Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

13
(FIVE YEARS 13)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By MIQOT Jurnal Ilmu Ilmu Keislaman

2722-2128

2020 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 272
Author(s):  
Maisyaroh Maisyaroh

<strong>Abstrak: </strong>Artikel ini menelaah latar belakang dan perkembangan Sekolah Tinggi Islam, disingkat STI. Studi ini penting dan menarik dilakukan mengingat STI merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam pertama yang didirikan oleh para pemuka Muslim di Indonesia. Tidak banyak studi yang dilakukan mengenai lembaga ini. Studi ini merupakan studi kepustakaan dan menggunakan pendekatan historis. Data dianalisis dengan metode analisis isi. Studi ini mengajuka temuan bahwa STI merupakan perguruan tinggi Islam pertama di Indonesia. STI pertama sekali dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakkir. Beberapa pemuka Muslim memberikan kontribusi saat kampus Islam ini mulai didirikan di antaranya Mohammad Hatta, A. Wahid Hasyim dan Mas Mansur. Kurikulum kampus ini mengikuti kurikulum Universitas al-Azhar. STI membuka dua jurusan: ilmu agama dan ilmu masyarakat. STI kemudian dikonversi menjadi Universitas Islam Indonesia, disingkat UII. Konversi STI menjadi UII didasari oleh upaya untuk memenuhi permintaan umat terhadap sebuah lembaga pendidikan tinggi yang mampu mengintegrasikan pengetahuan umum dengan ajaran Islam. Studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kajian sejarah pendidikan Islam di Indonesia.<br /> <br /><strong>Kata Kunci: </strong>sejarah, pendidikan tinggi, Sekolah Tinggi Islam<br /> <br /><strong>Abstract: </strong>This article examines the background and development of <em>Sekolah Tinggi Islam</em>, abbreviated as STI. This study is important and interesting considering that STI is the first Islamic higher education institution established by Muslim leaders in Indonesia. Not many studies have been conducted in this institution. This study followed a literature study and used a historical approach in collecting the data. The data were then analyzed using the content analysis method. The findings of this study indicate that STI is the first Islamic university in Indonesia which was first led by Abdul Kahar Muzakkir. Several Muslim leaders also contributed  in the establishment of this Islamic campus, namely; Mohammad HattaA. Wahid Hasyim and Mas Mansur. The campus curriculum follows the Al-Azhar University curriculum. STI has two departments, namely: Religious Science and Public Science. STI was later converted into the Islamic University of Indonesia, abbreviated as UII. The conversion of STI to UII is based on efforts to fulfill the demand of the <em>ummah </em>for a higher education institution that is able to integrate general knowledge and  Islamic teachings. This study is expected to contribute to the historical study of Islamic education in Indonesia.<strong></strong><br /> <br /><strong>Keywords: </strong>history, higher education, <em>Sekolah Tinggi Islam</em>


2020 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 248
Author(s):  
Mohammad Al Farabi

<strong>Abstrak:</strong> Misi kolonial Belanda untuk memperkokoh kekuasaan dan ekspansi ajaran Kristen di wilayah Nusantara berlangsung dengan didirikannya lembaga-lembaga pendidikan untuk menyiapkan pegawai di birokrasi pemerintahan dan tidak membenarkan masuknya materi pendidikan agama Islam di Sekolah-sekolah Gubernemen. Kondisi demikian mendorong reaksi kaum Modernis Muslim untuk bergegas mendirikan lembaga pendidikan tersendiri yang dianggap mampu beradaptasi sekaligus mengantisipasi berkembangnya misi kolonial tersebut. Reaksi ini buat pertama kali ditandai dengan berdirinya Adabiyah School melalui usaha dan kerja keras Abdullah Ahmad yang didukung oleh teman-teman seperjuangannya. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji perihal terkait dengan latar belakang  modernisasi di institusi Adabiyah dan upaya-upaya modernisasi yang telah dilakukan.  Dengan menggunakan metode penelitian sejarah, artikel ini mengungkap fakta historis bahwa Adabiyah School merupakan Sekolah Islam Modern pertama di Indonesia yang menganut sistem klasikal dan berkompetisi terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda dengan mengembangkan sekolah modern guna mengurangi jumlah generasi muda muslim mengikuti pendidikan di Sekolah Gubernemen, sehingga terbina kepribadian warga masyarakat untuk mengamalkan Islam dan tidak terpengaruh dengan misi Kristenisasi yang dibawa penjajah Belanda. Meskipun Adabiyah School tidak bertahan begitu lama dalam perkembangan sejarah, namun penularan modernisasi pendidikan yang diawalinya memberikan pengaruh kuat terhadap bangkitnya sekolah-sekolah Islam modern hingga saat ini.<br /> <br /><strong>Kata Kunci:</strong> Adabiyah School, modernisasi, sekolah Islam<br /><strong> </strong><br /><strong>Abstract:</strong> <strong>Modernization of Islamic Education in Indonesia: The Case of the Adabiyah School</strong>. The Dutch colonial mission to strengthen the power and expansion of Christian teachings in the archipelago took place with the establishment of educational institutions to prepare workers in the world of government bureaucracy and do not justify the inclusion of Islamic religious education materials in the Governorate Schools. Such conditions encourage the reaction of Muslim Modernists to rush to establish an independent educational institution that is considered capable of adapting as well as anticipating the development of the colonial mission. This reaction was marked for the first time by the establishment of Adabiyah School through the efforts and hard work of Abdullah Ahmad and supported by his comrades. This article aims to examine matters relating to the background of modernization in the Adabiyah institution and the efforts of modernization that have been made. Using historical research methods, this article reveals the historical fact that the Adabiyah School is the first Modern Islamic School in Indonesia that adheres to the classical system and competes with the Dutch colonial education system by developing a modern school to reduce the number of young Muslims attending education in the Gubernemen's School so that it is fostered personalities of citizens to practice Islam and not be influenced by the mission of Christianization brought by the Dutch invaders. Although the Adabiyah School did not last so long in historical development, the transmission of the modernization of education that it started had a strong influence on the rise of modern Islamic schools to this day.<br /> <br /><strong>Keywords:</strong> Adabiyah School, modernization, Islamic school


2020 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 225
Author(s):  
Ja'far Ja'far

<strong>Abstrak: </strong>Artikel ini mengkaji dedikasi dan karya-karya Yusuf Ahmad Lubis. Tokoh ini layak diungkap mengingat kiprah dan posisinya dalam organisasi Al Washliyah yang kemudian menjadi Ketua Majelis Ulama Sumatera Utara, tetapi masih terabaikan secara akademis. Artikel ini merupakan hasil studi kepustakaan dengan pendekatan historis. Temuan yang diusung artikel ini adalah bahwa Yusuf Ahmad Lubis, meskipun tidak pernah belajar agama di Haramain, tetapi memiliki jaringan intelektual dengan ulama-ulama Makkah melalui dua gurunya yang paling masyhur: Syekh Hasan Maksum dan Syekh Muhammad Yunus. Kompetensinya dalam bidang ilmu-ilmu keislaman didedikasikannya bagi umat dan bangsa melalui Al Jam’iyatul Washliyah. Ia juga mewariskan puluhan karya dalam ragam bidang keislaman. Menarik bahwa ia memiliki kemampuan dalam bidang perbandingan agama, dan kemampuan inilah yang membuatnya sukses dalam melaksanakan misi islamisasi pada basis-basis Kristen di Sumatera Utara. Sikap penentangannya terhadap tarekat Jalaluddin dan aliran Ahmadiyah menunjukkan bahwa ia ingin melindungi akidah umat Islam. Studi ini berhasil mengungkapkan profil seorang ulama universalis dan kritis terhadap perbedaan ideologi.<br /> <br /><strong>Kata Kunci: </strong>Mandailing, Al Washliyah, Yusuf Ahmad Lubis<br /><strong> </strong><br /><strong>Abstract: The 20<sup>th</sup> Century Mandailing Ulama Tradition: Dedication and Works of Yusuf Ahmad Lubis (1912-1980)</strong>. This article examines the dedication and works of Yusuf Ahmad Lubis. This figure is worth studying given his significant contribution and position in the Al Washliyah organization and who later become the Acting Chair of the North Sumatra Ulema Council, but it is still academically neglected. This article is the result of a literature study with a historical approach. The findings of this article are that Yusuf Ahmad Lubis, although he had never studied religion in Haramain, but had an intellectual network with Makkah scholars through his two most famous teachers: Sheikh Hasan Maksum and Sheikh Muhammad Yunus. His mastery in the Islamic religious sciences is dedicated to the people and nation through Al Jam’iyatulWashliyah. He also left dozens of works behind him in various fields of Islam. It is interesting that he has the ability in the field of comparative religion, and this ability has made him successful in carrying out the mission of Islamization on Christian bases in North Sumatra. His opposition to the Jalaluddin order and the Ahmadiyya sect increasingly shows that he wants to protect the faith of Muslims. This study successfully revealed the profile of a universalist ulama in terms of science and also still critical of ideological differences.<br /><strong> </strong><br /><strong>Keywords: </strong>Mandailing, Al Washliyah, Yusuf Ahmad Lubis


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 177
Author(s):  
Laili Rahmaini Hasibuan

<strong>Abstrak:</strong> Penelitian ini menampilkan latar belakang kehidupan, peranan historis dan pengaruh H. Rivai Abdul Manap Nasution (1922-1989) dalam bidang pendidikan. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan memfokuskan pada tokoh tertentu. Penelitian ini memadukan data dokumen dan kepustakaan dengan data lapangan melalui wawancara dan observasi. Dengan analisis sejarah, penelitian ini menemukan bahwa wujud nyata peranan Rivai Abdul Manap dalam memajukan pendidikan Islam terlihat dari keberadaan Taman Pendidikan Islam (TPI). TPI telah menjadi jaringan lembaga pendidikan Islam yang sangat penting di Sumatera Utara sepanjang tahun 1950an hingga tahun 1980an. Setelah ia wafat, partisipasi TPI mengalami penurunan meskipun hingga sekarang masih ada sejumlah lembaga pendidikan yang tetap eksis. Partisipasi utama TPI adalah penyebarannya yang sangat banyak menyentuh wilayah pedesaan, khususnya di bawah naungan perkebunan. Dengan jaringan tersebut, TPI menyediakan pendidikan bagi penduduk yang benar-benar membutuhkan. Dengan TPI, kiprah dan kontribusi Rivai Abdul Manap dalam bidang pendidikan Islam akan terus berlangsung.<br /><br /><strong>Kata Kunci: </strong>Sumatera Utara, pendidikan Islam, Rivai Abdul Manap, Taman Pendidikan Islam<br /> <br /><strong>Abstra</strong><strong>ct</strong><strong>: </strong><strong>The Movement H. Rivai Abdul Manap Nasution’s Educational Thought</strong>. This article deals with the life, relevance and influence of H. Rivai Abdul Manap Nasution (1922-1989) in the field of education. This research is basically a historical study but with some measure of biographical approach. The data was obtained from relevant documents, interviews with heirs, as well as field observations to support necessary information. Rivai plays multiple important roles in education but the most significant of which is undoubtedly to be found in Taman Pendidikan Islam (TPI; literally, Garden of Islamic Education). TPI organized a very important chain of Islamic education institutions from the 1950s until the 1980s. The relevance of TPI is unique in that its education institutions spread over large number of villages, especially those included in the state plantation in North Sumatra. By not just focusing to serve big cities, TPI provides education to those really in need. Upon Rivai’s death, TPI’s contribution tends to lessen. Nevertheless, TPI continues to exist and manage some education activities to the present. Through this, his legacy is to be preserved.<br /><strong></strong><br /><strong>Keywords:</strong> North Sumatra, Islamic education, Rivai Abdul Manap Nasution, Taman Pendidikan Islam


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 162
Author(s):  
Muhammad Iqbal

<strong>Abstrak: </strong>Studi ini membahas perspektif Syiah Imamiyah tentang dimensi tauhid. Dengan pendekatan tafsir al-Qur’an, tulisan ini mengungkapkan temuan bahwa Al-Qur’an sebagai pedoman bagi umat manusia memuat ayat-ayat tauhid yang merupakan asas dan dasar kajian Islam. Ayat-ayat ini diklasifikasi oleh ulama Syiah ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama, ayat-ayat yang memuat tentang tauhid teoretis; pemikiran konsep serta pemahaman yang mentauhidkan Allah swt. baik dalam hal zat, sifat maupun perbuatan-Nya. Kelompok kedua adalah ayat-ayat yang mengulas tentang tauhid praktis atau yang disebut dengan tindakan atau amal yang berlandaskan tauhid teoretis. Pada gilirannya baik tauhid teoretis maupun tauhid praktis memiliki cabang dan variannya masing-masing.<br /><br /><strong>Kata Kunci</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Syiah Imamiyah, tauhid, al-Qur’an<br /> <br /><strong>Abstract: Shia Imamiyah Perspective on Theology</strong>. This study examines the Shiite Imamiyah school of thought on the dimension of monotheism in the Qur’an. This study is a literature study where the works of Shiite scholars are analyzed by content analysis methods. This study is hoped to become as sufficient information about monotheism according to the Shiah school as explained by scholars of Shi’ism. This study proposes that there are two dimensions of monotheism in the Shia school, namely theoretical monotheism and practical dimensions. The theoretical dimension of monotheism constitutes three categories which include first, substance monotheism, second monotheism of character, and third, monotheism of action. In addition, the practical dimension in monotheism is divided into three namely monotheism in worship (<em>taw<span style="text-decoration: underline;">h</span>îd</em> ‘<em>ibâdah</em>), monotheism in obedience and observance, and monotheism in acquiring comfort and assistance.<br /> <br /><strong>Keywords:</strong> Shia Imamiyah, theology, Qur’an<strong></strong>


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 199
Author(s):  
Radinal Mukhtar Harahap

<strong>Abstrak:</strong> Artikel ini bertujuan untuk mengungkap gerakan pembaruan pendidikan Sayyid Usman dalam bidang pendidikan Islam. Berdasarkan metode analisis isi terhadap sumber-sumber yang ada, artikel ini mengajukan temuan bahwa ide pembaruan Sayyid Usman terdapat dalam kitabnya yang berjudul <em>Âdâb al-Insân</em>. Kitab<em> </em>ini<em> </em>memuat refleksi yang kuat tentang dasar kemampuan sikap adaptasi penulisnya yang untuk konteks saat itu berhadapan dengan pemerintah Kolonial Belanda yang diskriminatif terhadap pendidikan Islam. Sikap adaptasi yang ditunjukkan Sayyid Usman sesuai dengan teori komunikasi antar budaya yang terangkai dalam lima faktor: komunikasi personal, komunikasi internal satu budaya<em>, </em>komunikasi internal<em> </em>berbeda budaya, penerimaan budaya dan kecenderungan perilaku. Studi ini memperlihatkan bahwa bahwa pembaruan tidak terlepas dari kecakapan adaptasi dengan basis keilmuan yang kokoh. Hal itu juga semakin menguatkan pandangan bahwa pembaruan sangat erat dengan kekayaan tradisi intelektual sebagaimana telah ditampilkan oleh Sayyid Usman.<br /> <br /><strong>Kata Kunci: </strong>ulama, Nusantara, pendidikan, <em>Âdâb al-Insân</em>, Sayyid Usman <br /> <br /><strong>Abstract: The Renewal of Islamic Education in the 19<sup>th</sup> Century Indonesia: Exploring Sayyid Usman’s Thoughts. </strong>This article aims to uncover Sayyid Usman's educational reform movement in the field of Islamic education. Based on the method of content analysis of available sources, this article proposes that the idea of the renewal of Sayyid Usman is contained in his book entitled <em>Âdâb al-Insân</em>. This book contains a strong reflection on the basic ability of the adaptation attitude of the author who for the context at that time faced the Dutch Colonial government which was discriminatory against Islamic education. The attitude of adaptation shown by Sayyid Usman is in accordance with the theory of intercultural communication arranged in five factors: personal communication, internal communication of one culture, internal communication of different cultures, cultural acceptance and behavioral tendencies. This study shows that renewal is inseparable from adaptation skills with a solid scientific basis. It also reinforces the view that renewal is very closely linked to the wealth of intellectual traditions as shown by Sayyid Usman.<br /><strong> </strong><br /><strong>Keywords: </strong>ulama, Nusantara, Islamic education, <em>Âdâb al-Insân</em>, Sayyid Usman


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 113
Author(s):  
Saidatul Khairiyah

<strong>Abstrak</strong>: Studi ini membahas tradisi menulis ilmuwan Muslim Nusantara sejak zaman kerajaan hingga masa kontemporer. Dengan menggunakan pendekatan historis, peneliti mengajukan temuan bahwa aktor utama dalam penyebaran ajaran Islam dilakukan oleh ulama dengan menuangkan ide-ide mereka dalam karya-karya tulis. Karya-karya tersebut sebagian berbentuk naskah dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti tasawuf, fikih, tauhid, sejarah bahkan sains. Keberadaan naskah-naskah tersebut menggambarkan tingginya kualitas intelektual ilmuwan Muslim Nusantara. Fenomena menulis di kalangan ilmuwan Muslim (ulama) ternyata tidak berhenti di satu periode saja. Ilmuwan Muslim yang lahir belakangan juga secara sadar melanjutkan tradisi yang telah ditanamkan oleh para pendahulu.<br /> <br /><strong>Kata Kunci: </strong>ilmiah, tulisan, manuskrip, ulama, Nusantara<strong></strong><br /><strong> </strong><br /><strong>Abstract: Scientific Dimension of Muslim Scholars in Nusantara</strong>. This study discusses the writing inclination of Nusantara Muslim scholars from the imperial era to the contemporary period. Using a historical approach, the researcher proposes the finding that the main actors in the dissemination of Islamic teachings are carried out by scholars by expressing their ideas in written works. The works are partly in the form of manuscripts in various branches of science, such as Sufism, Jurisprudence, monotheism, history and even science. The existence of these texts illustrates the high quality of intellectual Muslim archipelago scientists. The author insists that the phenomenon of writing among Muslim scientists (scholars) has even gone beyond just one period. Muslim scholars who were born in the succeeding period also consciously continued the tradition that had been instilled by their predecessors.<br /><strong> </strong><br /><strong>Keywords: </strong>scientific, works, manuscript, scholars, Nusantara


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 136
Author(s):  
Ja'far Ja'far

<p><strong>Abstrak:</strong> Studi ini bertujuan untuk mengkaji kehidupan dan perjuangan Ismail Banda dalam rangka merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Studi ini dilatari oleh sedikitnya informasi tentang perjuangan Ismail Banda sehingga membuatnya kurang dikenal secara menyeluruh bahkan oleh penerusnya di lingkungan Al Washliyah sendiri. Studi ini merupakan studi biografis di mana data diperoleh melalui studi kepustakaan. Data berupa dokumen dianalisis dengan metode analisis isi. Studi ini mengajukan temuan bahwa Ismail Banda adalah ulama Mandailing yang terpelajar sekaligus pejuang dimana selama di luar negeri ia belajar di pusat intelektual tradisi Sunni di awal abad ke-20: Madrasah Shaulatiyah dan Universitas al-Azhar, kemudian memanfaatkan segala peluang untuk memimpin perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia di Mesir melalui Perhimpunan Pemuda Indonesia dan Malaya (Perpindom). Studi ini menyajikan elaborasi lebih luas terhadap biografi Ismail Banda berdasarkan sumber-sumber baru dan terpercaya.<br /><strong></strong></p><p><strong>Kata Kunci:</strong> Ismail Banda, Al Washliyah, politik, kolonialisme, Timur Tengah, Indonesia<br /><strong></strong></p><p><strong>Abstract: Migration for the Sake of the Republic: The Life and Struggle of Ismail Banda (1909-1951)</strong>. This study aims to examine the life and struggle of Ismail Banda in order to seize and defend the independence of the Republic of Indonesia. Amid the achievement of Ismail Banda, he was out of the attention of researchers that make him less well known overall even by his successors in Al Washliyah's own environment. This study is a bio-biographical study in which data is obtained through literature and library study. Data in the form of documents were analyzed by content analysis method. The study finds that Ismail Banda was a well-educated Mandailing scholar and fighter who during his overseas studies at the intellectual center of the Sunni tradition in the early 20th century: Madrasah Shaulatiyah and al-Azhar Universitytook advantage of all opportunities to lead the Republic's struggle for Indonesian independence in Egypt through the Indonesian Youth Association and Malaya (Perpindom). This study presents a broader elaboration of Ismail Banda's biography based on new and trusted sources.<br /><strong></strong></p><p><strong>Keywords:</strong> Ismail Banda, Al Washliyah, politics, colonialism, Middle East, Indonesia</p>


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Ja'far Ja'far

<strong>Abstrak:</strong> Studi ini bertujuan untuk menelaah gerakan religius dan politik Abdurrahman Sjihab. Sebagai studi biografis, studi ini memanfaatkan sumber-sumber tertulis yang dianalisis dengan metode analisis isi. Studi ini penting dilakukan mengingat tidak ada kajian akademik tentang Abdurrahman Sjihab padahal ia merupakan salah satu pemuka agama Islam yang berjuang di level lokal dan nasional, dan yang terpenting adalah bahwa ia merupakan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Studi ini mengajukan temuan bahwa Abdurrahman Sjihab berkontribusi terhadap usaha merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam lapangan sosial keagamaan, ia bersama rekan-rekannya mendirikan Al Jam’iyatul Washliyah yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial, dan usaha ini relatif sukses menyiapkan sumber daya Muslim yang militan. Dalam lapangan sosial politik, ia atas nama Al Washliyah membina relasi dan membangun koordinasi dengan pemuka-pemuka Islam di level lokal dan nasional dalam rangka memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, dan untuk itulah ia menjadi politisi Masjumi, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS). Studi ini diharapkan dapat menambah khazanah biografis tokoh-tokoh Muslim di awal-awal kemerdekaan Indonesia.<br /> <br /><strong>Kata Kunci</strong>: Abdurrahman Sjihab, Al Washliyah, Masjumi, Sumatera Timur<br /> <br /><strong>Abstract</strong>: <strong>Mandailing Ulama at the Beginning of the 20th Century: Abdurrahman Sjihab's Religious and Political Movement (1910-1955). </strong>This study aims to examine the religious and political movements of Abdurrahman Sjihab. This study utilizes written sources that are then analyzed by content analysis methods. Despite the important role played by Abdurrahman Sjihab as one of the leaders of the Islamic religion who fought at the local and national level as a freedom fighter for the Republic of Indonesia, there has not been a study that covers his biobiography. This study finds that Abdurrahman Sjihab contributed to the efforts to fight, defend and contribute to the independence of the Republic of Indonesia. In the socio-religious field, he and his colleagues founded Al Jam'iyatul Washliyah, which is engaged in education, preaching and social affairs, and this effort was relatively successful in preparing militant Muslim resources. In the social political field, he on behalf of Al Washliyah fostered relations and established coordination with Islamic leaders at the local and national levels in the context of fighting for and filling Indonesian independence, and for this reason he became a Masjumi politician, a member of the Central Indonesian National Committee (KNIP) and member of the Provisional People's Representative Council (DPRS). This study is expected to nurture the biographical treasures of Muslim figures in the early days of Indonesian independence.<br /><strong> </strong><br /><strong>Keywords</strong>: Abdurrahman Sjihab, Al Washliyah, Masjumi, East Sumatra


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 49
Author(s):  
Hasan Asari

<p><strong>Abstrak:</strong> Penelitian ini menganalisis tesis/disertasi tentang sejarah pendidikan Islam yang diajukan ke Pascasarjana UIN SU Medan. Penelitian menyimpulkan bahawa alasan utama memilih tema sejarah pendidikan Islam adalah kekaguman akan capaian masa lalu dan keyakinan kuat bahwa sejarah relevan terhadap pendidikan Islam masa sekarang. Mayoritas tesis/disertasi adalah tentang topik pendidikan Islam modern (69.4%) dalam setting Indonesia (66.7%) dengan topik yang paling populer adalah lembaga pendidikan Islam (44.4%). Mayoritas tesis/disertasi (69.5%) telah menggunakan metode sejarah secara konsisten, dengan referensi paling banyak adalah Kuntowijoyo dan Dudung Abdurrahman. Mayoritas mutlak (80.5%) telah merujuk kepada sumber-sumber primer dalam pengumpulan data sejarah. Meskipun semua sepakat tentang relevansi sejarah, hanya 10% tesis/disertasi yang secara khusus menjelaskan relevansi penelitiannya terhadap pendidikan Islam kontemporer, itu pun masih pada tataran teoretis. Karenanya, pemanfaatan temuan dari tesis/disertasi tersebut secara praktis masih memerlukan langkah lanjutan, yakni melalui proses <em>modeling </em>atau eksperimentasi.</p><p><strong>Abstract:</strong> <strong>The History of Islamic Education as a Theme for Student's Final Thesis at Postgraduate Level of Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.</strong> This study surveys theses on history of Islamic education, submitted to Graduate Studies State Islamic University Medan both for master and doctorate levels. The study concludes that the main reasons to study the topic are admiration of past achievements and strong belief in its relevance to contemporary Islamic education. The majority of the theses concentrate on modern time topics (69.4%) of Indonesian Islamic education (66.7%) with the most popular topic being Islamic education institutions (44.4%). The majority of the theses (69.5%) have consistently used historical method. The most frequently cited works on historical methodology are those of Kuntowijoyo and Dudung Abdurrahman. An absolute majority (80.5%) of the theses refers to primary sources related to their topics. Despite expressive believe in the relevance of history, only 10% of the theses allocate special segment to explain the relevance of their study findings, albeit in rather theoretical tones. As such efforts are needed to further use these study findings into a more practical ways, probably through modeling and experimentation.</p><p><strong>Keywords:</strong> history, Islamic education, post graduate</p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document