ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

79
(FIVE YEARS 79)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Sunan Gunung Djati State Islamic University Of Bandung

2657-2125, 1978-8312

2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 103-120
Author(s):  
Galih Raka Siwi ◽  
Reviansyah Erlianto ◽  
Maharani Nurdin

The existence of local political parties in Indonesia is a tangible form of the existence of special autonomy in a certain area. The specificity of a certain area is regulated in the 1945 Constitution Article 18B paragraph (1). In addition, the formation of local political parties is one of the human rights in the political field, as stated in Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution. The research method uses a normative juridical approach with secondary data and analyzed descriptively qualitatively. Based on research, Papua Province has the right to form political parties (see Article 28 paragraph (1) of the Papua Province Special Autonomy Law). However, the phrase "political party" is considered to have multiple interpretations, thus creating legal uncertainty. Through the decision of the Constitutional Court Number 41/PUU-XVII/2019, the legal uncertainty can be guaranteed by the Constitutional Court Decision. In the future, by looking at the background and real needs of the Papua Province, it is possible to form a Local Political Party in the Papua Province, considering the condition of the Papua Province as a special autonomous region.Partai politik lokal di Indonesia merupakan wujud nyata adanya otonomi khusus di suatu daerah. Kekhususan suatu daerah diatur dalam UUD 1945 Pasal 18B ayat (1). Selain itu, pembentukan partai politik lokal merupakan salah satu hak asasi manusia di bidang politik, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan data sekunder dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian, Provinsi Papua berhak membentuk partai politik (lihat Pasal 28 ayat (1) UU Otsus Provinsi Papua). Namun, ungkapan “partai politik” dianggap memiliki multitafsir sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Melalui putusan MK Nomor 41/PUU-XVII/2019, ketidakpastian hukum dapat dijamin oleh Putusan MK tersebut. Ke depan, dengan melihat latar belakang dan kebutuhan riil Provinsi Papua, dimung­kinkan dibentuknya Partai Politik Lokal di Provinsi Papua, mengingat kondisi Provinsi Papua sebagai daerah otonomi khusus.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 81-102
Author(s):  
Sri Wahyuni ◽  
Arum Nur Rahmawati ◽  
Cheryl Permata Kumala Dewi ◽  
Widya Chrisna Manika ◽  
Sapto Hermawan

To ensure environmental sustainability, environmental management must be supported by the enforcement of environmental law through litigation process, whether on criminal, civil, or administrative aspects.  (In Indonesia, there are numerous cases of environmental losses, as well as examples of environmental damage that have been attempted on the court of mandalawangi, natural kallista and sungailiat cases.) The purpose of this research is to find out the extent of court decisions’s consistencies  on environmental cases Using normative legal research method, this research examined three court decisions form two different types of court, which are criminal court (Sungai Liat case) and civil court (Mandalawangi case and Kalistas case). It was found that these judicial decisions show inconsistencies. This condition may weaken the enforcement of environmental law in Indonesia. On the other hand, this difference in judgments may be apprehended as a new standpoint of environmental law in Indonesia. Keberlangsungan pengelolaan lingkungan hidup harus ditunjang dengan penegakan hukum lingkungan, baik melalui jalur peradilan maupun luar peradilan, baik yang bersifat perdata, pidana, maupun administrasi. Penelitian ini mengkaji tiga kasus lingkungan hidup yang diselesaikan melalui peradilan pidana dan perdata, yaitu Kasus Mandalawangi, Kasus Kallista Alam dan Kasus Sungailiat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui problematika penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia, dan untuk mengetahui dampak dari konsistensi putusan hakim dalam perkara lingkungan di Indonesia yang berbeda-beda. Untuk mencapai tujuan tersebut, ketiga putusan hakim tersebut di atas dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitin menunjukkan bahwa ketiga kasus tersebut diputuskan secara berbeda. Inkonsistensi tersebut dapat menjadi faktor pelemahan penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Namun di samping itu dapat dimaknai sebagai suatu pandangan baru terhadap ketentuan lingkungan hidup di Indonesia.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 31-46
Author(s):  
Taufika Hidayati ◽  
Yusuf Hanafi Pasaribu

The phenomenon of inter-state marriage in Indonesia has an influence on legal actions in it, especially the issue of children born and having dual citizenship after Law Number 12 of 2006 concerning Citizenship was passed by the Government. This study aims to measure the extent to which children born from these marriages get inheritance rights with underage positions. In addition, what is the legal status based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and Law Number 5 of 1960 concerning Land regarding the position of land inheritance rights. This study uses an empirical normative method, which combines legal research methods that not only view law as a prescriptive (determining) and applied scientific discipline, but also descriptive (explaining) based on the reality of legal developments in society. The results of this study indicate that children born from inter-state marriages who have dual citizenship and are still minors are entitled to land inheritance rights in the form of property rights provided that the child must choose Indonesian citizenship at the age of 18 (eighteen) years based on the laws and regulations. valid invitation.Fenomena perkawinan antar negara di Indonesia memberi pengaruh dalam perbuatan hukum di dalamnya, terutama persoalan anak yang lahir dan memiliki kewarganegaraan ganda setelah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan disahkan oleh Pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut mendapat­kan hak waris dengan kedudukan masih di bawah umur. Selain itu bagaimana status hukumnya berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pertanahan terhadap kedudukan hak waris tanah. Penelitian ini menggunakan metode normatif empiris, yaitu melakukan penggabungan metode penelitian hukum yang tidak hanya memandang hukum sebagai disiplin ilmu yang bersifat preskriftif (menentukan) dan terapan, namun sekaligus bersifat deskriptif (memaparkan) yang didasarkan pada kenyataan perkembangan hukum di masyarakat. Hasil penelitian ini memberikan petunjuk bahwa anak yang dilahir­kan dari perkawinan antar negara yang berkewarganegaraan ganda dan masih di bawah umur berhak atas hak waris tanah berupa hak milik dengan ketentuan anak tersebut harus memilih kewarganegaraan Indonesia pada saat usianya 18 (delapan belas) tahun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 1-16
Author(s):  
Adang Darmawan Achmad ◽  
Hudzaifah Achmad Qotadah ◽  
Muhammad Sophy Abdul Aziz ◽  
Abdurrahman Achmad Al Anshary

There have been several instances of terrorism in Indonesia, including multiple suicide bombs, shootings, and other acts that have threatened public safety and impeded governmental functions. This issue has resulted in anxiety and insecurity, posing a threat to people's lives, particularly women's. As a result, all parties involved, especially women, must take adequate measures to anticipate and address these issues. Women are one of the possible individuals who can play a strategic role in limiting the spread of violent terrorism and extremism. They are also one of the most vulnerable groups. A thorough qualitative method is used in this article to examine the role of women in averting violent terrorism and radicalism. Following the findings of the study, it was discovered that a woman can play a significant role in violence prevention if she can create a happy home environment that always promotes good and moderate religious values that are in accordance with the real teachings of Islam. Thus, individuals and families are the primary representatives of either the anti-terrorism and anti-radicalization awareness campaign.Di berbagai daerah di Indonesia, telah banyak terjadi serangkaian peristiwa ekstremisme radikal, termasuk bom bunuh diri, penembakan, dan lain sebagainya yang mengusik keselamatan masyarakat dan kegiatan pemerintah. Fenomena ini jelas melahirkan rasa takut dan ketidakamanan yang mengusik berbagai elemen kehidupan masyarakat. Kare­nanya, pihak terkait, termasuk perempuan, perlu melakukan respon yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Perempuan dapat menjadi salah satu figur poten­sial yang mempunyai peran strategis dalam membantu pencegahan terorisme, kekerasan dan radikalisme. Makalah ini berfokus pada peran perempuan dalam pencegahan kekerasan terorisme dan radikalisme dimana penulis menggunakan metode kualitatif penuh dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berkaitan dengan topik penelitian dan kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa seorang perempuan berperan penting dalam pencegahan kekerasan jika perempuan tersebut mampu membangun lingkungan kehidupan keluarga yang harmonis dan senantiasa menekankan norma-norma keagamaan yang baik dan moderat sesuai dengan ajaran Is­lam yang sebenarnya. Maka, individu dan keluarga merupakan pendukung utama pro­gram kewaspadaan terhadap bahaya terorisme dan radikalisme.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 47-62
Author(s):  
Andi Nur Fikriana Aulia Raden ◽  
Azmil Fauzi Fariska ◽  
Mariana Mariana

The public understands early marriage as stated in Law No. 16 of 2019 concerning Marriage as an amendment to Law Number 1 of 1974 that child marriage occurs at the age of under 19 years for both men and women and or those who have not reached puberty. This paper aims to examine the shift in the public's perspective on the practice of early marriage explicitly that occurred in Bone Regency, South Sulawesi, and its relation to Human Rights. This study uses qualitative descriptive data analysis techniques with stages; data reduction, data presentation, and conclusion. Researchers conducted interviews with informants who had been selected through snowball sampling and purposive sampling techniques. This study shows that the community's response to early marriage has changed along with the times, namely that in the past people considered early marriage as a way to maintain family honor, but is now considered a family disgrace. Factors for early marriage include promiscuity; the honor of family and relatives, local customary norms, less educated parents, and the economic burden of the family. Meanwhile, from a human rights perspective, the practice of child marriage is a serious part of child abuse concerning the right to education and employment.Masyarakat memahami pernikahan dini sebagaimana tercantum dalam UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan sebagai perubahan terhadap UU Nomor 1 Tahun 1974 bahwa pernikahan anak terjadi pada usia di bawah 19 tahun bagi laki-laki maupun bagi perempuan dan atau mereka yang belum akil baligh. Tulisan ini memiliki tujuan untuk mengkaji peralihan cara pandang masyarakat terhadap praktik pernikahan dini secara eksplisit yang terjadi di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan serta kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif dengan tahapan; reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Peneliti melakukan wawancara terhadap informan yang sudah dipilih melalui teknik snowball sampling dan purposive sampling. Penelitian ini memberikan hasil bahwa respon masyarakat terhadap pernikahan dini berubah seiring dengan perkembangan zaman, yakni yang dulunya masyarakat menganggap pernikahan dini sebagai salah satu cara untuk menjaga kehormatan keluarga, namun sekarang dianggap sebagai aib keluarga. Faktor terjadinya pernikahan dini diantaranya adalah pergaulan bebas; kehormatan keluarga dan kerabat, norma adat lokal, orang tua yang kurang terpelajar, dan beban ekonomi keluarga. Adapun jika dipandang dari perspektif HAM, praktik pernikahan anak merupakan bagian serius dari pelecehan anak sehubungan dengan hak atas pendidikan dan ketenagakerjaan.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 17-30
Author(s):  
Lutfi Fahrul Rizal

This study aims to measure the level of appreciation and practice of the values of Pancasila as the ideology of the Indonesian nation as a whole so that the values in it can really be applied in the life of the nation and state. This research uses a normative-empirical method, namely by combining legal research methods that not only view the law as a prescriptive and applied discipline but also have a descriptive nature based on the reality of the development of law itself in society. There are several phenomenal events that are closely related to Pancasila, where these events illustrate that noble values that are actually respected and upheld are still vulnerable to being exploited by their sensitivity by some groups for imaging purposes without paying attention to the noble values of Pancasila. Pancasila is vulnerable to being used as a political commodity so that certain groups feel that it is Pancasilaist and other groups are not Pancasilaist. The results of this study provide an indication that all groups should be able to place Pancasila as an ideology in the nation and state and become a joint evaluation in revitalizing the noble values contained in Pancasila as the basic rules, guidelines, and philosophy of life of the Indonesian nation that must be practiced as the embodiment of Bhineka Tunggal Ika.Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia secara utuh, sehingga nilai-nilai di dalamnya benar-benar dapat diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penelitian ini menggunakan metode normatif-empiris, yaitu dengan cara melakukan penggabungan metode penelitian hukum yang tidak hanya memandang hukum sebagai disiplin yang bersifat preskriftif dan terapan, namun sekaligus bersifat deskriptif yang didasarkan pada kenyataan perkembangan hukum itu sendiri di masyarakat. Ada beberapa peristiwa fenomenal yang erat hubungannya dengan Pancasila, di mana peristiwa ini memberi gambaran bahwa nilai-nilai luhur yang sejatinya dihormati dan dijunjung tinggi masih rentan dimanfaatkan sensitivitasnya oleh sebagian kelompok untuk kepentingan pencitraan tanpa memperhatikan nilai-nilai luhur Pancasila. Pancasila rentan dijadikan sebagai komoditas politik, sehingga meng­anggap bahwa golongan tertentu merasa Pancasilais dan kelompok lain tidak Pancasilais. Hasil penelitian ini memberikan petunjuk bahwa seharusnya semua kelompok dapat menempatkan Pancasila sebagai ideologi dalam berbangsa dan bernegara, dan menjadi evaluasi bersama dalam merevitalisasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila sebagai aturan dasar, pedoman dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang harus diamalkan sebagai perwujudan Bhineka Tunggal Ika.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 63-80
Author(s):  
Ahmad Jamaludin

The punishment policy in the form of chemical castration for perpetrators of sexual crimes is a confusing policy when viewed from the perspective of a double-track system. The application of castration sanctions is contrary to the purpose of action sanctions in the double-track system because it does not aim to restore the perpetrators, but rather to provide a deterrent effect and retaliation. So that the chemical castration policy is wrong because it is not in accordance with following the principle of action sanctions in the double-track system. The research method used is normative juridical using primary and secondary data and then analyzed qualitatively. This study aims to find out about the double-track system and to determine the action of chemical castration in the perspective of the double-track system. The results of this study show, First in the double-track system, the criminal system is known in two ways, namely, through legal sanctions and witnesses of action, legal sanctions are oriented towards revenge for their behavior while action sanctions are oriented towards improving the perpetrators so that they can be accepted back in the community. The two sanctions for castration are not included as witnesses for acts in the double-track system, because the basic idea is to improve the perpetrators, while chemical castration is more directed at retaliation. This research can be a reference for criminal law policymakers so that the legal policy does not get out of the basic idea of criminal law itself. Kebijakan pemidanaan berupa sanksi tindakan kebiri kimia bagi palaku kejahatan seksual menjadi kebijakan yang membingungkan jika dilihat dalam perpektif double track system. Penerapan sanksi tindakan kebiri kimia bertolak belakang dengan tujuan dari sanksi tindakan dalam sistem double track system dikarenakan tidak bertujuan memulihkan pelaku, namun lebih kepada pemberian efek jera dan pembalasan. Sehingga kebijakan kebiri kimia menjadi kebijakan yang keliru karena tidak sesuai dengan prinsip sanksi tindakan dalam sistem double track system. Penelitian ini menggunakan yuridis normatif dengan menggunakan data primer dan sekunder kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang double track system dan untuk mengetahui tindakan kebiri kimia dalam per­spektif double track system. Hasil penelitian ini menunjukan, Pertama dalam sistem double track system, sistem pemidanaan dikenal dengan dua jalan yakni melalui sanksi hukum dan saksi tindakan, sanksi hukum berorientasi pada upaya balas dendam terhadap prilakunya sedangkan sanksi tindakan berorientasi pada perbaikan pelaku agar bisa diterima kembali di masyarakat. Kedua saknsi tindakan kebiri tidak terma­suk saksi tindakan dalam double track system, sebab ide dasarnya perbaikan terhadap pelaku sedangkan kebiri kimia lebih mengarah kepada pembalasan. Penelitian ini dapat menjadi referensi pembuat kebijakan hukum pidana agar kebijakan hukum tersebut tidak keluar dari ide dasarnya hukum pidana itu sendiri.


2021 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 101-116
Author(s):  
Syifa Al Huzni ◽  
Yoghi Arief Susanto

Abstract: The implementation of electronic business licensing with the aim of encouraging and increasing investment in Indonesia. However, the entire process is still not managed online and the sharing of data that has not been integrated between agencies allows the licensing process to still exist and have long obstacles. This study aims to explain the implementation of business providing services in Indonesia according to Government Regulation Number 24 of 2018 concerning Electronic Business Licensing Services and explain the obstacles to investment licensing in Indonesia based on PP No. 24 of 2018 concerning electronic licensing services with legal certainty. This research uses a descriptive-analytical method with a normative juridical approach. This study explains that investment licensing in Indonesia has not gone well because there are still obstacles such as aspects of regulation, system, and management. So this does not provide legal certainty guarantees to investors who will carry out investment activities in Indonesia. It is hoped that this research will provide a solution to the problem of investment and investment licensing in Indonesia.Abstrak: Penyelenggaraan perizinan berusaha secara elektronik oleh pemerintah dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat dan meningkatkan penanaman modal di Indonesia. Namun seluruh proses masih belum diurus secara online dan data sharing yang belum terintegrasi antar instansi mengakibatkan proses perizinan masih menemui hambatan dan birokrasi yang panjang. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi layanan pemberian izin berusaha di Indonesia menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Secara Elektronik, dan menjelaskan hambatan perizinan investasi di Indonesia berdasarkan PP No. 24 tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha secara elektronik hubungannya dengan asas kepastian hukum. Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini menjelaskan implementasi perizinan investasi di Indonesia belum berjalan baik, karena masih terdapat hambatan-hambatan seperti aspek regulasi, sistem, dan tata laksana. Sehingga hal tersebut belum memberikan jaminan kepastian hukum kepada investor yang akan melakukan aktivitas investasi di Indonesia. Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan solusi terhadap masalah perizinan investasi dan penanaman modal di Indonesia. 


2021 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 51-66
Author(s):  
Fahmi Ali Ramdhani

The facts on the ground are that there are often problems due to legal consequences due to the non-registration of fiduciary guarantees by financial institutions. This study aims to determine consumer legal protection measures when fiduciary collateral is not registered at the Fiduciary Registration Office. This study also aims to examine the legal consequences of the withdrawal and confiscation of fiduciary collateral objects that are not registered at the Fiducia Registration Office by PT. Suzuki Finance Indonesia. This study uses a normative juridical method with descriptive-analytical research specifications through a statutory approach. Based on this study, it is concluded that consumer dispute resolution can be pursued through the court or outside the court based on the decision of the disputing parties. One of the legal protections and obligations in using fiduciary guarantees for finance companies was the first issuance of PP No.21 of 2015, Permenkeu No. 130 / PMK.010 / 2012, and POJK 29/2014. The legal consequence of not registering the object of the fiduciary guarantee is that the fiduciary guarantee has not been born so that the legal consequences attached to the fiduciary guarantee do not apply.


2021 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 1-18
Author(s):  
Riza Fauziah Djazuli

AbstractThe unemployment rate in Indonesia has soared high enough since August 2020 with a total of 9,77 million person, while data on foreign labor recorded in 2020 amounted to 98.902 person. From this data, foreign workers from China rank first, namely 35,781 people or the equivalent of 36.17%. The research purposes are, firstly, to analyze the legal aspects of foreign labor in terms of national responsibility which is closely related to Article 27 verse (2) of the Constitution of 1945; secondly, to analyze the efforts to protect Indonesian employment law in terms of the national responsibility which is closely related to Article 27 verse (2) of the Constitution of 1945. This research used descriptive analytical method with normative juridical approach. Aspects of foreign employment law in terms of national responsibility are seen in the regulation of the control of foreign labor which can only be done in a work relationship for a certain time. Even though this needs to be emphasized regarding legal protection and social welfare insurance like domestic workers. In addition, in terms of supervision of foreign workers, there should be no imbalance in rights and obligations between foreign workers and domestic workers.. Efforts to protect Indonesian labor law in terms of the national responsibility can be seen in the implementation of efforts to educate and train domestic labor in order to improve competency standards that are able to compete with foreign labor.AbstrakAngka pengangguran di Indonesia melonjak cukup tinggi terhitung sejak Agustus 2020 dengan jumlah 9,77 juta orang, sementara data Tenaga Kerja Asing (TKA) pada tahun 2020 tercatat berjumlah 98.902 orang. Berdasarkan data tersebut, TKA yang paling banyak di Indonesia berasal dari Negara China yaitu 35.781 orang atau setara 36,17%. Tujuan penelitian ini adalah, pertama untuk  menganalisis aspek hukum ketenagakerjaan asing ditinjau dari tanggungjawab negara yang memiliki kaitan erat dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945; kedua untuk menganalisis upaya perlindungan hukum ketenagakerjaan Indonesia ditinjau dari tanggungjawab negara yang memiliki kaitan erat dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analitis menggunakan pendekatan yuridis normatif. Aspek hukum ketenagakerjaan asing ditinjau dari tanggungjawab negara dilihat pada pengaturan atas pengendalian TKA yang hanya dapat dilaksanakan dalam hubungan kerja pada waktu tertentu. Malahan perlu ditekankan mengenai perlindungan hukum dan jaminan kesejahteraan sosial layaknya tenaga kerja dalam negeri. Selain itu, dalam hal pengawasan tenaga kerja asing seharusnya tidak ada ketimpangan hak dan kewajiban antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja dalam negeri. Upaya perlindungan hukum ketenagakerjaan Indonesia ditinjau dari tanggungjawab negara ini dapat dilihat pada implementasi mengenai upaya mendidik dan melatih tenaga kerja dalam negeri guna meningkatkan standar kompetensi yang mampu bersaing dengan tenaga kerja asing.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document