Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

112
(FIVE YEARS 63)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Persatuan Perawat Nasional Indonesia

2549-8576, 2503-1376

2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 74
Author(s):  
Nifa Viranda Amelia

Selama pasien dirawat di ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), keluarga pasien mengalami kesulitan dan ketidakberdayaan. Bagi keluarga pasien, ruang rawat intensif merupakan tempat yang tidak menyenangkan.  Keluarga masuk dalam kondisi yang tidak terduga dan dibutuhkan ketepatan keluarga dalam mengambil keputusan guna keberlangsungan hidup terkait kondisi pasien yang membutuhkan penanganan.Lama perawatan pasien di ruang ICCU sangat beragam.  Lama rawat pasien ICCU berdampak langsung terhadap kualitas hidup pasien dan keluarga, risiko terjadinya di masa depan, dan besarnya pembiayaan dampak dari perawatan. Selama keluarga mendampingi perawatan pasien di ruang ICCU, keluarga akan mengalami berbagai reaksi emosional seperti kecemasan. Tujuan: Mengetahui hubungan lama hari rawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang ICCU. Metode: Korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan sampel 42 responden di ruang ICCU, yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner HARS.  Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman. Hasil: Lama hari rawat pasien rata-rata 3,14 hari.  Kecemasan keluarga pasien ICCU paling banyak berada pada tingkat kecemasan berat (33,3%). Terdapat hubungan yang bermakna antara lama hari rawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien (p=0,0003) dengan keeratan hubungan yang sedang (r=0,532) di ruang ICCU. Diskusi: Semakin lama pasien dirawat di ruang ICCU maka semakin tinggi tingkat kecemasan yang dirasakan keluarga pasien karena kondisi pasien yang tidak stabil ataupun semakin parah. Kesimpulan: Keluarga pasien perlu diberikan informasi dan edukasi yang jelas terkait kondisi pasien dalam sehari atau saat ada perburukan kondisi.Kata kunci: kecemasan, keluarga, lama hari rawat, perawatan intensif, perawatan kritis. Correlation Between Length of Stay and Anxiety Levels of Patients’ Family in Intensive Cardiac Care Unit Room ABSTRACTWhile a patient is being treated in the Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), the patient's family experiences difficulties and helplessness. For the patient's family, the intensive care unit is an unpleasant place. The family enters into unexpected conditions and is required to make proper decisions for survival related to patient conditions. The patient's length of stay in the ICCU room is very diverse. The length of stay of ICCU patients directly impacts patients' quality of life and their families, the risk of future incidence, and the extent of the treatment cost. While the family accompanies the patient treated in the ICCU room, the family will experience various emotional reactions such as anxiety. Objective: To reveal the correlation between length of stay and the anxiety levels of the patient’s family in the ICCU room. Methods: Correlation with cross-sectional approach with a sample of 42 respondents in the ICCU room, who were selected using a purposive sampling method. The research instrument used the HARS questionnaire. Data were analyzed using the Spearman correlation test. Results: The average length of the patient's stay was 3.14 days. Family anxiety of ICCU patients was mostly at the level of severe anxiety (33.3%). There was a significant correlation between length of stay and anxiety levels of the patient’s family (p=0.0003) with a moderate correlation coefficient (r=0.532) in the ICCU room. Discussion: The longer the patient is treated in the ICCU room, the higher the anxiety level felt by the patient’s family due to the patient's unstable or worsened condition. Conclusion: Clear information and education should be given to the patient's family regarding the patient's condition within one day or when the condition worsens.Keywords: anxiety, family, length of stay, intensive care, critical care


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 57
Author(s):  
Dea Aprilya

ABSTRAKKekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan yang dilakukan terhadap seseorang dalam bentuk fisik, verbal, seksual, dan psikologis yang menyebabkan penderitaan dan penelantaran rumah tangga. Tujuan: Mengetahui lebih dalam tentang pengalaman perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada masa kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Kampung Kawat, Kalimantan Barat. Metode: Desain penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Penentuan partisipan menggunakan purposive sampling dan snow ball.  Sebanyak 8 partisipan terlibat dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara in-depth interview dengan menggunakan catatan lapangan dan perekam suara.  Data dianalisis dengan metode Colaizzi.  Hasil: Penelitian ini menghasilkan 6 tema yaitu bentuk kekerasan yang diterima oleh responden selama menjadi korban KDRT pada masa kehamilan, Masalah yang timbul pada kehamilan akibat KDRT, Mekanisme koping yang dilakukan korban KDRT, Perasaan yang dirasakan responden sebagai korban KDRT, Penyebab terjadinya KDRT pada masa kehamilan, Hal-hal yang diinginkan responden terhadap pelayanan kesehatan. Diskusi: pengalaman perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga pada masa kehamilan memberikan dampak buruk terhadap ibu maupun janin. Hal-hal tersebut terlihat pada ungkapan-ungkapan yang diberikan partisipan bahwa perbuatan yang mereka terima masih membekas hingga saat ini, meskipun sudah tidak membekas pada fisik, namun masih membekas pada batin. Kesimpulan: Hasil penelitian ini dapat dikembangkan pada penelitian lebih lanjut dan menjadi tambahan informasi dalam dunia pendidikan, serta menambah wawasan dan motivasi perawat maternitas dalam memberikan asuhan keperawatan, misalnya pendampingan pada pasangan yang menikah di usia muda dengan memberikan edukasi terkait kesiapan pasangan dalam memasuki kehidupan berumah tangga.Kata Kunci: Kehamilan, kekerasan dalam rumah tangga, perempuan  Experience of Women Suffering from Domestic Violence During PregnancyABSTRACTDomestic violence is a physical, verbal, sexual, and psychological act committed against a person which causes suffering and neglect of the household. Objective: To reveal further the experience of women suffering from Domestic Violence during pregnancy in the working area of the Kampung Kawat Public Health Center, West Kalimantan. Methods: This research employed a phenomenological approach. Participants were taken using purposive sampling and snow ball. 8 participants were involved in this research. Data was collected by means of in-depth interviews using field notes and voice recorders. Data were analyzed by using the Colaizzi method. Results: This research resulted in 6 themes, namely forms of violence received by respondents while being victims of domestic violence during pregnancy, problems arising in pregnancy due to domestic violence, coping mechanisms performed by victims of domestic violence, feelings experienced by respondents as victims of domestic violence, causes of domestic violence during pregnancy, things that respondents wanted from health services. Discussion: The experience of women suffering from domestic violence during pregnancy has a negative impact on the mother and fetus. These can be seen in their expressions that the actions they receive are still imprinted today. Although no longer physically imprinted, but they are still imprinted on the mind. Conclusion: The research results can be developed in further research and serve as additional information in education, as well as add insight and motivation for maternity nurses in providing nursing care, for example mentoring couples who marry at a young age by providing education about the readiness of couples to enter a married life.Keywords: Pregnancy, domestic violence, women


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 48
Author(s):  
Iis Sri Hardiati

Salah satu penyebab kegagalan menyusui pada ibu antara lain kurangnya kepercayaan diri pada ibu. Relaksasi autogenic training (RAT) merupakan metode untuk meningkatkan rasa percaya diri dan membangun pikiran positif ibu.  Hal ini sesuai dengan teori keperawatan self-care dari Orem yang bertujuan membantu ibu mencapai kemandirian untuk mempertahankan hidup, kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek RAT terhadap keberhasilan menyusui pada ibu postpartum.  Metode: Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan rancangan nonequivalent control group design.  Sampel terdiri dari masing-masing 15 responden untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol.  RAT diberikan melalui media audio voice selama 10-15 menit sebanyak 2-3 kali sehari selama 7 hari.  Posttest dilakukan dengan cara observasi melalui kunjungan pada hari ketujuh. Instrumen Via Christi Breastfeeding Assessment Tool yang telah valid dan reliabel digunakan untuk menilai keberhasilan menyusui. Analisis data menggunakan t-test. Hasil: ibu yang melakukan RAT bisa menyusui lebih efektif dibanding kelompok kontrol (p=0,000). Diskusi: RAT memberikan ketenangan dan kemudahan kepada responden dalam membantu meningkatkan keberhasilan menyusui karena memiliki efek relaksasi. Kesimpulan: RAT efektif terhadap keberhasilan menyusui. Oleh karena itu RAT dapat digunakan oleh perawat sebagai sebuah asuhan keperawatan dalam program dukungan ibu menyusui di rumah sakit atau fasilitas kesehatan.Kata Kunci: autogenic training, menyusui, relaksasi Relaxation Effects of Autogenic Training on Lactation Success in Post Partum Mothers ABSTRACTOne of the causes of failure to breastfeed, among others, is a lack of confidence in mothers. Autogenic relaxation training (RAT) is a method to increase self-confidence and build positive thoughts for mothers. This is in accordance with Orem's self-care nursing theory, which aims to help mothers achieve independence to maintain life, health, development, and well-being. Objective: This research aims to reveal the effect of RAT on breastfeeding success in postpartum mothers. Methods: This research employed a quasi-experimental design with a nonequivalent control group design. The samples consisted of an intervention group and a control group, with 15 respondents for each. RAT was given through audio voice media for 10-15 minutes 2-3 times a day for 7 days. The posttest was conducted using observation through visits on the seventh day. A valid and reliable instrument of the Via Christi Breastfeeding Assessment Tool was used to assess breastfeeding success. Data were analyzed using a t-test. Results: Mothers who did RAT could breastfeed more effectively than the control group (p=0.000). Discussion: RAT provides comfort and convenience to respondents in helping to increase breastfeeding success because it has a relaxing effect. Conclusion: RAT is effective for breastfeeding success. Therefore, nurses can use RAT as nursing care in breastfeeding mother support programs in hospitals or health facilities.Keywords: autogenic training, breastfeeding, relaxation


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 66
Author(s):  
Lia Masliha Masliha

Kanker payudara memberikan masalah ketidaknyamanan klien, dimana klien akan mengalami nyeri sedang atau continue sehingga dapat menurunkan kualitas dan produktifitas hidupnya. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pijat klasik terhadap intensitas nyeri pada klien perempuan dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Metode: Desain penelitian kuantitatif dengan metode quasi-experimental dengan pendekatan one-group pretest dan posttest without control. Penelitian ini melibatkan sampel sebanyak 26 orang. Intervensi yang dilakukan berupa masase klasik, pada bagian area punggung bagian atas, bahu, kedua tangan sampai punggung tangan.  Masase klasik ini dilakukan 10-15 menit. Instrumen menggunakan Numeric Rating Scale. Analisis data menggunakan uji statistik paired T test dengan tingkat signifikansi 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Hasil: Didapatkan sebagian besar responden mengalami nyeri berat (73,1%). Setelah diberikan intervensi, responden mengalami penurunan intesitas nyeri sedang (88,5%). Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan pemberian masase klasik dengan penurunan intesitas nyeri (p-value 0,000). Diskusi: Pemberian masase klasik merangsang pengeluaran hormon endorfin yaitu hormon yang merupakan penekan atau penghilang rasa nyeri alami sehingga menurunkan intensitas nyeri. Kesimpulan: perlunya menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pasien kanker payudara selama menjalani kemoterapi, salah satunya dengan pemberian masase klasik. Bagi pihak rumah sakit dapat membuat kebijakan dimana pada pasien kanker payudara sebelum mendapatkan obat penghilang nyeri dilakukan tindakan masase klasik untuk mengurangi efek samping zat kimia jika obat penghilang nyeri tersebut diminum terus menerus.Kata Kunci: kanker payudara, masase klasik, nyeri. Reducing Pain Intensity with Classical Massage in Women with Breast Cancer Receiving Chemotherapy ABSTRACTBreast cancer makes clients uncomfortable, due to which they will experience moderate or continuous pain. As a result, quality and productivity of their life decline. Objective: This research aims to reveal the effect of classical massage on pain intensity in female clients with breast cancer receiving chemotherapy. Methods: It employed a quantitative research design using a quasi-experimental method with a one-group pretest and posttest without control approach. It involved a sample of 26 people. The intervention was given in the form of classical massage on the upper back area, shoulders, both hands to the back of the hand. The classic massage was performed for 10-15 minutes. The instrument used a Numeric Rating Scale. Data were analyzed using statistical paired T test with a significance level of 0.05 and a 95% confidence level. Results: Most of the respondents experienced severe pain (73.1%). After the intervention was given, pain intensity decreased to a moderate pain (88.5%). The results of the analysis indicated that there was a significant correlation between classical massage and a decrease in pain intensity (p-value 0.000). Discussion: Giving classical massage stimulates the release of endorphins, hormones for natural pain suppressants or pain relievers, which then reduce pain intensity. Conclusion: It is necessary to create a sense of security and comfort for breast cancer patients during chemotherapy, one of which is by giving classical massage. The hospital can make a policy that breast cancer patients should receive classical massage before getting painkillers to reduce the side effects of chemicals if the painkillers are taken continuously.Keywords: breast cancer, classical massage, pain.


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Layalia Azka Rahmatina

Imunisasi merupakan upaya mengurangi morbiditas dan mortalitas anak, namun masih banyak anak yang belum menerima imunisasi. Angka kematian balita di dunia yang disebabkan oleh penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi (PD3I) mencapai 1,4 juta orang per tahun. Dikhawatirkan PD3I ini dapat menyebar dengan mudah dari anak yang terinfeksi ke anak yang tidak diimunisasi atau tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut. Hal ini berisiko meningkatkan angka mortalitas anak Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan orang tua, terutama ibu, dalam memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan desain cross sectional. Responden sebanyak 100 orang ibu yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan data dilakukan di Kelurahan Meteseh menggunakan kuesioner yang sudah valid dan reliabel. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa usia, pekerjaan, jumlah paritas, agama , dan pengetahuan ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) tidak berhubungan dengan kepatuhan orang tua dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi (p>0,05). Diskusi: Penelitian ini membuktikan bahwa kematangan usia ibu tidak selalu berhubungan dengan kepatuhannya dalam memberikan imunisasi dasar. Kepatuhan ini juga tidak berhubungan dengan oleh kesibukan ibu dalam bekerja maupun mengurus anak serta pengalamannya menjadi seorang ibu. Adanya keyakinan pada agama tertentu mengenai imunisasi, serta pengetahuan yang dimiliki ibu mengenai KIPI juga terbukti tidak berhubungan  dengan kepatuhan ibu dalam memberikan imunisasi. Kesimpulan: Faktor demografi ibu tidak senantiasa berhubungan dengan kepatuhannya dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi, namun imunisasi ini tetap perlu diberikan sebagai upaya mengurangi risiko bayi tertular PD3I.    Kata Kunci: ibu, imunisasi, kepatuhan Factors Correlated with Parental Adherence in Providing Complete Basic Immunization  ABSTRACTImmunization is an effort to reduce child morbidity and mortality, but many children still have not received immunizations. The mortality rate for children under five in the world caused by immunization-preventable diseases reaches 1.4 million people per year. It is feared that the immunization-preventable diseases can spread easily from infected children to non-immunized children or have no immunity to the disease. This has the risk of increasing child mortality. Objective: This research aims to reveal the factors related to parents' adherence, especially mothers, in providing complete basic immunization to infants. Methods: This research is a non-experimental quantitative study with a cross-sectional design. Respondents were 100 mothers who were taken using the purposive sampling technique. Data were collected in Meteseh Village using a valid and reliable questionnaire. Data were analyzed using the Chi-Square test. Results: Bivariate analysis indicated that mother's age, occupation, parity, religion, and knowledge of Adverse event following immunization (AEFI) were not correlated with parental compliance in providing complete basic immunization to infants (p>0.05). Discussion: This research proves that mother’s age is not always correlated with adherence to basic immunization. This adherence is also not correlated with the mother's activities in working or taking care of children and her experience of being a mother. Certain religious beliefs regarding immunization and mother’s knowledge about AEFI are also proven not to be correlated with maternal adherence to giving immunizations. Conclusion: Maternal demographic factors are not always correlated with adherence to providing complete basic immunization to infants, but the immunization still needs to be given to reduce the risk of infants contracting immunization-preventable diseases.Keywords: mother, immunization, adherence


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 10
Author(s):  
Lia Kartika ◽  
Livoina Gita Kasih Tinambunan

Kebiasaan makan yang tidak baik pada masa remaja dalam rentang usia 10-19 tahun dapat menghambat proses pertumbuhan fisik, perkembangan dan performa akademik. Studi pendahuluan mendapatkan tujuh dari sepuluh remaja memiliki kebiasaan makan yang tidak baik. Tujuan: untuk mengidentifikasi hubungan kebiasaan makan dengan status gizi remaja di asrama. Metode: penelitian kuantitatif korelasional ini menggunakan populasi remaja berusia 18-19 tahun yang bertempat tinggal di asrama satu fakultas di Indonesia bagian barat. Teknik sampel yang digunakan adalah total sampling sebanyak 192 responden. Instrumen untuk mengukur kebiasaan makan menggunakan instrumen yang telah valid dan reliabel. Status gizi didapatkan melalui penghitungan z-score dari tabel Standar Antropometri. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat. Hasil: Didapatkan lebih dari setengah responden memiliki kebiasaan makan yang baik (58,3%) dan mayoritas status gizi responden berada dalam kondisi normal (91,1%). Analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara kebiasaan makan dengan status gizi remaja asrama (p=0,764). Diskusi: Hampir setengah dari responden memiliki kebiasaan makan yang tidak baik walau berada dalam satu asrama yang sama. Monitoring asupan makanan dan budaya makan remaja diperlukan untuk mempertahankan status gizi yang baik. Simpulan: Kebiasaan makan yang baik dan status gizi remaja asrama tetap harus dipertahankan untuk mendukung pertumbuhan dan performa akademik dan klinik yang optimal.Kata Kunci: Kebiasaan makan, remaja, status gizi Correlation Between Eating Habits and Nutritional Status of Adolescents at DormitoryABSTRACTBad eating habits in adolescence in the age range of 10-19 years can inhibit the process of physical growth, development, and academic performance. Preliminary studies found that seven out of ten adolescents have bad eating habits. Objective: To identify the correlation between eating habits and nutritional status of adolescents at the dormitory. Methods: This quantitative correlational study employed a population of adolescents aged 18-19 years who lived in a dormitory at one faculty in western Indonesia. Samples were taken using a total sampling of 192 respondents. The instruments to measure eating habits were valid and reliable. Nutritional status was obtained by calculating the z-score from the Anthropometric Standards table. Data were analyzed using bivariate analysis. Results: It was found that more than half of the respondents had good eating habits (58.3%), and most of the respondents' nutritional status was in normal condition (91.1%). Bivariate analysis indicated no significant correlation between eating habits and the nutritional status of adolescents at the dormitory (p=0.764). Discussion: Almost half of all respondents had bad eating habits, although they were in the same dormitory. Monitoring of the food intake and adolescent eating culture is needed to maintain a good nutritional status. Conclusion: Good eating habits and continuous nutritional status monitoring of adolescents at the dormitory must be maintained to support optimal academic and clinical growth and performance. Keywords: Adolescents, Eating Habits, Nutritional Status


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 20
Author(s):  
Lia Woro Andini

Wanita menjelang menopause akan mengalami penurunan berbagai fungsi tubuh, sehingga akan berdampak pada ketidaknyamanan dalam menjalani kehidupannya. Untuk itu diperlukan sikap positif dengan diimbangi oleh informasi atau pengetahuan yang cukup, sehingga wanita lebih siap dalam menghadapi menopause baik siap secara fisik, mental, dan spiritual. Kesiapan sangat penting dimiliki wanita menjelang menopause baik pada wanita yang bekerja maupun yang tidak bekerja namun sejauh ini masih sedikit laporan terkait perbedaan tingkat kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Tujuan Penelitian: mengetahui perbedaan tingkat kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Metode: Penelitian ini menggunakan desain komparatif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 57 responden. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner kesiapan menghadapi menopause yang diadopsi dari penelitian Hidayatiningtyas yang valid dan reliabel. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Mann Whitney. Hasil: 58,6% wanita tidak bekerja memiliki kesiapan cukup dan 27,6% memiliki kesiapan kurang. Sedangkan pada wanita yang bekerja, 60% memiliki kesiapan cukup dan 32,1% memiliki kesiapan baik. Ada perbedaan bermakna pada kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja (p=0,022). Diskusi: Pada wanita yang bekerja memiliki kesiapan yang lebih baik dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja.  Hal ini karena wanita yang bekerja cenderung memiliki pandangan dan cara berpikir yang lebih luas sehingga akan memiliki pengetahuan yang cukup, salah satunya dalam hal kesiapan menghadapi menopause.  Kesimpulan: Petugas kesehatan disarankan dapat memberikan pendidikan kesehatan dalam rangka menyiapkan wanita pra menopause menghadapi masa menopause.  Bagi wanita, khususnya yang tidak bekerja, diharapkan mempersiapkan diri menghadapi menopause dengan aktif mencari informasi.Kata Kunci: Menopause, wanita bekerja Differences in Menopause Readiness Levels Between Working and Non-Working WomenABSTRACTMenopause-approaching women will experience a decrease in various body functions, which will cause discomfort in living their lives. Therefore, it requires a balance between a positive attitude and sufficient information or knowledge so that women are better prepared to face menopause physically, mentally, and spiritually. Readiness is crucial for women before menopause, both for working and non-working women. However, to date, there are few reports related to differences in the levels of readiness to face menopause between working and non-working women. Objective: to reveal the difference in readiness levels to face menopause between working and non-working women. Methods: This research employed a comparative design with a cross-sectional approach. Samples were taken using the purposive sampling technique with a sample size of 57 respondents. The instrument used in this research was a valid and reliable questionnaire of readiness to face menopause adopted from Hidayatiningtyas. The results of the research were analyzed using the Mann-Whitney test. Results: 58.6% of non-working women had sufficient readiness and 27.6% had insufficient readiness. Meanwhile, 60% of working women had sufficient readiness and 32.1% had good readiness. There was a significant difference in readiness to face menopause between working and non-working women (p = 0.022). Discussion: Working women are more prepared to face menopause than non-working women. This is because working women tend to have broader views and ways of thinking so that they will have sufficient knowledge, one of which is in terms of readiness to face menopause.  Conclusion: It is advised that health workers provide health education to prepare pre-menopausal women to face menopause. Moreover, it is expected that women, particularly those who do not work, prepare for menopause by actively seeking information.Keywords: Menopause, working women


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 41
Author(s):  
Kaiden Budi Wahono ◽  
Janes Jainurakhma ◽  
Wiwit Dwi Nurbadriyah

Penentuan jenis media promosi kesehatan merupakan bagian penting dari upaya merubah perilaku kesehatan di rumah sakit, tidak terkecuali pengetahuan dan perilaku seluruh pengunjung rumah sakit untuk cuci tangan dengan benar, termasuk keluarga pasien. Tujuan: mengetahui perbedaan efektifitas media audio-visual dengan media leaflet terhadap perilaku cuci tangan keluarga pasien di rumah sakit. Metode: Penelitian berdesain quasi experimental dengan rancangan pre-test post-test with control group. Teknik sampling dengan consecutive sampling, besar sampel 122 keluarga pasien dibagi dalam dua kelompok, dengan memperlihatkan video tentang cuci tangan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol membaca leaflet, masing-masing dengan durasi 30 menit. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan dan lembar observasi perilaku cuci tangan.  Analisis data menggunakan uji Mann Whitney.  Hasil: Setelah dilakukan intervensi, terdapat peningkatan skor secara bermakna pada pengetahuan dan perilaku cuci tangan dibanding sebelum dilakukan intervensi, baik pada kelompok audio visual (AV) maupun kelompok leaflet (LF). Kedua media pendidikan kesehatan, baik AV maupun LF, efektif terhadap perubahan skor pengetahuan dan perilaku cuci tangan. Diskusi: Media audio visual lebih efektif sebagai media promosi kesehatan cuci tangan, dimana media audio visual meningkatkan pengetahuan melalui suara dan gambar yang ditampilkan pada layar monitor, sedangkan media leaflet dengan pendekatan narasi yang ditampilkan dalam bentuk tulisan dan gambar pada lembaran kertas terkesan membosankan dan kurang menarik.  Kesimpulan: Rumah sakit sebaiknya melakukan kajian tentang karakteristik pasien dan keluarganya untuk memberikan promosi kesehatan dengan media pendidikan kesehatan yang tepat untuk meningkatkan kualitas perilaku cuci tangan untuk menghindari penyebaran infeksi.Kata kunci: audio-visual, health promotion, keluarga pasien, leaflet, perilaku cuci tangan. Health Promotion Through ‘Audio Visual Vs Leaflet’: Investigation of Knowledge and Hand Washing Behavior of Patient’s FamilyABSTRACTDetermining the type of health promotion media is an essential part of efforts to change health behavior in hospitals, including knowledge and behavior of all hospital visitors to wash their hands properly, including patient's family. Objective: to reveal the difference between the effectiveness of audiovisual media and leaflet media on the handwashing behavior of patient's family in the hospital. Methods: This research employed a quasi-experimental design using a pretest-posttest design with a control group. Samples were taken using a consecutive sampling technique. The sample size of 122 patients' families was divided into two groups: the treatment group watched a video about handwashing in and the control group read leaflets, each given 30 minutes. The instruments used were a knowledge questionnaire and handwashing behavior observation sheets. Data were analyzed using the Mann-Whitney test. Results: After the intervention, there was a significant increase in the score on knowledge and handwashing behavior compared to before the intervention, both in the audiovisual (AV) and leaflet (LF) groups. Both health education media, both AV and LF, were effective in changing handwashing knowledge and behavior scores. Discussion: Audiovisual media is more effective as a media for promoting handwashing health because audiovisual media increases knowledge through sound and images displayed on the monitor screen, while leaflet media with a narrative approach displayed in the form of writing and pictures on sheets of paper seem boring and not interesting.   Conclusion: Hospitals should conduct studies on the characteristics of patients and their families to provide health promotion with appropriate health education media to improve handwashing behavior to avoid the spread of infection.Keywords: audiovisual, health promotion, patient's family, leaflet, handwashing behavior.


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 33
Author(s):  
Dikha Ayu Kurnia ◽  
Nurul Aini Sabichiyyah

Masih rendahnya kepatuhan regimen terapi walaupun program prolanis sudah dijalankan menyebabkan kejadian hipertensi di wilayah puskesmas Gombong II dengan kejadian hipertensi yang masih tinggi. Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran kepatuhan regimen terapi pada klien hipertensi di wilayah Puskesmas Gombong II. Metode: Penderita hipertensi dengan usia ≥ 18 tahun sampai 65 tahun di Wilayah Puskesmas Gombong II, terdiagnosis hipertensi berdasarkan rekam medis dan bersedia menjadi responden sebagai kriteria inklusi. Desain cross-sectional digunakan pada klien hipertensi sebanyak 107 responden dari tanggal 16 Mei-31 Mei 2019 menggunakan quota sampling. Instrumen Hill-Bone HBP Compliance to High Blood Pressure Therapy Scale digunakan. Didapatkan 9 pernyataan valid dengan nilai korelasi ≥ 0,361 dan 5 pernyataan tidak valid dengan nilai korelasi <0,361. Uji reliabilitas sebesar 0,753(Cronbach Alfa). Hasil: Data dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat kai square. Didapatkan sebesar 61,7% (n=66) tidak patuh terhadap regimen terapi hipertensi. Sebesar 66,4% patuh terhadap diet rendah garam, 60,7% tidak patuh pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan, dan 58,9% tidak patuh terhadap konsumsi obat. Ada hubungan antara keanggotaan prolanis dengan kepatuhan regimen terapeutik (pvalue: 0,001). Diskusi: Alasan klien hipertensi tidak patuh regimen terapi karena sudah merasa sehat, mengkonsumsi obat tradisional, ketidaknyamanan karena pengobatan yang kompleks, merasa lupa dan sibuk. Dari ketiga domain kepatuhan, domain pengurangan konsumsi garam dipatuhi oleh sebagian besar responden. Keanggotaan prolanis dapat menjadi faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden tidak patuh terhadap regimen terapi, sehingga perlu meningkatkan strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kepatuhan regimen terapi.Kata kunci: Hipertensi, Kepatuhan regimen terapi, Konsumsi Garam, Pemeriksaan rutin, Konsumsi obatABSTRACTThe low adherence to the therapy regimen even though the prolanis program has been implemented has caused the incidence of hypertension in the Gombong II health center area with high incidence of hypertension. The research objective: To determine the description of therapy regimen adherence to hypertensive clients in the area of Gombong II Health Center. Methods: Patients with hypertension aged ≥ 18 years to 65 years in the Gombong II Community Health Center, diagnosed with hypertension based on medical records and willing to become respondents as the inclusion criteria. The cross-sectional design was used for 107 hypertensive clients from 16 May-31 May 2019 using quota sampling. The Hill-Bone HBP Compliance to High Blood Pressure Therapy Scale instrument was used. There were 9 valid statements with a correlation value ≥ 0.361 and 5 invalid statements with a correlation value <0.361. Reliability test of 0.753 (Cronbach Alfa). Results: Data were analyzed using univariate and bivariate kai square analysis. It was found that 61.7% (n = 66) did not adhere to the hypertension therapy regimen. It is said to be obedient if the percentage is ≥80% of filling out the questionnaire and it is said to be disobedient if the percentage is 80%. As much as 66.4% adhered to a low salt diet, 60.7% did not comply with routine checks to health services, and 58.9% did not comply with drug consumption. There is a relationship between prolanis membership and adherence to the therapeutic regimen (p-value: 0.001). Discussion: The reasons for hypertensive clients not adhering to the therapy regimen are because they already feel healthy, take traditional medicine, are uncomfortable due to complex treatment, feel forgetful and busy. Of the three compliance domains, the domain of reducing salt consumption was obeyed by most of the respondents. Prolanis membership can be a factor that can increase compliance. Conclusion: This study shows that most of the respondents do not adhere to the therapy regimen, so it is necessary to develop a more effective strategy in increasing the adherence to the therapy regimen.Key words: Hypertension, adherence to therapy regimens, salt consumption, routine examination, drug consumption


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document