scholarly journals HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN STATUS GINGIVA PADA REMAJA USIA 15-19 TAHUN

e-GIGI ◽  
2015 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
Author(s):  
Katarina D. Manibuy ◽  
Damajanty H. C. Pangemanan ◽  
Krista V. Siagian

Abstract:Currently, smokers in Indonesia have already included teenagers. Adolescent phase is particularly vulnerable to try new things with the purpose of identity searching, one of which is through smoking. Smoking does not only cause a systemic effect on the body, but can also cause pathologic conditions in the oral cavity such as gingivitis. Accumulation of heat and combustion products of cigarettes can affect the response of gingival inflammation. The objective of this study was to determine the relation between smoking habits based on the amount and duration of smoking cigarettes with gingival status in adolescents aged 15-19 years in Tuminting district.This research was descriptive analytic with cross sectional approach. The population was all adolescents aged 15-19 years in Tuminting district. A sample of 99 adolescents was taken using proportional random sampling. The data were collected using questionnaires and checks on gingival status by gingival index.The research findings show that as many as 49 adolescents (49.5%) had a mild smoking habit based on the number of cigarettes (1-4 cigarettes/day), 39 adolescents (39.4%) had a heavy smoking habit by smoking duration (>2 years) and 70 adolescents (70.7%) had mild gingival status. Chi-square test results show no significant relation between smoking habits based on the amount of cigarettes smoked and gingival status (p>0.05), but smoking habits based on the duration of smoking relate to gingival status (p<0.05).Keywords: smoking habit, gingival status, adolescentsAbstrak:Saat ini, perokok di Indonesia sudah mencakup ke kalangan remaja. Fase remaja sangat rentan untuk mencoba hal-hal baru dengan tujuan untuk pencarian jati dirinya, salah satunya yaitu dengan caramerokok. Kebiasaan merokok tidak hanya menimbulkan efek sistemik pada tubuh, tetapi juga dapat menimbulkan kondisi patologis di rongga mulut, salah satunya yaitu gingivitis.Panas dan akumulasi produk hasil pembakaran rokok dapat memengaruhi respon inflamasi gingiva. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok berdasarkan jumlah rokok dan lama merokok dengan status gingiva pada remaja usia 15-19 tahun di kecamatan Tuminting.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ialah seluruh remaja usia 15-19 tahun di kecamatan Tuminting. Jumlah sampel 99 orang diambil dengan caraproportional random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan pemeriksaan status gingiva berdasarkan indeks gingiva.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 49 orang (49,5%) memiliki kebiasaan merokok ringan berdasarkan jumlah rokok (1-4 batang rokok/hari), 39 orang (39,4%) memiliki kebiasaan merokok berat berdasarkan lama merokok (>2 tahun), 70 orang (70,7%) yang memiliki status gingiva ringan. Hasil uji chi-sqaure menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok berdasarkan jumlah rokok dengan status gingiva (p>0,05) namun kebiasaan merokok berdasarkan lama merokok berhubungan dengan status gingiva ((p<0,05).Kata kunci: kebiasaan merokok, status gingiva, remaja

Author(s):  
Aprilia Aprisanti Reyani

Latar Belakang :Kehangatan dada ibu dapat menghangatkan bayi, sehingga apabila bayi diletakan di dada ibunya segera setelah melahirkan atau dilakukan Inisiasi Menyusu Dini, dapat menurunkan resiko hipotermia dan menurunkan kematian bayi baru lahir akibat kedinginan atau hipotermia. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan suhu tubuh bayi baru lahir antara bayi yang berhasil melakukan IMD dan bayi yang tidak berhasil melakukan IMD Metode  :Analitik,desain cross sectional,populasi semua bayi baru lahir, sampel bayi barulahir, teknik Non Random Sampling, pengumpulan data dengan menggunakan Lembar Observasi dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai signifikan α = 0.05 yaitu bila hasil uji statistik menunjukan p ≤ α maka H0 ditolak. Hasil      :Suhu tubuh bayi baru lahir yang berhasil melakukan IMD sebagianbesardengansuhutubuhtidakhipotermisebanyak 20 bayi (87%) Suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak berhasil melakukan IMD sebagianbesardengansuhutubuhhipotermisebanyak 8 bayi (66,7%). Dari hasil uji statistik diperoleh hasil nilai p = 0,005 < α = 0.05 maka H1 diterima, artinya ada Perbedaan suhu tubuh bayi baru lahir yang berhasil melakukan IMD dan yang tidak berhasil melakukan IMD Kesimpulan :Terdapat perbedaan suhu tubuh bayi baru lahir antara bayi yang berhasil melakukan IMD dan bayi yang tidak berhasil melakukan IMD.   Kata kunci : Inisiasi Menyusu Dini, Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir                                                                                               THE DIFFERENCE BODY TEMPERATURE BETWEEN BABIES WHO SUCCESSFULLY INITIATE BREASTFEEDING EARLY AND BABIESWHO FAIL TO INITIATE EARLY BREASTFEEDING AT RSIA KIRANA SIDOARJO 2019  Background : The warmth of the mother’s chest can warm the baby, so that when the baby is in the mother’s breast immediately after birth or initiated early breastfeeding can reduce the mortality rate of newborns due to hypotermia.Purpose :the purpose of this study was to determine the difference in body temperature of newborns between infants who successfully initiated early breastfeeding and infants who did not succeed in initiating early breastfeedingMethods : analytical, cross sectional design, population 40 newborns, samples 35 newborns, Non Random Sampling techniques, the data accumulation using observation sheets and using chi-square test, with significant value α = 0.05 is when the statistical test results show p ≤ α then Ho is rejected.Result : The body temperature of the newborn who succeeded in initiating early breastfeeding was 36.78ºC with 23 (65.7%) of infants none having hypothermia, the newborn baby's body temperature that did not succeed in doing this early breastfeeding was 35.78ºC With 8 infants experiencing hypothermia, while 4 babies with normal temperature. From the results of statistical tests obtained results with the value p = 0,000 <α = 0.05 then H1 accepted, meaning there is a difference in body temperature of a newborn who successfully initiated early breastfeeding and who did not succeed in Early Breastfeeding Initiation. Conclusion : There is a difference in the body temperature of a newborn between infants who successfully initiated breastfeeding and infants who are not successful in initiating early breastfeeding....Keywords : Early breastfeedinginitiation, newborns temperature


2015 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Yashinta Octavian Gita Setyanda ◽  
Delmi Sulastri ◽  
Yuniar Lestari

AbstrakHipertensi merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada masyarakat di dunia. Penyakit ini disebut juga the silent killer. Prevalensi hipertensi telah mencapai angka 31,7% dari semua penduduk. Peningkatan ini diakibatkan perubahan gaya hidup yang salah satunya merokok. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok termasuk lama merokok, jumlah rokok dan jenis rokok dengan hipertensi. Desain penelitian berupa cross-sectional study. Populasi adalah laki-laki yang berusia 35-65 tahun di empat kecamatan terpilih di kota Padang. Jumlah subjek sebanyak 92 orang yang diambil secara multi stage random sampling. Instrumen dalam penelitian ini ialah kuesioner untuk data responden dan karakteristik kebiasaan merokok, serta sphygmomanometer untuk mengukur tekanan darah. Data dianalisis dengan uji chi-square dengan p < 0,05 untuk signifikansi. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan hipertensi (p=0,003) yaitu dipengaruhi oleh lama merokok (p=0,017) dan jenis rokok (p=0,017), tetapi tidak terdapat hubungan antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi (p=0,412). Oleh karena kebiasaan merokok meningkatkan risiko hipertensi, penyuluhan kesehatan tentang risiko peningkatan tekanan darah terhadap penderita hipertensi yang memiliki kebiasaan merokok harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar terjadi penurunan angka kejadian hipertensi.Kata Kunci: hipertensi, kebiasaan merokok, lama merokok, jumlah rokok, jenis rokok AbstractHypertension is one of the major causes of death in the world. This disease is called silent killer. The prevalence of hypertension has reached 31.7% of the population. It increases because of lifestyle changes, one of them is smoking. The objective of this study was to determine the association between smoking habits including duration of smoking, number of cigarettes, and type of cigarettes with hypertension. The research design was cross-sectional study. The population was 35-65 years old men in four selected districts in Padang. There were 92 subjects who were taken by multi-stage random sampling. The instruments of this research were questionnaire for data of respondents and smoking habit characteristics, also sphygmomanometer for blood pressure measurements. Data were analyzed by chi-square test with p value < 0.05 for significance. The result of this study showed that there is association between smoking habit and hypertension (p=0.003) which is influenced by duration of smoking (p=0.017) and type of smoking (p=0.017), but there is no association between number of cigarettes with the incidence of hypertension (p=0.412). As smoking habits increase the risk of hypertension, health promotion about the risk of blood pressure increasing in the patient who has a smoking habit should be done. It is important in order to decrease the incidence of hypertension.Keywords: hypertension, duration of smoking, number of cigarettes, type of cigarettes


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
Author(s):  
Nadhila Shafira Fitri

Setiap orang memerlukan kadar tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi normal. Kurangnya kebutuhan tidur akan berdampak pada menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Dewasa muda banyak yang mengalami hambatan dalam proses belajar yang disebabkan oleh rasa mengantuk dan lelah akibat kurang tidur. Mahasiswa kedokteran adalah salah satu subkelompok dari populasi yang sangat rentan terhadap kualitas tidur yang buruk. Hal ini diduga karena tuntutan akademis yang tinggi, tugas klinis, pilihan gaya hidup, sampai pekerjaan yang menantang secara emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur terhadap konsentrasi belajar mahasiswa kepaniteraan klinik FK Unand. Jenis penelitian yang digunakan adalah secara analitik dengan metode cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling dengan total sampel didapatkan sebanyak 222 orang. Dengan menggunakan kuesioner PSQI dan kuesioner konsentrasi belajar yang kemudian hasilnya dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi-Square, didapatkan sebanyak 65,32% mahasiswa mengalami gangguan tidur dan 77,48% mahasiswa memiliki tingkat konsentrasi yang tergolong kurang. Dari hasil uji Chi-Square (p=0,000) dapat disimpulkan bahwa terdapat bermakna antara kualitas tidur dengan tingkat konsentrasi belajar mahasiswa. Kata kunci:  kualitas tidur, konsentrasi belajar, mahasiswa kepaniteraan klinik, koas   Everyone needs enough sleep so the body can function normally. Lack of sleep will result in decreased ability to concentrate, make decisions, and participate in daily activities. Most of the difficulties young adults experience in their learning process are caused by drowsiness and fatigue due to lack of sleep. Medical students are a subgroup of the population who are vulnerable to poor sleep quality. This is thought to be due to high academic demands, clinical assignments, lifestyle choices, and emotionally challenging work. This study aims to determine the relationship between sleep quality and the concentration level of clinical clerkship students from Faculty of Medicine, Andalas University. This is a cross-sectional study. The sampling technique was carried out by stratified random sampling with a total sample of 222 people. By using the PSQI questionnaire and the learning concentration questionnaire which were then analyzed univariately and bivariately using the Chi-Square test, the results obtained were as many as 65.32% of students experiencing sleep disturbances and 77.48% of students had relatively poor concentration levels. From the Chi-Square test results (p=0,000) it can be concluded that there is a significant correlation between the quality of sleep and the students’ concentration level. Keyword: sleep quality, concentration level, clinical clerkship students


2020 ◽  
Vol 4 (3) ◽  
pp. 193
Author(s):  
Qorri Febriyana Romandani ◽  
Teti Rahmawati

ABSTRAKLatar belakang: Anemia merupakan keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) di dalam tubuh di bawah normal. Hal ini dialami oleh remaja yang salah satunya disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak sehat, sehingga dibutuhkan pengetahuan untuk merubah perilaku remaja supaya tidak mengalami anemia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan anemia dengan kebiasaan makan pada remaja putri di SMP N 237 Jakarta. Metode: Desain penelitian adalah deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional terhadap 100 remaja yang diambil dengan teknik Stratified Random Sampling. Pengambilan data dilakukan pada bulan April 2019. Kuesioner dikembangkan oleh peneliti dan digunakan setelah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data dianalisis secara univariat dan bivariat (chi-square test). Hasil penelitian: Hasil analisis uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (p-value=0,05) menunjukkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan anemia dengan kebiasaan makan pada remaja putri di SMP N 237 Jakarta (p-value=0,015). Kesimpulan: Peneliti merekomendasikan adanya pemberian edukasi terkait penyakit anemia dengan kebiasaan makan yang baik bagi remaja, bekerja sama dengan guru konseling atau UKS dan terintergrasi dalam kurikulum intra maupun ekstra kurikuler.Kata Kunci: anemia, kebiasaan makan, remaja putriRelationship of Anemia Knowledge with Eating Habits in Young Women at SMP N 237 Jakarta ABSTRACTBackground: Anemia is a condition where the levels of hemoglobin (Hb) in the body are below normal. This is experienced by teenagers, one of which is caused by unhealthy eating habits, so knowledge is needed to change the behavior of adolescents so they did not experience anemia. Aim: This study aims to identify the relationship of anemia knowledge with eating habits in young women at SMP N 237 Jakarta. Method: The study design was descriptive analytic using a cross sectional approach to 100 adolescents taken with the Stratified Random Sampling technique. Data was collected in April 2019. A set of questionnaire was developed by the researchers and used after its validity and reliability were tested. Data was analyzed with using univariate and bivariate analysis. Results: The results of the chi-square test analysis with a confidence level of 95% (p-value=0.05) showed a significant relationship between knowledge of anemia and eating habits in adolescent girls at SMP N 237 Jakarta (p-value=0.015). Conclusion: The researcher recommends providing education related to anemia with good eating habits for adolescents, working with counseling teachers or UKS and integrating it in the intra and extra curricular curriculum.Keywords: anemia, eating habits, young women


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 109
Author(s):  
Zumrotul Choiriyah ◽  
Devi Anis Ramonda ◽  
Yunita Galih Yudanari

Pola makan remaja saat ini sudah mulai bergeser pada pola makan yang tidak seimbang sehingga meningkatkan kejadian obesitas pada remaja.  Salah satu faktor yang mempengauhi pola makan pada remaja yaitu body image, dan jenis kelamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuihubungan antara body image dan jenis kelamin terhadap pola makan pada remaja di SMA Negeri 1 Ungaran. Jenis penelitian ini adalah Diskriptive Korelasional dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Proportinate Random Sampling dengan total populasi 1212 siswa dan  jumlah sampel 92 siswa. Analisi data menggunakan Uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa body image pada siswa SMA N 1 Ungaran dalam kategori positif60 responden (65,2 %). Hasil penelitian didapatkan 56 orang berjenis kelamin perempuan (60,9%). Pola makan siswa dalam kategori kurang baik 61 responden (66,3%). Hasil uji chi squaretentang hubungan body image terhadap pola makan didapatkan p value sebesar 0,047< α (0,05). Hasil uji chi squaretentang hubungan jenis kelamin terhadap pola makan didapatkan p value sebesar 0,048 < α (0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara body image dan jenis kelamin terhadap pola makan pada remaja di SMA N 1 Ungaran. Diharapkan sekolah dapat memberikan konseling kepada siswanya mengenai pentingnya pola makan yang baik dan benar. Kata Kunci: Body image, jenis kelamin, pola makan, remaja THE CORRELATION BETWEEN BODY IMAGE AND GENDER TO FOOD PATTERN IN ADOLESCENCE  ABSTRACTThe current food pattern of adolescents has begun to shift to an unbalanced food pattern that increases the incidence of obesity in adolescents. One of the factors that influence diet in adolescence is body image, and gender. The purpose of this study was to determine the correlation between body image and gender to food pattern in adolescence at SMAN 1 Ungaran. This type of reaserch was descriptive correlational with cross-sectional approach. The sampling technique used proportionate random sampling with a total pupulation 1212 students and sample size of 92 students. Data analysis used Chi Square Test. The results of the study show that the body image at SMAN 1 Ungaran in the positive category as many as 61 respondents (65,2%). The results show that 56 people are female (60.9%). The food pattern of students in the poor category as many as 61 respondents (66,3%). The result of the chi square test about the correlation of body image to food pattern obtain p value of 0.047 < α (0.05). The result of the chi square test about the correlation of gender to food pattern obtain p value 0.048 < α (0.05). There is a significant correlation between body image and gender to food pattern in adolescence at SMAN 1 Ungaran. It is expected that schools can provide counseling for their students regarding the importance of good and right of food pattern. Keywords: Body image, gender, food pattern, adolescence


Author(s):  
Melfi Suryaningsih ◽  
Asfriyati Asfriyati ◽  
Heru Santosa

Pernikahan usia muda akan berlanjut dengan kehamilan usia muda. Akibat belum siapnya sistem reproduksi remaja untuk menerima kehamilan meningkatkan risiko untuk terjadinya komplikasi yang berpotensi meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Remaja dalam proses pertumbuhan dan perkembangan harus berbagi nutrisi dengan janin yang dikandungnya. Anemia kehamilan merupakan salah satu risiko yang akan dihadapi ibu hamil muda jika kebutuhan tubuh dan janinnya tidak tercukupi, selain itu keadaan psikologi remaja yang masih belum stabil dan siap dengan perubahan peran baru akan memicu terjadinya keguguran akibat stres. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh informasi hubungan pernikahan usia muda dengan keguguran dan anemia. Metode yang digunakan adalah Desain potong lintang, sampel 78 orang yang diambil secara simple random sampling. Pengambilan data dengan wawancara menggunakan kuesioner. Variabel terikat adalah pernikahan usia muda, variabel bebas adalah keguguran dan anemia. Analisis data dengan uji Chi Square. Hasil penelitian yaitu tidak terdapat hubungan menikah usia muda dengan keguguran tetapi terdapat hubungan yang bermakna antara pernikahan usia muda dengan anemia (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa ibu yang menikah muda berisiko mengalami anemia kehamilan dibandingkan dengan ibu yang menikah pada usia reproduksi sehat. Young marriages will continue with young pregnancies. As a result of not being ready for the adolescent reproductive system to accept pregnancy increases the risk for complications that could potentially increase maternal and infant mortality. Adolescents in the process of growth and development must share nutrients with the fetus they contain. Anemia of pregnancy is one of the risks faced by young pregnant women if the body and fetal needs are not fulfilled, besides the psychological state of adolescents who are still unstable and ready for a new role change will trigger a miscarriage due to stress. The purpose of this study was to obtain information on the relationship of young marriage with miscarriage and anemia. The method used is a cross-sectional design, a sample of 78 people taken by simple random sampling. Retrieval of data by interview using a questionnaire. The dependent variable is young marriage, the independent variable is miscarriage and anemia. Data analysis with Chi Square test. The results of the study are that there is no relationship between young marriage and miscarriage but there is a significant relationship between young marriage and anemia (p <0.05). It can be concluded that mothers who marry young are at risk of developing pregnancy anemia compared to mothers who marry at a healthy reproductive age.


Author(s):  
Wahyu Ida Muliana Wahyu Ida Muliana

ABSTRACT Hyperemesis Gravidarum marked excessive nausea and vomiting in pregnant women at a young age. WHO estimates that 536,000 women died from direct complications of pregnancy and childbirth. One complication of pregnancy is Hyperemesis Gravidarum. Hyperemesis Gravidarum in the world has been estimated to occur in 1-2% of pregnant. According to data from the Medical Record of Dr. Mohammad Hoesin Palembang Hospital, the incidence of Hyperemesis Gravidarum in 2011 there were 72 people of 661 pregnant women. The purpose of this reseach was to determine the relationship between maternal age and parity with Hyperemesis Gravidarum in Dr. Mohammad Hoesin Palembang Hospital 2011. The Design of this reseach used Cross Sectional by analytic approach survey. The population of this reseach are all of mother who gestational ≤ 16 weeks (four months) in the Installation of Obstetrics and Gynecology, Dr. Mohammad Hoesin Palembang Hospital in January to December of 2011 with the sample of 661 people which taken by systematic random sampling and the reseach was conducted from 17 April to 24 April 2012.  Each variable that was observed in tests using Chi-Square test with a (0.05).  The results of this study showed that 5.9% of mothers with hyperemesis gravidarum, 21.8% of mothers with high risk age, and 30.0% primigravida. Chi-Square test showed no significant relationship between age (p value = 0.000) and parity (p value = 0.000) with the incidence of hyperemesis gravidarum. Expected to the Hospital to be implemented properly instructed how to provide counseling to pregnant women about pregnancy and childbirth, as well as provide confidence that the nausea and vomiting is a symptom of physiology in pregnancy.   ABSTRAK Hiperemesis Gravidarum ditandai mual dan muntah yang berlebihan terjadi pada ibu hamil di usia muda. WHO memperkirakan 536.000 perempuan meninggal dunia akibat langsung dari komplikasi kehamilan dan persalinan. Salah satu komplikasi kehamilan adalah Hiperemesis Gravidarum. Insiden Hiperemesis Gravidarum di dunia telah diperkirakan terjadi pada 1-2% wanita hamil. Menurut data dari Medical Record Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang, angka kejadian Hiperemesis Gravidarum pada tahun 2011 terdapat 72 orang dari 661 ibu hamil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara umur dan paritas ibu dengan kejadian Hiperemesis Gravidarum pada ibu di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011. Desain Penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian ini adalah dengan umur kehamilan ≤ 16 minggu (4 bulan) yang pernah dirawat inap di Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada bulan Januari-Desember tahun 2011 dengan jumlah sample 661 orang yang diambil secara systematic Random Sampling (secara acak sistematis) dan penelitian ini dilakukan dari tanggal 17 April sampai dengan 24 April 2012. Masing-masing variabel yang diteliti di uji dengan menggunakan uji Chi-Square dengan a (0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 5,9% ibu mengalami hiperemesis gravidarum, 21,8% ibu dengan umur resiko tinggi, dan 30,0% ibu primigravida. Uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur (p value = 0,000) dan paritas (p value = 0,000) dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Rumah Sakit agar dilaksanakan penyuluhan dengan cara memberikan konseling terhadap ibu hamil tentang kehamilan dan persalinan, serta memberikan keyakinan bahwa mual muntah merupakan gejala fisiologi pada kehamilan.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 82-88
Author(s):  
Selfi Angriani ◽  
Merita Merita ◽  
Aisah Aisah

Kejadian stunting pada balita merupakan salah satu permasalahan gizi secara global.  Prevalensi stunting di Kabupaten Kerinci tahun 2017 yaitu sebesar 35,0%.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lama pemberian ASI dan berat lahir dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Siulak Mukai tahun 2019.  Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Siulak Mukai pada bulan Mei tahun 2019.  Populasi pada penelitian berjumlah 311 balita.  Sampel pada penelitian yaitu 74 balita dengan teknik proporsional random sampling.  Pengumpulan data menggunakan alat bantu kuesioner dan pengukuran status gizi menggunakan microtoise.  Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat (chi-square test).  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar memiliki status gizi normal (TB/U) (63,5%), lama pemberian ASI ≥2 tahun (67,6%), dan berat lahir ≥2500 gram (66,2%). Hasil analisa chi-square menunjukkan ada signifikan antara lama pemberian ASI dengan kejadian stunting (p=0,000), berat lahir dengan kejadian stunting (p=0,000). Oleh sebab itu, diharapkan kepada ibu balita untuk menerapkan ASI Ekslusif dan melanjutkan pemberian ASI hingga usia balita 2 tahun.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 92-101
Author(s):  
Adi Zayd Bintang ◽  
Ayik Mirayanti Mandagi

ABSTRACTDepression is a mental health problem that mostly occurs during adolescence. Physical, cognitive and emotional changes experienced during adolescence can cause stress. The prevalence of depression in adolescence has a very high increase compared to the age of children and adults. The main factor in being able to cure depression in adolescents is social support (Depkes, 2007). This study aims to identify depressive symptoms in adolescents and to find out the relationship between social support factors and depression incidence. This research is a quantitative research, with the type of observational analytic research with a cross sectional approach involving students at SMA XY in Jember Regency in May 2020. The analytical method uses the Chi Square test to see the relationship between independent and dependent variables with a significance level of α ≤ 0, 05. Data collection tool using google form. Determination of respondents by random sampling with a total of 158 respondents. The results of this study indicate that the distribution of women is 76.58% more than that of men. Based on the distribution of social support, 56.96% received good social support, while based on the incidence of depression, 54.43% did not experience depression. From the statistical test, the significance value of <0.05 indicates that there is a relationship between social support factors and the incidence of depression. Social support plays an effective role in overcoming depression experienced by adolescents.Keywords: Depression, Teens, social support. ABSTRAKDepresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang sebagian besar terjadi pada masa remaja. Perubahan fisik, kognitif dan emosional yang dialami pada masa remaja dapat menimbulkan stress. Prevalensi depresi pada usia remaja memiliki peningkatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan usia anak-anak dan usia dewasa. Faktor utama untuk dapat menyembuhkan depresi pada remaja yaitu dukungan sosial (Depkes, 2007). Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi gejala depresi pada remaja dan mengetahui mengenai Hubungan Faktor Dukungan Sosial dengan Kejadian Depresi. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang melibatkan siswa di SMA XY di Kabupaten Jember pada Bulan Mei tahun 2020. Metode analisis menggunakan uji Chi Square untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen dengan tingkat kemaknaan α ≤ 0,05. Alat pengumpulan data menggunakan google form. Penentuan responden secara random sampling dengan jumlah 158 reponden. Hasil penelitian ini menunjukan distribusi perempuan 76,58% lebih banyak daripada laki-laki, berdasarkan distribusi dukungan sosial sebesar 56,96% mendapatkan dukungan sosial yang baik, sedangkan berdasarkan kejadian depresi sebesar 54,43% tidak mengalami depresi. Dari uji statistik nilai signifikansi sebesar < 0,05 menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor dukungan sosial dengan kejadian depresi. Dukungan sosial berperan efektif dalam mengatasi depresi yang dialami remaja.Kata Kunci: Depresi, Remaja, Dukungan Sosial.


2021 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 85-91
Author(s):  
Yuningsih

One of the contributors to maternal and infant mortality is the incidence of preeclampsia that occurs during pregnancy. The cause of preeclampsia is still unknown, but it is suspected that age and parity are one of the triggers for this occurrence. Women of childbearing age who are nulliparous with extreme age under the age of less than 20 years and women with the age of more than 35 years are most commonly found to have preeclampsia. The design in this study is analytic with a cross sectional approach. The population of all mothers giving birth in the delivery room of RSD Balung Jember was 3594 in 2019. The number of samples taken using non-random sampling by purposive sampling was finally obtained by 97 respondents. In this study, the independent variables were maternal age and parity, while the dependent variable was the incidence of preeclampsia. The instrument used is medical records. The data is processed by editing, coding, processing and cleaning processes. Data were analyzed using multiple logistic regression. The results of the chi-square test for the age variable obtained that the Pearson chi-square value was 0.019 and the p value = 0.000 <0.05 from these results Ho was rejected, and the parity variable the Pearson chi- square value was 0.019 and the p value = 0.000 <0.05 from these results Ho is rejected. In conclusion, there is a relationship between age and preeclampsia, and there is a relationship between parity and preeclampsia.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document