indonesia, anti dumping, institusi liberal, rezim internasional, biodiesel.