scholarly journals Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dan Siklus Menstruasi dengan Anemia pada Remaja Putri

2019 ◽  
Vol 3 (4) ◽  
pp. 298
Author(s):  
Arnoveminisa Farinendya ◽  
Lailatul Muniroh ◽  
Annas Buanasita

Background: Anemia is nutrition problem that risk in adolescent girls. Anemia can be caused by lack of nutrition and blood loss when menstruation.Objective: Analyze the correlation nutrition adequacy level (iron, protein, vitamin C, zinc) and menstrual cycle with anemia in adolescent girls.Methods: Cross sectional design was the design used in this research. The population was 397 subjects’ female students in Senior High School 3 Surabaya, 206 subjects’ grade X and 191 subjects grade XI. The sample studied was 78 subjects selected by proportional random sampling of grade X 40 subjects and grade XI 38 subjects. The nutrition adequacy level data was obtained by Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) and compared to Recommended Dietary Allowances (RDA). The data menstrual cycle was gained by structured questionnaires. Data of anemia was gained by hemoglobin concentration which measured by digital hemoglobinometer (easy touch). The statistical test used chi square test.Result: Protein adequacy level (p=0.031) and vitamin C (p=0.020) were relationship with anemia. Iron adequacy level (p=0.416), zinc (p=0.392), and menstrual cycle (p=0.731) were no relationship with anemia.Conclusion: Adolescent girls who had adequate intake of protein and vitamin C will reduce the risk of anemia. Therefore, adolescense girls are encouraged to maintain intake of protein and vitamin C to prevent anemia.ABSTRAKLatar Belakang: Anemia merupakan masalah gizi yang dapat diketahui dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari normal dalam darah. Kelompok yang berisiko menderita anemia adalah remaja putri. Kurangnya asupan zat gizi dan kehilangan darah pada saat menstruasi dapat menjadi penyebab anemia pada remaja putri.Tujuan: Melakukan analisis korelasi tingkat kecukupan zat gizi (zat besi, protein, vitamin C, seng) dan siklus menstruasi dengan anemia pada remaja putri.Metode: Cross sectional adalah desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini. Populasi yang digunakan sebanyak 397 siswi siswi SMAN 3 Surabaya, 206 siswi kelas X dan 191 siswi kelas XI. Besar sampel sebanyak 78 orang dipilih secara proportional random sampling dari kelas X sebanyak 40 siswi dan kelas XI sebanyak 38 siswi. Data tingkat kecukupan zat gizi didapatkan melalui kuesioner SQ-FFQ dan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Data siklus menstruasi didapatkan melalui kuesioner terstruktur. Data anemia didapatkan dari pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakan alat hemoglobinometer digital (easy touch). Analisis statistik menggunakan uji korelasi chi-square.Hasil: Tingkat kecukupan protein (p=0,031) dan vitamin C (p=0,020) dengan anemia berhubungan. Tingkat kecukupan zat besi (p=0,416), seng (p=0,392), dan siklus menstruasi (p=0,731) dengan anemia tidak berhubungan.Kesimpulan: Remaja putri yang memiliki tingkat kecukupan protein dan vitamin C cukup akan menurunkan risiko terkena anemia. Oleh karena itu, remaja putri dianjurkan untuk mempertahankan asupan protein dan vitamin C untuk mencegah kejadian anemia.

2019 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 147
Author(s):  
Cynthia Almaratus Sholicha ◽  
Lailatul Muniroh

One of nutrition problem that needs to get high attention is anemia. Anemia is a condition that develops when healthy red blood cells below normal. Inadequate intake of nutrient, menstruation, infectious diseases, and lack of knowledge can caused anemia. Monthly menstruation and growth period drive adolescent girls pronen to anemia. The purpose of this study was to analyze correlation between intake of iron, protein, vitamin C and menstruation patterns with anemia among adolescent girls. This study used cross sectional design. Population of this study was adolescent student grade X and XI at SMAN 1 Manyar Gresik. Sixty two students were selected using proportional random sampling . Data were collected with semi quantitative food frequency questionnaire, structured questionnaire, and digital haemoglobinmeter. Data were analyzed using Spearman correlation test and Chi-square test. Results showed intake of iron (r=0.635; p=0.000), protein (r=0.663; p=0.000), and vitamin C (r=0.780; p=0.000) was correlated with haemoglobin concentration similiar with menstruation pattern which also had signifi cant correlation with anemia (p=0.002). Lower intake of iron, protein and vitamin C, caused lower haemoglobin concentration. Thus, anemia incidence will be higher. Adolescent girl are expected to increase food consumption of food source of iron and consume iron supplement routinely to replace iron that lost during menstruation.


2021 ◽  
Vol 49 (2) ◽  
pp. 87-94
Author(s):  
Desak Nyoman Widyanthini ◽  
Desak Made Widyanthari

Adolescent girls are a group that is prone to anemia because they experience menstruation every month and is in growth period. This study aimed to analyze the factors associated with the incidence of anemia in adolescent girls in Bangli, Bali. An analytical study with cross-sectional design was conducted among 135 girls at a vocational high school in Bangli, Bali in 2019. School selection was carried out in a cluster sample, all girls in the school were used as research samples (total sample). The exclusion criteria were girls who were not present at the time of the data collection process. The variables studied were the incidence of anemia, menstrual cycle, duration of menstruation and adherence to Fe tablet consumption. Data were collected by checking Hb and using a questionnaire. Data were analyzed using Chi Square test. The results showed as many as 7.4% of girls had anemia. The variable that was statistically proven to be associated with the incidence of anemia was the menstrual cycle (OR=0.270;95%CI: 0.072-.0.013; p=0.049). The use of monitoring forms for the Tablet Tambah Darah program as well as increasing teacher support can be implemented to help improve students' adherence to Fe tablet consumption. Keywords: Anemia, girls, Fe tablet, Kabupaten Bangli Abstrak Remaja putri merupakan kelompok yang rawan terhadap terjadinya anemia karena mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Suatu penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional dilakukan pada 135 remaja putri di SMK X di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali pada Tahun 2019. Seleksi sekolah dilakukan dalam sampel cluster, semua remaja putri di sekolah tersebut terpilih menjadi sampel penelitian (total sampel), dengan kriteria eksklusi adalah remaja putri yang tidak hadir pada saat proses pengambilan data. Variabel yang diteliti adalah kejadian anemia, siklus menstruasi, lama menstruasi dan kepatuhan konsumsi tablet Fe. Pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan Hb dan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis secara univariat dan bivariat (uji Chi Square). Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 7,4% remaja putri mengalami anemia. Variabel yang terbukti secara statistik berhubungan dengan kejadian anemia adalah siklus menstruasi (OR=0,270; 95%CI: 0,072-1,013; p=0,049). Penggunaan formulir pemantauan program Tablet Tambah Darah (TTD) dan meningkatkan dukungan guru bisa dilaksanakan untuk membantu meningkatkan kepatuhan konsumsi tablet Fe pada siswa. Kata kunci: Anemia, Prevalensi, Tablet Fe


2016 ◽  
Vol 12 (3) ◽  
pp. 89
Author(s):  
Heni Hendriyani ◽  
Enik Sulistyowati ◽  
Astidio Noviardhi

Background: It is a fact that natrium consumption relates to hypertension and the risk of heart disease and stroke. Even though it is common happened in later life, hypertension can be started in early age.Objective: The aim of the study is to identify salty food preference, high natrium food consumption, natrium intake, weight and its correlation with blood pressure among schoolchildren.Method: The study used cross-sectional design. There were 151 samples from junior high school chosen by purposive sampling. Food salty level data was assessed by eating the snack with three different salt concentration. High and low natrium source food and natrium intake data were taken using semi-quantitative food frequency questionnaire. Blood pressure was measured by sphygmomanometer digital. Bivariate analysis was used Chi-square and Rank Spearman test.Results: The study revealed that 74,2% children prefer snack with the salt level above recommendation (> 0,5 gr salt per portion ). There were 22,5% children have natrium intake from food only ≥2000 mg (above recommendation). As much as 35,8% children fall into hypertension category based on their blood pressure (BP) level. There was a significant relationship between high natrium food consumption score with natrium intake (p=0,002). There were significant correlation between weight with systolic and diastolic BP ((p=0,000 r=-0,549 and p=0,000 r=-0,412). There were no correlation between atrium intake with systolic and diastolic BP (p=0,764;  r= 0,0025 and p=0,819 r=0,19).Conclusion: Healthy food and maintaining normal weight information and education must be done for children as early as possible.


Author(s):  
Aprilia Aprisanti Reyani

Latar Belakang :Kehangatan dada ibu dapat menghangatkan bayi, sehingga apabila bayi diletakan di dada ibunya segera setelah melahirkan atau dilakukan Inisiasi Menyusu Dini, dapat menurunkan resiko hipotermia dan menurunkan kematian bayi baru lahir akibat kedinginan atau hipotermia. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan suhu tubuh bayi baru lahir antara bayi yang berhasil melakukan IMD dan bayi yang tidak berhasil melakukan IMD Metode  :Analitik,desain cross sectional,populasi semua bayi baru lahir, sampel bayi barulahir, teknik Non Random Sampling, pengumpulan data dengan menggunakan Lembar Observasi dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai signifikan α = 0.05 yaitu bila hasil uji statistik menunjukan p ≤ α maka H0 ditolak. Hasil      :Suhu tubuh bayi baru lahir yang berhasil melakukan IMD sebagianbesardengansuhutubuhtidakhipotermisebanyak 20 bayi (87%) Suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak berhasil melakukan IMD sebagianbesardengansuhutubuhhipotermisebanyak 8 bayi (66,7%). Dari hasil uji statistik diperoleh hasil nilai p = 0,005 < α = 0.05 maka H1 diterima, artinya ada Perbedaan suhu tubuh bayi baru lahir yang berhasil melakukan IMD dan yang tidak berhasil melakukan IMD Kesimpulan :Terdapat perbedaan suhu tubuh bayi baru lahir antara bayi yang berhasil melakukan IMD dan bayi yang tidak berhasil melakukan IMD.   Kata kunci : Inisiasi Menyusu Dini, Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir                                                                                               THE DIFFERENCE BODY TEMPERATURE BETWEEN BABIES WHO SUCCESSFULLY INITIATE BREASTFEEDING EARLY AND BABIESWHO FAIL TO INITIATE EARLY BREASTFEEDING AT RSIA KIRANA SIDOARJO 2019  Background : The warmth of the mother’s chest can warm the baby, so that when the baby is in the mother’s breast immediately after birth or initiated early breastfeeding can reduce the mortality rate of newborns due to hypotermia.Purpose :the purpose of this study was to determine the difference in body temperature of newborns between infants who successfully initiated early breastfeeding and infants who did not succeed in initiating early breastfeedingMethods : analytical, cross sectional design, population 40 newborns, samples 35 newborns, Non Random Sampling techniques, the data accumulation using observation sheets and using chi-square test, with significant value α = 0.05 is when the statistical test results show p ≤ α then Ho is rejected.Result : The body temperature of the newborn who succeeded in initiating early breastfeeding was 36.78ºC with 23 (65.7%) of infants none having hypothermia, the newborn baby's body temperature that did not succeed in doing this early breastfeeding was 35.78ºC With 8 infants experiencing hypothermia, while 4 babies with normal temperature. From the results of statistical tests obtained results with the value p = 0,000 <α = 0.05 then H1 accepted, meaning there is a difference in body temperature of a newborn who successfully initiated early breastfeeding and who did not succeed in Early Breastfeeding Initiation. Conclusion : There is a difference in the body temperature of a newborn between infants who successfully initiated breastfeeding and infants who are not successful in initiating early breastfeeding....Keywords : Early breastfeedinginitiation, newborns temperature


2017 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 53
Author(s):  
Herwinda Husnawati ◽  
Syamsul Arifin ◽  
Ida Yuliana

Abstract: Based on data from Banjarmasin Department of Health in 2015, the highest diarrhea incident which is 1.056 cases, occurs at Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin. There is an imbalance between diarrhea incident and visitation to sanitation clinic. Many factors are influencing someone’s behavior while knowledge is one of those. This research aimed to discover the correlation between education and sanitation clinic utilization on a mother of acute diarrhea toddlers at Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin. This was an analytic observational study with cross sectional design. The samples were 50 mothers chosen by systematic random sampling method. The analysis was conducted by chi-square test. The result portrayed 12% of high education, 22% of fair education and 66% of low education. Meanwhile, there were 64% non-utilization and 36% utilization of sanitation clinic. The correlation p-value was 0,000 (p<0,05). In conclusion,  there is a correlation between education and sanitation clinic utilization on a mother of acute diarrhea toddlers at Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin. Keywords: acute diarrhea, sanitation clinic utilization, education Abstrak: Data Dinas Kesehatan Kotamadya Banjarmasin tahun 2015 didapatkan angka kejadian diare tertinggi sebanyak 1,056 kasus di Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin. Terdapat kesenjangan antara angka kejadian diare dengan jumlah kunjungan ke klinik sanitasi. Banyak faktor yang mempengaruhi pemanfaatan klinik sanitasi, salah satunya adalah pengetahuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan klinik sanitasi pada ibu bayi dan balita penderita diare akut di Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin. Metode penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 50 responden dengan teknik systematic random sampling. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian adalah 12% mempunyai pengetahuan tinggi, 22% berpengetahuan cukup dan 66% berpengetahuan rendah. Sementara itu, untuk pemanfaatan klinik sanitasi didapatkan hasil tidak memanfaatkan klinik sanitasi 64% dan memanfaatkan 36%. Nilai korelasi p = 0,000 (p< 0,05). Kesimpulan penelitian ini terdapat hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan klinik sanitasi pada ibu bayi dan balita penderita diare akut di Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin. Kata-kata kunci: diare akut, pemanfaatan klinik sanitasi, pengetahuan


2018 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 123
Author(s):  
Wida Ratna Yunita ◽  
Triska Susila Nindya

Breakfast habits, nutritional and fl uid adequacy is very important for students learning concentration. The purpose of this research was to analyze the relationship between breakfast habits, nutritional and fl uid adequacy with thelearning concentration in students. This was an observational research with cross sectional design, conducted in SDN Sukomanunggal IV Surabaya with 60 respondents. Characteristics of respondents, breakfast habit, food intake, fl uidintake and learning concentration test were collected. The breakfast habit was measured by questionnaire. The nutrition and fluid intake were measured using recall 3×24 hours and the concentration was measured by using bender gestalttest. The data was analyzed by chi square test and logistic regression. Respondents have an adequate of carbohydrate (63.3%), protein (60.0%), fat (61.7%) and vitamin C (58.3%). Meanwhile inadequate of energy (51.7%), iron (53.3%) and fluid (56.7%). There are signifi cant correlation between breakfast habit, energy, carbohydrate, protein, Fe, vitamin C and fl uid adequacy level with learning concentration. There was no signifi cant correlation between fat adequacy level with learning concentration. Therefore parents need to provide the breakfast regularly.


2020 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 1401-1407
Author(s):  
Tutin Marlia

ABSTRAKMenarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang gadis pada masa pubertas, yang biasanya muncul usia 11 sampai 14 tahun.Banyak hal yang mempengaruhi menarche pada remaja putri, antara lain adanya perubahan hormon yang mempengaruhi kematangan sel dan asupan gizi yang dikonsumsi saat menjelang datangnya menarche. Akhir-akhir ini, remaja putri sering mengalami menstruasi dini, dimana usia rata-rata saat menstruasi dimulai adalah antara 12-13 tahun, tetapi pada sebagian kecil remaja putri yang tampak normal,menarche mungkin muncul pada usia sedini 10 tahun atau selambat 16 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Status Gizi dengan Menstruasi Dini. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswi SMPN II Indramayu yang berjumlah 137 orang, teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel random sampling secara acak sistematis dengan kriteria inklusi siswa yang sudah menstruasi yaitu sejumlah 97 orang. Tehnik analisa data menggunakan uji Chi Square.Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi responden dengan menstruasi dini dengan nilai P value 0.003.Kata Kunci: Status Gizi, Menstruasi Dini ABSTRACTMenarche is the first menstruation that usually occurs in a girl at puberty, which usually appears at aged 11 to 14 years old. Many things affect menarche in young women, including hormonal changes that affect cell maturity and nutritional intake consumed just before the arrival of menarche. Lately, young women often experience early menstruation, where the average age when menstruation begins is between 12-13 years old, but in a small proportion of adolescent girls who appear normal, menarche may appear as early as 10 years old or as late as 16 years old. The purpose of this study was to determine the Relationship of Nutrition Status and Early Menstruation.This type of research used in this research is quantitative with analytic survey design using cross sectional design. The population in this study were 137 students of SMPN II Indramayu, the sampling technique in this study used systematic random random sampling with the inclusion criteria of 97 menstruating students. Data analysis techniques using the Chi Square testThe results of this study show that there is a significant relationship between the nutritional status of respondents with early menstruation with the P value of 0.003.Keywords: Nutrition Status, Early Menstruation


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 1075-1079
Author(s):  
Cucu Herawati ◽  
Hety Sriwaty

Menurut WHO dan Kementrian Kesehatan menyebutkan bahwa ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada balita, bahkan sampai saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan laporan Puskesmas Beber tahun 2015 di peroleh data bahwa dari 8700 rumah tangga yang di data terdapat 6.555 rumah yang penghuninya merokok di dalam ruangan, masyarakat banyak mengantisipsi gigitan nyamuk aedes agity dengan menggunakan anti nyamuk bakar, keadaan ekonomi penduduk yang masih rendah akhirnya berdampak pada menurunnya kemampuan menyediakan bahan bakar yang memadai, kebanyakan masyarakat menggunakan kayu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga, penggunaan anti nyamuk bakar, penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada Balita. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain Cross sectional, populasi adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Beber tahun 2015 sebanyak 2593 balita, jumlah sampel sebanyak 100 balita yang diambil secara random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pengujian hipotesis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA (p=0.00), antara penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA (p = 0,00),  serta tidak ada hubungan antara penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA (p=0,184). Kata kunci : ISPA, perilaku merokok, penggunaan  anti nyamuk bakar, penggunaan bahan bakar  memasak.   ABSTRACTAccording to WHO and the Ministry of Health stated that ARI is one of the leading causes of death in infants, even to date the ISPA is still a public health problem in Indonesia. Based on the Beber Puskesmas report 2015 obtained data that from 8700 households in the data there are 6,555 houses that smokers in the room, many people anticipate the bite of mosquito aedes agity by using anti mosquito fuel, low economic condition of the population finally have an impact on the decrease ability to provide adequate fuel, most people use wood. The purpose of this study to determine the relationship between smoking family members' behavior, the use of anti-mosquito fuel, the use of cooking fuel with the incidence of ARI in Toddlers. The type of descriptive analytic research with cross sectional design, the population is all under five in the work area of Puskesmas Beber in 2015 as many as 2593 children, the number of samples is 100 balita taken by random sampling. The data were collected by interview using questionnaire. hypothesis testing using chi square test.The result of the research showed that there was a significant correlation between the smoking behavior of family members and the incidence of ARI (p = 0.00), between the use of cooking fuel with the incidence of ARI (p = 0,00), and there was no correlation between the use of mosquito repellent with the incidence of ARI p = 0.184).  Keywords: ARI, smoking behavior, use of mosquito repellent, use of cooking fuel.


2017 ◽  
Vol 1 (01) ◽  
pp. 105
Author(s):  
Iken Rahma ◽  
Indah Nuraeni ◽  
Hidayah Dwiyanti

ABSTRACT   This research aims to know the difference between snacking habit and nutritional status of catering and non-catering food consumer in SD-UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh as well as knowing the corelation between snacking habit and nutritional status in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh. This research used cross sectional design with thirty eight respondents were collected by Simple Random Sampling method. Snacking habit was obtained by using FFQ. The data were analyzed by using Chi-Square and Mann Whitney analysis. Univariate analysis showed that the snacking habit on catering food consumers was 28.5%, whereas on non-catering food consumers was 76.5%. Bivariate analysis result showed the difference between snacking (p= 0.004) and nutritional status ( p= 0.044) on catering and non-catering food consumers in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh. There was no corelation between snacking habit and the nutritional status in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh (p= 0,117) and ( p=0,142). There was difference in snacking habit and nutritional status on students who were catering and non-catering consumers in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh and there was no corelation between snacking habit and nutritional status in SD UMP Purwokerto and SDN 2 Dukuhwaluh.  Key words: Snacking habit, Nutritional status, catering food, non-catering food.  ABSTRAK Kebiasaan mengonsumsi jajan dapat mempengaruhi status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kebiasaan jajan dan status gizi anak sekolah pengguna katering dan non-katering serta mengetahui hubungan kebiasaan jajan terhadap status gizi di SD UMP Purwokerto dan SDN 2 Dukuhwaluh. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional dengan 38 responden dengan metode Simple Random Sampling. Kebiasaan konsumsi jajan diperoleh menggunakan FFQ. Data di analisis menggunakan uji Chi-Square dan uji Mann Whitney. Hasil uji univariat menunjukkan bahwa pada anak sekolah pengguna katering kebiasaan jajan yaitu sebesar 28,5% sedangkan anak sekolah yang non-katering sebesar 76,5%. Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat perbedaan kebiasaan jajan ( p = 0,004) dan status gizi ( p= 0,044) pada anak sekolah pengguna katering dan non-katering di SD UMP Purwokerto dan SDN 2 Dukuhwaluh serta tidak terdapat hubungan antara kebiasaan jajan terhadap status gizi di SD UMP Purwokerto dan SDN 2 Dukuhwaluh (p= 0,117) dan (p= 0,142). Terdapat perbedaan kebiasaan konsumsi jajan dan status gizi pada anak sekolah pengguna katering dan non-katering di SD UMP Purwokerto dan SDN 2 Dukuhwaluh serta tidak terdapat hubungan antara kebiasaan mengonsumsi jajan terhadap status gizi di SD UMP Purwokerto dan di SDN 2 Dukuhwaluh.  Kata Kunci: Kebiasaan jajan, Status Gizi, katering, non-katering.  


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
Author(s):  
Fajarini Putri Hidayat ◽  
Ma'mun Sutisna ◽  
Roni Rowawi ◽  
Hidayat Wijayanegara ◽  
Herry Garna ◽  
...  

Stunted children will have normal cognitive ability if nutrition is improved. The rapid brain growth in the first 1,000 days of life means that children should not be malnourished. Stunting is generally caused by a lack of macronutrients (carbohydrates, protein, and fat) and micronutrients (calcium and zinc). The mobile application called stunting child nutrition (GiAS) has features that can detect stunting, monitor toddler growth, recommend daily menus for toddlers, nutritional adequacy rate (RDA) in 2019, and others. The purpose of this study was to make it easier to distinguish macronutrients, zinc, and calcium from stunting and non-stunting children aged 12–24 months using the GiAS android application. It is conducted at the Citeureup Community Health Center, Cimahi city, for June–July 2020. The sampling technique was a simple random sampling of 88 respondents. This type of research is an observational analytic with a statistical test is a cross-sectional design. The results of the study using the Mann-Whitney test showed differences in carbohydrates (84.99±26.31 vs 151.16±68.43, p=0.001), protein (30.81±11.03 vs 60.55±38.43, p=0.001), fat (32.80±15.39 vs 64.84±47.81, p=0.001), and calcium (0.55±0.40 vs 1.43±1.16, p=0.001) and there is similarity of zinc (0.005±0.004 vs 0.010±0.016, p=0.084) after 7 days of using the GiAS application between stunting and non-stunting children. The probability value <0.05 means that the application can compare macronutrients, zinc, and calcium between stunted and non-stunted children on the 7th day. Chi-square analysis showed an increase in children's weight and height under five at two weeks and one month (p=0.001). In conclusion, the comparison of macronutrients, zinc, calcium in stunting and non-stunting children aged 12–24 months can be differentiated using the GiAS application. APLIKASI GIZI ANAK STUNTING (GIAS) BERBASIS ANDROID UNTUK MENILAI ZAT GIZI MAKRO, ZINC, DAN KALSIUM PADA ANAK STUNTING DAN NON-STUNTINGAnak stunting akan memiliki kognitif yang normal jika dilakukan perbaikan gizi yang optimal. Pertumbuhan otak yang pesat di 1.000 hari pertama kehidupan menjadikan anak tidak boleh kekurangan nutrisi. Stunting umumnya kekurangan zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) serta zat gizi mikro (kalsium dan zinc). Aplikasi mobile bernama gizi anak stunting (GiAS) memiliki fitur yang dapat mendeteksi stunting, memantau pertumbuhan balita, merekomendasikan menu harian untuk balita, angka kecukupan gizi (AKG) tahun 2019, dan lainnya. Tujuan penelitian ini adalah kemudahan membedakan zat gizi makro, zinc, dan kalsium anak stunting dengan non-stunting usia 12–24 bulan menggunakan aplikasi android GiAS di Puskesmas Citeureup Kota Cimahi periode Juni–Juli 2020. Teknik pengambilan sampel adalah simpel random sampling sebanyak 88 responden. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan uji statistik adalah desain cross-sectional (α=0,05). Hasil penelitian  menggunakan Uji Mann-Whitney terdapat perbedaan karbohidrat (84,99±26,31 vs 151,16±68,43; p=0,001), protein (30,81±11,03 vs 60,55±38,43; p=0,001), lemak (32,80±15,39 vs 64,84±47,81; p=0,001), dan kalsium (0,55±0,40 vs 1,43±1,16; p=0,001) serta ada persamaan zinc (0,005±0,004 vs 0,010±0,016; p=0,084) sesudah 7 hari penggunaan aplikasi GiAS antara anak stunting dan non-stunting. Nilai probabilitas <0,05 berarti aplikasi dapat membandingkan zat gizi makro, zinc, dan kalsium antara anak stunting dan non-stunting pada hari ke-7. Analisis chi-square terlihat peningkatan berat badan dan tinggi badan balita pada 2 minggu dan 1 bulan (p=0,001). Simpulan, komparasi zat gizi makro, zinc, kalsium anak stunting dan non-stunting usia 12–24 bulan dapat dibedakan menggunakan aplikasi GiAS.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document